Fake Bride - BNHA Fanfict (Co...

By slayernominee

14.9K 2.3K 151

Berubah status dari rakyat biasa menjadi bangsawan, tidak membuat Midoriya bahagia. Karena dia sebenarnya han... More

Prolog
°1°
°2°
°3°
°4°
°5°
°6°
°7°
°8°
°9°
°10°
°11°
°12°
°13°
°14°
°15°
°16°
°18°
°19°
°20°
°21°
°22°
°23°
°24°
°25°
°26°
°27°
°28°
°29°
°30°
°31°
°32°
°33°
°34°
°35°
°36°
°37°
°38°
°39°
°40°
°The End°

°17°

372 61 3
By slayernominee

.
.
.
.
.

"Katsuki! Kau bertengkar lagi dengan anak-anak di dojo, kan?!"

Mitsuki mengomel begitu putranya kembali dari dojo milik keluarga Todoroki. Dengan berkacak pinggang dia menatap Bakugou yang memiliki bekas luka di sudut bibir dan rambutnya yang acak-acakan.

Si kecil Bakugou berdiri di depan ibunya dengan membuang wajah ke arah lain dan manyun sebal. "Mereka yang mulai duluan." Jawabnya jutek.

Sang permaisuri menghela napas panjang. "Sudah berapa kali ibu bilang, kau harus jaga sikap. Entah apa yang membuatmu kesal, tapi jangan sampai menghajar mereka! Kekuasaanmu sebagai putra kaisar tidak boleh disalahgunakan untuk memukul anak lain."

Bakugou hanya diam, masih membuang wajah dan manyun sebal.

"Katsuki, apa kau mendengarkan ibu?!"

"Hish, iya aku dengar!" Sentak Bakugou kesal.

Mitsuki mendengus, meski barusan Bakugou masih menyentak tapi itu lebih baik daripada tidak menjawab sama sekali.

"Jadi, mau beritahu ibu alasan pertengkaranmu kali ini?"

Bakugou menatap kakinya dengan kening yang berkerut marah. "Mereka menjahili anak-anak perempuan di sekitar dojo."

Mitsuki mengerjap. "Huh?"

"Aku mengatakan sikap mereka sangat payah. Mereka tidak terima dan kami bertengkar."

Mendengar penjelasan itu, si permaisuri tersenyum. "Aduh, ternyata putraku manis juga."

"Jangan mengejekku!" Raung Bakugou, tapi kemudian Mitsuki menepuk puncak kepalanya.

"Pertengkaranmu kali ini rupanya memang tidak terelakkan. Ibu tetap tidak suka kau sering berkelahi, tapi sikapmu membela anak-anak perempuan itu sudah benar."

Bakugou kembali membuang wajah. "Aku bukan membela mereka, aku hanya mengejek anak-anak payah itu."

"Haha, jangan malu-malu begitu." Mitsuki mengusak rambut anaknya dengan gemas, berhenti tak lama kemudian karena Bakugou mengomel risih.

Dengan lembut Mitsuki mengusap sudut bibir Bakugou yang sedikit berdarah. "Nee, Katsuki, berjanjilah pada ibu kau akan selalu melindungi mereka yang lebih lemah darimu, ya? Terutama perempuan dan anak-anak."

Dia mengambil obat dan mengurus luka di bibir putranya itu. Bakugou mendesis kecil saat sengatan perih terasa. "Kemudian, saat kau memiliki seseorang di sampingmu nanti, perempuan yang akan mendampingimu, lindungi dia dengan sungguh-sungguh."

Bakugou kecil mendengus. "Apa sih, menyusahkan saja."

Mitsuki tersenyum, selesai mengobati. "Sudah sana, ganti pakaianmu yang kotor dan berantakan itu."

.
.
.
.
.

Midoriya membuatnya mengingat pada apa yang ibunya katakan saat dia kecil dulu.

Sosok di sampingnya, seseorang yang akan menjadi pendampingnya. Midoriya adalah calon permaisuri, calon istrinya. Itu cocok dengan kriteria yang ibunya katakan.

Meski mereka hanya dijodohkan, tapi toh Bakugou tetap akan menikahinya. Awalnya dia memang malas dengan perjodohan itu, tapi dia kini lebih malas jika harus mencari sosok lain sebagai calon istrinya. Midoriya juga bukan tipe perempuan yang menyusahkan, jadi dia tidak terlalu terganggu.

Namun selama awal Bakugou mengenal Midoriya, dia lupa akan perkataan Mitsuki. Karena kesibukan dan tidak tertariknya dia untuk menikah buru-buru, dia seperti membiarkan saja gadis itu.

Kini setelah dia sedikit lebih dekat, lebih memperhatikan Midoriya, dia mengingat dan menyadari betapa dia terlalu acuh sebelumnya.

Bakugou mulai paham apa yang Mitsuki maksud dulu. 'Lindungi dia dengan sungguh-sungguh'. Pria itu ingat jika beberapa kali Midoriya sempat terancam bahaya. Dia membayangkan jika Midoriya sudah langsung berakhir saat itu juga.

Putra mahkota itu bangkit dari duduknya, berjalan mendekati gadis bersurai hijau itu dan berlutut di hadapannya. Mengamit tangannya dan menaruh kecupan lembut di atas punggung tangannya sebagai permintaan maaf atas sikap acuhnya yang sudah lalu.

"Izinkan aku untuk bisa lebih menjagamu."

Entah kenapa kata-kata itu keluar dari mulut Bakugou. Pria itu sebenarnya masih tak terlalu paham akan sikap, keputusan, dan perkataannya pada Midoriya beberapa bulan ini. Namun untuk sekarang dia menganggap itu karena dia tak mau kesulitan untuk menerima gadis lain sebagai calon istrinya.

Dia melihat Midoriya beraut syok dan bingung bersamaan, tapi kemudian gadis itu mengangguk pelan dengan wajahnya yang sedikit memerah.

"Jika itu yang Anda inginkan."

.
.
.
.
.

Kirishima tengah begitu menikmati perannya sebagai penonton. Sejak beberapa minggu lalu, dia menyadari jika Bakugou sedikit demi sedikit mengubah sikapnya, terutama pada Midoriya.

Putra mahkota itu mencoba untuk lebih meluangkan waktu dengan Midoriya, meski kebanyakan hanya sekedar mengobrol atau minum teh berdua. Bagaimanapun dia tetap seorang calon kaisar yang sangat sibuk, jadi waktu santainya terbatas meski dia sudah meluangkan sebanyak mungkin. Sedangkan Midoriya mencoba terbiasa dengan sikap Bakugou yang membuatnya sering gugup.

"Ah." Midoriya tak sengaja menjatuhkan cap dokumennya dari atas meja.

Bakugou yang tengah berdiri di depan lemari dokumen dan berada di dekatnya membungkuk mengambil cap, menyerahkannya ke Midoriya.

"Te-terima kasih banyak, Yang Mulia..." Midoriya masih belum terbiasa saat sosok calon kaisar itu membantunya. Dia hendak menerima cap dari tangan Bakugou, tapi kemudian pria itu tak sengaja melepaskan cap sebelum Midoriya memegangnya.

Midoriya yang panik berusaha segera menangkap cap itu, juga Bakugou. Mereka bersamaan mencoba menangkap benda kecil itu, tapi tangan mereka berdua berakhir bertabrakan dan menyenggol botol tinta yang kemudian jatuh tumpah.

"Ah!" Midoriya memekik pelan karena mejanya penuh dengan gulungan penting.

Untungnya isi botol sudah hampir habis sehingga hanya beberapa tetes saja yang menumpahi meja. Bakugou buru-buru memperbaiki posisi botol tinta dan Midoriya mengusap tumpahan dengan kertas bekas. Mereka berdua menghela napas lega.

"Maaf..." ujar Bakugou kaku karena hampir terjadi bencana.

"Saya juga minta maaf..." Midoriya hampir tidak bisa bernafas karena terkejut tadi.

Kirishima menghela napas panjang. Sebenarnya tontonan yang dia maksud adalah pemandangan hubungan yang kikuk. Namun dia memakluminya karena Bakugou sendiri baru kali ini mencoba untuk lebih perhatian pada seseorang, dan Midoriya kelihatannya belum pernah menjalin hubungan dengan seseorang sebelumnya.

Bisa dibilang mereka berdua adalah pasangan yang saling belum berpengalaman, jadi sikap mereka cukup kacau. Sering kali saling tidak tahu harus berbuat apa. Tapi Kirishima menganggap kelakuan mereka itu cukup menghibur dan menggemaskan. Bagaimanapun hubungan mereka berkembang ke arah yang baik, jadi dia amati dan dukung saja.

"Bagaimana kalau istirahat sebentar?" Usul Kirishima. "Yang Mulia juga Nona nampak kehilangan fokus saat lelah, jadi mari rehat sejenak."

Bakugou mendengus. "Baiklah."

Midoriya mengangguk. Sudah hampir sore dan sejak siang dia belum beranjak dari mejanya.

"Biar saya ambilkan sesuatu dari dapur." Gadis itu hendak berdiri tapi kemudian kepalanya serasa berputar dan segera membuatnya kembali jatuh duduk ke kursinya

Kirishima sudah panik hendak menangkapnya tadi kalau-kalau Midoriya jatuh. "Kau baik-baik saja?"

"Ah, ya. Kurasa aku hanya bergerak terlalu cepat." Midoriya mengerjap beberapakali untuk menghilangkan kunang-kunang di matanya.

"Apa darahmu rendah?" Tanya Bakugou.

"Kata tabib yang dulu pernah memeriksa memang sedikit rendah. Kadang memang seperti ini, tapi tidak pernah ada masalah lain kok."

"Nona duduk saja, biar aku yang ke dapur." Ujar Kirishima, segera pergi sebelum menerima penolakan.

Midoriya pun hanya bisa duduk diam. Bakugou hendak mengatakan sesuatu namun kemudian Koshi datang mengetuk pada ambang pintu.

"Ada apa?" Bakugou batal bicara pada Midoriya.

"Maaf, apa Yang Mulia ada waktu? Saya hendak membahas soal pembentukan organisasi baru yang beberapa waktu lalu kita bicarakan."

"Ya, masuk saja."

"Permisi. Halo Nona, apa kabar?" Sapa pria paruh baya itu dengan riangnya.

Bakugou dan Koshi pun berbicara di dalam ruangan itu. Kirishima kembali tak lama kemudian. Karena Bakugou tengah sibuk jadi makanan kecil yang dia ambil dari dapur diletakkan di atas meja Midoriya. Dia menuangkan secangkir teh dan memberikannya pada gadis itu.

"Terima kasih."

Selagi menikmati tehnya, Midoriya mencuri-curi dengar pembicaraan Bakugou dan Koshi. Mereka tengah berencana membentuk semacam kelompok orang untuk mengurus sebuah hal di kota. Kalau dia tidak salah tangkap, kelompok itu akan menangani masalah yang berhubungan dengan anak dan perempuan.

Bakugou menyetujui pembentukannya. Masalahnya hanya tinggal siapa yang akan jadi kepala dari kelompok baru tersebut. Bakugou sendiri sudah banyak memiliki tugas dan sulit kalau dia ingin menambah satu sub jabatan lagi pada dirinya. Koshi pun juga sudah dipasrahi banyak kegiatan sehingga tak bisa menjamin akan mengurus kelompok itu dengan baik.

"Mungkin kita bisa cari dari antara pejabat di sini?"

"Kurasa akan cukup sulit."

"Yang Mulia..."

Semua perhatian seketika tertuju pada Midoriya yang tiba-tiba bersuara. Kirishima juga ikut melihat padanya. Midoriya menelan ludah, merasakan tekanan saat perhatian tertuju padanya.

"Kau perlu sesuatu?" Tanya Bakugou.

"Tidak, bukan itu. Maaf, saya ikut mendengarkan pembicaraan kalian. Soal kelompok tadi... apa saya boleh mengajukan diri?"

Bakugou mengangkat alis. "Apa kau serius?"

"Tidak boleh...?" Cicit Midoriya ragu, takut dia membuat marah karena sudah memotong pembicaraan.

"Boleh saja sebenarnya, tapi kenapa kau tiba-tiba mengajukan diri?"

"Yang Mulia kesulitan menemukan orang, saya sendiri juga tidak terlalu sibuk. Jadi... saya pikir saya masih bisa menanganinya."

Koshi mengusap-usap dagunya, berpikir. "Kalau dilihat, Nona sepertinya akan cocok. Fokus dari kelompok itu sendiri adalah perempuan dan anak, di mana perempuan sendiri pasti lebih peka dan paham soal itu. Bagaimana, Yang Mulia?"

Bakugou menatap pada Midoriya. "Kau yakin?"

"Ya, saya yakin."

"Baiklah, kalau begitu dia saja. Segera urus pembentukannya." Bakugou menandatangi dokumen persetujuan.

Koshi mengambil dokumen itu dan menyerahkannya ke Midoriya yang juga menandatanginya. Dokumen itu masih bersifat sementara sampai kelompok sah terbentuk nanti.

Mendengar topik soal perempuan dan anak membuat Midoriya seketika teringat pada panti asuhan tempat dia bekerja dulu, juga panti yang dia datangi saat mengantar salah satu anak yang tersesat waktu itu. Dia cukup merindukan untuk bisa melihat kehidupan panti asuhan, jadi Midoriya mengajukan diri dengan harapan bisa banyak membantu para panti di luar sana.

Koshi pun pergi dengan membawa dokumen tadi untuk segera mengurus pembentukannya.

.
.
.

Beberapa hari kemudian kelompok selesai dibentuk dengan kerja cepat dari Koshi. Midoriya berkumpul dengan orang-orang yang dipilih sebagai anggota dan mereka disahkan sendiri oleh Bakugou pada sebuah pesta kecil.

Jujur saja Midoriya sangat gugup saat pengesahan dilakukan. Berpikir apakah aksi nekatnya mengajukan diri sebagai kepala pengurus adalah tindakan yang tepat, karena mentalnya masih kerap gemetar seperti jeli. Namun dia bertekad untuk berusaha sebaik mungkin.

Sebagai aksi pertama Midoriya ingin melakukan pemantauan di sekitar kota soal kondisi perempuan dan anak-anak. Setelah Bakugou mengizinkan, dia pergi berdua hanya dengan Kirishima yang menjaganya. Sebenarnya dia bisa saja mengajak anggota lain, tapi untuk kali ini dia memilih memantau sendiri saja.

Dengan penyamaran, Midoriya dan Kirishima berbaur ke dalam kota.

"Wah." Midoriya terkesima pada kedua kalinya di mengunjungi kota tempat istana berada. Sudah cukup lama sejak terakhir kali dia keluar, jadi jiwanya merasa senang. Namun Midoriya mengingatkan dirinya bahwa kali ini dia keluar bukan untuk jalan-jalan, melainkan bekerja mengamati warga.

"Kirishima-kun, ingatkan aku kalau aku sampai kelepasan bersenang-senang di kota nanti."

"Haha, baiklah tenang saja."

Kirishima mengantarnya ke beberapa tempat yang kerap dikunjungi banyak perempuan dan anak-anak. Beberapa hari sebelumnya Midoriya sudah belajar soal masalah dan isu-isu yang menyangkut perempuan dan anak, dia ingin melihat sendiri beberapa hal dari masalah itu secara langsung.

Karena kota tempat istana berdiri adalah kota yang cepat tanggap dalam keluhan warganya, maka isu yang Midoriya baca seolah tak terlihat dimanapun. Semua nampak baik-baik saja, tapi Kirishima mengatakan jika tetap masih ada yang belum terjamah oleh pertolongan istana. Hanya saja masalah-masalah itu disembunyikan, oleh karena itu istana kemudian membentuk organisasi khusus yang akan mengurusnya.

"Kalau begitu aku perlu untuk berbaur dengan warga dan mencoba bertanya soal masalah di sekitar dengan mereka." Ujar Midoriya setelah melahap sepotong manisan. Mereka tengah istirahat di kedai makan kecil.

"Ya, tapi sekarang sudah sore. Di kesempatan selanjutnya saja kau mulai berbaur." Kirishima menyesap tehnya. "Setelah ini kita akan kembali ke istana."

"Uhm... bisakah kita mampir ke sebuah tempat sebentar?"

"Ke mana?"

.
.
.

Kirishima melihat pada papan kayu bertuliskan 'Rumah Lily' yang terpasang. Dia ingat waktu itu Midoriya bilang pernah ke tempat itu bersama Bakugou untuk mengantar seorang anak kecil.

"Apa kau ingin menemui seseorang?"

"Tidak, aku hanya ingin melihat-lihat saja sebentar." Midoriya memperhatikan halaman panti asuhan yang penuh dengan kebun bunga.

"Ah!"

Seruan yang datang dari arah belakang itu mengejutkan mereka berdua. Mereka menoleh dan mendapati sosok anak kecil membawa keranjang anyaman berisi roti. Dia menunjuk ke arah Midoriya.

"Nee-san!" Seru anak itu dengan riang.

Midoriya mengenalinya, dia tersenyum dan melambaikan tangannya. "Apa kabar, Saki-chan?"

Saki dengan riang mendekati Midoriya, berceloteh menanyakan banyak hal. Kirishima sedikit terkejut melihat Midoriya bisa sedekat itu dengan anak kecil yang baru sekali ditemuinya dulu.

"Nee-san, ayo masuk dulu. Kakakku pasti senang melihatmu lagi."

Midoriya ingin menerima tawaran itu, tapi dia menoleh pada Kirishima untuk bertanya apa mereka punya waktu.

Pria bersurai merah itu mengangguk. "Sebentar tidak apa-apa."

Akhirnya mereka masuk dengan ajakan dari Saki. Setelah memasuki pintu depan, Midoriya disambut dengan pemandangan ruangan yang dipenuhi dengan anak-anak panti asuhan yang tengah sibuk dengan aktivitasnya masing-masing.

Saat itu ada sekitar empat anak kecil lain seusia Saki, mereka bermain dengan banyak mainan yang berserakan di lantai beralas karpet besar dan dua anak berusia remaja duduk di sofa, membaca buku.

"Tadaima." Seru Saki, membuat atensi keenam anak di sana tertuju pada mereka.

"Oh, Saki-chan." Salah seorang anak remaja menurunkan bukunya. "Siapa mereka?"

Saki tersenyum. "Orang-orang baik kok, di mana Kak Haku?"

"Di halaman belakang."

"Aku akan ajak mereka menemui Kak Haku, ini kuserahkan rotinya ke kalian."

Melewati keenam anak tadi, Saki membawa Midoriya dan Kirishima ke belakang rumah panti. Kebun buah dan sayuran yang memenuhi halaman belakang menyambut mereka. Midoriya terkesima melihat buah-buahan dan sayuran yang tumbuh lebat di sana.

"Kak Haku!" Saki berseru memanggil.

Dari balik sayur-sayuran yang tumbuh lebat, suara Haku merespon panggilan tadi. Segera seorang anak remaja lain muncul berdiri di balik tanaman tomat yang rimbun. Midoriya mengenali anak remaja itu, juga sebaliknya.

"Oh, mereka..."

"Aku bertemu mereka di depan."

Haku berjalan meninggalkan tanaman tomat yang merambat di tiang kayu rendah dan mendatangi mereka. "Wah, apa kabar Nona? Terima kasih sudah mengantar Saki-chan waktu itu."

"Bukan masalah."

Mereka banyak bicara setelahnya. Haku menjelaskan beberapa hal mengenai Rumah Lily. Di sana ada delapan anak yang diasuh. Lima anak kecil, tiga remaja. Terdapat dua pengasuh, tapi mereka sudah cukup tua dan kerap sakit sehingga tak bisa setiap hari ada di panti.

Meski begitu anak-anak panti tidak kerepotan karena sebagian besar dari mereka sudah bisa melakukan banyak hal secara mandiri, terutama tiga anak remajanya. Untuk kegiatan dan kebutuhan saat pengasuh mereka libur beberapa hari bisa diurus sendiri. Haku sebagai anak remaja tertua di sana menjadi pemimpin saat pengasuh mereka tidak ada.

Midoriya berkenalan dengan anak-anak lainnya dan tidak perlu waktu lama untuk mereka menjadi akrab. Sementara Kirishima kesulitan saat dia diserbu untuk diajak bermain oleh anak-anak kecil, termasuk Saki. Jenderal itu jadi sasaran empuk permainan pahlawan dan penjahat, di mana dia jadi penjahatnya dan harus menerima nasib dijadikan samsak oleh tangan-tangan kecil mereka.

Tapi Kirishima juga bukannya tidak bisa mengatasi anak kecil. Dia mengikuti peran penjahatnya dan berpura-pura akan menerkam, membuat anak-anak itu berlarian kabur dengan menjerit kegirangan.

Para anak remaja dibuat kagum dengan Midoriya yang tahu soal banyak buku dan memiliki banyak pengetahuan. Mereka dengan cerewet bertanya soal buku-buku yang belum mereka tahu.

Kirishima melihat jika Midoriya begitu menikmati waktunya dengan anak-anak, seolah dia nyaman seperti di rumah. Jadi dia membiarkan mereka menghabiskan waktu sedikit lebih lama di sana.

Sampai hari mulai gelap. "Kita harus kembali."

Midoriya mengangguk. Mengucapkan perpisahan pada Haku, Saki, dan anak-anak lain. Mereka nampak sedih saat kedua tamu akan pergi.

"Kami akan datang lagi kapan-kapan." Ujar Kirishima untuk menenangkan mereka.

"Sungguh?" Tanya beberapa anak secara bersamaan.

"Ya, janji." Midoriya mengulurkan kelingkingnya. Anak-anak pun mengantar sampai di depan panti dan melepas mereka pergi.

.
.
.

Beberapa hari kemudian sesuai janji, Midoriya kembali datang ke Rumah Lily pada pengamatan selanjutnya. Kali ini Midoriya juga meminta beberapa anggota organisasinya untuk mencari info soal isu tersembunyi dengan menyamar, mereka menyebar ke seisi kota. Sementara Midoriya sendiri dan dengan Kirishima mengurus daerah sekitar istana untuk saat ini.

Hubungan mereka dengan panti asuhan itu ternyata cukup menguntungkan. Haku dan Saki yang paling sering keluar panti untuk pergi membeli barang-barang, tahu soal beberapa masalah di kota yang jarang diketahui oleh pihak istana. Midoriya memancing pembicaraan itu saat tengah membahas salah satu buku.

Midoriya menyimpan masalah-masalah itu dalam ingatannya untuk dia laporkan pada Bakugou dan Koshi nanti, karena bukan bagian dari fokus organisasinya. Dia menunggu mendengar sesuatu yang berkaitan dengan perempuan dan anak-anak.

"Aku pernah dengar soal tempat yang mempekerjakan anak-anak di bawah umur." Ujar Haku selagi mengaduk tanah di pot yang akan dia tanami bunga baru.

Mendengar itu membuat Midoriya yang tengah membantu menyampur tanah dengan pupuk langsung beraut serius. "Benarkah? Di mana tempatnya?"

"Uhm, aku hanya tahu sebatas itu. Kabar itu masih seperti hanya rumor di sini." Haku menanam beberapa bibit ke dalam pot. "Tapi ada kabar juga soal beberapa anak yatim piatu yang tadinya berkeliaran kemudian tak terlihat, jadi rumor soal dipekerjakan atau dijual masih terus terdengar sampai sekarang."

Midoriya langsung terpikir banyak hal. Tangannya melambat mengaduk tanah pot.

"Nampaknya kau begitu tertarik dengan rumor itu, Midoriya-san." Haku memecah lamunannya.

"Ah, aku hanya kadang memang suka membicarakan hal semacam itu, haha..."

"Aku tidak tahu apa rumor itu benar, tapi kalau iya, kuharap anak-anak itu bisa bebas. Aku merasa beruntung setidaknya aman berada di panti ini, membayangkan mereka harus bekerja secara paksa itu menyedihkan..."

Selesai membantu Haku di kebun belakang, Midoriya menemui Kirishima yang sejak tadi menemani anak-anak kecil bermain. Pria itu sudah sangat akrab dengan mereka hanya dengan dua kali bertemu. Midoriya senang melihat mereka bersenang-senang, tapi hari sudah sore dan mereka harus berpamitan. Hal itu sempat membuat mereka kesulita karena anak-anak merengek menolak membiarkan mereka pergi. Untungnya Haku dan kedua pengasuh dapat menenangkan keadaan.

"Kami akan datang lagi kapan-kapan."

"Um. Hati-hati di jalan." Haku dan kedua pengasuh melepas mereka pergi.

Kirishima melihat wajah Midoriya begitu serius setelah mereka meninggalkan Rumah Lily. "Ada apa?"

Midoriya melihat pada pengawalnya itu, dia pun menceritakan apa yang dia dengar dari Haku tadi. "Apa menurutmu itu hanya rumor?"

"Kuharap begitu, tapi kedengarannya bisa saja memang benar terjadi di luar sana."

"Itu jadi membuatku kepikiran. Rasanya kita harus memeriksa apa memang benar ada anak-anak jalanan yang hilang."

"Kalau begitu kita coba bicarakan dengan Bakugou-sama nanti."

.
.
.
.
.

Continue Reading

You'll Also Like

129K 10.1K 87
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...
33K 3.3K 27
DILARANG UNTUK MENCOPY CERITA INI SEBELUM MEMINTA IZIN ini adalah fanfiction Tokyo Revengers versi sosial media, atau lebih jelas para character Tok...
12.4K 1.1K 12
Kisah cinta seorang putri dan pangeran yang memiliki banyak kejadian..... Sebastian sang pangeran dan Ciel sang putri dipertemukan dalam hutan yang d...
943K 45.2K 40
Alzan Anendra. Pemuda SMA imut nan nakal yang harus menikah dengan seorang CEO karena paksaan orang tuanya. Alzan kira yang akan menikah adalah kakek...