KOSAN CERIA

De PaiBian

170K 16.9K 3K

Asti tidak menyangka Kosan Ceria yang kadang membosankan di setiap harinya karena hanya diisi oleh si Hana, s... Mais

1 - Kos Ceria
2 - Penghuni Baru
3 - Peluk Cium Peluk Cium
4 - Malam Pertama
5 - Keseruan Malam Pertama
6 - Telanjang Dada
7 - Link Haram
8 - Bewok Banyak Bulunya
9 - Gigit Bibir
10 - Tegang
11 - Simulasi Punya Anak
12 - Adam Sialan
13 - Keluar di Toilet
14 - Mesum
15 - Sesama Perempuan
16 - Burung Keras dan Nasib Menyedihkan
17 - Kado Misterius untuk Bang Adam
19 - Menusuk Sampai Jantung
20 - Bubur Penghibur
21 - Hot Sexy
22 - Tetangga Baru
23 - Es Dung-Dung yang Bikin Bingung
24 - Perhatian Prihatin
25 - Kaos Kutang Bikin Melayang
26 - Kepulangan Si Hana
27 - GUE CAPEK!
28 - BEKAS MASA LALU
29 - MASALAH SI HANA, MASALAH WARGA KOSAN JUGA
30 - Dibuat Lemas Akbar
31 - Rian Asti Emosi
32 - PASAR SIAL
33 - AKBAR BAIK TAPI KENAPA?
34 - AKBAR RIAN BIKIN PENASARAN
35 - OM DIYAT DAN PERDEBATAN YANG TIADA USAINYA
36 - AKU CEMBURU
37 - TIAP MASALAH PUNYA JALAN KELUAR
38 - Aku Pacarnya Akbar
39 - DIBANGGAKAN
40 - DIA KABUR!
41 - Bu Kos & Ustaz Jamili
42 - Salah Semua
43 - Rian dan Perhatian
44 - Ide Liar dan Membahayakan
45 - Perjanjian Permainan
46 - Gibah
47 - Permainan Itu Ada Lagi
48 - Pengakuan Si Hana
49 - Bukan Kabar Burung

18 - Bu Kos Balik!

1.6K 367 27
De PaiBian


18 – Bu Kos Balik
°°°

"Orang mah makin sore makin bosen, ini makin sore malah senyum-senyum aja. Ada apa, Sti?" tanya Om Diyat seraya minum air mineral karena dia baru saja dari garasi hingga membuat pakaiannya memiliki noda di beberapa titik. Tidak lupa sebuah kunci inggris masih ada di tangannya, persis seperti tukang bengkel.

Kuraba pipi, benar ternyata terangkat ke atas. Pasti aku tersenyum seperti ini karena tahu kalau Bu Kos sedang dalam perjalanan pulang ke Mandalasari, tidak tahu juga kenapa aku sangat menanti sosok menyebalkan itu.

Bu Kos entah jam berapa akan tiba karena tidak memberi kabar apa-apa setelah telepon tadi pagi, seharusnya sih tidak harus menunggu sampai besok ya karena Om Diyat bilang sekitar lima sampai enam jam juga seharusnya sampai kecuali kalau perjalanan mereka terjebak macet.

"Padahal Bu Kos lebih sering nyebelinnya, tapi Asti malah nungguin dia pulang. Seneng aja gitu, Asti jadi ngerasa aman kalau ada dia di kosan. Beda kalau ada anaknya seisi kosan kayak dimasukin makhluk halus, panas mulu hawanya," jelasku sembari menghitung dan mengecek penjualan sampai sore hari ini.

"Benci tapi cinta itu, Sti. Kayak kamu sama si Rian."

"Ih Om Diyat apaan, Asti enggak cinta tuh sama si Rian."

"Gue juga kagak kali!" sahut cowok itu dengan bibir monyong. "Mending cinta tanah air dah saya Om Bos daripada cinta sama dia."

Om Diyat meledek dengan raut wajahnya. "Jadi kamu selama ini cinta tanah air, Yan?"

"Iya, dong. Makanya selalu jadi warga negara yang baik."

"Coba cium tanah sama air," titah Om Diyat.

Yeuh si kuno. "Jadul banget Om triknya kayak ujian masuk OSIS."

"Kayak lu anak OSIS aja, Sti." Aku yakin seratus persen si Rian ini penasaran padaku makanya dia bertanya, tapi harus ya beratanyanya dengan super nyolot dan mata sipit begitu? Ingin kuhajar saja rasanya lalu lapor ke pak ustad.

"Kepo lu, suka sama gue ya makanya nanya-nanya?"

"Kagak jadi. Gue tarik pertanyaan barusan," terus si Rian menutup wadah bubuk kopi dan masuk ke ruang dapur.

Gak jelas. Cowok aneh. Adik kelas tidak sopan, warga negara yang baik apanya sama kakak kelas saja begitu. Kalau perlu kuberi tahu lagi, si Rian ini tidak sebaya denganku, tapi dia memanggilku tidak ada rasa hormatnya sama sekali. Apa kau harus jadi bendera merah putih dulu biar dihormati?

"Kalau kamu bilang si Adam berangkatnya subuh, kemungkinan Bu Kos berangkat dari Garutnya pagian sih, jadi sore atau malem sebelum jam delapan juga harusnya udah di sini." Om Diyat menghabiskan hampir satu botol minum full air yang ditenggaknya. Lelaki memang lebih banyak haus ya? Pantesan, banyak laki-laki yang haus perhatian sampai melakukan banyak cara buat mendapatkan perhatian wanita. Ya contohnya seperti apa yang terjadi pada si Ica (ngomong-ngomong aku masih sedih karena itu).

"Semoga sih dia selamat di perjalananya."

"Aamiin." Om Diyat duduk di kursinya yang dekat denganku, lalu menengok kanan kiri sembari mendekatkan wajah sampai aku sedikit memejamkan mata. Dia berbisik. "Kalau Bu Kos bawa oleh-oleh, bagi ya. Masa saya enggak dapet oleh-oleh kota domba. Minimal saya dapet dodol, ya?"

Membuka mata, sedikit melotot karena kukira ada apa. Lihatlah si bujang lapuk ini dengan tidak ada pikirnya meminta oleh-oleh pada seseorang yang belum tahu di mana keberadaannya, itu pun tidak pada orangnya langsung. Tetapi kalau Bu Kos bawa oleh-oleh kupastikan aku dan kosan ceria duluan yang akan memakannya, Om Diyat pikir hanya dia yang berharap dapat oleh-oleh? Aku dan teman kosku juga mengharapkannya.

"Minta sendiri aja, Om Diyat kan suka teleponan sama Bu Kos."

"Saya gak mau minta, maunya dikasih."

"Dih, enggak mau minta tapi mintanya ke Asti."

"Ayolah, Sti. Ya?"

Aku menatapnya geli sendiri melihatnya membuka mata lebar dengan bibir cemberut begitu. Aku ada ide. "Oke, tapi hari ini Asti boleh pulang lebih awal ya?" tanyaku sambil berdiri.

"Enggak!" jawabnya datar.

Yeu, mau untung sendiri.

Dasar bujang lapuk.

***

"Sti, mana nih kok Bu Kos belum dateng juga?" tanya si Malik dengan tampang lelah.

Ingin kusumpal mulutnya, aku benar-benar baru sampai ke kosan dari pulang kerja dan dia merasa paling lelah sendirian? Ya aku tahu mereka semua seakrang berkumpul di ruang duduk lantai satu karena permintaanku di grup obrolan bahwa kemungkinan Bu Kos pulangnya sore atau malam seperti apa yang Om Diyat katakan.

"Hidung gue aja belum adaptasi sama bau badan lu di kosan ini, maen nanya-nanya aja lu kayak reporter," jawabku ketus sembari menuju galon di dapur karena tenggorokan sudah kering. Kubuka kulkas, cukup mencengangkan karena ada satu kantung keresek berisi apel. "Bar, lo beneran beliin mereka apel?" Walau barangnya sudah jelas ada, tapi aku merasa tidak percaya saja, makanya kutanya.

Akbar mengangguk sembari memegangi buku bersampul putih entah apa isinya. "Tapi enggak lima kilo, cuma dua kilo."

"Baik banget lo jadi orang," ucapku sembari ikut duduk di sofa yang masih ada.

"Akbar baik karena manusia, kalau enggak baik mah elo, Sti," celetuk si Wahyu.

"Maksud lo gue bukan manusia?" tanyaku melotot sembari kuasongkan jari tengah hingga membuatnya meledek dengan bibir yang ditarik ke bawah.

Jam menunjukkan anak panahnya ke arah jam delapan, seharusnya si bewok dan ibunya yang cerewet itu sudah pulang kalau memang niat pulang hari ini. Kalau Bu Kos besok pagi sudah di sini seperti apa yang dia bilang berarti mereka harus tidur di perjalanan, enggak mungkin apalagi banyak begal akhir-akhir ini.

"Nunggunya enggak bisa di kamar aja gitu? Enggak usah ditungguin juga udah pada gede ini. Ngapain juga nungguin mereka kalau besok juga ada," protes si Hana sembari memainkan kukunya.

Warga kosan ini memang tidak bisa peka sedikit saja begitu? Si Hana harus kuberi jurus jitu supaya jiwa saling dukungnya terbangun. Berdiri, tersenyum paksa. "Kuku lo bagus banget, Han. Habis dihias ya?"

"Iya kan? Gue aja suka banget sama warnanya. Tadi tuh gue bingung mau dominan biru atau pink, ya udah gue gabung aja, eh malah seger gini keliahtannya." Benar kan, dia langsung bersemangat sembari menunjukkan kuku-kukunya.

"Lebih bagus lagi kalau lo enggak ngeluh kita nunggu Bu Kos di sini."

"Iya. Gue enggak ngeluh kok, tadi cuma kebawa hawa pemalas si Malik aja," jelasnya.

"Orang lagi diem lu bawa-bawa. Kuku lo sini gue gosok pake ampelas baru tahu rasa!" timpal si Malik sama nyolotnya.

Tingkah para penghuni Kosan Ceria sepertinya tidak akan ada habisnya kalau masih diisi oleh mereka, akan selalu ada keributan selama masih bersinggungan, tapi kalau tidak ada mereka juga tidak tahu bagaimana. Aku bisa mengambil keputusan juga karena mereka, kadang capek kerja juga hilang kalau lihat mereka karena diganti dengan capek meributkan hal yang itu-itu saja.

"Maksud gue kita nunggu di sini sampai Bu Kos dateng tuh supaya usaha kita kelihatan. Oke mungkin bisa nunggunya di kamar masing-masing, tapi usahanya itu enggak kerasa. Gue mau pas Bu Kos balik, dia lihat kita nungguin dia. Supaya apa? Supaya dia ngerasa kalau dia itu penting dan kehadirannya di sini itu berarti. Beda lagi kalau dia enggak lihat kita atau kita nunggu sampe besok, bisa aja dia mikirnya kita baik-baik aja diawasin sama Bang Adam. Kenyataannya kan enggak. Nah, di situ baru kita ambil hati Bu Kos, kasih kode kalau kita enggak nyaman sama anaknya yang bewok itu. Siapa tahu kan Bang Adam enggak punya hak lagi buat ngatur-ngatur kita," jelasku sampai seret.

"Pinter juga lo, Sti." Si Wahyu memberikan dua jempolnya.

"Lo kalau nyaleg kayaknya bakal kepilih, Sti. Omongan lo itu meyakinkan banget loh barausan," puji si Hana.

"Iyalah, Asti Cantik gituloh. Iya, kan, Bar?" tanyaku yang juga tidak kumengerti kenapa bertanya begitu.

"Iya," jawabnya seraya tersenyum.

Sudut bibir yang mulanya terangkat tiba-tiba layu, berganti dengan debaran dada yang lebih ekstra. Tatapan mata Akbar membuatku tak berdaya, dia benar-benar seperti tokoh utama pria dalam cerita, semoga aku tokoh utama wanita dalam kisah cintanya. Kalau saja ada buku alur hidup, mau aku tulis sendiri kalau aku jadian sama Akbar nanti.

"Gue curiga dia pinternya pas kepepet doang." Sial.

Si Malik kalau tidak mengganggu kesenangan orang lain kayaknya pantatnya kelap-kelip. Orang lain memuji dia malah mencurigai, memang susah kalau orang sudah punya penyakit hati.

"Kurang ajar! Pada dasarnya gue pinter ya, cuma udah terkontaminasi kebodohan lo," sahutku seraya berdiri dan siap untuk memberikan tinju.

Begitu bibir sudah kugigit dan tangan sudah kuarahkan siap memberinya pukulan, tiba-tiba terdengar suara mesin dari depan. Sebuah mobil yang lampu depannya menyala itu berhenti tepat di seberang. Itu mobil si bewok.

"Bu Kos?" seru kami semua lalu berdiri dan berlari.

Belum juga Bang Adam keluar dari mobil bersiap untuk membuka pintu, aku sudah membukakan pintu untuk Bu Kos duluan. Raut yang kupasang hanya kegembiraan melihatnya sudah ada di sini dengan selamat, sedikit gemetar karena bersemangat untuk mengadu perlakuan buruk si bewok.

"Buset, belom pada tidur? Nungguin gue lu pada?" tanya Bu Kos sembari meladeni masing-masing tangan kita yang disodorkan untuk salim.

"Iya dong, kita semua nungguin Ibu kosan paling cantik se-Mandalasari," puji si Malik. Dasar, giliran cari muka malah licin sekali mulutnya berkata manis.

"Tahu enggak sih, Bu? Kita kangen banget tahu. Kangen masakan Bu Kos." Kali ini si Hana yang berbicara.

"Iya nih cantik, mainnya lama banget sih," ucapku menggodanya.

Akbar? Dia hanya tersenyum, kurasa karena dia tidak merasa akrab.

"Cari perhatian banget," singgung Bang Adam sembari lewat di belakang kami. Bu Kos juga dengar makanya memperingatkan kecil, tapi anaknya itu sudah keras hati makanya diabaikan dan malah beralih ke belakang mobil alias bagasi.

"Tong, ganteng, Ibu minta tolong bantuin bawa barang-barang Ibu ke rumah ye," pintanya pada Akbar, si Malik, dan si Wahyu yang langsung mereka setujui.

Sedikit kulihat ke belakang, walau sedang dibantu pun Bang Adam tetap tidak ada rasa antusiasnya diberi bantuan tenaga, meski ya dia mau berbicara karena yang membantunya adalah laki-laki. Ingin sekali kurujak si bewok itu di hadapan ibunya, tapi mereka juga terlihat lelah karena baru sampai.

"Ngomong-ngomong, si anak ceking yang cewek itu mana? Udah tidur?" tanya Bu Kos.

Sebentar, jadi Bang Adam enggak cerita apapun soal si Ica ke Bu Kos?

"Ica, Bu?"

"Nah itu, si anak ceking yang cengeng. Suka nangis malem-malem. Si Ica bener, udah ngorok ye die?"

Menelan ludah, bingung. Aku memberi tatapan tak meyakinkan ke arah si Hana begitu juga sebaliknya. Padahal tadi aku semangat sekali untuk mengadu, kenapa sekarang terasa jadi tidak enak begini sih?

"Ica udah enggak di sini, Bu," celetuk si Hana pada akhirnya.

"Maksudnye?" tanya Bu Kos sampai mengerutkan keningnya. "Gimane maksud lu?"

"Iya, Bu. Ica udah keluar, gara-gara Bang Adam." Pada akhirnya, aku mengadu juga.

• 😻 •

Waduh 33x

Gimana nih? Bu Kos udah balik, Asti udah ngadu si Ica keluar karena anaknya. Terus gimana nasib Bang Adam? Apa Bu Kos bakal bela anaknya atau ada di pihak penghuni kosan ya?

Baca lanjutannya di next chapter!!

Salam, Paduka Pai.

Continue lendo

Você também vai gostar

716 118 43
Entah bagaimana caramu jatuh cinta pada dirimu sendiri, caraku adalah dengan membencinya lebih dulu.
5.3K 190 6
Kumpulan sajak yang ku tulis sendiri. Mencurahkan isi hati dan kekreatifan diri. Suka gak suka, suka ajahlah.. 👍
KKN Penuh Drama De

Ficção Adolescente

1.1K 113 21
KKN Penuh Cerita ❌ KKN Penuh Drama ✔️ "Posko KKN kalian yang diributin masalah proker? Idih, nggak seru. Posko gue dong, yang diributin masalah kons...
11K 1.2K 53
[Spiritual-Young adult-Hurt] "Jadi, mau nggak, Ra?" "Enggak! 'Kan masih kecil." "Oh, berarti kalo udah gede, mau nerima?" "Mau, tapi ... dia harus bi...