Fake Bride - BNHA Fanfict (Co...

By slayernominee

15K 2.4K 151

Berubah status dari rakyat biasa menjadi bangsawan, tidak membuat Midoriya bahagia. Karena dia sebenarnya han... More

Prolog
°1°
°2°
°3°
°4°
°5°
°6°
°7°
°8°
°9°
°10°
°11°
°12°
°13°
°14°
°15°
°17°
°18°
°19°
°20°
°21°
°22°
°23°
°24°
°25°
°26°
°27°
°28°
°29°
°30°
°31°
°32°
°33°
°34°
°35°
°36°
°37°
°38°
°39°
°40°
°The End°

°16°

363 70 13
By slayernominee

.
.
.
.
.

Di kediaman timur, Sumire sebagai kepala pelayan tengah melakukan tes pada beberapa pelayan baru yang masuk pada hari itu.

Tes dilakukan untuk memeriksa seterampil apa mereka dalam membersihkan ruangan, juga melakukan tugas-tugas pelayan lain terutama memasak.

Kini tes terakhir, memasak, sedang dilaksanakan. Kelima pelayan baru menuangkan seluruh kemampuan mereka untuk memasak makanan lezat yang sesuai dengan aturan istana.

Lima porsi hidangan tersaji di depan Sumire. Kepala pelayan itu mencicipi satu persatu dan memeriksa dengan teliti. Setelah mencoba porsi kelima, Sumire meletakkan sumpitnya.

"Tes selesai. Untuk saat ini kerjakan hal dasar yang sudah kujelaskan sejak pagi tadi selagi aku akan menentukan siapa yang akan diterima sebagai pelayan khusus. Hasilnya akan kuberitahu nanti sore."

Sorenya, Sumire memutuskan dua orang diterima sebagai pelayan khusus. Tiga sisanya tetap menjadi pelayan biasa di timur. Pelayan yang biasa menjadi tangan kanannya sudah keluar karena dia memutuskan untuk menikah, jadi Sumire membutuhkan asisten baru. Dari pelayan-pelayan yang sudah lama ada di timur juga dia tes, dan ada dua orang yang dia terima. Pelayan khusus lama masih tersisa tiga orang, jadi kini ada tujuh pelayan khusus.

"Kalian kupilih secara khusus, mulai dari sekarang kalian akan membantuku mengurus kediaman ini dan calon permaisuri dengan lebih intens dibanding yang lain. Kuharap kalian bekerja dengan baik, jangan kecewakan siapapun."

"Baik, Sumire-san." Jawab mereka semua serentak.

"Sekarang kita harus mulai siapkan makan malam, ayo bekerja."

Sumire seraya mengkomando bahan-bahan apa saja yang harus diolah malam ini, dia juga memperhatikan anak buahnya bekerja. Salah satu pelayan menarik perhatiannya saat dia terlihat memasak dengan sangat baik.

"Untuk kali pertamamu kau bagus juga."

"Terima kasih, Sumire-san. Memang sudah keinginan saya untuk bisa menjadi juru masak yang baik bagi calon permaisuri di sini."

Makan malam tiba. Midoriya yang sudah kembali dari pusat disambut dengan makan malam seperti biasa. Dia menyadari rasa makanan yang agak berbeda.

"Sebelumnya juga lezat, tapi aku merasa kali ini terasa lebih segar." Puji Midoriya.

"Ada beberapa pelayan baru. Salah satu dari mereka menguasai bahan makanan dengan baik."

Midoriya mengangguk-angguk, lanjut makan dengan lahap.

Hari demi hari Sumire melihat jika kerja dari pelayan tersebut sangat bagus. Bahkan dari para pelayan yang sudah lama ada di sana kinerjanya lebih cekatan. Dengan segala pertimbangan, akhirnya dia mengajak pelayan itu bicara secara khusus.

"Bagaimana jika kau yang mengurus soal menu makanan calon permaisuri mulai sekarang?"

Pelayan itu terkejut. "Itu sebuah kehormatan, tapi apa tidak masalah, Sumire-san? Itu tugas yang sangat penting, bukan?"

"Ya, kulihat kerjamu sangat bagus. Aku tidak benar-benar akan melepaskan tanggung jawabku soal mengurus menu, tapi sebagian jadwal akan kuberikan padamu. Bagaimana?"

Pelayan itu tersenyum cerah, mengangguk. "Dengan senang hati."

.
.
.
.
.

"Oh." Midoriya menyadari sesuatu. "Apa kau asisten baru yang Sumire bicarakan?"

Pelayan yang tengah menata peralatan makan ke meja Midoriya tersenyum dan mengangguk. "Benar, Nona. Nama saya Aoi."

"Wah, makananmu sangat lezat. Aku menyukai bahan herbal yang kau campurkan karena aku juga sering membuatnya dulu."

"Saya sangat tersanjung. Kalau begitu saya akan banyak membuat menu yang sesuai dengan selera Nona."

"Terima kasih."

Aoi meletakkan sumpit di depan mangkuk nasi Midoriya. "Silakan dinikmati."

Midoriya mengambil sumpit itu dan mulai makan. Aoi tersenyum sebelum akhirnya dia meninggalkan Midoriya untuk menikmati sarapannya.

.
.
.

"Apa jadwalku setelah ini?"

Koshi memeriksa catatannya. "Pemeriksaan pembangunan, kemudian– oh ya ampun."

Bakugou mengernyit, menoleh pada penasehatnya itu. "Ada apa?"

"Ah, maaf Yang Mulia. Saya melakukan kesalahan dalam mengatur jadwal. Kemarin saya bilang ke pengurus keuangan untuk diperiksa siang nanti, tapi ternyata sudah ada jadwal di jam itu." Koshi mengusak rambutnya. "Maaf, saya akan kabari mereka untuk diperiksa lain waktu."

"Tidak perlu."

"Eh? Apa Yang Mulia ingin membatalkan pemeriksaan pembangunan?"

"Tidak, aku akan mendatanginya. Soal pemeriksaan keuangan, aku ingin Midoriya yang menggantikanku." Ujar Bakugou seraya menatap ke meja gadis itu.

Midoriya yang awalnya tengah mengerjakan dokumennya dengan tenang seketika menoleh saat merasa namanya disebut. "Apa tadi Yang Mulia memanggil saya?"

"Ya, aku ingin kau pergi memeriksa bagian keuangan."

"Eh?" Midoriya mengerjap bingung, sampai kemudian dia menyadari maksudnya. "Eh??"

"Kau sudah pernah menangani dokumen keuangan sebelumnya, kerjamu bagus, jadi kau pasti bisa menangani yang satu itu juga."

"Eh, tapi... itu hal yang berbeda. Saya belum pernah memeriksa seperti itu. Apalagi keuangan hal yang sangat penting..."

"Tidak masalah, aku akan jelaskan apa yang perlu kau lakukan. Kalau masih bingung tanya saja Kirishima, dia sering  melihatku melakukannya."

Midoriya menoleh pada Kirishima yang tersenyum mengangguk padanya. "Baiklah... saya akan berusaha."

"Kalau begitu aku pergi dulu." Bakugou beranjak dari kursinya setelah menjelaskan apa yang perlu dilakukan dalam pemeriksaan.

"Saya serahkan padamu, Nona." Ujar Koshi sebelum menyusul Bakugou pergi.

Midoriya masih terdiam di mejanya. "Ugh... mentalku tiba-tiba saja diuji sebegitu tingginya hari ini..."

Kirishima tertawa kecil. "Jangan khawatir. Ayo bersiap pergi."

.
.
.

Masao menerima laporan jika waktu kunjungan pemeriksaan sudah tiba. Dia bersiap menyambut kedatangan putra mahkota di kantornya. Namun dia dikejutkan dengan kehadiran Midoriya.

"Midoriya-sama?"

"Aku datang menggantikan Yang Mulia. Jadwalnya bersinggungan, jadi tidak bisa datang."

"Ah, begitu. Saya berterimakasih karena jadwalnya tidak dibatalkan. Mari, silakan mulai pemeriksaannya."

Masao yang pada dasarnya telah menerima dengan sangat baik Midoriya sebagai calon permaisuri pun senang dengan kedatangan gadis itu.

Midoriya melakukan tugasnya seperti petunjuk Bakugou. Dengan sedikit bantuan Kirishima, dia bisa melakukannya dengan lancar. Tidak sesulit yang dia bayangkan asal dia tahu dasarnya meski perlu ketelitian ekstra.

Hana yang tengah berada di kantor ayahnya untuk pelatihan rutin dirinya sebagai penerus, mendengar jika hari ini pemeriksaan dilakukan. Riang membayangkan akan melihat sosok Bakugou, dia bergegas pergi saat merasa ruangan ayahnya mulai ramai.

Pintu ruangan separuh terbuka. Hana mengintip ke dalam sebelum berniat masuk. Hatinya sudah berdebar membayangkan sosok putra mahkota.

"Penurunan di bidang ini, apa sudah sejak lama?"

Hana mengernyit saat mendengar suara perempuan. Saat dia sudah melihat ke dalam, seketika perasaan berbunga-bunga di hatinya lenyap.

"Tiga bulan lalu. Saya sudah mengirimkan pesan untuk bidang ini diperbaiki, tapi masalah yang ada perlu waktu lebih lama untuk bisa kembali seperti semula."

"Begitu, kuharap akan baik-baik saja."

"Perempuan itu! Kenapa malah dia yang datang? Ck, aku jadi tidak bisa melihat Yang Mulia, dasar pengganggu!"

Dengan suasana hatinya yang seketika jadi buruk, Hana pergi meninggalkan depan pintu ruangan ayahnya. Kini dia kesal dan mengomel sendiri soal dia yang sudah buru-buru tapi ternyata Bakugou tidak datang.

Seorang pelayan melewatinya dengan membawa beberapa cangkir teh dan makanan kecil.

Hana berpikir sejenak sebelum menoleh ke belakang. "Kau, ke sini sebentar."

.
.
.

Masao melihat pelayan di kantornya datang membawakan jamuan kecil. "Midoriya-sama, silakan istirahat sebentar dan nikmati teh juga camilan."

"Terima kasih banyak." Midoriya duduk di tempat yang disediakan dengan Kirishima.

Pelayan itu sempat melihat sekitar dengan resah sebelum kemudian berjalan mendekat. Hingga saat dia sudah beberapa langkah lagi menuju Midoriya, kakinya tersandung. Nampan teh yang dia bawa terlempar dari tangannya.

Midoriya melihat kejadian itu seperti sangat pelan, tapi badannya juga bereaksi sepelan yang dia lihat. Matanya melihat dua dari beberapa cangkir teh yang ada jatuh mengarah padanya. Saat air panas mulai menyentuh kulitnya, seketika waktu seolah kembali berjalan cepat begitu saja.

Hal selanjutnya yang Midoriya sadari adalah dirinya sudah tersiram oleh teh panas–

"Astaga!"

–dan juga terdengar teriakan.

"Apa yang kau lakukan?!" Sentak Masao pada pelayan itu.

Kirishima bergegas menarik taplak meja, tak peduli saat dia tak sengaja memberantakkan sedikit barang di atasnya, dan menggunakan kain itu untuk mengeringkan sisa air panas di tubuh Midoriya. Tadi dia sudah menyadari lebih dulu pelayan yang tersandung, tapi dia hanya berhasil sedikit menghalau air panas tumpah ke Midoriya karena gerakannya kurang cepat.

Midoriya tadi tak terlalu menyadari apa yang terjadi, tapi kemudian dia merasakan perih dari siraman air panas di sekitar tubuh bagian kanannya. Kulit di leher dan sekitar tangannya yang tak tertutup kain terlihat memerah.

"Itai..." desisnya pelan.

"Kau sadar apa yang barusan kau lakukan?!"

"Maaf, maafkan saya Tuan." Pelayan itu bersujud penuh penyesalan.

"Tuan Masao, maaf tapi bisakah Anda segera memanggil beberapa pelayan untuk mengatasi luka bakar Nona?" Kirishima memotong kemarahan Masao.

Kantor keuangan berubah kacau. Pelayan wanita bergegas berkumpul untuk mengobati Midoriya. Bahkan sampai menurut Midoriya sendiri jumlahnya terlalu banyak hanya untuk mengurusnya. Tapi dia sedang tak bisa berkomentar karena kulitnya terasa begitu panas menyengat.

Untungnya para pelayan memberikan pengobatan pertama dengan baik, segera Midoriya merasa lukanya sudah sedikit terasa dingin.

"Kita akan kembali ke pusat, menemui tabib istana." Ujar Kirishima, bersiap untuk membawa Midoriya pergi.

Masao bersujud di depan Midoriya. Pelayan tadi juga bersujud di sebelahnya. "Midoriya-sama, saya sungguh minta maaf. Saya menyesali terjadinya hal yang membuat Anda terluka. Pelayan ini, saya akan mengusirnya."

"Tenanglah dulu, Masao-san." Ujar Midoriya. "Beri dia keringanan, aku sudah memaafkannya."

Mestinya tindakan ceroboh yang dilakukan pada anggota keluarga istana harus mendapat hukuman berat, tapi karena Midoriya sendiri yang sudah memaafkan maka Masao mau tidak mau pun menurutinya.

"Baiklah, saya akan memikirkan hukuman lain yang lebih ringan."

Pelayan itu sangat lega hingga dia menangis berterima kasih pada Midoriya dan Masao berulangkali. Tak mengulur waktu lebih lama, Kirishima menyudahi kunjungan dan membawa Midoriya kembali ke pusat untuk menerima pengobatan.

.
.
.
.
.

Bakugou kembali dari tugas-tugasnya hari itu saat hari sudah gelap. Ruang kerjanya sudah kosong karena Midoriya kembali ke timur seperti biasa.

Berpikir untuk mandi lebih dulu sebelum makan malam karena seharian berkeringat, Bakugou hendak meminta pelayan untuk menyiapkan air mandinya. Namun belum sempat dia memanggil pelayan, Bakugou melihat catatan laporan atas kunjungan ke kantor keuangan istana di atas mejanya.

Bakugou membuka amplop dan membaca hasil laporan, mengangguk puas. Memeriksa sampai di halaman terakhir, yang terlihat bukan laporan melainkan kertas catatan dengan tulisan Kirishima di atasnya.

"Dia jarang meninggalkan catatan." Pikirnya selagi membaca isi catatan.

'Laporan tambahan. Pemeriksaan berhasil dilakukan dengan baik, tapi setelahnya terjadi sebuah insiden. Seorang pelayan tersandung dan menumpahkan air panas ke arah Nona. Setelah mendapat pengobatan pertama saya membawanya menemui tabib di pusat. Untungnya sebagian tubuh bagian kanannya hanya menderita luka bakar ringan, akan sembuh dalam dua tiga hari tanpa bekas.'

"Koshi-san." Panggil Bakugou begitu dia selesai membaca laporan.

.
.
.
.
.

"Nona, Nona!" Sumire heboh memanggil dari lorong, berjalan cepat menuju ruang baca.

Midoriya meletakkan bukunya dengan hati-hati. "Ada apa Sumire? Tidak biasanya kau ribut begitu."

Kepala pelayan itu nampak panik. "Yang Mulia datang berkunjung!"

"Benarkah?" Midoriya nampak tak terlalu terkejut karena dia sudah sering bertemu dengan Bakugou sekarang. "Aku akan segera menemuinya. Tapi... kenapa kau heboh begitu?"

"Karena Yang Mulia datang tanpa pemberitahuan seperti biasanya. Karena pasti akan bergabung makan malam pihak dapur sama sekali tidak siap, apalagi sekarang sudah hampir waktu makan malam..."

"Astaga, kalau begitu apa ada yang bisa kubantu?"

"Tidak, tidak. Kami akan coba memikirkan cara, saya tidak bisa merepotkan Nona."

"Kurasa tidak masalah kalau makan malam sedikit tertunda. Aku juga bisa mengajak Yang Mulia mengobrol untuk mengulur waktu."

"Terima kasih banyak, saya akan memanfaatkannya dengan baik. Kalau begitu saya permisi ke dapur. Yang Mulia sudah ada di ruangan depan."

"Baiklah."

Midoriya meninggalkan ruang bacanya menuju ruangan depan, tempat dia biasa menyambut Bakugou datang. Setibanya di sana, Kirishima sudah ada di dalam, berbicara pelan dengan Bakugou. Saat dia membuka pintu mereka berhenti bicara.

"Maaf karena saya terlambat, Yang Mulia." Midoriya duduk di sebelah Kirishima.

"Tidak apa, kedatanganku memang tiba-tiba."

"Apa Yang Mulia memerlukan sesuatu?"

Pertanyaan itu membuat Bakugou mendengus. Midoriya mengerjap heran.

Kirishima tertawa. "Midoriya, tentu saja Yang Mulia datang untuk menjengukmu, apa lagi yang kau pikirkan?"

"Eh? Ah... soal itu ya." Midoriya tersenyum kecil, karena saat insiden sebelumnya Bakugou tidak menjenguknya jadi Midoriya pikir insiden yang tidak lebih besar ini juga tidak akan membuatnya datang. "Maaf membuatmu khawatir, Yang Mulia, tapi saya baik-baik saja. Akan segera sembuh, juga ini bukan luka serius."

"Kau terlalu mengampangkan lukamu." Bakugou menatap pada gadis itu. "Kalau yang tersiram itu Kirishima mungkin aku akan bersikap biasa saja, dia bahkan pernah tersiram air yang lebih panas dan selamat, tapi kau berbeda."

Midoriya serasa kena omel. "Maafkan saya..."

Kirishima melipat tangan di depan dada dan mengangguk-angguk takzim, setuju tanpa bersuara.

Setelahnya Bakugou nampak mengisyaratkan jika dia ingin bicara hanya berdua dengan Midoriya. Kirishima segera paham. "Kalau begitu saya pergi dulu, permisi." Jenderal itu dengan senang hati mengambil posisi menjaga di luar pintu, membiarkan kedua tuannya itu berdua. Yah, dia masih akan bisa mendengar mereka samar-samar dari depan pintu.

Bakugou melihat balutan perban di leher dan tangan Midoriya. Gadis itu nampak baik-baik saja, tapi saat bergerak pasti masih akan terasa menyengat.

"Mungkin seharusnya kuundur saja pemeriksaan itu."

"Ya?"

"Kalau kau tidak ke sana hal itu tidak akan terjadi."

Midoriya tersenyum. "Semua insiden pasti ada saja yang di luar dugaan. Tidak apa, Yang Mulia, saya baik-baik saja. Pemeriksaan tadi juga bisa menjadi pelajaran bagus untuk saya dalam tugas-tugas ke depannya. Banyak juga aspek selain keuangan yang bisa saya pelajari saat memeriksa."

"Kudengar kau memaafkan pelayan itu."

"Ya, entah apa hukuman yang Masao-san berikan, tapi saya memintanya untuk memberinya keringanan."

"Jangan terlalu sering memaafkan dengan mudah. Sebagai anggota keluarga istana kau juga harus memiliki ketegasan."

"Saya mengerti, tapi membuat pelayan dipecat hanya karena menumpahkan teh... rasanya terlalu kejam."

Bakugou menghela napas. "Kau beruntung air hanya mengenai tangan dan lehermu, tapi bisa terjadi yang lebih buruk. Seperti mata, kau bisa buta hanya karena teh."

Midoriya menelan ludah. Memang kemungkinan itu ada, tapi itu sudah terlalu menyeramkan.

"Citra pemimpin yang baik hati memang bagus, tapi terlalu lembek akan membuatmu lemah."

"Saya mengerti..."

Sebelum acara menjenguk itu berubah menjadi penuh omelan, Bakugou segera mengendalikan emosinya yang kadang meluap melebihi yang diperlukan.

"Soal insiden anak panah itu, maaf karena aku tidak datang melihat kondisimu."

"Ya, tidak apa Yang Mulia."

Bakugou melihat raut lembut Midoriya yang tersenyum. Sejak ada gadis itu, Bakugou baru sadar selemah apa perempuan pada umumnya. Dia terbiasa melihat sosok ibunya, Mitsuki, yang penuh energi dan kuat, dia kembali dibuat ingat jika tidak semua perempuan sekuat itu.

Namun Midoriya juga tidaklah terlalu lemah. Dia masih terus tersenyum setelah semua yang terjadi sejak di istana, seperti Mitsuki yang juga selalu tersenyum cerah meski sebagai permaisuri dia juga mendapat banyak masalah.

Bakugou berdiri dari tempatnya, maju beberapa langkah dan duduk berlutut di depan Midoriya yang kebingungan. Surai pirang itu mengamit tangan gadis itu yang berbalut perban.

Cup

Kecupan ringan diberikan di atas punggung tangan Midoriya, dengan penuh rasa hormat, layaknya Pangeran yang memberi kecupan pada punggung tangan sang Putri.

Midoriya terdiam di tempatnya.

"EH?! Apa yang barusan terjadi?!" pikirannya sudah tengah kalang kabut.

Bakugou membuka mata dan menatap pada manik emerald Midoriya. "Izinkan aku untuk bisa lebih menjagamu."

.
.
.
.
.

Continue Reading

You'll Also Like

250K 36.9K 67
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
1M 86.6K 30
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...
5K 790 31
° Utaite Fanfiction ° [ SEDANG DITUNDA ] Shikioriori ni Tayutaite Project 🍁 Autumn Edition 🍁 Dijajah oleh ras terkutuk, Soraru si mantan Putera Ma...
505K 37.6K 59
Kisah si Bad Boy ketua geng ALASKA dan si cantik Jeon. Happy Reading.