[✔] Klub 513 | Long Journey |...

Por Wiki_Dwiki

44.2K 14.3K 1.1K

"Keep an eyes on the Horizon. We will touch that Utopia." 1914 (Kala setiap insan dihadapkan oleh pilihan sul... Más

Prologue : "Di Atas Pasir Putih, Sebuah Janji Terikat"
1. Puisi Pelik di Tengah Keramaian
2. Menimbun Kebencian Dalam Hatinya
3. Memikul Pedih, Mengemis Asih
4. Percikan Pertama Api Perang Dunia I
5. Mengangkat Kaki, Membela Harga Diri
6. Dan Tulang Hatinya Patah
7. Mengukir Luka Kekal Dalam Jiwanya
8. Meninggalkan Tanah Terkutuk
9. Berbagai Hal Yang Tidak Biasa
10. Penjara Dibalik Tenda Sirkus
11. Semburat Dunia Abu-Abu
12. Kepedihan Atas Ketidaksempurnaan
13. Kasta Tertinggi Ialah Wanita
15. Bara Api Kebebasan
16. Daratan Komunis
17. Yang Tidak Sejarah Catat
18. Dibalik Tembok Tahanan
19. Usaha Untuk Melarikan Diri
20. Di Sisi Lain Panggung Konflik
21. Pertunjukan Inti Akhir Musim Panas
22. Nama Tanda Penghormatan
23. Takdir Di Atas Air Asin

14. Menoreh Serpihan Kaca

1.4K 519 23
Por Wiki_Dwiki

.
.
.

    Ketika Hongjoong menapakkan kaki di dalam rumah Mingi, dia menunduk sedikit lalu mendongak lagi. Terlalu aneh untuk disebut orang yang mencari sesuatu, lebih seperti sedang mengamatinya untuk menarik kesimpulan. Hongjoong berjalan lurus ke arah sofa dimana Mingi temukan ibunya telah mati, di atas sofa itu pula, tergantung lukisan Ratu Anne yang ayah Mingi idolakan.

  "Ada banyak botol arak sebelum akhirnya aku bersihkan." Kata Mingi.

  "Aku bisa melihatnya."

  "Apakah kau mencoba menjadi seorang detektif?" Tanya Yunho tiba tiba pada Hongjoong.

  "Tidak. Hanya ingin tahu siapa pelacur yang dimaksud dan cara menangkapnya nanti." Jawab Hongjoong.

  "Kau ingin menangkapnya?" Tanya Mingi.

  "Jika kau tak mau melakukannya, maka setidaknya biarkan dia malu bertemu dengan orang lain lagi." Kata Hongjoong. "Hukumlah mereka yang bersalah sepadan dengan apa yang dia lakukan. Siapapun dia, di dunia yang cidera ini, dia akan tetap sama kedudukannya. Dia berhak dihukum walaupun dia anak presiden sekalipun."

  "Bagaimana kau melakukannya?" Tanya Mingi.

  "Memaksanya untuk melepaskan topeng palsunya tentu saja. Yunho bisakah pagi nanti kau pergi ke kantor pos dan mengirimkan sebuah pesan untuk seseorang?"

  "Untuk siapa dan apa isinya?" Tanya Yunho.

    Tepat setelah Yunho bertanya begitu, Hongjoong menarik keluar sebuah amplop putih dari kolong sofa rumah Mingi. Hongjoong menunjukkan surat itu pada Mingi, meminta izin untuk membukanya dan Mingi mengangguk.

    Di dalam amplop putih itu terdapat sepucuk surat, Hongjoong mengulurkannya kepada Yunho dan kawannya itu langsung tau jika Hongjoong meminta Yunho membacakannya.
  
 
  "Madam, hampir jatuh Nyonya Barnum, satu langkah lagi dan tak ada satupun dari mereka yang tersisa."
 
 
  "Siapa yang mengirimkannya?" Tanya Hongjoong.

  "Mrs. Ornella Bell." Balas Yunho.

  "Sejak?"

  "Dua hari lalu."

  "Permintaanku tadi, tolong kirimkan surat kepada Mrs. Ornella Bell, katakan padanya bahwa semua telah berhasil. Beyah Barnum telah mati dan putranya tidak mencurigai siapapun. Mayatnya telah dikuburkan dan itu tampak seperti mati karena tersedak." Kata Hongjoong.

  "Kau mengenal Ornella Bell, Mingi?" Tanya Yunho.

    Mingi menekuk alisnya, "Namanya terasa familiar."

  "Tentu saja familiar.. dia adalah wanita yang sering kau temui perkara hak waris di gedung abu abu." Kata Hongjoong.

    Mata Mingi membulat terkejut, "Wanita itu?!"

  "Bagaimana kau tahu, Hongjoong?" Tanya Yunho.

  "Aku mengamati Mingi sejak hari itu, dan aku sering lihat dia masuk ke dalam gedung abu abu. Beberapa kali aku dengar seseorang memanggilnya Ornella dan beberapa lagi memanggilnya Bell. Karenanya aku tahu." Jawab Hongjoong.

  "Kau menguntitku?" Tanya Mingi.

  "Kenapa kau bicara seakan aku akan mengirimkan surat ancaman pembunuhan kepadamu?" Tanya Hongjoong balik.

  "Apakah kau merencanakan sesuatu?" Tanya Yunho pada Hongjoong.

  "Baik aku dan kau, Yunho.. hanya akan menunjukkan kepada Mingi Barnum siapa yang sebenarnya sedang dia hadapi, soal keputusan akhir, tentang apa yang pantas mereka dapatkan dari perbuatan mereka akan tetap menjadi keputusan Mingi Barnum sendiri."

  "Soalnya aku tahu, Mingi Barnum mungkin tidak akan mau aku minta menjadi seorang pembunuh."

    Mendengar jawaban Hongjoong membuat Mingi terdiam. Tetap dengan keterkejutannya. Apakah Hongjoong baru saja bilang soal dia yang meminta Mingi menjadi seorang pembunuh? Bagaimana dia bisa mengatakan hal itu dengan mudahnya?

  "Hongjoong." Suara Yunho menginterupsi keheningan canggung itu.

  "Aku bercanda, Yunho." Kata Hongjoong sambil tertawa.

  "Apakah itu benar benar hanya bercanda?" Mingi bertanya dengan suara bergetar.

  "Mingi?" Yunho memanggil.

  "Kau tahu, Hongjoong? Saat ini aku benar benar merasa jika itu bukanlah sebuah masalah. Jika Beyah benar-benar telah dibunuh olehnya atau mungkin mereka, maka bukankah membunuh mereka adalah cara untuk membuatnya seimbang?" Mingi mengucapkan kalimat kalimat itu tanpa melepas tatapan matanya kepada Hongjoong.

  "Oh, ayolah.." Yunho tertawa canggung, "Ini hanya lelucon, bukan? Kau tidak mungkin serius, Mingi."

  "Aku benar benar tidak masalah menjadi pembunuh." Mingi mengulang kalimatnya.

  "Kau bukanlah pembunuh." Hongjoong menjawab cepat dan jawaban itu menenangkan hati Yunho. "Kau tidak bisa melakukan itu. Jikapun sekarang kau merasa tidak masalah menjadi pembunuh, penyesalanmu karena telah merebut nyawa manusia dari raganya akan menghantuimu. Aku telah membunuh satu orang manusia dan dosa itu akan selamanya ada bersama setiap jalanku. Entahlah itu jalan yang baik atau buruk, tetap saja, fakta bahwa aku telah membunuh seorang manusia tidak akan berubah. Aku menodai mayatnya, dan itu bukanlah tindakan seorang manusia beradab. Mungkin aku membenci hierarki, aku seorang anti-pemerintahan, anti-negara, dan segala sebutan dari tindakan 'pemberontakan' yang telah aku lakukan.. namun itu belum cukup buruk untuk membuatku kehilangan predikat sebagai makhluk Tuhan."

  "Mingi, selama hidupmu aku tidak tahu apa yang telah kau alami. Apakah ketika kecil kau harus bertengkar dengan anjing liar untuk memperebutkan makanan sisa sepertiku atau tidur beralaskan bumi dan berselimut langit.. aku tidak mengetahuinya. Namun aku cukup tahu bahwa kau tengah meratap sampai detik ini. Matamu sangat indah namun aku tidak pernah merasa iri ataupun menginginkannya karena aku tahu bahwa sorot mata milikmu menunjukkan bahwa kau memiliki ketakutan yang sangat besar soal kesendirian. Kau yang awalnya tidak memiliki segalanya, lalu untuk sesaat memilikinya, dan kini kehilangan semuanya.. apakah semua itu kau rasa cukup menjadikan tanganmu kotor karena darah orang lain?"

  "Kau mengaguminya, bukan? Sirkus Mimpi, bukan hanya bagaimana sirkus itu menunjukkan apa yang tidak ditunjukkan oleh sirkus manapun di tanah Eropa, kau mencintai segalanya karena kau mencintai ayahmu. Kau bertahan bukan karena kau merasa bertanggung jawab atas para pemain dan hewan hewan malang itu, melainkan karena kau memiliki belas kasihan pada mereka. Jika kau tak memilikinya, maka persetan dengan tanggung jawab, kau pastilah sudah mengasingkan diri di negeri yang entah berantah."

  "Lihat? Ketika kamu sadar, kamu mengetahui bahwa rasa cinta terbaik, rasa cinta paling nyata dan dalam bukanlah berasal dari menghormati satu sama lain karena rasa hormat itu sendiri adalah hasil dari rasa belas kasihan satu sama lain."

.
.

    Pagi harinya, Yunho berangkat menuju ke kantor pos, memenuhi permintaan Hongjoong untuk mengirim surat kepada Mrs. Ornella Bell. Semenjak percakapan itu, Mingi jadi sering menemui mereka, tidak selalu dengan alasan yang jelas ataupun penting, dia hanya akan datang dan bicara soal dapur Sirkus Mimpi sebelum dan setelah kematian ayahnya.

    Saat sampai di kantor pos dan menyerahkan surat berserta uang untuk 'ongkos kirim'-nya. Yunho tidak langsung pergi dan malah berkeliling di sekitar daerah itu. Dia telah berulang kalo pergi ke London namun tidak pernah ada kesempatan baginya melihat kota itu dengan teliti. Dia menyusuri gang gang sempit dan pasar pasar yang ramai oleh kegiatan manusia.

    Hidungnya mencium bau roti gandum, dia menoleh ke arah sumber bau dan itu berasal dari sebuah toko kue—sepertinya milik orang luar London karena Yunho mencium sentuhan kayu manis yang tidak terlalu identik degan roti asli London. Tertarik, Yunho pergi kesana dan membeli beberapa roti untuknya dan Hongjoong.

  "Maafkan saya jika pertanyaan yang hendak saya lontarkan kurang sopan, Tuan.. namun Anda terlihat sangat familiar, apakah Anda seorang seniman atau semacamnya?" Tanya si penjual roti.

    Yunho tidak langsung menjawab dan hanya tersenyum, "Bukan. Saya hanya pendatang yang kebetulan lewat dan tertarik dengan bau roti gandum milik Anda. Mungkinkah Anda salah mengenali seseorang?"

  "Mungkinkah?" Si penjual bertanya balik, "Saya rasa pernah melihat Anda di surat kabar lokal. Oh! Bukan sebagai seniman, Anda ada bersama Tuan Besar Elsworth. Saya rasa itu benar benar Anda, apakah Anda pejabat pemerintahan atau mungkin memiliki hubungan dengan bangsawan Elsworth?"

    Mendengar itu, Yunho tak mampu menjawabnya. Dia tidak bisa berbohong pada pria itu bahwa dia tak punya hubungan apapun dengan nama Elsworth karena sampai detik ini, nama itu masih ada di belakang namanya sebagai nama keluarga.

  "Itu—Saya—"

  "Yunho!" Sebuah suara mengejutkan mereka. Dari belakang Yunho, entah sejak kapan telah berdiri sosok pemuda berambut merah yang membawa beberapa pisau kecil pada sela sela jemarinya.

    Yunho melihat penampilan Mingi yang seperti akan melakukan pertunjukan sirkus itu kebingungan. Pemuda itu menggunakan jas berwarna merah, kancing bewarna keemasan itu terpasang begitu rapih, dan dasi kupu kupu bewarna putih yang terpasang sama rapihnya tampak menyempurnakan sosoknya. Topi tinggi bewarna hitam khas pesulap itu juga menguatkan kesan 'ahli sirkus' pada sosok Mingi. Walau Yunho sedikit khawatir kawan barunya itu mungkin sedang kepanasan karena mengenakan setelan itu di tengah musim panas.

    Apakah Yunho telah sangat lama berkeliling kota London hingga tidak sadar jika waktu telah meninggalkannya jauh di depan? Namun ketika dia pikirkan lagi, rasanya itu tidak mungkin.. langit masih tampak terang dan mana mungkin ada toko roti yang buka mendekati malam? Mereka bisa kecurian.

  "Aku telah mencarimu, ayo, pertunjukan sebentar lagi." Kata Mingi sambil menarik lengan Yunho.

  "Dia orang dari sirkus sampah Ayahmu itu?!" Si penjual terkejut sambil melotot ke arah Mingi.

  "Hah? Sirkus mana yang kau bicarakan, Pak Tua?" Tanya Mingi. "Dengar, sirkus yang ada di dekat sungai itu, yang hanya buka ketika tengah malam itu bukanlah sirkus dari Yang Terhormat Tuan Barnum, itu adalah milik adik bodohnya. Lalu orang ini, dia adalah anggota sirkus ku sendiri, bukan milik sirkus sampah itu. Jika tidak ada lagi yang bisa mulutmu itu katakan, maka kami permisi."

    Yunho tanpa sempat bicara apapun lagi dengan terseok-seok mengikuti langkah Mingi yang masih menggeret lengannya pergi dari sana. Setelah cukup jauh dari sana, Mingi barulah berhenti dan menatap ke arah Yunho dengan tangan yang bersilang di depan dadanya.

  "Kau tak punya bakat menjadi pembohong bahkan untuk melindungi dirimu sendiri." Kata Mingi.

    Yunho menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Aku tidak bisa memutuskan apakah kebohongan itu bisa berdampak buruk pada orang lain atau tidak."

  "Kau benar benar tidak harus memikirkan itu—Ah, sudahlah.. bukan hal yang benar juga memarahi seseorang karena tak mau berbohong." Kata Mingi.

    Sesaat kemudian, Mingi kembali berucap. "Kenapa kau tidak mengatakan bahwa kau memang seorang bangsawan? Putra dari Tuan Besar Elsworth?"

  "Telah aku khianati beliau dengan angkat kaki dari rumah dan negara yang dengan segenap hati dia hormati. Semenjak aku keluar dari rumah, aku telah tahu dia telah mengutuk ku dan mengeluarkan diriku dari garis keluarga Elsworth. Saat ini, nama itu masih ada padaku dan aku harus menjaganya karena itu pernah menjadi hal yang aku banggakan ketika muda." Balas Yunho.

  "Ngomong - ngomong, ada apa dengan penampilanmu itu? Apakah kau akan melakukan pentas di balai kota? Selain itu, pedang dan pisau pisau di tanganmu itu membuatku terancam, bisakah kau menyimpannya?"

    Mingi menunjukkan pisau pisau miliknya pada Yunho sebelum memasukkannya ke dalam saku saku bajunya. Mingi lalu berjalan dan Yunho mengikutinya dari belakang.

  "Aku ingin mengenakannya saja."

  "Apakah tidak panas?"

    Mingi menggeleng, "Aku baik baik saja."

  "Pedang dan pisau pisau itu juga milikmu?" Tanya Yunho.

   "Setelah ayahku mati, semua senjata yang dia punya di rumah adalah milikku." Balas Mingi.

  "Kau tidak membawa senapan bersamamu, kan?" Tanya Yunho.

  "Tidak. Aku tidak bisa menggunakannya. Itu membuat tanganmu sakit saat menarik pelatuknya jadi aku tak begitu menyukainya dan tidak pula belajar menggunakannya." Balas Mingi.

  "Kulihat kau punya kemampuan baik dalam mengendalikan pedang dan pisau itu."

    Mingi tertawa, "Berlatihlah, kuasai teknik dasarnya dan kau bisa melakukannya, ingat?"

  "Aku telah mengirimkan surat itu." Kata Yunho.

  "Mengapa kau harus mengirimkannya ke kantor pos? Bukankah lebih mudah langsung meletakkan nya di kotak surat gedung abu abu tempat dia bekerja itu?" Tanya Mingi.

  "Kita tidak tahu siapa yang dipanggil Madam oleh Mrs. Ornella Bell di surat sebelumnya, Mingi. Paling tidak, kita harus menemukan siapa yang membunuh Beyah jika dia benar telah diracuni seseorang."

  "Racun?"

  "Tidak ada tanda kekerasan ataupun penganiayaan di tubuh Beyah saat itu. Jika dia dibunuh bukan dengan racun, maka di tubuhnya pasti ada lebam atau lainnya. Namun tubuhnya baik baik saja, jadi racun adalah salah satu opsi yang bisa membuat keadaan terakhirnya begitu." Balas Yunho.

  "Bukankah ini sedikit aneh, Yunho?"

  "Hm?"

  "Jika memang mereka mengincar harta ayahku, maka kenapa tidak direncanakan aku dulu yang pertama kali mati dibanding Beyah? Maksudku, jika aku mati lebih dulu, itu akan mempercepat kematian Beyah, bicara soal stres dan depresi yang dia derita, efek itu pasti terjadi. Namun jika memang Beyah dibunuh, berarti mereka memastikan Beyah mati terlebih dahulu sebelum diriku, kan? Apakah ada tujuan baginya melakukan itu?"

    Mendengar pertanyaan Mingi membuat Yunho tersadar. Mingi benar. Apa yang mereka cari? Apa keuntungan bagi mereka menghabisi Beyah dahulu yang kematian karena kebiasaan minumnya saja bisa tiba lebih pasti? Mengapa tidak mereka bunuh dahulu Mingi? Bukankah sangat mudah untuk mereka membunuh wanita yang melantur karena banyak minum arak?

  "Apakah mungkin..?" Yunho berucap, "Sirkus Mimpi bukan hanya soal membeli pemain sirkus yang unik semudah membeli baju di etalase toko, melainkan telah terjadi sesuatu yang lebih besar dibalik tenda hitam dan putih itu, Mingi?"
 
 
 

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
#########

Halo, Hola!

Special Double Update :D
 
 
 

Seguir leyendo

También te gustarán

85.7K 8.1K 23
Brothership Not BL! Mark Lee, Laki-laki korporat berumur 26 tahun belum menikah trus di tuntut sempurna oleh orang tuanya. Tapi ia tidak pernah diper...
SADEWA ✔️ Por .

Novela Juvenil

44.5K 3.1K 47
Kecelakaan yang menimpa Kaila dan neneknya menyebabkan kaki sang nenek dinyatakan lumpuh secara permanen oleh dokter. Sejak kecelakaan itu pula gadis...
245K 36.7K 67
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
6.2K 730 27
❝ Sekolah ini aneh banget..❞ HAPPY READING!♥️ Start : 13 Oktober 2022 Finish : 17 April 2024