[✔] Klub 513 | Long Journey |...

By Wiki_Dwiki

44.2K 14.3K 1.1K

"Keep an eyes on the Horizon. We will touch that Utopia." 1914 (Kala setiap insan dihadapkan oleh pilihan sul... More

Prologue : "Di Atas Pasir Putih, Sebuah Janji Terikat"
1. Puisi Pelik di Tengah Keramaian
2. Menimbun Kebencian Dalam Hatinya
3. Memikul Pedih, Mengemis Asih
4. Percikan Pertama Api Perang Dunia I
5. Mengangkat Kaki, Membela Harga Diri
6. Dan Tulang Hatinya Patah
7. Mengukir Luka Kekal Dalam Jiwanya
8. Meninggalkan Tanah Terkutuk
9. Berbagai Hal Yang Tidak Biasa
10. Penjara Dibalik Tenda Sirkus
11. Semburat Dunia Abu-Abu
12. Kepedihan Atas Ketidaksempurnaan
14. Menoreh Serpihan Kaca
15. Bara Api Kebebasan
16. Daratan Komunis
17. Yang Tidak Sejarah Catat
18. Dibalik Tembok Tahanan
19. Usaha Untuk Melarikan Diri
20. Di Sisi Lain Panggung Konflik
21. Pertunjukan Inti Akhir Musim Panas
22. Nama Tanda Penghormatan
23. Takdir Di Atas Air Asin

13. Kasta Tertinggi Ialah Wanita

1.3K 527 19
By Wiki_Dwiki

.
.
.

  "Saya telah melihat dirimu dan anak itu beberapa kali." Sebuah suara menyapa indra pendengaran Hongjoong yang masih setia pada posisinya, menatap ke arah luar tenda sirkus tepatnya ke arah tangisan semesta yang kini perlahan mereda.

    Hongjoong tak menjawab, dia bahkan tak bergeming. Seakan seseorang yang sedang mengajak dia bicara itu tidak ada disana dan suara yang dia dengar hanyalah angin lalu yang mampir masuk ke telinganya.

  "Saya akan pastikan kau tidak akan bisa membawanya kemana mana." Ucapnya lagi.

  "Apa yang sebenarnya sedang Anda bicarakan?" Hongjoong akhirnya merespon, dia menoleh dengan kedua alis tertekuk, merasa aneh dengan apa yang pria paruh baya itu katakan padanya.

  "Siapa yang akan membawanya pergi darimu? Tidak ada yang bisa melakukannya. Lagipula jikapun Mingi Barnum harus pergi, bukankah itu adalah kesusksesan untukmu? Atau bisa saja kejatuhanmu." Hongjoong tertawa di akhir kalimatnya.

  "Jangan asal bicara." Ucapnya. "Walau dia hanya anak pembawa sial yang bahkan takut pada bayangannya sendiri, dia cukup menguntungkan jika dipertontonkan. Rambut merah dam mata hazel nya, benar, para wanita suka menatapnya berlama lama, bahkan mereka rela membayar hanya untuk itu."

  "Semua orang akan berhenti menyukainya tidak lama lagi. Setiap manusia itu identik dengan rasa bosan. Anda tahu hal itu, kan?" Balas Hongjoong.

  "Jika saat itu tiba maka akan aku jual dia agar menjadi prajurit kerajaan. Dia menjadi ahli sirkus muda yang dengan lihai mengendalikan pisau pisau dengan jemari lentiknya ada bukan tanpa alasan, berpedang adalah hal jarang yang bisa dikuasai oleh seorang masyarakat tanpa latar belakang prajurit atau pejuang." Jawab pria paruh baya itu.

    Hongjoong kembali berbalik membelakangi pria itu. "Aku tebak Anda akan memanfaatkannya hingga tiba waktunya Anda harus membunuhnya. Sebelum dia berumur 25 tahun, maka akan Anda manfaatkan dia lalu setelah dekat dengan umur itu, dia hanya akan menjadi ampas kopi yang dibuang di got pemukiman kumuh."

  "Jika aku jadi dirimu, mungkin aku juga akan melakukan hal sama.. namun ada satu hal yang membuatku merasa bahwa kau adalah makhluk paling bodoh sedunia. Begitupula Mingi Barnum yang tak menyadarinya." Lanjut Hongjoong.

  "Apa maksudmu, hah? Kau menghinaku?" Tanya pria itu, tampak emosinya perlahan terpompa ke seluruh tubuhnya karena wajah pria itu berubah merah.

    Hongjoong menaikkan bahu sambil menatap nanar ke arah wajahnya, "Pelacur itu adalah penipu."

.
.

    Setelah selesai bagi keduanya menguburkan mayat Beyah di belakang rumah itu—di samping makam suaminya yang telah lebih dulu ada disana. Mingi berjongkok di depan makam itu, menautkan jemarinya dan menutup mata. Yunho melepas topinya dan menunduk, menghormati kematian Beyah.

  "Kau seorang protestanisme, Mingi?" Tanya Yunho ketika Mingi baru saja berdiri dari posisinya.

  "Bukan." Jawab Mingi, "Hanya saja aku percaya bahwa Tuhan itu ada. Ayahku bilang bahwa dia tidak akan pernah peduli dengan agama apa yang aku anut, namun sampai mati dia akan mengutukku jika keyakinan bahwa Tuhan itu ada hilang."

  "Dia pasti Ayah yang baik." Ucap Yunho sambil tersenyum.

  "Manusia paling hebat dari semua manusia yang telah aku temui. Kematiannya menjungkirbalikkan seluruh dunia yang telah dia tunjukkan padaku." Balas Mingi. Beberapa saat setelahnya dia menoleh pada Yunho.

  "Bagaimana denganmu? Apakah Tuan Besar Elsworth adalah orang baik?" Tanya Mingi.

    Yunho mengehela nafas panjang sambil terus tersenyum, "Dia orang yang baik. Seseorang yang hingga akhir hayatnya nanti pastilah mencintai tanah air nya dengan cara yang dia anggap paling benar."

  "Kau pernah bertengkar dengannya?" Tanya Mingi.

    Yunho mengangguk, "Tepat sebelum aku ikut dengan Hongjoong kemari, kami bertengkar. Pertengkaran paling besar yang pernah aku lakukan dengan ayahku sekaligus orang lain. Aku tak pernah marah pada siapapun, sekalipun pernah, tak akan pernah aku menunjukkannya."

  "Apa yang membuat kalian bertengkar?" Mingi kembali bertanya.

  "Kau sendiri Mingi, pernahkah kau bertengkar dengan Ayahmu atau Beyah?" Yunho balik bertanya, sebuah kode keras untuk Mingi agar tidak bertanya lebih jauh soal pertengkaran Yunho dan ayahnya itu.

  "Hanya pertengkaran kecil, biasa terjadi diantara keluarga yang dulunya pernah miskin seperti kebanyakan orang. Tak ada pertengkaran yang membuatku hingga berpikir bahwa aku sebaiknya meninggalkan mereka atau berharap hal buruk seperti anak kurang beruntung harapkan pada orang tuanya." Mingi menjawab sambil menyentuh poni rambutnya. "Apakah kalian datang kesana dengan harapan bahwa aku akan menunjukkan dapur sirkus itu?"

    Yunho menggeleng. "Tidak ada yang benar benar tertarik dengan tawaranmu itu, Mingi. Aku tak peduli juga dengan dapur mereka. Aku datang karena Hongjoong ingin melihatmu."

  "Untuk mengatakan hal jahat lainnya untukku?" Tanya Mingi.

  "Entahlah," Yunho menjawab sambil sedikit tertawa, "Aku tidak pernah sekalipun memahami apa yang dia pikirkan, ketika aku sadar, aku hanya telah melakukan apa yang dia minta padaku dengan sukarela."

  "Dia seseorang yang manipulatif." Kata Mingi.

    Yunho menengok ke arah atas. "Em.. tidak juga aku rasa? Aku melakukannya dengan sukarela dan aku tidak sebegitu menyesalinya. Justru aku rasa jika tidak aku lakukan maka aku akan menyesalinya."

  "Seperti apa?" Tanya Mingi.

  "Seperti saat aku membiarkan diriku basah kuyup untuk mencarimu." Balas Yunho.

  "Hongjoong memintamu mencariku?"

    Yunho mengangguk, "Dia mengatakan bahwa aku harus mencarimu. Mungkin seseorang bisa berlagak baik baik saja di hadapannya, Hongjoong itu buta huruf, dia tak bisa membaca dan menulis, namun dia mampu membaca mata seseorang lebih baik dari siapapun. Makanya ketika kali pertama dia bicara padamu, dia langsung tahu, bahwa kau membutuhkan belas kasihan orang lain. Mungkin bagaimana dia bicara adalah kekurangan sifatnya, namun ketika kau tahu maksud belas kasihan yang dia tawarkan, aku yakin kau pasti akan meraih tangannya kala itu."

  "Dia bilang bahwa kau meratap karena memiliki segalanya, kau tidak bisa pergi dari sirkus bukan hanya karena kau mencintai anggota Sirkus Mimpi dan hewan hewan yang malang itu, namun karena kau takut tidak ada tempat untukmu pulang. Jikalau aku jadi dirimu, aku tidak akan takut dengan itu."

  "Mengapa?" Mingi bertanya.

  "Apa arti rumah yang sebenarnya untukmu, Mingi? Apakah itu adalah tempat untukmu tidur dan berlindung dari terik matahari dan hujan? Ataukah tempat dengan perabot lengkap untukmu merasa bahwa kau memilikinya untuk pulang? Untukku, rumah yang sebenarnya adalah ketika kau memiliki seseorang yang mengatakan 'selamat datang' saat kamu mengucapkan 'aku pulang'. Seseorang mengatakannya padaku, bahwa ketika seseorang mengatakan 'aku pulang' dia akan pergi menuju laut, telah aku tetapkan sejak dahulu bahwa Hongjoong adalah lautan-ku, karena itu.. aku akan mengikutinya dengan sukarela." Yunho menjawab sambil tersenyum pada Mingi.

  "Kau bodoh dan aku iri dengan itu." Kata Mingi.

    Yunho tertawa, "Aku tidak tahu hal itu bisa membuatmu iri. Kau akan tahu ketika kau telah memilikinya, Mingi. Seseorang yang kau merasa tidak masalah mati untuknya, mengkhianati dirimu sendiri untuk mempercayainya."

  "Apakah orang itu benar benar ada untukku?" Tanya Mingi sambil tertawa.

  "Kau akan menemuinya atau mungkin kau telah menemuinya namun kau belum menyadarinya." Jawab Yunho. "Bagaimana sekarang? Aku harus kembali."

  "Aku juga akan pergi kesana." Balas Mingi.

.
.

    Dari kejauhan, Hongjoong perlahan melihat dua sosok tinggi yang berlari menerpa hujan kota London. Keduanya tampak menghampirinya yang masih tetap berdiri di bawah tenda sirkus. Sampai di hadapannya, Hongjoong berjinjit lalu mengusap kepala Mingi. Mendapatkan perlakuan itu membuatnya tertegun sejenak, dia menatap Hongjoong yang tersenyum—entah bagaimana Mingi harus mendeskripsikan senyuman itu, dalam artian baik atau buruk, tulus atau hanya tontonan semata.

  "Dia mencintaimu dan akan selalu begitu." Kata Hongjoong. "Kau mencintainya dan juga akan selalu begitu."

  "Bagaimana kau mengetahuinya?" Tanya Mingi.

  "Terkadang mata mengatakan hal yang lebih jujur daripada bibirmu." Balas Hongjoong.

  "Apakah aku masih memilikinya? Kesempatan untuk menerima bantuanmu menyelamatkan sirkus ini, Hongjoong?" Mingi bertanya dengan suara lirih. Dia cukup malu untuk mengatakannya, bukan karena terdengar seperti dia tengah mengemis bantuan melainkan karena dia menolak mentah-mentah tawaran itu sebelumnya.

    Hongjoong menyunggingkan senyum. "Tentu."

  "Kalau begitu, aku akan membayar berapapun yang kau—"

  "Tidak." Hongjoong menyela. "Tidak ada sesuatu yang cukup pantas untuk kau berikan padaku berkat bantuan itu. Aku menawarkan bantuan dan tidak ada sedikitpun keinginan untukmu membalasnya. Kau hanya ingin membubarkan sirkus ini, bukan? Kau ingin mendapatkan warisan sirkus ini segera sehingga pembubaran itu dapat terlaksana secepatnya, karena dalam perjanjian antara Ayahmu dan pamanmu, kau baru bisa menerim warisan ini ketika berusia 25 tahun."

    Mingi mengangguk. Membenarkan apa yang Hongjoong katakan.

  "Apa yang Ibumu katakan sebelum dia mati?" Tanya Hongjoong.

    Pertanyaan itu mengejutkan Mingi, dia cukup ragu untuk mengatakan bahwa apa yang Beyah katakan di akhir hidupnya bukanlah kalimat yang baik. Lagipula itu tidak terlalu penting juga.

  "Apakah itu perlu aku katakan padamu? Kurasa itu tidaklah penting." Tanya Mingi balik ragu ragu.

  "Ketika seseorang menjemput maut, Mingi.. akal mereka memerintahkan mulut untuk mengatakan hal yang paling penting. Apa yang ibumu katakan di detik detik sebelum kematiannya pastilah sangat penting." Jawab Hongjoong.

    Masih dengan keraguan yang membuncah di hatinya, Mingi menjawab. "Di-dia.. Beyah mengatakan 'That bitch was a fraud'. Lihat? Itu bukan hal penting."

    Hongjoong tersenyum. "Apa yang kau bicarakan? Justru itu adalah hal yang sangat penting, Mingi. Tidakkah kau sadar bahwa Ibumu tengah memberitahumu seseorang secara spesifik? Dia menggunakan 'That', bukankah dia seakan tengah menunjuk seseorang yang tunggal? 'bitch' inilah yang seharusnya kau cari, karena dia telah menipu, entah itu dirimu atau ibumu. Bukankah ada kemungkinan bahwa 'bitch' ini menjadi alasan kenapa Ayahmu setuju memberikan sirkus di umurmu yang ke 25 tahun dan menunjuk adiknya sendiri untuk mengelolanya ketika dia telah tau bahwa adiknya ini bukanlah orang baik?"

  "Kau mengatakan bahwa seseorang telah membuatku mungkin tidak mendapatkan sirkus itu seumur hidupku?"

    Hongjoong dengan ringan mengangguk. Berbeda dengan Hongjoong yang tampak biasa saja, Mingi sangat terkejut, padahal jauh di dalam lubuk hatinya, Mingi memiliki keyakinan bahwa hal itu bukanlah tidak mungkin.. apalagi jika kita membicarakan soal pamannya itu.

  "Paman bukan seorang pelacur." Kata Mingi dan Hongjoong tertawa kencang. Ucapan Mingi barusan tampaknya benar benar menghiburnya.

  "Pelacur ini yang harus kita cari, Mingi. Siapapun yang telah Ibumu sebut adalah orang yang menyebabkan kesulitan datang bagimu mendapatkan sirkus ini." Jawab Hongjoong.

  "Banyak orang yang bisa aku sebutkan untukmu jika terkait hal itu." Kata Mingi.

  "Mereka semua bisa kau sebut pelacur?" Tanya Yunho.

    Mingi berpikir sejenak, "Tidak semua namun jika kau bertanya apakah aku membenci mereka, maka akan aku jawab iya."

  "Dari mereka semua, berapa banyak wanita yang ada disana?" Tanya Hongjoong.

  "Empat." Mingi menjawab tanpa ragu.

  "Pilihlah satu dari mereka." Kata Hongjoong.

  "Atas dasar apa aku harus memilihnya?"

  "Yang paling tidak mungkin kamu sangka menjadi pelacur yang Ibumu sebut."

  "Kenapa?"

  "Karena dia seorang penipu, ingat? Ibumu sendiri yang menyebutnya penipu. Jika memang benar Ibumu mengatakan hal itu sebelum kematiannya maka kemungkinan besar ia telah terbunuh juga oleh pelacur ini." Kata Hongjoong.

  "Tidak aku lihat hal aneh pada mayat Beyah tadi." Kata Mingi.

  "Benar, itu terlihat seperti kematian normal akibat terlalu banyak minum.. kemungkinan besar tersedak." Yunho menambahi.

  "Kalau begitu, anggap saja Beyah telah bertemu dengan si pelacur sebelum kematiannya. Bisakah aku pergi ke rumahmu, Mingi?" Tanya Hongjoong.

    Mingi mengangkat alis, "Tentu, tapi kami telah menguburkan Beyah."

  "Oh, tidak. Aku tak berencana memeriksa itu.. aku ingin memeriksa keadaan rumahmu saja." Jawab Hongjoong.

  "Jika aku diperbolehkan bertanya, Hongjoong.. bisa kau beritahu aku kenapa kau bisa langsung menebaknya sebagai wanita? Bukan karena apa, ada beberapa pelacur pria juga." Ucap Yunho.

     Hongjoong meletakkan jari telunjuk di depan bibirnya, "Pemilik kasta tertinggi ialah wanita, tak ada yang bisa melakukannya sebaik mereka."
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
########

Halo, Hola!

Apa kabar kalian minggu ini?
Ambyar, kan? Aku aja full nangis, masa kalian nggak :')
Mendekati ujian akhir semester rasanya kayak lagi marathon, tugas, ujian, tugas lagi, ujian lagi, template gitu terus pokoknya.

Kalian semangat ya :') harus semangat soalnya, yang minggu ini full nangis, ayok tos dulu, kita hebat karena bertahan telah dibanting kehidupan 🤸🏻‍♀️

Jaga kesehatan ya, kalian semua ^^ jangan sampai sakit.
Jangan lupa bahagia juga <3
 
 
Makasih udah baca!
 
Luv kalian semua ️❣️❣️❣️
 
 
 

Continue Reading

You'll Also Like

48.9K 14.3K 13
Sunwoo : "GUA KE MESIR NIATNYA SEKOLAH CARI ILMU, ANJIR! BUKAN MAU JADI BURONAN NEGARA!" * Tentang seorang santri yang bernasib sangat sial di h...
103K 33.2K 36
Wooyoung : "Kode terbaik yang nggak akan lekang oleh zaman adalah nge share lagu yang mewakili perasaan lewat SW." Yohan : "Lingsir Wengi gitu misaln...
952K 208K 38
❝shh! don't be noisy, guys.❞
[I] OUT✓ By 15

Fanfiction

61.4K 13.6K 31
❝Ayo kita keluar dari Busan bersama-sama.❞ (Virus universe's)