In Sign Language, I Hear You...

Galing kay Slyphd

40 4 0

Hanya ketika darah mengalir di wajahnya, dan suara sirene menjadi liar dan menggema. Pada saat itu, dia kemud... Higit pa

Isyarat Pertama

Isyarat Kedua

8 1 0
Galing kay Slyphd

PANDUAN MEMBACA

"Ini adalah kalimat langsung di masa sekarang."

"Ini adalah kalimat langsung di masa lalu."

' Ini adalah kalimat dalam pikiran karakter di masa sekarang.'

'Ini adalah kalimat pikiran di dalam karakter di masa lalu.'

[Ini adalah kalimat langsung dalam bahasa isyarat di masa sekarang.]

[Ini adalah kalimat langsung dalam bahasa isyarat di masa lalu.]

SELAMAT MEMBACA!

Revisi Terakhir: 30/10/2022

.

.

.

Pernahkah kamu berpikir atau bahkan menyadarinya? Berapa kali dalam satu hari yang kamu habiskan untuk melihat langit yang indah di tengah kesibukan dunia bahkan hanya untuk beberapa detik saja?

Keindahan langit, yang menjulang di atas kepala setiap harinya- dengan banyak varian warna yang berbeda berbeda  seolah langit sedang bercerita.

.

Seperti langit biru cerah yang terasa begitu luas atau terkadang warna oranye hangat dan keunguan. Terkadang di lain waktu, langit berubah kemerahan terang dan terasa begitu membutakan. Namun, dalam kesibukannya di kehidupan sebelumnya ... berapa kali dalam sehari, dia menghabiskan waktu hanya untuk melihat keindahan langit? Karena seingatnya, dalam sedetik setelah dia terbangun dengan tubuh lelahnya- hal yang akan dia pedulikan hanyalah smartphone-nya yang memiliki apa pun yang perlu dia lakukan di setiap harinya. Setiap hari yang selalu dipenuhi hiruk pikuk kehidupan yang sibuk. Bahkan dia tidak ingat kapan terakhir kali dia sarapan dengan benar?

'Aku tidak berpikir aku punya waktu.' pikirnya.

tetapi,

Tidak.

Kemungkinan besar dia sendirilah yang memilih untuk tidak memiliki waktu. Dia begitu tenggelam dalam jadwalnya yang ketat dan tidak pernah memiliki kesempatan untuk menyadari keindahan apa pun yang diberikan dunia kepadanya. Ambisi dan harga dirinya begitu tinggi bahkan hanya untuk sekedar memberikan dirinya sendiri sedikit istirahat. 

Lalu, itu sebabnya, dia bertanya-tanya ... bagaimana dia bisa bertahan hidup di dunia yang tidak dia ketahui sama sekali ini?

[Makan yang banyak, oke?] dan sambil duduk di meja makan kayu dengan adik perempuannya duduk di depannya, dia berkata dengan bahasa isyarat.

" Oke!" dan adik perempuan yang cantik, dengan pipi kemerahan yang tembem, menikmati roti dan sup bawang yang dia buat.

[ Mau lagi?]

Dan adiknya tersenyum, "Ya!" katanya, tanpa bahasa isyarat, tapi entah kenapa Irisha bisa memahami emosinya. Kenikmatan itu, membuat Irisha juga merasa jauh lebih bahagia hanya dengan melihat adiknya. Hanya dengan melihatnya... Irisha merasa semuanya berada di tempat yang tepat.

.

.

Dia tidak tahu apa-apa tentang dunia ini. Itu adalah sesuatu yang dulu dan masih dia khawatirkan setelah dia memutuskan untuk tetap hidup dan bertahan di dunia ini. Karena dia hanyalah seorang anak kecil berusia sepuluh tahun dengan adik perempuannya yang baru saja lahir- dan apa yang bisa orang harapkan dari seorang anak kecil dengan bayi, hidup sendirian di tengah hutan seperti ini? ... apalagi, untuk membuat memperburuk situasi, dia tuli dan bisu.

Namun, meskipun setiap hari adalah hari yang keras dan berat, dia tidak mengerti mengapa dia masih terus maju. Dalam tubuh anak malang ini, mengapa dia masih bisa bergerak dan melakukan pekerjaan rumah tangga hanya untuk memastikan kehidupan mereka tetap berjalan.

Bahkan tanpa mengetahui apapun, dia memberanikan diri untuk bisa tetap hidup. Dia mulai dengan menjelajahi rumahnya yang dia tidak tahu apa-apa. Merawat taman yang tidak pernah dia lakukan, memasak makanan dengan bahan-bahan yang tidak dia kenal, atau mencoba memahami sesuatu hanya dengan beberapa buku buruk dan ingatan Irisha. Setiap hari terasa berat, apalagi dia harus merawat adik perempuannya yang masih bayi sementara dia sendiri adalah seorang disabilitas. Di setiap hal yang dia lakukan, dia harus memastikan bahwa dia dapat melihat adik perempuannya sehingga dia bisa mengetahui dan mencegah sesuatu terjadi dengan melihat ekspresi adik bayinya sepanjang waktu. Bahkan ketika dia melakukan sesuatu di luar rumah, dia harus membaringkan adik perempuannya di tanah di dekat tubuhnya sehingga dia bisa terus mengawasinya dan memastikan adiknya baik-baik saja. Karena harus bagaimana lagi dia bekerja, ketika penglihatannya adalah satu-satunya hal yang bisa dia andalkan waktu itu.

Semuanya terasa sulit. Itu sangat sulit. setiap hari dia mencoba sekeras mungkin untuk menemukan sesuatu untuk dimakan sambil menggendong adik perempuannya di tubuh gadis berusia sepuluh tahun. Dia mencoba yang sekeras yang dia bisa hanya untuk membuat api unggun sehingga mereka tidak mati kedinginan. Dia selalu tertidur dalam kondisi yang terburuk dan akan terbangun hanya karena sedikit gerakan adiknya karena dia terlalu khawatir dan cemas jika terjadi sesuatu pada adiknya sementara dia tidak bisa mendengar atau mengatakan apa-apa.

Meskipun seperti itu, seolah semua yang terjadi bukanlah apa-apa, dia akan terbangun di keesokan paginya dan melakukan hal yang sama lagi berulang kali. Setiap kali adik bayinya tertawa... rasa lelahnya seakan hilang seperti sihir. Perasaan hangat dari adik bayinya dalam pelukannya, tangan mungil yang memeluknya erat-erat. Senyum yang menatapnya dengan tulus. Sama seperti sihir... setiap kesulitan yang dia hadapi, terasa seperti bukan apa-apa.

Itu adalah sesuatu yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya.

Sesuatu yang membuatnya terus bergerak. Pikiran sederhana yang terasa begitu ajaib:

"Aku akan melindungimu dan aku akan selalu bersamamu."

***

Nama adiknya adalah Arisha Spes dan dia sekarang berusia delapan tahun. Itu berarti dia telah hidup selama hampir delapan tahun di dunia ini yang masih belum dia ketahui sama sekali. Nah, dalam situasinya, sebagai orang tuli dan bisu di dunia yang tidak terlalu ramah dengan seorang disabilitas seperti dia sehingga kehidupan terasa sangat sulit. Orang-orang di sini sepertinya tidak terbiasa dengan cara memperlakukan seseorang seperti dia sehingga dia harus melakukan segalanya dua kali lebih keras dari yang seharusnya.

" Aku sudah mengemas semua roti yang suka, Kak," kata Arisha dengan tangannya melakukan beberapa bahasa isyarat. Arisha sangat pandai dalam hal itu dan sangat mudah untuk berbicara dengannya sekarang. Di dunia ini, atau mungkin lebih spesifik- di tempat dia tinggal, orang-orang tidak tahu bahasa isyarat sama sekali. Faktanya, bahasa isyarat sepertinya tidak pernah ada sejak awal. Tapi, sebagai seseorang yang sekarang menjadi penyandang disabilitas, dia harus melakukan sesuatu kan? Jadi itu sebabnya dia memodifikasi bahasa isyarat yang dia ketahui dari kehidupan sebelumnya dan mencampurnya dengan bahasa di sini untuk membantu dirinya sendiri.

Itu sulit, dan pada awalnya, dia hanya memilih kata-kata yang penting untuk kehidupan sehari-hari. Tapi entah kenapa, seiring berjalannya waktu- tanpa dia sadari, dia sekarang melakukan percakapan penuh dengan bahasa isyarat seperti sekarang.

[Bagus, kita akan pergi sekarang?] bertanya padanya. [Cuaca agak panas, kenakan topimu.]

"Oke! Aku sudah punya catatannya, kita harus kemana dulu?"

[Hemm, ayo pilih penduduk yang pasti ada di rumahnya terlebih dahulu.]

"Paman Jacob dan Bibi Marsha akan keluar di pagi hari. Mari kita pergi ke Pak Pendeta dulu."

... dan dia tersenyum. [ Baiklah, kalau begitu. Ayo pergi!] katanya dan mereka kemudian meninggalkan rumah sederhana mereka yang sekarang sudah memiliki pagar yang bagus di sekelilingnya. Beberapa penduduk desa membantu mereka untuk membangunnya.... dan ya, entah bagaimana, seseorang seperti dia yang pernah berpikir bahwa orang-orang adalah hal yang paling mengerikan, malah mendapat banyak bantuan dari mereka secara tak terduga.

Pada awalnya, dia masih skeptis tentang manusia pada umumnya. Bisa jadi karena trauma kehidupan sebelumnya, atau ... itu hanya murni dia berpikir bahwa akan sangat sulit baginya untuk meminta bantuan dari penduduk desa. Terutama, ketika dia akhirnya turun ke desa untuk menjual dan membeli kebutuhan. Tatapan penduduk desa begitu menakutkan dan dia merasa mereka akan menikamnya kapan saja.

Situasinya yang tidak bisa mendengar dan berbicara membuat bayangan mereka dalam imajinasinya memburuk. Dia berpikir bahwa dia sedang dimanfaatkan oleh orang yang membeli barang-barangnya, dia berpikir bahwa mereka mengejeknya setiap kali dia tidak bisa melihat mata mereka. Setiap kali ekspresi mereka berubah, dia pikir mereka marah padanya. Itu selalu menjadi saat yang mengerikan jika dia harus pergi ke desa dan setiap kali seseorang datang ke rumahnya, dia berpikir bahwa mereka sedang mencoba melakukan sesuatu yang buruk padanya. Lalu di saat itu, satu-satunya hal yang bisa dia pikirkan adalah berlari dan mengunci diri di dalam rumahnya karena tidak ada yang bisa dia lakukan untuk melawan mereka.

Jadi ya, dia hidup dalam ketakutan pada mereka untuk waktu yang cukup lama dan ya, dia melakukan semua yang dia bisa untuk menghindari orang-orang desa.

... tapi, ada sesuatu yang terjadi yang mengubah semua sudut pandangnya tentang bagaimana dia melihat manusia.

meskipun, dia mencoba merawat adik perempuannya dengan cara yang benar dan paling aman sebisa yang dia bisa - ada saatnya adiknya mengalami kejang yang tidak terkendali. Tubuh Arisha memanas, dan dia menjadi sangat pucat dan biru. Irisha telah mencoba semua yang dia bisa lakukan tetapi Arisha masih tidak menunjukkan tanda-tanda membaik.

Dalam situasi itu, dia berpikir:

' Aku butuh bantuan. Aku butuh bantuan seseorang!'

Hanya karena pemikiran itu, dia melangkah keluar dari zona amannya tanpa berpikir dua kali. Dia menyelimuti adik bayinya dengan pakaian tebal karena di luar hujan deras. Jalanan hutan menjadi sangat buruk di cuaca seperti itu, tapi tidak ada yang bisa dia pikirkan selain mencari bantuan.

Lalu ia berjalan, berlari, hati-hati tapi entah kenapa tidak bisa menghilangkan rasa cemas yang berkecamuk sambil memikirkan kondisi adiknya. Itu terasa menyiksa, tetapi membuatnya terus berjalan - hingga entah bagaimana, dia bisa melihat sekilas cahaya desa.

Dia mengetuk pintu rumah pertama yang bisa dia temukan di tengah malam yang gelap. Dengan tubuh yang basah dan sambil menggendong adik bayinya, dia menatap seorang wanita yang sedang menatapnya.

'Tolong bantu aku! tolong bantu adikku!'

Dia berkata. Dia berteriak sangat keras berharap dia bisa memahaminya... tapi.... satu-satunya suara yang keluar dari mulutnya hanyalah omong kosong. Wanita itu memandangnya dengan cara yang aneh dan berbicara dengan Irisha tetapi dia tidak bisa mengerti. Pada saat itu ekspresi wanita itu berubah, dia percaya bahwa dia akan diusir dan wanita itu memang melakukannya. Wanita itu menutup pintunya dan meninggalkannya di luar sendirian dan hatinya terasa sangat sakit ketika dia melihat ke arah pintu yang tertutup.

... tetapi, bersamaan dengan air matanya yang mengalir di wajahnya, di tengah hujan lebat, dia berpikir:

'Aku harus mencari rumah lain. Mungkin seseorang akan membantu aku.'

Karena, jika dia tidak melakukan apa-apa, adiknya akan-

" Ikut denganku." tapi, pintu terbuka dan wanita itu tiba-tiba menariknya. Ada orang lain di belakangnya dan begitu wanita itu mengambil adik perempuannya dari gendongannya0, pria yang berdiri di belakang wanita itu menggendongnya dalam satu kali gerakan.

Dia tidak bisa mendengar apa-apa sehingga dia tidak bisa memahami mereka tetapi, di tengah hujan sambil mengenakan jas hujan plastik - mereka berlari di tengah malam. Mereka menggunakan lentera untuk membantu mereka pergi ke rumah penduduk desa lain di tengah gelapnya malam dan dinginnya hujan.

Sekali lagi, Irisha tidak dapat mendengar atau memahami apa pun, tetapi setelah pintu dari rumah yang mereka datangi terbuka dan mereka melakukan percakapan singkat - seorang wanita muda dari rumah itu membawa mereka ke dalam rumah dan merapikan meja makannya sehingga mereka dapat menempatkan Arisha di sana. Seorang laki laki tua lainnya menghampiri Arisha dan memeriksanya. Mereka melakukan sesuatu padanya dan Irisha yang masih dipeluk dan digendong oleh pria asing menatap adiknya dengan cemas. Dia tidak bisa melihat apa pun selain Arisha. Air matanya tidak bisa berhenti dan hanya mengalir seperti sungai. Tapi, ketika Arisha entah bagaimana tenang dan kejangnya berhenti, wanita dari rumah pertama itu kemudian tersenyum padanya.

" Adikmu baik-baik saja."  dia memberikan senyum yang benar-benar tulus seperti wanita asing di hari terakhir kehidupan sebelumnya. Senyum tulus yang benar-benar membuatnya menangis lebih keras karena rasa terima kasih  karena Irisha tahu apa yang dia katakan padanya.

"Ter...kasih.." dan tanpa sadar dia berbicara sambil menggunakan bahasa isyarat.

... dan apa yang dia lakukan, menghentikan semua orang dari apapun yang mereka lakukan ketika mereka melihat seorang gadis kecil dengan disabilitas mengucapkan terima kasih kepada mereka hanya karena mereka membantu adik bayinya. Tanpa memikirkan dirinya sendiri, yang bahkan dipenuhi lumpur dan basah kuyup secara keseluruhan. Bahkan sepertinya Irisha tidak sadar bahwa seluruh badannya gemetar karena dinginnya malam.

...  di sana mereka sangat tersentuh oleh momen itu.

.

.

Setelah itu, Irisha juga jatuh sakit, dan anggota rumah tempat Arisha dirawat- dengan sukarela merawat mereka berdua. Mereka merawatnya selama beberapa hari, dan pada hari Irisha menjadi lebih sehat, mereka menolak untuk membiarkan Irisha dan Arisha kembali ke rumah mereka di hutan. Pria yang bekerja sebagai dokter di desa ini kemudian membantunya merancang bahasa isyarat setelah menyadari bahwa Irisha sedang berbicara dengan tangannya. Sama seperti 'terima kasih', dia juga mengatakan 'maaf' 'makanan', dan kata-kata penting lainnya dengan tangannya. Menyadari hal itu, dokter kemudian membantunya keluar.

"Pope!" kata Arisha sambil berlari ke arah seorang lelaki tua yang akan masuk ke dalam rumahnya.

Lelaki tua yang melihatnya kemudian membuka tangannya dan memeluknya. " Arisha sayangku, kamu datang lebih awal hari ini," katanya. Dia adalah Pope Joseph yang merawat Arisha saat itu.

"Irisha dan Arisha datang?" tanya seorang wanita muda, dia datang dari pintu yang terbuka dengan celemeknya dan menatapnya sambil tersenyum. Dia adalah Anna, dia adalah wanita yang juga membantunya saat itu. "Kalian datang lebih awal?" tanyanya sambil menggunakan bahasa isyarat.

[Ya, kami punya banyak roti untuk dikirim.] katanya sambil memberikan dua potong roti kepada mereka. [ini dia!]

"Ah, rotimu selalu lembut dan enak. Terima kasih," katanya. "Kenapa kalian tidak bergabung dengan kami untuk sarapan?"

"Ya ya, bergabunglah dengan kami. Persiapkan saja buat mereka juga," kata Paus Joseph.

"Tidak, terima kasih! Aku dan kakak memiliki pekerjaan yang harus dilakukan!" Arisha berkata dengan percaya diri sambil memamerkan tas rotinya yang masih penuh dengan pesanan yang perlu dikirim.

dan Paus Joseph yang memperbaiki kacamatanya menjadi berkerut. "Huh, kamu sangat sibuk. Kalo begitu makan malam di sini sebelum kamu kembali ke rumah," katanya. "Aku tidak mengerti mengapa kalian tidak tinggal bersama kami di sini."

"Aku suka rumah kami!" dia berkata. "Tapi, aku akan makan malam di sini. Sup ikan kak Anna adalah yang terbaik," katanya.

"Aww kamu sangat manis, haruskah aku membuat sup ikan untuk makan malam?" Tanya Anna sambil berlutut dan memeluk Arisha.

"Aku akan pergi memancing ikan kalau begitu." kemudian, Pope Joseph dengan wajah pemarah menatapnya. "Datanglah ke sini untuk makan malam." saat menggunakan bahasa isyarat.

...dan Irisha hanya tersenyum, karena tidak ada orang yang bisa menolak Pope Joseph jika sudah seperti ini. [Kami akan datang, siapa yang akan menolak kelezatan sup kak Anna?]

" Benarkaan?" kata Arisha menyetujui.

Setelah itu, mereka kemudian berangkat dan melakukan tugas mereka. Mereka mengirimkan roti mereka ke rumah-rumah yang sudah memesan di hari sebelumnya. Pengetahuannya dari kehidupan sebelumnya entah bagaimana banyak membantunya. Hanya karena mengetahui metode sederhana untuk membuat roti mengembang dan empuk, dia bisa bertahan hidup dengan berdagang roti seperti ini. Pekerjaan utamanya setiap hari adalah memanggang roti lalu menjualnya ke penduduk desa, kadang dia mendapat uang, kadang dia menukarnya dengan barang lain juga, tapi penduduk desa di sini terlalu baik sehingga mereka selalu memberinya banyak barang secara cuma-cuma. . Sama seperti Bibi Marsha, yang membantunya di hari Arisha sakit. Yang memiliki senyum tulus yang sama dengan wanita di kehidupan sebelumnya, dia memberikan banyak kepadanya seolah itu bukanlah apa-apa.

"Ambil saja, kami menghasilkan begitu banyak sayuran. Itu terlalu banyak untuk rumah kami," katanya.

" Terima kasih bibi!" kata Arisha.

"Tidak masalah, sayang. Kamu harus makan yang sehat agar kamu tumbuh dewasa dengan baik!" dia berkata. "Tolong beri tahu kakakmu, jika dia punya waktu luang, bisakah dia membantu pekerjaanku?"

...dan, karena Bibi Marsha tidak bisa menggunakan bahasa isyarat, Arisha selalu menjadi orang yang akan menerjemahkannya ke Irisha. "Bibi Marsha meminta bantuanmu."

[Apakah ini tentang rekap penjualan?]

" Ya benar!" tapi terkadang, Bibi MAarsha akan menjawab sesuatu yang sudah dia kenal.

{ Tentu, aku akan datang ke rumah bibi setelah aku selesai mengirim roti-roti ini.] Kata Irisha sambil tersenyum padanya.

Dimana, Bibi Marsha menjawab dengan senyum yang lebih lebar, "Kamu sangat membantu. Terima kasih." dan pada kata kata ini, bibi Marsha mampu menggunakan bahasa isyarat sendiri. Yang terlihat begitu sederhana, namun selalu membuat hati Irisha terasa jauh lebih ringan dan hangat.

.

.

... dan begitulah cerita hidupnya.

Di desa kecil dan terpencil yang jauh dari peradaban - dengan pemandangan yang sangat menyegarkan, dan dengan adik perempuannya yang cantik dan lucu. Dia tidak pernah berpikir bahwa akan ada kehidupan yang dia akhiri dengan bahagia setiap harinya dan dia awali dengan penuh semangat sambil mengharapkan hari lain untuk datang. Untuk dapat menikmati setiap keindahan alam, untuk menghargai langit setiap harinya, untuk dapat mengandalkan seseorang, dan untuk dapat mencintai seseorang dengan begitu tulus seperti ini. Kadang dia kebingungan, bagaimana dia bisa merasakan kebahagiaan sebanyak ini?

***





Author's Note:

Ini adalah series versi Indonesia dari series yang dibuat di awal dengan bahasa Inggris, tapi karena kesibukan, aku cuman bisa nerjemahin langsung dengan Google Translate, sehingga hasilnya terasa kasar dan ga mulus. 

Tapi, kalo memang ada pembaca di sini yang menikmati dan ingin aku secara rutin update versi Indonesianya, aku mungkin akan kasih perhatian lebih ketika ngerjain part-part selanjutnya! Jadi jangan lupa kasih bintang dan komentar ya, jujur bangeeet itu yang buat semangat nerusin series ini ehehehe 

Then, Happy Reading!

Ipagpatuloy ang Pagbabasa

Magugustuhan mo rin

16.8M 731K 42
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...
2.8M 197K 35
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Roman dikenal sebagai sosok misterius, unto...
333K 26K 36
Warning!!! Ini cerita gay homo bagi yang homophobic harap minggir jangan baca cerita Ini ⚠️⛔ Anak di bawah umur 18 thn jgn membaca cerita ini. 🔞⚠️. ...
2.2M 31.8K 27
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...