AKSARA [HIATUS SEMENTARA]

By Ichaayxx

39K 1.6K 1.1K

Ini kisah Aksara Dewangga Hansel. Cowok berwajah dingin dengan aura mencekam yang selalu bisa menghipnotis si... More

prolog
1- first day back to school
2- the problem is solved
3- night and her
4- perfect family
5- different
6- mawar's café
7- welcome to hell
8- thrall
10- audrey's school
11- what's wrong with him?
12- their other side
13- babu or future wife(?)
14- like our own little sister
15- dad's actions
16- are in hell
17- don't cry, b*tch!
18- fadlan?
19- dark night
20- traumatized
21. uneasy feeling
22- don't touch her!
23- not sane!
24- different treatment
25- heart cookies
26- geng vegas
27- arranged marriage
28- their anger
29- who's Aksara?

9- shelter

1.1K 55 15
By Ichaayxx

Olaa guys! How's ur day?
I hope u enjoy with this story and like the characters in it.

Jangan lupa vote and comment supaya aku makin semangat updatenya!!

Please, follow this account. Also follow the instagram acc @iichaatrsa, @chaawattpad dan @ravegasgeng. Tiktok: @chammylily

Happy Reading 🤍🏳️

☆☆☆

SEJAK tadi Aksara sibuk memandangi gadis berambut kuncir kuda yang tengah membereskan buku-buku. Gerakannya teramat buru-buru sampai menjatuhkan beberapa buku yang sudah dia susun.

Senyum miring tercetak di bibir Aksara. Ia sangat menikmati pemandangan tersebut. Menonton kebodohan Audrey semenyenangkan ini rupanya.

"Do you like her?" Sebuah suara berat di belakangnya mengagetkan Aksara. Buru-buru menutup laptop dan memperbaiki posisi duduk menjadi tegak.

"Sejak kapan?" Sakha menaikkan satu alisnya. Dia melirik ke belakang lalu mundur dan duduk di sofa. "Sejak lama," balas Sakha.

"Jadi?"

Aksara mendengus sebal. "Ngga."

Membayangkan harus berlama-lama sama Audrey saja membuatnya nyaris kehilangan akal. Tentu suka sama Audrey adalah hal mustahil baginya.

"Ngapain lo?" tanya Aksara ketus. Ia masih kesal karena tudingan Sakha tadi.

Dia pikir selera Aksara begitu rendahan sampai harus suka sama gadis remeh seperti Audrey? HAHA. Yang benar aja!

Mentang-mentang Aksara tak pernah memperlihatkan rasa suka kepada perempuan, bukan berarti Aksara akan menyukai cewek macam Audrey. Jelas tidak mungkin terjadi.

"Ngeliatin lo," balas Sakha dengan muka datar tanpa dosa. "Hp Audrey? Kenapa di sini?" Berniat meraih benda pipih itu tapi Aksara menyambar lebih dulu.

"Buat jaminan. Keluar sana!" usir Aksara kasar.

Decakan kecil keluar dari mulut Aksara kala matanya menatap Sakha yang seolah menantang lewat wajah tak berekspresi itu. Ia bangkit lalu pura-pura menyibukkan diri dengan membaca beberapa buku yang ada di rak.

Sesekali matanya melirik Sakha yang tidak mengalihkan pandang darinya. Kedua tangan cowok itu terlipat dengan kaki menyilang. Percayalah! Tingkah Sakha saat ini lebih mengesalkan daripada tidak nyambung saat diajak bicara.

Mendadak cowok berambut modern mullet itu berdiri lalu berjalan mendekatinya. Aksara tau tapi dia pura-pura tidak tau.

Sratt! Buku yang Aksara pegang Sakha balik menjadi posisi yang benar. "Gue pikir lo sibuk sampai ga notice kalo buku lo kebalik."

"Ternyata engga," lanjut Sakha malah membuat Aksara bingung. Sakha memutar bola matanya malas dan memutuskan pergi.

Sembari berjalan santai dengan kedua tangan masuk ke dalam saku celana Sakha berucap, "Salting lo jelek."

Pintu tertutup menandakan cowok itu telah sepenuhnya keluar dari ruangan. Aksara menutup bukunya kasar, melemparkan ke meja kerja hingga menimbulkan suara gaduh.

"Shit!" umpat Aksara mengadahkan kedua tangan di meja kerjanya.

"Apa spesialnya cewek itu sampai gue harus suka? Haha. Gila! Yang bener aja!"

"RUGI DONG!" Sahutan dari kedua orang yang masuk bersamaan dengan suara pintu terbuka kasar.

Aksara memejamkan mata seraya memijat pangkal hidungnya. Agaknya mereka ini tak akan bisa tenang kalau tidak mengacau Aksara sekali saja.

"Ciyeee~ Lagi mikirin apa tuch?" tanya Sagala menunjuk-nunjuk, memasang muka penuh curiga juga senyumnya terlihat sangat menyebalkan.

"Mikirin siapa lagi emang? Mikirin calon Bu Bos lah!" sahut Marvin sok tau.

Emosi yang sejak tadi Aksara tahan-tahan kini tak dapat ia bendung lagi. Aksara memandang mereka dengan mata elangnya yang tajam menusuk netra kedua manusia freak itu seakan memberikan isyarat.

"Ihh! Jangan gitu ah, bos. Tatapan lo ini nih yang memikat. Untung gue normal kalau engga udah gue cium lo Bos, suerr!" Sagala terkikik begitu juga Marvin.

Marvin merangkul Sagala. "Kacau banget. Akhirnya jok motor Aksara jebol juga, udah gak perawan lagi."

"Iyakan! Baru kali ini ada yang berhasil memenangkan jok motor Aksara. Kayanya kita harus ngerayain. Adain syukuran kecil-kecilan gimana?"

"Lo berdua mau cabut sendiri atau ..." Aksara menghentikan ucapannya lalu menarik kedua lengan hoodie hitamnya ke atas. "GUE TENDANG DARI SINI?!"

Begitu melihat ke pintu, kedua orang itu sudah tak ada. Hanya menyisakan tapak kaki gaib mereka saja.

Huh! Ia bisa bernapas lega tanpa gangguan. Cepat-cepat Aksara kunci ruangan tersebut agar tak siapapun dapat masuk sembarangan macam tadi.

Aksara jadi trust issue dibuatnya.

☆☆☆

"Masih belum selesai?" Marvin mendatangi Sagala di depan pintu perpustakaan sedang berjaga.

Cowok berwajah imut itu menggeleng. "Belum." Melirik ke arah pintu yang masih tertutup karena kuncinya masih dipegang Sagala.

"Nanti lo gak sadar kalau dia udah selesai dan ketuk pintu dari tadi."

Geplakan cukup keras terdengar memekakkan telinga hingga menggetarkan seluruh lorong. Sagala mendengus sambil buang muka malas melihat teman berambut keritingnya itu.

"SAKIITTT BABI!" Ia mengusap pipi kanannya, panas dan perih menjalar cepat sampai menaikkan adrenalin Marvin untuk membalas. Namun suara langkah kaki terdengar mendekat.

Mereka mulai was-was takut-takut kalau yang datang adalah Aksara. Entah apa yang akan terjadi pada Audrey nantinya jikalau tugas belum selesai juga.

"Audrey belum selesai? Harusnya dia udah keluar." Rakha melirik jam di tangannya.

"Jangan-jangan tuh cewek kenapa-napa lagi? Dia belum makan, kan?" Sakti menakut-nakuti. Bukan, lebih tepatnya berspekulasi hal paling buruk.

"T—Tapi gue di larang buka sampai—"

"Gausah peduliin! Kalau anak orang kenapa-napa lo mau tanggung jawab, ha?" Theo marah.

"G—Gue gak berani, lo aja!" Sagala memberikan kunci ke tangan Theo. Sialnya Theo juga tak seberani itu. Lebih tepatnya dia merasa sungkan setiap mengingat tatapan Aksara.

"Biar gue aja," sahut Sakha tiba-tiba memecah keheningan. Ia mengambil alih kunci dari tangan Theo lalu membuka ruang perpustakaan.

Begitu pintu terbuka tampak seorang gadis yang sedang memeluk tubuhnya di pojok rak. Saat dia menoleh ke pintu, senyum tipis terpancar dari bibirnya. "Aku berhasil. Tugasku selesai," ungkap Audrey. Orang-orang di sana ikut tersenyum.

Hal itu tak berlangsung lama. Mendadak tubuh Audrey jatuh ke samping dan kedua matanya terpejam. Dia pingsan.

"AUDREY!" pekik Sagala paling khawatir. Segera ia berlari lalu membopong tubuh ringkih Audrey menuju tempat istirahat.

Saat sedang terburu-buru begitu, di tengah jalan mereka bertemu Aksara. Cowok itu tak berkutik ketika menatap tubuh Audrey yang lemah tak sadarkan diri dalam gendongan Sagala.

"Urus dia," tukas Aksara. Tanpa perasaan bersalah sedikit pun, Aksara pergi begitu saja meninggalkan teman-temannya yang heboh.

Selagi yang lain menggiring Audrey ke tempat istirahat, Sakha mengikuti Aksara. Di ujung lorong, tepatnya di perbatasan antara lorong perpus dan ruangan berisi berkas-berkas penting, Aksara berhenti.

Tangannya hanya memegang gagang pintu namun matanya melirik ke samping seakan mengetahui Sakha tengah mengikutinya. "Apa?"

Sempat terdiam beberapa lama lalu Sakha menjawab, "Gak ada."

"Gue cuma ngikutin kecoa di belakang lo," ucap Sakha tanpa dosa.

Aksara melotot. Secepat kilat dia meliuk-liukkan badannya. Tangannya berusaha meraih ke belakang mencari serangga metamorfosa yang dikatakan Sakha tadi.

"Diem deh lo. Ntar masuk," tukas Sakha.

"Cepet ambil!"

Sakha memasang down smile tipis. "Gue dapat apa?" Tangannya terlipat di depan dada.

"LO CARI MATI, HA?"

"Lo bisa gerak emang?"

Aksara berdecak. Sakha sangat menikmati kepanikan Aksara. Dirasa cukup ia mendekat lalu menggenggam pundak kiri Aksara menyuruhnya jangan banyak gerak, mengambil serangga lucu tersebut dan membuangnya dari jendela.

"Serangga bajingan, terkutuk, sialan!!" umpat Aksara membersihkan bajunya.

"Jadi gue dapat apa?" Rupanya Sakha masih menuntut hadiahnya.

Kedua netra mereka bertemu. Tak ada yang mau mengalah. Mengadu pandang tanpa tau siapa pemenangnya.

Kesal sebab tak juga menyerah akhirnya Aksara menghela napas panjang. "What you want?"

"Telepon dokter buat Audrey," pinta Sakha.

"Are you crazy? I don't want to."

Sakha mengangguk paham. "Lo punya hutang sama gue." Sebelum Sakha pergi ia sempat melirik sinis Aksara.

'Apa istimewanya tuh cewek sampai temen-temen gue seperhatian itu? Gak waras!' desis Aksara dalam hati. Namun beda sama tindakan yang Aksara lakukan.

Cowok itu mengeluarkan ponsel dan menelepon dokter keluarganya agar datang ke markas.

☆☆☆

"Gimana?"

"Belum sadar. Kayanya bentar lagi soalnya Audrey masih dalam pengaruh obat bius."

Terdengar samar-samar memasuki indra pendengaran Audrey. Matanya terbuka perlahan, netra coklat gelap itu melirik kanan kiri berusaha menyesuaikan cahaya sekaligus menganalisis tempat singgahnya saat ini.

Audrey bangun sambil celingak-celinguk. Dimana dia sekarang? Dan suara tadi darimana asalnya?

Tiba-tiba beberapa cowok masuk. Salah satu dari mereka yang sudah Audrey kenal datang mendekat. Memegang pundak gadis itu memastikan Audrey baik-baik saja.

"Lo gapapa?" Pertanyaan pertama yang dilontarkan cowok itu. Tatapannya terlihat sangat khawatir begitu tatapan mereka bertubrukan.

"A—Aku gapapa," jawab Audrey menghindar secara halus agar tak melukai perasaan Sagala. "Maaf, tapi aku mau nanya. Siapa yang bawa aku ke sini?"

Melirik takut-takut pada teman-teman Aksara yang lain. "Gue. Jadi lo gak usah khawatir, gue gak apa-apain lo. Santai." Sagala menyahut cepat.

"K—Kamu gendong aku?"

"Ya menurut lo aja, Au. Yakali lo diseret-seret dari perpus ke sini, bisa lecet kaki lo nanti." Cowok keriting yang Audrey tak tau siapa namanya menjawab.

"Oh ya, kenalin gue Marvin," kata cowok itu mengulurkan tangan. "Ini Sakha, Sakti, Rakha dan Theo." Begitu Audrey membalas jabatan tangannya, Marvin langsung memperkenalkan teman-teman yang lain. Menunjuk mereka menggunakan satu tangan lain.

"Aku—"

"Audrey Adeline Lilien. Suka warna biru, sekolah di SMA Merpati, anak satu-satunya tinggi badan—"

Plak! Geplakan dihadiahi Rakha padanya. "Diem lo, Ting! Lo kira ini ajang pencarian bakat." Marvin berhenti.

Sudut bibir Audrey naik. "Kamu tau banyak tentang aku ternyata." Audrey terkekeh sungkan.

"Of course. Siapa yang gak kenal juara umum SMA Merpati coba?" Hampir aja keceplosan kalau ia tau dari Sakti yang berhasil mendapat data pasal Audrey.

Audrey mengangguk paham dan melepaskan jabatan tangan mereka. "Sorry, jadi keterusan." Ia tertawa pelan lalu mencium telapak tangannya. "Wangi bener!"

Peka akan ketidaknyamanan gadis itu, Sagala bangkit lalu mengusir teman-temannya keluar dari ruangan.

"Ihh mau ngapain lo?" tuding Sakti menahan diri agar tak mampu didorong Sagala.

"Intinya bukan lo yang gue apa-apain. Udah gih cabut!" titah Sagala.

"GAMAUUU!" Sakti dan Marvin berontak.

"Heh, Gala, denger ya! Muka lo itu kaya preman pasar. Wajar gue was-was kalau lo ditinggal berduaan doang sama tuh cewek."

"Gue gak semesum itu ya!" Sagala menempeleng kepala Sakti tak terima.

"Tetep aja lo mesum." Marvin menimpali.

"Ikut kita, Gal. Cariin kameranya si Sakha!" ajak Rakha. Bahaya banget ini anak. Sakha melotot. Langsung ingat kalau kameranya tidak tergantung di leher. "Nah, kan. Pelupa amat lo, tembok!"

"Gak lupa. Cuman ga inget," balas Sakha. Dia cabut duluan berencana mencari kameranya. "Tunggu, Ka!" Theo menyusul.

"Ayo, Gal! Bahaya kalo lo cuma berduaan doang. Muka lo gak meyakinkan. Soalnya ada bibit-bibit kakek Jepang lo," ungkap Rakha menarik tangan Sagala.

"Aduh gamau! Terus kalo kita semua pergi Audrey gimana? Nanti Aksara datang terus gebukin dia gimana? Biar ada saksinya nanti KUA!"

Marvin mengusap wajahnya malu. "Gue cape banget dikelilingin orang-orang goblok," gumamnya. Sakti melirik sinis. "Lo juga goblok, Anying!"

Frustasi sekali menghadapi mereka. Sagala tetap mendorong mereka sekuat tenaga sampai keluar. Segera ia kunci pintu dan mendekat pada Audrey.

"Lo baringan aja, gue jagain di sini," usul Sagala. Duduk di samping ranjang setelah menuntun tubuh Audrey kembali tiduran.

"Gak usah, Gala. A—Aku bisa kok sendiri," tolak Audrey, memberikan senyum manisnya. Walaupun Audrey terlihat biasa saja tapi Sagala tau kalau gadis itu sebetulnya tak nyaman.

"Gue gak akan apa-apain lo, Au." Sagala bangkit. Membawa bangkunya ke dekat pintu. "Lo tiduran aja. Gue duduk di sini jagain lo. Kalau ada apa-apa biar gue bisa gercep. Ingat posisi gue, kalau gue bergerak sesenti aja lo boleh hukum gue."

"Liat ini. Pot bunga nya jadi penanda." Pot bunga berwarna putih itu Sagala geser mendekat ke sampingnya untuk meyakinkan bahwa ia takkan mengganggu atau berbuat buruk pada Audrey.

Berhasil dibuat percaya oleh Sagala, akhirnya Audrey mulai membaringkan diri lagi. Menilik Sagala yang melipat tangan di depan dada dengan kepala bersandar di tembok dan mata terpejam.

Senyum di bibir Audrey terpatri. Cantik sekali. Gadis itu tak menyangka ternyata cowok macam Sagala tak seburuk yang ia pikirkan. Audrey memutuskan memejamkan matanya kembali.

BRAK!

"ANJENG!" Tempat duduk Sagala terhempas ketika pintu dibuka kasar. Sagala mental agak jauh. Nyeri terasa di lengannya. "BEGO BANGET SI— Eh ... Elo, Bos? Haha."

"Gue kirain tadi siapa." Nadanya berubah lembut seketika, berbeda dari sebelumnya. Dia bangkit lalu mendekat pada cowok itu. "Gak sakit kok, Bos, cuma kaget doang. Lo gak bego juga gue refleks tadi," terang Sagala. Tak mau dapat masalah lagi.

Tau sendiri bosnya itu orang seperti apa?

"Keluar," titah Aksara menatap Sagala datar. Tanpa babibu Sagala melaksanakan tugas, siap 45.

Sebelum itu ia sempat melirik Audrey yang menatapnya memohon. Sialnya Sagala tak mampu melakukan apapun. Dengan sangat terpaksa Sagala keluar tanpa melihat ke belakang lagi.

Entah apa yang akan Aksara lakukan, Sagala juga tidak tau. Tapi ia yakin itu bukan sesuatu yang baik.

Audrey meringsut mundur. Sementara Aksara semakin mendekat. Prak! Semangkok bubur mendarat di atas nakas. Audrey cengo.

"Makan. Gue gak mau kena kasus pembunuhan kalo lo mati," ujar Aksara pedas. Audrey berdecak. Tega sekali cowok ini berbicara demikian.

"Satu lagi. Jangan hasut temen-temen gue. Lo bener-bener jadi hama!" tegas Aksara kemudian keluar ruangan.

Audrey termangu. Ternyata hidupnya seburuk itu ya? Bahkan orang asing saja menganggap Audrey begitu, apalagi Sandra dan ayahnya.

Senyum kecut terukir di bibir ranumnya yang pucat. "Ayo bangkit. Jangan nyerah, Au. Kamu keren bisa sampai sejauh ini, stop dengerin kata-kata yang gak perlu. Kamu hebat!" Air matanya jatuh tak terbendung.

Raganya mungkin kuat tapi Audrey sangat tau jiwanya seakan mati hingga tak terasa apapun lagi. Flat dan tak berarti. Saking menyedihkannya kisah gadis berusia 17 tahun yang ditinggalkan satu-satunya wanita yang paling mencintai Audrey setulus hati.

"Ibu ... Audrey kuat tapi Audrey cape," lirih gadis itu.

Sedangkan Aksara yang belum pergi termenung mendengar ucapan gadis itu di depan pintu. Apa yang ... Terjadi padanya?

☆☆☆

Aku harap kalian suka ya sama cerita ini. Bantu aku share cerita ini ketemen-temen dan sosial media kalian ya ❤‍🔥

See u next part! Ilysm guys 🤍

Continue Reading

You'll Also Like

287K 16.7K 26
PART TIDAK LENGKAP! (Terbit di Orinami Publisher) REVISI PENULISAN DAN TANDA BACA DI VERSI CETAK. Jadi maaf bila menemukan banyak kesalahan yang tida...
2.3K 69 3
Valencia Vi Putri Saqueena Alatas. Seorang Atlet karate yang melambangkan kekuatan dan keberanian. Dengan manik hitam yang selalu membidik sadis lawa...
641 77 17
⚠️Warning!⚠️ Sebelum baca jangan lupa follow! "Emm.. gimana ya" "Apapun jawaban Lo gue terima" Axel tersenyum tipis. "Maaf kak Aku ngga bisa jawab se...
4.3M 256K 61
[USAHAKAN FOLLOW DULU SEBELUM BACA] Menikah di umur yang terbilang masih sangat muda tidak pernah terfikirkan oleh seorang gadis bernama Nanzia anata...