Nice To Meet You (END)

By marwasidmi

6.8K 1.2K 706

Ketua BEM yang kembali dipertemukan dengan mantan crush dengan segala permasalahannya. Naira Adelaine, gadis... More

Prolog
1. Awal yang entah bagaimana
2. Jika Ada Pilihan Lain
3. Ini Takdir Atau Hal Gila
4. Teringat Luka
5. Secarik Kenangan
6. Kucing-kucingan
7. Gara-gara Radit
8. Rasa Bersalah
9. Mulai Posesif
10. Mau mandi air Sop
11. Pertolongan Lagi?
12. Sedikit Salah Paham
13. Alasan Demas
14. Beban Rencana Masa Depan
15. Malam Penderitaan Demas
16. Amarah Terpendam.
17. Salah Paham Besar
18. Akibat Pengakuan
20. Tempat Baru
21. Syarat Jatuh Cinta
22. Merasa Hampa
23. Kemarin, Demas Kecewa Lagi
24. Membangun Benteng
25. Alasan Naira Disana
26. Khawatir Tidak Berdasar
27. Keputusan abu-abu
28. Menawar Luka
29. Mencoba Egois
30. Demas Mengalah
31. Sekilas Masa Lalu
32. Suasana Canggung
33. Kejadian tidak terduga
34. Duel
35. Hari Yang Panjang
36. Titik Balik Untuk Demas
37. Hari Denial
38. Seperti Daun Kering
39. Di jalan yang panjang
40. Berbanding Terbalik
41. Kebenaran yang terpendam
42. Hari Buruk Telah Tiba
43. First Impression
44. De Javu
45. Awal di akhir
46. Siapa Sangka
47. Akhir Penantian
48. Nawasena Arangana (Ending)
Epilog

19. Bagian Rumit

88 13 3
By marwasidmi

***

"Jawab Demas, dia gak kenapa-kenapa kan? dia baik-baik aja kan? Demas gue takut gue takut ditinggal sendirian lagi, gue udah gak ada siapa-siapa lagi Demas gue cuma punya dia sekarang cuma dia semangat hidup gue ... Demas jawab please dia masih ada kan?"

Tanya Naira penasaran, setelah semua yang telah terjadi kini Naira hanya perduli kondisi anaknya. Seolah naluri keibuannya sedang terbentuk, gadis itu sejak tadi menahan semua pertanyaan dan emosinya karena terlalu menakutkan untuk mengetahui sesuatu yang buruk lagi.

"Iya Nai ... Iya, dia masih ada, dia baik-baik saja, dia kuat seperti ibunya"
Jawab Demas penuh gemetar.

Tangis Naira semakin keras, tapi mengisyaratkan kelegaan yang begitu mendalam. Setelah mendengar penjelasan Demas yang begitu meyakinkan.

"Makasih Demas, makasih makasih banyak."
Naira melepas pelukannya.

Gadis itu meluapkan kebahagiaannya di depan pemuda yang tengah menunduk menghindari pandangan Naira. Demas buru-buru menghilangkan jejak air matanya.

"Iya Nai, iya. Sekarang Lo gak usah mikir apa-apa dulu ya istirahat lagi aja."

Naira menurut, kini wajahnya dihiasi sedikit senyuman. Demas membantu gadis itu kembali berbaring, setelahnya menarik selimut untuk Naira. Kemudian dirinya pergi dari kamar, membiarkan gadis itu untuk beristirahat.

Demas yang kembali menutup pintu kamar dikejutkan dengan keberadaan Radit yang sudah berdiri tepat di depan wajah pemuda itu.

"Demas Lo beneran mau pindah?"tanya Radit penasaran

Demas mengangguk, meski terlihat lesu sebisa mungkin pemuda itu menampilkan seringai senyum dihadapan Radit yang penuh tanya.

"Udah gila Lo, ini kontrakan udah dibayar lunas sampe tahun depan Demas terus Lo mau pindah aja gitu? Lo pikir ibu kost mau balikin uangnya? Haishhh... Demas?"

Demas hanya mengedikan kedua bahunya, seolah tampak tidak perduli. Pemuda itu melangkah maju meninggalkan Radit tepat di depan pintu kamar, Ia berdiri tidak percaya dengan keputusan Demas.

Demas menuju Dapur, untuk mengambil segelas air dan menegaknya sampai habis. Kemudian Demas menopang kepalanya yang berat di meja makan. Memikirkan kembali semua keputusan-keputusan yang sejak tadi diambilnya dengan singkat tanpa perhitungan, salah satunya untuk berpindah dari rumah kontrakan yang sudah hampir empat tahun ditinggalinya.

"Ini bukan tanggung jawab Lo Demas, ini cuma rasa belas kasihan sebagai manusia cukup sampai disini aja gak perlu berkorban terlalu jauh kalau nyatanya Lo sendiri aja gak kuat, buat apa Demas?"

Demas mengangkat kepalanya, mendongak pada Radit yang sudah berdiri menyandar di pinggir pintu sambil melipat kedua tangannya. Demas mengalihkan pandangan, mencoba mengabaikan perkataan Radit.

"Masih banyak cara lain buat jadi pahlawan untuk menyelematkan hidup seseorang Demas, cukup menolong saja tidak perlu bertanggung jawab kaya gini, Lo berlebihan Dem."

Sontak kata-kata itu berhasil membuat Demas menatap nyalang Radit, dahinya berkerut penuh tuntutan. Ada sesuatu dari perkataan Radit yang berhasil membuat hati Demas memberontak.

"Maksudnya?"

Cukup satu kalimat dengan tatapan tajam mengintimidasi, Demas berhasil membuat Radit salah tingkah. Pemuda itu kini tak lagi menyandar melainkan beridiri tegak melepas kedua tangannya yang semula bertautan. Kikuk dengan pertanyaan Demas.

"Ya... Maksud gue Lo gak perlu melakukan sejauh itu Dem, Lo pindah dari sini terus Lo mau ngajak dia tinggal bareng lagi? Dimana dan kenapa Demas? sebagai teman dan sahabat gue gak tahan ngelihat Lo kaya gini terus, Demas Lo udah cukup baik untuk Naira tapi gue rasa setelah kejadian ini ada baiknya cukup sampai disini aja." papar Radit.

Emosi Demas mengumpul di kepala, yang sejak tadi susah payah diredamnya kini seolah menemukan Radit sebagai sasaran empuk untuk melampiaskan.

***

Air mata Naira menitik, jatuh dari pelupuk mata. Belum kering sejak tangisan terakhirnya kini area mata cantik itu kembali basah.

Dari balik pintu dapur, dengan sengaja Naira menguping perdebatan Demas dan Radit. Setelah tadi tanpa sengaja dirinya mendengar ucapan Radit jika Demas akan pindah dari rumah ini membuat Naira penasaran.

Jadi selama ini gue udah bikin susah Demas, pasti dia bingung dan berat banget ngadepin situasi gue.

Tidak menduga jika semua yang Radit ucapkan adalah benar adanya, Naira seolah disadarkan oleh Radit karena secara langsung menjebloskan Demas dalam keadaan bingung dan tertekan.

Harusnya Lo tahu diri Naira ... Lo udah jahat ke Demas berapa kali dan sekarang Lo udah mempertaruhkan tempat tinggal dan kedudukan Demas di sini.

GUBRAKK

"Brengsek Lo Dit ... Maksud Lo apa ngomong kaya gitu. Lo pikir gue bakal dengerin apa kata mulut Lo haa... Lo pikir gue kaya gini karena Naira!?"

Tapi siapa lagi Dem kalo bukan karena Naira?

Di dapur, terdengar suara teriakan Demas kepada Radit. Entah apa yang pemuda itu lakukan kepada sahabatnya sampai-sampai menimbulkan suara nyaring seperti benturan sebuah meja.

Naira yang sempat terkejut dengan suara itu setelahnya ia melanjutkan menangis dalam diam. Dirinya diliputi rasa bersalah kepada Demas yang jelas-jelas sudah membuatnya kesusahan selama ini. Tapi pemuda itu masih saja membelanya didepan Radit yang berfikir lebih realistis.

"Gue gak tau Demas, tapi gue ngomong sesuai fakta, gak ada maksud apa-apa kan gue bilang kalo Lo ga kuat ya jangan bersikap sok pahlawan."

"ARGHH Sok Bijak Lo Dit BERISIK tau ga!"
"Pergi dari sini, pulang aja sana "
usir Demas.

Sebelum keduanya melihat keberadaan Naira, gadis itu terlebih dahulu meninggalkan tempatnya menguping, dan kembali ke kamar.

"Apa gunanya gue Lo panggil kesini, brengsek Lo Demas ... Jauh jauh gue dateng kesini malah Lo usir, Monyet Lo"

"Keluar gak... Pulang Dit salah gue minta Lo Dateng ke sini gak ada guna disini."

Umpatan dan kata kasar Radit tak di hiraukan Demas, ia terus mendorong sahabatnya untuk keluar dari rumahnya itu.

Demas yang menutup pintu secara kasar membuat Radit tersentak kaget. Dirinya kini sudah benar-benar berada di luar ruangan alias teras rumah kontrakan Demas.

"Demas... Demas, ternyata Lo sama aja kaya yang lain goblok kalo soal cinta, cih" gumam Radit perlahan.
Sebelum dirinya benar-benar meninggalkan kediaman Demas.

Sedangkan Demas yang kacau, mengatur nafasnya yang memburu karena emosi yang sempat menguasainya. Mengacak rambutnya kasar, terduduk sambil menekuk lutut.

Demas yang sedang menunduk tidak sadar jika Naira sudah berdiri dihadapannya, yang kemudian juga ikut mengambil posisi duduk disebelah Demas.

Tangan lembut Naira membuat Demas sedikit terkejut.

"Nai? Lo ngapain, eh jangan duduk disini ayok ke kamar, sini gue bantu"
ucap Demas penuh kekhawatiran.

Pemuda yang setengah beranjak itu seketika tertegun kala lengannya ditahan oleh Naira.

"Kenapa Nai?"

"Semua yang diomongin Radit benar Demas, Lo gak perlu merasa bertanggung jawab, gue yang seharusnya tahu diri karena udah terlalu banyak merepotkan dan menyusahkan hidup Lo gue minta maaf ya Dem."
Suara Naira tercekat, sebentar tertahan di tenggorokan.

"Cukup sampai disini aja, gak perlu mengorbankan apapun demi gue Demas"
ucap Naira sambil tersenyum namun bersamaan dengan itu air matanya menetes jatuh membasahi pipi mulusnya.

"Sampai sini aja gue udah makasih banget"

"Kenapa emang kalau gue mau berkorban Nai? Kenapa gak boleh? Emang salah ya Nai?"

Tidak tahan Naira mengisak tangisnya lagi, entah sudah berapa banyak air mata untuk hari ini sampai membuat mata gadis itu benar-benar lelah.

***

Capek banget Nai hidupmu, pokoknya kuat ya Nai. Demas itu bukan gak kuat Nai tapi dia tidak bisa menyembunyikan perasaannya kalau juga begitu merasakan apa yang kamu rasakan juga.

Peluk kalian.

Halo semua untuk yang telah membaca terimakasih ya sudah mengikuti Cerita ini, jangan lupa untuk vote and comment.

See you

Continue Reading

You'll Also Like

142K 6.2K 66
Follow Dulu Sebelum Membaca ❤ Kisah Sang Tuan Muda yang ingin menebus kesalahan yang dia lakukan pada pembantunya yang ia renggut kesuciannya Star :0...
197K 27.9K 59
Di balik tingkah nyinyir dengan mata tajam Jioon, dia menyimpan rahasia yang ia tanggung sendiri. Penyiar radio yang selalu membuat tawa orang sekita...
416K 20.2K 61
Gavin pernah merutuki bahwa mana ada lelaki manapun yang mau dengan perempuan bodoh seperti Laras, namun siapa yang menyangka justru Gavin sendirilah...
102K 8.3K 28
*** Tania baru saja mengakui perasaan cintanya kepada Argio setelah berkencan sekian lama. Pasangan ini masih malu-malu mengungkapkan ketertarikan me...