Darah Muda

By sparklee23_

58.9K 6.7K 1.7K

Radjeno dan kekasih ajaibnya. More

1. Kelakuan mereka
2. Ayang sakit
3. Otw Pelaminan
5. COD!
6. Pacaran
7. Gara-gara terigu
8. Reuni
9. Persoalan pria
10. Misi gagal
11. Renata wants it
12. Their future
13. Katanya sih udah dewasa
14. Perkara mau ke Artos
15. First touch
16. Ratu kejahatan
17. Want
18. Kita
19. Perkara Mabar
20. Pada kenapa sih?
21. Lovebirds
22. Kelakuan pacarnya Jeno
23. Salah ngerti
24. Katanya Isian
25. Berantem
26. Kejutan
27. Dekap
28. Pulang
29. Lover
30. Teman hidup
31. Escapism
32. Jangan lupa napas
33. New stage
34. Perkiraan
35. Dua Jeno
36. Best partner

4. Musuh lama

2K 210 28
By sparklee23_




...

Minggu ini di Smantisa ada pensi dalam rangka ngerayain hut sekolah. Jeno nyamperin pacarnya yang nungguin dia di depan sekolah. Dia memang sengaja minta Rena dateng. Soalnya bakalan ada band favorit cewek itu nanti yang tampil sebagai guest star-nya.

Jeno dengan seragam identitas sekolahnya menggandeng sosok perempuan dengan seragam yang berbeda masuk kedalam area sekolah, berhasil menarik banyak atensi penghuni sekolah.

Siapa sih yang nggak kenal Radjeno. Ketua OSIS abadinya Smantisa yang ganteng paripurna itu. Tapi konon katanya jabatannya bakal abis minggu ini. Dia mundur karena bentar lagi kelas tiga harus fokus Ujian.

"Na, temenin pacar gue ya. Awas lu kalo berani ninggal-ninggal dia." Kata Jeno setelah ngebawa Rena ke tribun nyamperin sepupunya.

"Dih pede gila. Jangan mau dititip-titipin, Ren. Ikutin dia terus. Dia tuh banyak ceweknya disini." Sahut Nana ngarang. Dia kenal Renata, begitu juga sebaliknya.

Rena melirik sengit kearah Jeno, yang ditatap begitu langsung panik. "Enggak, Yang. Solo aku disini kaya lagunya Jennie Blackpink. Suer." Kata Jeno ngebuat Nana ketawa girang. Nana itu kelas dua, sama kaya Rena.

Seragam Rena yang kontras banget disana ngebuat banyak siswa yang merhatiin dan ngomongin dia. Apalagi dia interaksi sama Jeno si pangeran sekolah, dan Nana sang dewi sekolah.

Tentu banyak pihak yang nggak menyukai kehadiran Rena ditengah mereka.

Setelah Jeno pamit pergi buat balik ngurus jalannya pensi bareng anak buahnya dibawah sana, Nana beneran nggak pergi dari sisi Rena. Dia sadar dengan tatapan nggak suka yang ditunjukkan oleh anak-anak smantisa terhadap Rena.

"Enakin aja. Anggep semuanya babi, Ren." Kata Nana menenangkan Rena yang kelihatan udah nggak nyaman sejak Jeno ngebawa dia masuk tadi.

Rena ngangguk santai. Setelahnya cuma raut dingin dia yang ditunjukin. Dia nggak boleh kelihatan lemah dihadapan para pembenci dadakannya kan.

"Lo gue anggep babi juga dong." Canda Rena.

Nana justru ketawa, "Anjirlah! Haha. Jajan yuk, Ren. Mumpung masih ada waktu nih sebelum mulai."

"Yuk. Kebetulan gue belum makan apa-apa juga tadi."

Nggak lama kemudian mereka ninggalin tribun buat ke kantin. Jeno ngelihat pergerakan Rena nurunin tribun dari kejauhan. Setelah dirasa ceweknya itu pergi bareng Nana, dia pun lega.

Setibanya di kantin, Rena menghela nafasnya. Seenggaknya dikantin suasananya nggak sesesak saat ditribun tadi. Kantinnya nggak rame, tapi juga nggak sepi-sepi amat.

"Wih??! Lo bawa cewek dari mana nih, Na?" Tanya Sean, temen seangkatannya Jeno. Cowok itu memperhatikan Rena dengan pandangan penasaran. Apalagi posisinya Rena pake seragam identitas sekolahnya sendiri.

"Ceweknya Jeno. Nggak usah gatel lo sama dia!"

Cowok bernama Sean itu pun ngangguk. "Mbaknya namanya siapa Mbak?" Nah mulai keluar genitnya si Sean.

Sebelum semuanya terlambat, Nana segera merangkul Rena. "Nggak usah dijawab, Ren. Orang nggak penting dia."

"Pelit amat sih, Na.." Protes Sean nggak terima. Kan dia cuma pengen kenalan aja.

"Kalo pengen tau, mending tanya Jeno!"

"Weleh. Sama aja bunuh diri gue." Kata Sean menyerah.

"Nah yaudah. Yuk, Ren!" Sahut Nana seraya membawa Rena menuju ke tempat Pop Es berada.

Abis pesen pop es dan makanan, Nana ngajak Rena duduk di tempat yang biasa ditempati Nana kalo makan.

"Lo nggak punya temen, Na?"

Pertanyaan nyelekit Rena berhasil ngebuat Nana kaget, meski dia memang nggak punya temen. Hehe.

"Untung Jeno udah pernah kasih tau gue kalo mulut lo tuh emang agak-agak ya. Kalo enggak udah gue jambak lo, Ren."

Rena ketawa. "Ya abisnya lo daritadi gue liatin nggak ada tuh lo interaksi sama banyak orang."

"Males gue. Gue mending punya temen dikit tapi berkualitas, daripada punya temen banyak tapi toxic semua."

"Heem. Bener juga."

Nana berdiri sebentar buat ngambil sekotak tisu di meja sebelah, lalu kembali duduk di depan Rena.

"Lo liat cewek yang lagi cuci tangan disana itu?"

Rena mengikuti arah pandang Nana yang mengarah kearah tiga cewek full make-up yang sedang bercanda ria di depan sana.

"Kenapa?"

"Yang rambut panjang digerai itu, dia naksir sama pacar lo."

Cewek itu kaya nggak asing buar Rena. Pernah lihat tapi lupa dimana. "Namanya Sinta bukan?"

"Iya. Kok lo tau??"

"Dulu satu SMP sama gue. Emang dari dulu gatel banget dia sama Jeno. Gue nggak tau dia sekolah disini." Sahut Rena. Ah memori kelam waktu SMP dulu kembali berputar di kepalanya.

Memori dimana dia dikerjai habis-habisan oleh Sinta dan antek-anteknya sampe dia dapet SP dari sekolah, dan sempet kena skorsing seminggu.

Kejadian itu terjadi setelah satu sekolah tau kalo Jeno sukanya sama Rena, bukan Sinta. Sintanya nggak terima.

Yang kemudian cewek itu ngejebak Renata dengan memasukkan sebungkus rokok dan satu pack kondom kedalam tas Rena tepat sebelum oprasi pemeriksaan tas yang dilakuin rutin seminggu sekali kala itu.

Sial. Rena malah jadi berspekulasi kalo Sinta sekolah disini karena ada Jeno disini.

Tapi, kenapa selama ini Jeno nggak pernah cerita kalo Sinta berada di satu sekolah yang sama dengannya?


...




Jeno melirik Rena dari spionnya seraya mengusap sekilas tangan Rena yang melingkar di pinggangnya. Ceweknya itu dari tadi diem. Tadi diperhatiin waktu acara berlangsung pun Rena tetep duduk anteng di tribun tanpa ekspresi. Padahal doi lagi nonton band kesukaannya.

"Yang? Kenapa sih diem mulu dari tadi? Nahan boker ya?"

"Ck! Nggak!"

"Terus kenapa dong? Kangen dienakin sama aku?"

Bugh!

Sebuah kepalan mendarat di punggung Jeno cukup keras. "Ngewe mulu isi otak lu!"

"Abisnya kamu daritadi diem terus. Kenapa, hhm?"

"Nggak kenapa-kenapa." Rena mengeratkan pelukannya. Berusaha mengabaikan perasaan jengkelnya.

Dia kesel sama Jeno. Ya meskipun Sinta itu bukan soal penting, tapi tetep aja kan Jeno harusnya bilang kalo cewek uler itu sekolah di smantisa juga.

Seenggaknya biar tenang aja Si Rena, meskipun setelah  tau sekarang dia justru malah nggak tenang.

Mereka tiba di rumah Rena. Sepi nggak ada orang Mami dan Papinya Rena lagi ke luar kota. Pulang nanti malem. Kalo Ajun masih di kampus.

Jeno duduk di sofa ruang tengah sembari nungguin Renata yang lagi ngambil Sprite buat dia di kulkas.

"Jen? Mau semangka nggak?" Seru Rena dari dapur.

"Boleh."


"Kamu hebat banget ngatur acaranya sampe akhir." Kata Rena seraya menyuapkan sepotong semangka kepada Jeno.

Jeno meraih kepala Rena, lalu mencium dahi perempuannya itu. "Keren nggak?"

Sambil nyengir, Rena memberikan dua jempol kepada Jeno. Menyatakan kalo pacarnya itu keren abis.

Nggak lama kemudian Rena meletakkan mangkuk berisi potongan semangkanya keatas meja. Lalu dia beralih duduk menyamping di pangkuan Jeno.

Jeno agak kaget, tapi dia ngebiarin Rena melakukannya. Bahkan saat Rena dengan perlahan ngelepas varsity yang masih melekat ditubuhnya, Jeno nurut aja.

"Jeno.." Lirih Rena sambil menyugar rambut Jeno yang sudah mulai memanjang dengan kedua tangannya.

"Hhm?" Sahut Jeno dengan suara beratnya. Rahangnya mengeras. Merasakan pantat Renata menekan tepat diatas miliknya.

Tangan Jeno yang tidak berada di pinggang Rena bergerak mengelus paha Rena yang terekspos karena rok Rena yang sedikit tersingkap.

"Kamu udah yakin mau ambil Kedokteran?" Pertanyaan Rena berhasil membuat Jeno bungkam. Dia belum cerita soal dia mau ambil kedokteran di Undip ke ceweknya itu.

"Papah minta kamu ambil itu ya?"

Hati Jeno menghangat, pikirannya yang akhir-akhir ini sedang kacau dan kalut pun agaknya mulai menguap.

Selain Mamahnya, memang Renata lah yang paling mengerti dirinya. Dua perempuan itu juga yang tau kalo dia nggak suka dengan apapun berbau Rumah Sakit. Tapi Papanya justru mendorongnya untuk mengambil Kedokteran.

Jeno menurunkan Rena dari pangkuannya, membuatnya kembali duduk disampingnya. Kalo tetep di posisi tadi, fokusnya bakalan buyar.

"Mamah cerita ya?" Jeno menghela nafasnya. Mengusap kedua matanya, lalu menekan pangkal hidungnya.

Rena membawa kepala Jeno untuk bersandar padanya. Mencoba meredam emosi lelaki itu yang mungkin akan meluap sewaktu-waktu.

Ujian belum terlaksana, tapi Jeno sudah dibuat pusing oleh Papanya.

"Semalem aku berantem sama Papah. Aku bilang aku punya pilihan sendiri. Tapi dia nggak nerima pilihanku. Dia mau aku ngikutin Abang. Aku nggak bisa." Kata Jeno sembari melingkarkan kedua tangannya di sekeliling pinggang ramping pacarnya.

Jemari Rena mengusap lembut surai legam lelakinya. Dia tau, menjadi seorang Dokter bukanlah passion Jeno sedari awal.

"Aku udah bicara sama Mamah. Mamah oke aja aku milih jurusan apapun yang aku mau. Asal aku ngejalaninnya sungguh-sungguh. Tapi itu sama aja nggak mempengaruhi keputusan Papah. Papah tetep mau aku ambil Kedokteran."

Jeno itu pinter kok. Semisal dia beneran ambil Kedokteran, otak dia bakalan mampu. Tapi kalo dari awal udah nggak seneng, gimana Jeno harus menjalani hari kedepannya sebagai seorang mahasiswa kedokteran?

Percuma otaknya mampu, kalo batinnya kesiksa kan?

"Dia bilang kalo aku mau kuliah di Undip, aku harus ambil Kedokteran. Kalo mau ambil yang lain, aku harus tembus UI atau nggak UGM. Yaudah aku pilih ambil Kedokteran, biar tetep di Undip."

Rena syok. Baru tau kalo Jamal, alias Papanya Jeno sesinting itu.

"Jeno.."

Yang disebut namanya pun melepas pelukannya, lalu memberi jarak antara dirinya dengan Rena. Menatap mata perempuannya yang menatapnya dengan sorot mata seriusnya.

"Kamu pilih nurut sama Papah bukan karena biar kita nggak jauhan, kan?"

Soalnya setau Rena, Jeno itu udah konsisten pilih ambil Teknik Sipil di Undip. Padahal semua orang tau kalo Jeno mampu tembus UI dengan mudah untuk ambil Teknik Sipil disana. Bahkan pihak sekolah juga udah rekomendasiin Jeno buat ngejar UI.

Intinya Rencananya Jeno itu mau ambil Teknik Sipil kalo lanjut kuliah.

Meskipun hobinya pushrank, akademisnya Jeno tuh top-topan banget. Rena tau itu. Semua orang pun mengakuinya.

Jeno menjilat sekilas bibirnya yang mengering. Tanpa memberikan jawaban pun Rena sudah tau jawabannya. Diamnya Jeno, pertanda cowok itu membenarkannya.

"Jen, yang kaya gitu tuh bukan tentang aku lagi loh. Itu tentang masa depan kamu. Aku nggak mau jadi penghalang buat kamu ngejar cita-citamu. Aku nggak mau jadi perusak masa depanmu. Akuㅡ"

"Tapi kamu juga masa depanku, Ren. Yang juga harus aku perjuangin."

Sesaat Rena dibuat baper oleh pernyataan Jeno barusan yang terlalu mendadak baginya.

Bener-bener definisi 'sambil menyelam minum air' Si Jeno.

Mengejar cita, nyambi gandeng cintanya.

Bucinmu udah berapa persen sih Jen? Kayanya udah mengalir di peredaran darahnya deh.

Bugh!

Rena meninju dada Jeno kesal. "Lagi serius malah flirting!"

Jeno meraih kepalan tangan mungil Rena dan membawanya dalam genggamannya. "Aku serius."

"Aku ambil Kedokteran. Kaya yang Papah mau." Imbuhnya.

"Tapi kamu bilang kamu nggak suka!!"

"Aku juga waktu itu nggak suka IPA, tapi masuk IPA kan?"

Ah iya. Dari dulu Jeno memang udah digituin sama Papahnya. Nggak dikasih hak buat memilih. Bahkan sampai sekarang pun perlakuan beliau masih sama. Malah lebih ngelunjak.

Om Jamal, adalah musuh Jeno sejak lama. Sialnya, beliau adalah Ayahnya sendiri yang harus dia hormati.

Rena jadi mau nangis rasanya. Pengen banget dia mukul Jamal sekarang juga. Kesel dia.

"Malah nangis." Jeno terkekeh, lalu menarik Rena kedalam pelukannya.

"Nggak papa. Aku nggak bakal main-main sama kuliahku. Kamu ada sama aku terus, buatku itu udah lebih dari cukup."

"Tapi kata orang-orang, kedokteran tuh susah." Kata Rena dengan suara yang mulai terdengar parau karena menahan tangisnya.

"Nggak. Lebih susahan ngebujuk kamu kalo lagi ngambek."

"Ish!"

Jeno ketawa.

"Jeno?"

"Hhm?"

"Kalo kamu jadi Dokter, aku jadi perawat deh."

Jeno kaget dong. Tapi kemudian dia tersenyum, dan semakin mempererat pelukannya.

"Ayo berjuang bareng!" Ucap Jeno yang mendapat jawaban berupa anggukan mantap dari Rena di bahunya.








🟡🟡🟡🟡🟡🟡🟡

Anjerlah!!! Aku juga mau kali diajak berjuang barenggg!!!!! 😭😭😭😭 tapi siapaaa???????????

Continue Reading

You'll Also Like

1.1M 4.7K 15
LAPAK DEWASA 21++ JANGAN BACA KALAU MASIH BELUM CUKUP UMUR!! Bagian 21++ Di Karyakarsa beserta gambar giftnya. 🔞🔞 Alden Maheswara. Seorang siswa...
1.3M 63.3K 69
Follow ig author: @wp.gulajawa TikTok author :Gula Jawa . Budidayakan vote dan komen Ziva Atau Aziva Shani Zulfan adalah gadis kecil berusia 16 tah...
6.1M 316K 58
Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusaknya sejak 7 tahun lalu. Galenio Skyler hanyalah iblis ya...
2M 27.7K 26
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...