Hai ... hai ... met pagi!
Udah minggu baru aja nih. So, semangat dong? Sesuai janji, eike apdet bab baru Diana ya. Vomen dong kalo suka.
Oh, iya. Kelupaan mau info kemaren. Jadi, untuk podcast motivasi Dear Precious Me yang eike bawain di Spotify itu hadir setiap Rabu jam 20.00 WIB ya. Mau ketinggalan? Enggak dong?
For now, enjoy.
BAGIAN DELAPAN BELAS: PENGUNTIT
Bukannya Diana sudah punya tunangan, pria yang waktu itu menemuinya di rumah sakit? Putra dari pemilik perusahaan tambang itu? Kenapa sekarang dia mengatakan tidak punya?
Saat memergoki Diana menggoda sepupunya, Tyo sama sekali tidak berpikir kalau Diana kemungkinan serius mendekati Yoyo. Dia pikir, gadis itu punya tunangan dan mungkin hanya sedang bersikap ramah. Setahunya, seperti yang sering diceritakan Aryo Seto, gadis itu memang sangat supel dan suka bercanda. Ayahnya sering bercerita dengan bangga tentang betapa populernya Diana di kampus, bukan hanya karena cantik, tapi juga cerdas dan ramah. Meski begitu, senyumnya diberikan kepada semua orang, tapi kesetiaan hanya untuk tunangannya.
Jadi, kenapa tiba-tiba dia bilang tidak punya pacar? Apakah dia bercanda atau memang....
Cepat, Tyo menelusuri di internet. Tunangan Diana adalah sosok terkenal dan profilnya pasti mudah ditemukan di internet. Benar saja, beberapa halaman yang memuat tentang Roberto Bulaeng langsung terpampang dengan berbagai foto yang menampilkan sosoknya yang memikat. Namun, Tyo tertegun saat mengetahui pria itu sudah menikah dengan seorang wanita dari kalangan yang sama, putri dari pengusaha besar yang bergerak di bidang serupa. Astaga, ternyata dia ketinggalan berita. Berarti, Diana memang lajang sekarang?
Tyo tercenung selama beberapa saat. Tidak ada yang salah kalau Diana mendekati Yoyo, dong? Tapi, kenapa dia tidak senang? Yoyo masih terlalu muda, dan Diana ... Diana ....
Keras Tyo mengembuskan napasnya. Segan, dia mengakui, Diana ... adalah gadis yang dia sukai.
Salahkan Aryo Seto yang selalu bercerita tentang putrinya kepada kakak dan kakak iparnya di saat Tyo ada di situ. Saking seringnya mendengar tentang Diana, Tyo sudah jatuh kepada gadis itu bahkan sebelum bertemu dengannya. Meskipun, dia merasa harus tahu diri dan tidak ingin mendekati Diana karena menghormati pertunangannya. Sekarang, setelah mengetahui Diana tidak terikat hubungan dengan siapa pun, tidak salah kalau dia ... berpikir punya kesempatan, kan?
Tapi, bagaimana dengan Yoyo?
*****
Marini membersihkan luka di tangan Diana tanpa mengatakan apa pun dan mengganti perbannya dengan yang baru. Meski tidak bicara, Diana tahu kalau ibunya merasa sangat sedih sekaligus khawatir setengah mati. Dia jadi merasa tidak enak hati. Baru tadi pagi dia berjanji kalau segalanya akan baik-baik saja, dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan sang ibu, tapi, sekarang dia malah pulang dengan tangan terluka.
"Bu." Diana berusaha membuka percakapan.
Marini menggeleng dan tersenyum lembut. "Enggak usah menjelaskan, Di. Ibu ngerti," tukasnya.
Diana tertunduk. "Maaf."
"Kenapa minta maaf? Kamu enggak salah, kamu yang dijahati, kok."
"Tapi aku kurang hati-hati, aku bikin Ibu cemas."
Ibunya tersenyum dan merangkulnya. Menenggelamkan kepala sang putri dalam kehangatan dadanya, tempat Diana dulu selalu merasakan ketenangan saat kecil. Lembut beliau mengusap rambutnya dan bicara dengan suara lembut.
"Di, sejak menikah dengan Bapak, Ibu tahu kalau akan selalu merasa cemas, begitupun waktu kamu mengikuti jejak Bapak. Tentu rasanya enggak enak, setiap hari ketar-ketir, takut terjadi sesuatu pada kalian. Hanya saja, itu adalah kehidupan yang Ibu pilih. Ibu memilih untuk mendukung apa pun pilihan hidup kalian, dan tentunya, Ibu harus menerima konsekuensi pilihan Ibu itu, kan?"
Diana mengeratkan pelukannya di pinggang sang ibu yang bijaksana. Tak sadar, air mata mengalir di pipinya. "Ibu ... makasih banyak."
Ibunya mengangguk. "Tapi, kamu juga janji, ya, Di. Sebisa mungkin, hindari ancaman. Jangan nantangin bahaya."
"Aku janji," sahut Diana cepat. "Aku janji akan menjaga diri lebih baik, dan kalaupun terjadi sesuatu, sudah pasti karena itu enggak terhindarkan. Bukan karena aku yang cari bahaya."
"Nah, begitu." Ibunya melepaskan rangkulan. "Tidur, deh."
Diana mengangguk sambil mengamati perbannya. "Ibu tidur duluan, aku masih kepingin kerja sebentar."
"Di, ini sudah di rumah. Sudah tengah malam. Tidur sekarang." Suara ibunya tegas.
Diana menyeringai. "Sebentar aja, Bu." Dia menawar.
Ibunya menggeleng tegas. "Jangan bikin Ibu nyesel sama pilihan Ibu, deh."
Diana terlonjak. "Iya, oke. Aku tidur." Buru-buru gadis itu kabur ke kamarnya, meninggalkan sang ibu yang tersenyum sendiri. Sampai kapan pun gadis kesayangannya itu akan selalu menjadi anak kecil yang diaturnya, termasuk soal tidur. Sedewasa apa pun usianya.
*****
Diana tidak langsung tidur seperti yang dikira ibunya. Dia menunggu selama beberapa saat sebelum kemudian membuka laptop dan mulai memeriksa data yang tidak bisa disentuhnya selama jam kerja. Berkas investigasi yang dikerjakan ayahnya mengenai Olympus.
Berkas investigasi yang diberikan Tyo adalah kumpulan data keuangan yang menunjukkan kalau ada transaksi mencurigakan yang terjadi antara perusahaan pertambangan itu dengan pemda. Olympus kelihatannya melakukan pencaplokan lahan secara ilegal, tanpa melakukan pembayaran. Mereka menyuap pejabat di Pemda serta badan pertanahan untuk melegalkan kepemilikan mereka atas lahan yang kemungkinan adalah milik warga dan juga negara. Namun, tindakan mereka melakukan pencatatan ganda sepertinya karena ada agenda tersembunyi. Mereka bertindak curang dan menipu sekongkol mereka juga. Apakah mereka tidak khawatir kalau data ini jatuh pada pihak yang dicurangi, maka kesepakatan yang ada akan buyar?
Lincah, jemari Diana mengetikkan berbagai kata kunci ke mesin pencari, menelusuri informasi tentang Olympus yang ada di internet. Perusahaan itu adalah afiliasi antara Rachmat Widjaya, konglomerat turun temurun, dan Utomo Widiarto, pengusaha yang merupakan bagian dari lingkaran kekuasaan lama. Mereka bisa dibilang adalah penguasa pertambangan bersama dengan ayah Berto, Herman Bulaeng. Diana mengerutkan kening. Kenapa rasanya tak mungkin kalau Herman tidak ada kaitannya dengan ini?
Kembali ditelusurinya sosok Rachmat Widjaya, dan dia tertegun. Foto pernikahan mantan tunangannya, Berto, dan putri Rachmat, Lena, yang tampak semringah, terpampang begitu saja. Menghias hampir semua halaman berita daring yang dibukanya. Beberapa saat jemari Diana terhenti di udara, dan dia tertawa kecil, pahit. Dia tahu Berto sudah menikah, tahu juga dengan siapa, tapi, melihat orang-orang ini ada dalam satu frame, kenapa mendadak dia merasa kesal sekarang?
"Sialan!" makinya lirih. "Gue enggak mau curiga, tapi kenapa malah tambah curiga?"
Dia mengambil spidol hitam dan berjalan ke papan kerjanya. Ditaruhnya nama-nama yang baru tebersit di benaknya ke situ, dan termangu saat selesai. Rachmat dan Utomo serta perusahaannya sedang diinvestigasi oleh Aryo Seto, dan saat itu, mereka sudah berteman baik dengan Herman Bulaeng. Bisa jadi Herman tidak tahu soal perbuatan ilegal Rachmat dan Utomo, itulah sebabnya data mantan calon mertua Diana itu tidak ada di dalam berkas yang diberikan Tyo, dan itu juga sebabnya Aryo Seto berusaha menggali lebih dalam untuk membersihkan kecurigaan terhadao ayah Berto. Tapi, kenapa Diana justru merasa kalau Herman tidak mungkin di luar semua masalah ini? Apalagi, pernikahan Berto dengan putri Rachmat sudah pasti diatur, dan itu menunjukkan ada motif di baliknya. Tapi apa?
Sambil mengetuk bibirnya dengan ujung spidol, Diana melangkah ke jendela dan memandang ke kegelapan malam. Pikirannya berputar, mencari kepingan puzzle yang hilang. Mendadak, sebuah gerakan di bawah pohon besar di depan rumah membuatnya terkesiap. Dia tidak salah lihat, kan, ada seseorang di bawah sana? Mau apa? Kenapa orang itu berdiri tepat di depan rumahnya?
Perlahan, Diana mundur, lalu dengan penuh tekad dia mengambil tongkat bisbol hadiah ayahnya dulu. Kalau orang itu adalah pencuri yang sedang mengamati sekeliling, berarti dia sial karena Diana melihatnya. Tapi, kalau orang itu ternyata adalah penguntit yang selalu mengancam ibunya, maka kali ini Diana akan bisa menangkapnya. Lihat saja.
Dengan hati-hati dia keluar dari belakang rumah untuk menghindari pengawasan orang itu, lalu berjalan merunduk agar terlindung pagar, dan saat dekat dia menegakkan tubuhnya lalu mengangkat tongkat bisbolnya tinggi-tinggi, siap memukul.
"Siapa lo? Ngapain lo ngawasin rumah gue?" ujarnya dengan nada mengancam, membuat pria yang sedang berdiri di bawah pohon itu kaget dan berbalik.
Bersambung.
So, segitu dulu ya. Buat yang pengen baca lebih cepet karena gak sabar, silakan ke Karyakarsa ya. Di sana udah bab-bab terakhir dan kemungkinan dalam beberapa hari ini akan tamat.
Makasih banyak buat yang masih setia di sini.
Winny
Tajurhalang Bogor 24 Oktober 2022