Tujuh Hari Setelah Ibu Pergi...

By Ramdan_Nahdi

1M 71.8K 5.6K

Setelah tujuh hari kematian ibu, suasana rumah berubah mencekam. Suara rintihan kerap kali terdengar dari kam... More

Kenangan
Gentayangan
Tolong
Dejavu
Desas-desus
Menembus Hujan
Mereka Mengikutiku
Berita Duka
Anjing Hitam
Jangan Pulang
Rumah Reyhan
Sebuah Penyesalan
Pengajian
Zombie
Siluman Anjing
Pesugihan Ziarah Kubur
Membersihkan Rumah
Daun Bidara
Kepergian Reyhan
Tuduhan
Ambulan
Korban
Benang Merah
Masa Kecilku
Sekte
Jubah Merah
Bayangan Hitam
Pulang + End Credit
PO Novel
OPEN PO NOVEL (Part 2)

Membenturkan Kepala

40K 2.6K 148
By Ramdan_Nahdi

Aku menendang kaki Ega, tapi ia tidak merespon. Kutarik earphone yang menempel di telinganya. "EGA!" teriakku.

Ia terperanjat dan membuka mata. Kemudian memasang wajah kesal. "Apa sih, Lang!"

"Tadi gua denger ada suara di luar kamar!"

"Hah? Luar kamar?"

"Iya! Di deket pintu."

Ega melihat ke arah pintu. "Lu abis dari mana emangnya?"

"Gak ke mana-mana, dari tadi gua di kamar."

"Terus itu pintu siapa yang buka."

"Nah, itu dia! Pintunya kebuka sendiri, terus ada suara sama tangan pucet muncul. Pas gua teriak langsung ilang."

"Hii! Lu kagak bohong, kan?"

"Beneran!"

"Terus, kenapa lu kagak tutup pintunya?"

"Takut, ntar tiba-tiba ada yang muncul. Bisa pingsan gua."

"Gua liatin. Buruan tutup!"

"Temenin lah, Ga."

"Ah elah, cuman lima langkah juga nyampe itu!"

Aku menatap pintu sambil bersiap-siap untuk lari. "Buruan, Lang!" perintah Ega.

"Gua lagi nyiapin mental dulu."

Ega mendorong tubuhku dengan kakinya. Bergegas aku menutup pintu, lalu kembali duduk di samping kasur. "Rumah lu horor banget, Ga," ucapku.

"Gara-gara lu nginep," sahut Ega sambil memasang kembali earphonenya. "Dah gua mau tidur lagi."

Ega cepat sekali tertidur. Sementara mataku tidak bisa dikondisikan, karena tidak mengantuk. Kulihat jam di ponsel, sudah pukul 03:55. Kurang dari 20 menit lagi azan subuh akan berkumandang.

Ngik!

Terdengar suara orang membuka pagar. "Ga." Aku menggoyang-goyangkan tubuh Ega. Tak lama kemudian, ada suara langkah kaki di teras. "Ga! Bangun!" Aku sampai menjam-bak rambutnya, tapi ia tidak bangun juga.

Krek! Kriet!

Kini ada yang membuka pintu depan. Diikuti suara langkah kaki mendekat ke kamar ini. Aku berbaring menghadap kasur — membelakangi pintu.

Kriet!

Pintu kamar terbuka. Sontak aku menjerit sambil memanggil nama Ega.

"Kenapa teriak?" tanya Suara di belakangku.

"EGAAA!" Aku mencu-bit perut Ega dengan kencang.

"Aw, sakit, Lang!" sahut Ega yang akhirnya terbangun. "Loh, ibu kok udah pulang?"

"Ibu lupa kalau hari ini ada acara pagi-pagi."

Ibu? Spontan aku membuka mata, lalu menoleh ke belakang. Ternyata itu Tante Lisa — ibunya Ega. "Eh, tante." Seketika itu aku langsung malu.

"Tadi kenapa teriak?" tanyanya.

"Gilang habis ngeliat setan, Bu," sahut Ega.

"Liat di mana?"

"Di luar." Aku terpaksa berbohong, karena tidak mau menakuti Tante Lisa.

"Belakangan ini kondisi perumahan emang lagi banyak kejadian horor. Sebaiknya kalau malam di rumah aja. Jangan keluyuran."

"Tuh denger, Lang. Di rumah aja!"

"Ini juga rumah."

"Rumah lu, maksudnya."

"Jangan dengerin omongan Ega. Kamu mau nginep di sini juga gak apa-apa," ucap Tante Lisa.

"Makasih tante," balasku.

"Nasrul udah pulang ke Bandung?"

"Udah, tan."

"Kalau kamu takut tidur sendirian di rumah. Bisa tidur di sini, temenin Ega."

"Makasih tante, tapi ini aku udah mau pulang kok," balasku.

"Ya udah, tante ke kamar dulu." Tante Lisa berjalan ke luar.

"Emang lu mau balik sekarang?" tanya Ega.

"Bentar lagi nunggu azan subuh. Biar syaiton-syaiton di luar sana bubar."

__________

Azan subuh berkumandang, aku langsung pamitan pada Ega dan Tante Lisa. "Hayoloh masih gelap," ucap Ega, sebelum aku melangkah ke luar rumahnya.

"Gak apa-apa!" sahutku, lalu berlari ke arah pagar.

"Tutup lagi pagernya!"

"Lu aja!" sahutku, berlari menuju masjid. Tanpa sedikitpun menoleh ke rumah Bu Wariah.

Setibanya di masjid, hanya terlihat beberapa orang saja di pelataran masjid. Bergegas aku mengambil wudu. "Astaghfirullah," gumamku, saat melihat ada keranda mayat yang diletakan tak jauh dari tempat wudu.

Dulu terlihat biasa saja, tapi sekarang cukup membuat jantung ini berdebar kencang. Setelah mengambil wudu, aku bergabung dengan jamaah lain untuk salat berjamaah.

Aku duduk di pelataran masjid, sambil menunggu langit agak terang. Sekitar pukul lima, baru berjalan pulang ke rumah.

"Lang!" panggil Seseorang di belakang, lumayan mengagetkanku.

Aku menoleh, ternyata itu Cecep. "Ada apa, Cep?" tanyaku.

"Baru pulang lu?"

"Iya, serem kalau balik malem-malem."

"Gua aja kagak berani patroli malem lagi."

"Lu pernah ngalamin kejadian horor juga?"

"Baru beberapa hari lalu gua disamperin sama begituan."

"Seriusan? Siapa?"

"Pak Ayman." Cecep menurunkan volume suaranya.

"Berarti bener ya cerita yang beredar. Kalau almarhum gentayangan."

"Iya. Mana mukanya serem banget. Ancur gitu, terus jalannya kaya zombie."

"Gak usah dijelasin juga kali, Cep," keluhku. Selain tidak sopan, aku juga tidak mau membayangkan bentuknya.

Tak terasa kami pun sudah tiba di Blok D. "Pagi gini mau ke mana, Cep?" tanyaku, karena ia terus berjalan di sampingku.

"Ke rumah Pak Dika."

"Ada apa emangnya?"

"Gua dapet kabar kalau Pak Dika jatoh di kamar mandi. Makanya ini mau liat."

"Innalillahi, semoga aja gak kenapa-napa."

"Huuh."

Kami pun melewati rumah Pak Didit dengan selamat. Kemudian berbelok ke Blok E — tempat tinggalku. Di ujung jalan sana, terlihat ada dua mobil di depan rumah Pak Dika — suami Bu Salmah.

"Mau liat juga, Lang?" tanya Cecep.

"Kagak. Gua ngantuk. Mau tidur."

"Oh, ya udah."

Cecep berjalan ke rumah Pak Dika, sementara aku masuk ke dalam rumah. "Son! Samson!" Biasanya jam segini kucing itu sudah ada di depan rumah, meminta makan.

Kubuka pintu, lalu berdiri cukup lama menatap ke arah dapur. Bulu kuduk ini langsung meremang. Bergegas aku masuk ke kamar dan berbaring di kasur. Mata yang sudah terasa berat ini, dengan cepat membawaku ke alam mimpi.

ARGH!
TOLONG!

Terdengar suara tangisan dan rintihan saling bersahutan. Sementara aku berdiri mematung di tengah jalan yang begitu sepi. Tak ada pemukiman yang terlihat, hanya deretan pohon yang menjulang tinggi.

TOLONG!
ADUH!

Aku melangkah ke depan. Semakin bergerak maju, suasananya semakin mencekam. Langkah ini terhenti saat melihat banyak ceceran darah di jalan.

TOLONG!

Aku lanjut melangkah, meski kaki ini sudah berlumuran darah. Suara-suara menyayat hati itu semakin terdengar kencang.

Dug! Dug! Dug!

Langkahku kembali terhenti saat melihat ada puluhan orang sedang bersujud di tengah jalan. Mereka menangis dan merintih kesakitan, sembari membentur-benturkan kepalanya ke jalan.Mata ini tertuju pada satu orang. Orang yang begitu aku kenal. Orang yang selalu aku rindukan. Ibu.

Ibu sempat menoleh padaku dan mengulurkan tangannya, seperti meminta bantuan. Kemudian ia kembali membentur-benturkan kepalanya ke jalan.

"IBU!" Aku berteriak sembari belari ke arahnya.

Namun, jalanan yang kupijak tiba-tiba runtuh. Seketika itu, aku pun terbangun dari tidur. Kutatap langit-langit. Tak lama tangis pun pecah.

Apa maksud mimpi barusan?

Apa yang terjadi pada ibu?

Apa ada hubungannya dengan yang terjadi di perumahan ini?

BERSAMBUNG

Continue Reading

You'll Also Like

5.1K 245 21
Andi mencoba membuka mata batinnya bersama temannya namun tidak berhasil. Diperjalanan Andi terjatuh kedalam lubang kuburan yang basah karena hujan...
35.9K 2.6K 16
Hal tak masuk akal di alami oleh Lenora, gadis itu menabrak cogan dan berakhir terjatuh ke danau dan tiba- tiba di terkam buaya. Ketika membuka mata...
209K 22.6K 24
"Semenjak nenek meninggal, suasana rumah jadi menyeramkan. Nenek suka datang di waktu malam, mengetuk pintu dan jendela. Kadang juga bernyanyi dan me...
15.5K 396 7
Dunia anak adalah dunia imajinasi. Mereka selalu penuh kejutan. Membacakan cerita atau dongeng pada anak adalah cara untuk meningkatkan daya imajinas...