Queen in Suit

By StyllyRybell_

8.3K 1K 168

WARNING! THIS IS ADULT CONTENT! CERITA INI MENGANDUNG UNSUR KEKERASAN! #1 in Elegant #1 in Suit #1 in Classy ... More

Prologue
Chapter 1 : Kill The Leader
Chapter 2 : Double G
Chapter 4 : Sparring
Chapter 5 : A Deal
Chapter 6 : Meeting Plan
Chapter 7 : Dinner

Chapter 3 : Meet

653 115 19
By StyllyRybell_

Gelindingan dadu membuat sorak orang-orang kelas atas itu semakin bergemuruh, dan mengumpat begitu melihat hasil dadunya yang lebih rendah dari lawan. Malam itu salah satu kasino terbesar di New York, dipenuhi oleh para golongan penting bagi keuangan dunia. Bahkan, pemilik pun turut meramaikan bangunan megah tersebut.

Jika yang lain sibuk bermain slot, dadu, kartu, berbeda dengan pemilik, mereka bermain catur dan saling mengalahkan satu sama lain. Puluhan menit berlalu, permainan itu berlangsung sengit. Begitu perlahan pion-pion berjatuhan, menandakan begitu sulitnya menemukan pemenang di antara saudara kembar tersebut.

Anver mengerutkan dahi melirik bidak-bidaknya yang dikepung pion hitam Ansell. Ia berdecak gelisah dan mengepalkan jari-jari tangan kanannya di depan wajah frustrasi. Ia sudah berlatih seminggu penuh untuk memenangkan ini. Tidak, ia tidak mungkin kalah. Anver kembali melirik Ansell yang tersenyum miring ke arahnya dan menautkan jemari seolah pemenang sudahlah jelas.

"Give up," ucap Ansell pelan dengan netra meremehkannya.

Anver langsung memainkan pawn-nya, menentang saran adik kembarnya itu. Namun, Ansell malah tertawa dan menumpas pion Anver dengan pion hitamnya di detik yang sama. Anver memijat kepalanya yang pusing cara memenangkan pertandingan itu.

Tidak lama setelahnya, seorang wanita berjas dan anak buahnya memasuki kasino, menyita perhatian seluruh insan. Berbisik-bisik bahwa wanita itu adalah pemimpin kelompok La Muerte yang baru, di sampingnya terdapat sang Blue Rose dengan dress biru metallic-nya.

Anver melirik adiknya yang terpusat pada si Mawar Biru. Ia mengedarkan pandangannya memerhatikan bahwa kecantikan sang Godmother dan Blue Rose itu menyita perhatian semua orang yang ada. Yang ada di dalam pikiran Anver, bahwa ia harus memenangkan permainan catur ini bagaimana pun caranya. Anver dengan cepat menukar posisi pion Bishop-nya dengan Queen. Lalu menggerakkan pion rook-nya. Ia tidak peduli jika beberapa ada yang melihat, ia tidak akan segan memotong lidah siapa saja yang membongkar kecurangannya. Lagi pula, siapa yang berani melaukan hal itu?

Melihat Ansell yang enggan mengalihkan pandangan dari Lora, Anver berucap, "Your turn."

Ansell yang tersadar dari lamunannya pun menolehkan kembali kepala untuk menghadap catur di depannya. "Lora dan Nieva ada di sini," ucapnya memenghabisi pion rook Anver.

Wilbert mengalihkan pandangan dari Lora dan Nieva. "Tuan, baku tembak bisa saja terjadi. Berita yang pernah kudengar, Nieva begitu ambisius dan tidak kenal takut."

"Lebih baik kita melanjutkan permainannya di rumah, Tuan. Tempat ini sangatlah ramai dan terdapat beberapa aparat pemerintah," nasihat Alfred.

Anver seolah tidak mendengarkan menggerakkan pion ratunya yang membahayakan posisi pion Raja milik Ansell. Ansell yang tadinya memasang ekspresi tenang mengerutkan dahi dan melirik seluruh pion bergantian. Detik demi detik berlalu, Ansell memerhatikan seluruh pion tiada hentinya dan melirik Anver setelahnya.

"Kau—"

"Your time is almost up," peringat Anver melirik jam.

Ansell memainkan pionnya dan lagi-lagi pion Queen milik Anver mengancam pion rajanya.

"Sekakmat," ucap Anver tenang.

Ansell melotot tidak percaya. Bahkan, para anak buah mereka pun terkejut bukan main, Ansell tidak pernah kalah bermain catur. "You tricked me!" bentak Ansell berdiri dari kursi, emosi.

Anver diam saja. Ia tidak bisa berbohong dengan adiknya dan sebenarnya ia pun tidak ingin mencurangi adiknya, namun ia tidak bisa menikah terlalu muda seperti sekarang. Lagipula, ia tidak akan mau kalah di hadapan semua orang seperti saat ini.

Ansell semakin emosi lantaran kakaknya enggan menatap matanya yang menandakan saudara kembarnya itu telah mencuranginya. Ia menarik kerah sosok di hadapannya untuk melihat wajahnya. "Answer me!" bentaknya lagi.

Seluruh insan tentu heboh dan tidak percaya terjadi peseteruan antar saudara, terlebih mereka adalah tokoh penting yang diyakini tidak pernah berbeda pendapat. Tidak pernah ada pertengkaran hingga membuat salah satu dari mereka membentak yang lain.

Namun, Anver terpancing emosi karena dengan beraninya adiknya menarik kerahnya. Terlebih di hadapan semua orang tanpa kenal takut. Ia adalah ketua The Greatest! Kakak Ansell! Ia melepas kasar tangan Ansell dan membela diri, "I didn't do anything!"

Ansell semakin naik pitam lantaran kakaknya tidak mengaku. Anver membuatnya tampak gila di hadapan semua orang, bahwa ia hanyalah pecundang yang tidak menerima kekalahan untuk pertama kalinya. Ansell tidak akan pernah menerima hal ini. "Periksa CCTV!" perintahnya dengan suara keras, membuat Wilbert segera melaksanakan perintah.

Mereka menjadi pusat perhatian, kemarahan Ansell yang pertama kalinya dilihat publik membuat semua orang tercengang. Ya, selama Ansell dan Anver menjadi ketua kelompok The Greatest, mereka tidak pernah berseteru atau berbeda pendapat. Tentu saja semua orang penasaran.

Ansell mendekatkan wajahnya pada wajah kakaknya dan berdesis tajam, "Jika aku menemukan sedikit saja bukti kecurangan, aku akan menggunakannya untuk menyingkirkanmu dari ketua The Greatest!"

Anver mengerutkan dahi. Ia melupakan hal itu, jika ada pasal tentang pengkhianatan salah satu ketua terhadap ketua yang lain di The Greatest, maka pihak yang dirugikan dapat menyingkirkan sebelah pihak. Pasal itu dibuat bertepatan saat mereka diangkat menjadi Double G (Double Godfather). Anver mengedarkan pandangan meneguk saliva. Sial.

Anver melirik cepat ke arah Wilbert yang baru saja datang dan menunduk cukup dalam, lalu menggeleng, pertanda CCTV pun tidak berguna. Wilbert berucap, "Tidak berfungsi sejak tiga hari yang lalu, Tuan."

Ansell tertawa keras mendengar hal itu, ia menatap tajam kakaknya. "Kau merencanakan semua ini, pecundang?"

Anver menatap tajam adiknya. "I didn't do any—"

"Fuck you, Anver!" potong Ansell muak. "Kupikir hanya kau yang bisa kupercaya di dunia yang menjijikan ini," ucapnya tertawa kesal dan melonggarkan dasi. "Not even my brother can be trusted." Ansell segera pergi bersama orang-orang kepercayaannya.

Anver menghela napas berat, mengeraskan rahang kesal. Ia memutar mata dan menatap tajam siapa saja yang memerhatikannya sehingga mereka buru-buru mengalihkan pandangan. Anver menuang wiski ke dalam gelasnya, lalu menenggaknya dengan cepat. Ia melirik Nieva dan Lora yang menatap datar ke arahnya.

Semua ini karena dua wanita sialan itu –Anver–

***

"Ayo kita pergi dari sini," bisik Lora pada Nieva yang sibuk memerhatikan pertengkaran saudara kembar itu. Melihat Nieva yang tidak mendengarkan, Lora berucap lagi, "Sebelum mereka mengikuti kita pulang dan menyerang—"

Nieva menoleh pada asistennya si gadis berkulit eksotis dengan rambut gimbal. "Linda, apa yang terjadi?"

Gadis berpakaian punk rock itu menggeleng tidak tahu. "Jika saya tahu saya tidak akan membiarkan kita berada di sini, Señor."

Nieva kembali menolehkan kepala ke arah Anver yang menatap dirinya tiada hentinya. Tatapan itu begitu tajam, seolah-olah mencekik Nieva hingga ia kesulitan bernapas. Namun, seolah menantang, Nieva memberikan tatapan tajam balik, ia tidak takut dengan pria mana pun. Ia tidak akan tunduk dengan pria mana pun mulai detik ini.

Lora menoleh ke arah yang ditatap Nieva dan terkejut begitu Anver mendatangi mereka. "Ayo cepat kita pergi dari sini!" Melihat Nieva enggan mendengarkannya dan masih terfokus seolah memang memancing perdebatan dengan manusia angkuh itu, Lora semakin panik. "Nieva, kita bisa berada dalam masalah!"

"He didn't scare me, Lora," ucap Nieva tenang, seolah ia tahu Anver mendatanginya hanya untuk menggertak. Ia mendongakkan wajah, menatap berani pria yang lebih tinggi darinya itu.

"Dreena," panggil Anver tersenyum miring di sudut netranya yang datar.

Seolah benda keras memukul jantung Nieva, membuat organ pemompa darahnya itu berdebar lebih keras dan merasa kalah sekali sebab tidak mengenali lawannya. Pria di hadapannya itu mengenal sisi terlemahnya, masa lalu. Nieva bukanlah nama aslinya, ia mengubah nama untuk memulai hidup baru dan menjadi sosok yang berbeda, ia pun telah menutup rapat-rapat siapa dirinya. Namun, mengapa manusia angkuh di hadapannya bisa tahu begitu saja? Hal ini mustahil, Nieva tidak buta, ia tahu bahwa Anver adalah pria yang sangat berpengaruh baik di negara mau pun belahan dunia, tapi mengetahui identitas yang sudah dimusnahkan Nieva hingga ke dasar, apa hal itu masuk akal?

Anver semakin melebarkan seringainya melihat gadis di hadapannya ini menahan ekspresi, namun ia tahu Nieva tentu panik mendengar nama yang terucap dari bibir Anver. "Kau tidak ingin tahu dari mana aku mengetahuinya?"

Nieva mengangkat sebelah alis seolah tidak mengerti. "Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan."

Anver memutar mata. Ia menatap lurus manik abu gadis di depannya, hendak berbicara, namun karena suara kasino begitu berisik, mengangkat jari telunjuknya, membuat para anak buahnya membentak, "Silent!"

Setelah kondisi suara di bangunan megah itu cukup kondusif, Anver berucap, "Aku ingin bicara empat mata denganmu."

Nieva menatap tenang Anver. "Aku tidak punya urusan denganmu."

"Of course you have, you took my members," ucapnya sama tenangnya.

"I didn't steal anything, they are loyal to me."

"Don't talk about loyal, you are traitor," balas Anver cepat. "I don't have time for you, come," ucapnya hendak berbalik, namun terhenti saat Nieva menyanggah.

"And so do I."

Anver mengedarkan mata muak seiring merapikan dasinya dan mendekatkan wajah mereka menyisakan beberapa senti. "Come or I'll kill all of you here," desisnya tajam nan mematikan, seolah tidak main-main dengan ucapannya.

"You didn't scare me, Stone."

Anver terkekeh pelan yang lebih mirip seperti helaan napas dan menjauh. "No, you didn't. But they did," ucapnya melirik anak buah Nieva dan beranjak pergi ke ruangan VVIP.

Nieva menoleh pada anak buah di belakangnya yang menunduk dalam lantaran malu ketahuan ketakutan di hadapan lawan. "¡cobarde!" bentaknya dengan nada agak kesal, mengikuti langkah Anver.





#To be Continue...

101922 -Stylly Rybell-

Instagram : maulida_cy

Continue Reading

You'll Also Like

72.8K 7K 20
"Semakin banyak hartamu, semakin dekat juga ajalmu." Disclaimer!! Banyak adegan kekerasan dan ucapan kotor, tolong lebih bijak menanggapi. Ini hanya...
46.5K 2K 26
Keila Alexia Xander seorang yang terkenal akan kekuatan nya di dunia bawah dan juga dunia atas ya dia adalah Mafia terkejam dan di takuti oleh seluru...
49.5K 3.3K 43
Siapapun yang menyakiti orang terdekatku akan merasakan dekatnya kematian. -freya Ini Hanya Fiksi Jangan Dibawah Kedunia Nyata JADWAL UP (SEBISANYA D...
168K 16.1K 57
gatau 🗿 nikmati saja.