MENYULAM MIMPI PELANGI (Tahap...

By fqtrriffda

351 193 338

Kisah ini tentang "Pelangi Ayunda." Sama seperti namanya, hidupnya juga penuh banyak warna. Perempuan 17 tahu... More

INTRODUCTION
PROLOG
Bab 1
Bab 2
Bab 3

Bab 4

37 10 14
By fqtrriffda

Selamat membaca...

Tiga motor Scoopy beserta helm Cargloss sudah terparkir di garasi. Pemiliknya kini berada di dalam kamar yang cukup luas. Wallpaper dinding yang didominasi warna mocca dan abu tua, beberapa foto Abel dari kecil hingga remaja pun terpasang di sana.

Mereka duduk di karpet yang berada di depan ranjang, mempersiapkan masing-masing tugas yang akan mereka kerjakan. Satu lembar kertas putih yang siap disulap menjadi sebuah karya dan drawing pen berbagai ukuran yang siap bergelut dengan kertas putih itu.

"Tema desain kali ini tentang traveling wear. Kira-kira desain yang cocok gimana ya? Simpel aja deh biar cepet. Ah, tapi selera Bu Maurin tuh desain yang aneh-aneh. Hmmmm." Abel terlihat mulai frustasi, ia menggigit bibir bawahnya. Sesekali manik mata gadis itu melirik kertas yang berada di hadapan Hellen, masih putih bersih tanpa ada bekas penghapus atau coretan pensil sedikitpun. Belum terlihat tanda-tanda ide yang muncul dari keduanya.

Berbeda dengan Pelangi, ia tak perlu susah payah menyelesaikan tugas ini. Hanya dengan hitungan detik berbagai macam ide sudah bergelantungan di kepalanya. Tanpa pikir panjang, ia menumpahkan semua ide itu menjadi sebuah karya yang elok dipandang.

"Coba deh kalian cari referensi di pinterest." Pelangi memberikan saran kepada dua sahabatnya yang sama-sama menyenderkan kepalanya di bantal bentuk bintang yang sedari tadi ada di pangkuan.

"Nah, bener juga tuh." Dengan cepat Hellen mengangkat kepalanya. "Tapi, kuota gue lagi sekarat." Gadis itu menenggelamkan kepalanya lagi.

"Abel cantik seIndonesia tanpa spasi." Celetuk Abel.

Hellen dan Pelangi mengernyitkan keningnya. Tak paham dengan maksud perkataan Abel barusan.

"Semua cewek cantik kali. Bukan lo doang." Sahut Hellen dengan nada lirih namun masih terdengar di telinga Abel.

Tangan Abel merebut handphone yang berada di genggaman jari-jari Hellen. Ia menekan ikon WiFi. "Jangan lupa bilang thank you." Ucapnya seraya mengembalikan benda pipih itu ke pemiliknya.

"Aaah, thank you Abel cantik." Balas Hellen, ia meringis memperlihatkan gigi gingsulnya yang manis.

Sesekali terdengar suara riuh mereka yang meributkan warna yang cocok untuk masing-masing desainnya. Setelah melewati berbagai drama, akhirnya tiga gadis yang masih mengenakan seragam tersebut berhasil merampungkan tugasnya.

"Gila sih, capek banget jadi anak tabus, tiada hari tanpa tugas. Udah mau liburan aja masih ngerjain ini itu." Gumam Hellen yang mulai kesal.

"Sabar, namanya juga sekolah pasti banyak tugas." Sahut Pelangi.

"Emmm, gue tau kalian pasti lapar, kan? Bentar gue ambilin makanan." Ujar Abel yang mulai berdiri dari posisinya.

Tak perlu waktu lama, abel sudah kembali dengan membawa nampan yang berisi beberapa slice pizza dan tiga gelas coklat panas.

Tak terasa, langit sudah mulai gelap. Mereka menghentikan aktivitasnya kala azan magrib terdengar. Gemericik air wudu mulai membasuh beberapa bagian tubuh mereka.

***

Pelangi dan Hellen melajukan motornya dengan kecepatan sedang. Beberapa menit yang lalu mereka beranjak dari rumah Abel. Pelangi membunyikan klaksonnya kala mendapati motor Hellen yang mulai menepi. Sahabatnya itu melambaikan tangannya dan memasuki gerbang yang sudah dibukakan oleh Pak Satpam. Ya, jarak antara rumah Hellen dan Abel memang tak jauh.

Tepat pukul 18.12, Pelangi yang sedang menaiki kuda besi bermerek Scoopy itu tiba-tiba berhenti di depan toko roti. Ia berhenti bukan untuk membeli roti melainkan untuk mengecek apa yang sedang terjadi dengan ban motornya.

"Yaaah, kok bocor sih." Pelangi bermonolog setelah melihat kondisi ban motornya.

Bola matanya sesekali melihat ke arah langit. Suasana malam ini sangat berbeda dari malam kemarin. Kali ini tidak ada satu pun bintang yang menyapa bulan, bahkan bulan sendiri sedang bersembunyi di balik awan hitam yang mulai mengguyur bumi dengan tetes airnya.

Hujan telah turun ke bumi, meski tidak terlalu deras namun tubuh Pelangi hampir basah kuyup dibuatnya. Sialnya, kini ban motor yang ia kendarai malah bocor. Gadis itu takut jika orang tuanya khawatir karena  anaknya tak kunjung pulang. Niat hati ingin memberi kabar ke orang tuanya tapi ponselnya malah lowbat. Bagai jatuh tertimpa tangga, mungkin peribahasa itu cocok untuk keadaan Pelangi saat ini.

"Motornya kenapa?" Teriak seseorang dari arah belakang.

Pelangi menoleh ke arah seseorang yang berdiri di depan pintu toko roti di belakangnya. Ia mendapati sosok lelaki berkemeja tosca dengan songkok hitam yang menutupi sebagian rambutnya. Tangan kanannya memegang gagang payung bermotif kartun Frozen.

"Ada masalah dengan ban motornya?" Tanya lelaki yang mulai berjalan mendekati Pelangi dan menempatkan tubuhnya di samping Pelangi agar payung yang dipakainya bisa melindungi mereka berdua.

"Iya, ban belakang bocor." Jawab Pelangi seraya menatap lelaki yang kini berdiri di samping kanannya.

"Emmm, nanti saya bantu cari tukang tambal ban di sekitar sini. Sambil menunggu hujan reda, kamu bisa beristirahat di toko ini." Ucap lelaki itu seraya menunjuk toko roti yang ada di hadapan mereka.

"Tolong pegang ini dulu." Lanjut lelaki itu sambil menyerahkan gagang payung ke tangan Pelangi.

Pelangi mengangguk dan tersenyum sedangkan lelaki itu mulai memindahkan posisi motor Pelangi ke teras toko agar tidak kehujanan. Mereka berdua kemudian berjalan beriringan memasuki toko dengan langkah lebar.

Kini Pelangi sudah berada di ruangan yang berisi aneka macam roti yang berjejer di dalam etalase. Di etalase utama terdapat roti croissant, ciabatta, corn rye bread dan beberapa jenis roti lainnya.

Sedangkan di etalase samping terdapat kue ulang tahun berbagai ukuran, brownies kukus dan kue tradisional.

"Jenengmu sopo, Nduk? (Namamu siapa, Nak?) Pacarnya Mas Rama ya?" Tanya Mbak Nur, seorang karyawati dengan logat Jawa yang khas.

Pertanyaan itu berhasil membuat lelaki tadi terkekeh kecil sedangkan Pelangi yang tadinya merapikan rambutnya yang lepek karena guyuran hujan seketika menghentikan aktivitasnya.

"Bukan." Jawab Pelangi dan lelaki tadi dengan kompak. Manik mata mereka bertemu pandang dengan refleks. Karyawan yang ada di sana pun tertawa melihat tingkah dua orang ini.

"Ciee.. Mas Rama." Goda Mbak Nur.

"Kenal saja belum, masa iya sudah pacaran. Mbak Nur ini gimana sih." Sahut lelaki itu.

"Lah... buruan kenalan, Mas. Mbaknya udah senyum-senyum itu loh. Dddduh manisnya. Udah cantik, sopan, pendiam, nggak banyak tingkah."


"Memangnya Mbak Nur tahu kalau dia pendiam? Baru ketemu kok sudah menyimpulkan." Sahut karyawati yang lain.

"Loh, Mbak Nur ini bisa baca karakter seseorang. Nih tak lihat dari tangan Mbak Nur udah kelihatan." Timpal Mbak Nur seraya menunjuk telapak tangan kirinya.

Pelangi yang mendengar obrolan absurd ini hanya bisa tersenyum seakan menutupi segala lelah yang dirahasiakannya.

"Orang-orang menganggapku sosok pendiam yang begitu tenang. Padahal mereka tidak tahu bahwa di balik diamku banyak rintihan masalah yang entah seberisik apa bila diceritakan." Batin Pelangi.

"Pertanyaan tadi belum sampean jawab, Nduk. Namanya siapa?" Mbak Nur kembali bertanya.

"Saya Pelangi Ayunda. Panggilannya Anggi." Jawab Pelangi.

"Namanya cantik. Orangnya juga jauh lebih cantik." Pipi tirus Pelangi terlihat memerah setelah mendengar ucapan tadi.

"Nama saya Nurul, biasanya dipanggil Mbak Nur. Kalau yang itu namanya Vera, baru lulus sekolah tahun kemarin." Ucap Mbak Nur seraya menunjuk ke arah perempuan yang sedang merapikan etalase.

"Nah yang ini namanya Yoga, temannya Mas Rama. Dia bekerja di sini sejak lulus sekolah beberapa tahun yang lalu." Tangan Mbak Nur menunjuk lelaki yang duduk di sebelahnya.

"Sekarang giliran Mas Rama yang kenalan. Ayo Mas." Lanjutnya.

"Saya Rama." Ucap lelaki itu sebelum melanjutkan perkataannya "Ramadhan Ahmad."

"Mas Rama ini anak dari pemilik toko, Nduk. Sekarang kuliah di Surabaya, Mbak Nur kurang tahu nama kampusnya apa. Apa nama kampusnya, Mas?"

Mendengar ucapan Mbak Nur mengenai kampus Surabaya, membuat hati Pelangi bergetar. Dalam hati ia bertanya-tanya, apakah Mas Rama mahasiswa UNESA? Jika iya, maka itu adalah hal yang baik untuk Pelangi. Dirinya bisa bertanya dan meminta masukan tentang mimpinya yang ingin menjadi mahasiswa di sana.

***
Hampir dua bulan off wattpad akhirnya bisa update lagi, Alhamdulillah.

Maaf untuk teman" yang sudah lama menunggu kelanjutan kisah ini.
Beberapa DM yang masuk juga belum sempat saya balas karena jadwal yang begitu padat membuat saya sedikit kesulitan membuka handphone.

Sampai sini dulu ya
Besok lagii, thank you♥️
***

Continue Reading

You'll Also Like

ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

5.9M 329K 36
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
1.5M 129K 61
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
277K 26.1K 31
[JANGAN LUPA FOLLOW] Bulan seorang gadis yang harus menerima kenyataan pedih tentang nasib hidupnya, namun semuanya berubah ketika sebuah musibah me...
617K 24.3K 36
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...