AKSARA [HIATUS SEMENTARA]

By Ichaayxx

39K 1.6K 1.1K

Ini kisah Aksara Dewangga Hansel. Cowok berwajah dingin dengan aura mencekam yang selalu bisa menghipnotis si... More

prolog
1- first day back to school
2- the problem is solved
4- perfect family
5- different
6- mawar's café
7- welcome to hell
8- thrall
9- shelter
10- audrey's school
11- what's wrong with him?
12- their other side
13- babu or future wife(?)
14- like our own little sister
15- dad's actions
16- are in hell
17- don't cry, b*tch!
18- fadlan?
19- dark night
20- traumatized
21. uneasy feeling
22- don't touch her!
23- not sane!
24- different treatment
25- heart cookies
26- geng vegas
27- arranged marriage
28- their anger
29- who's Aksara?

3- night and her

2K 69 13
By Ichaayxx

Olaa guys! How's ur day?
I hope u enjoy with this story and like the characters in it.

Jangan lupa vote and comment supaya aku makin semangat updatenya!!

Please, follow this account. Also follow the instagram acc @iichaatrsa, @chaawattpad dan @ravegasgeng. Tiktok: @chammylily

⚠️WARNING⚠️
Terdapat adegan yang mungkin bisa memicu convulsions dan rasa tidak nyaman. Kebijakan pembaca diharapkan!

Happy Reading 🤍🏳️

☆☆☆

Terpaksa menginjakkan kaki ke rumah yang sangat ia hindari. Sudah lama sejak terakhir kali Aksara tak lagi datang ke tempat ini. Terhitung sudah tiga tahun lebih.

Selama ini Aksara tinggal di apartemen miliknya. Mengapa ia tak pulang? Memangnya untuk apa?

Tak ada siapapun mencarinya, menyuruhnya pulang ataupun peduli padanya. Jadi untuk apa Aksara kembali?

Kali ini ia terpaksa. Karena disuruh Romi, ada hal penting yang ingin pria itu katakan padanya.

"Selamat sore Tuan muda." Bodyguard papanya menyapa sambil menunduk hormat. "Tuan muda dipanggil Tuan besar untuk menghadap ke ruangannya."

"Hm."

Sebelum pergi ke ruangan Romi, Aksara naik ke kamarnya terlebih dahulu. Menatap pantulan dirinya di depan mirror.

Setelah usai Aksara melepas baju menyisakan celana abu-abu miliknya tanpa mengenakan atasan sehelai benang pun.

Cukup lama ia berdiri di depan ruangan Romi. Menyiapkan diri untuk berhadapan dengan papanya.

Dirasa cukup Aksara pun masuk ke dalam ruangan. Ia duduk di depan meja. "Nedir?" tanya Aksara.

Romi memutar kursinya. "Perbuatanmu memalukan!"

Aksara tak melawan. Ia sadar akan hal itu.

"Ini baru hari pertama. Sudah ada dua masalah yang kamu lakukan. Papa membiarkannya karena Papa pikir kamu hanya bermain-main."

"Semakin lama kamu jadi semakin manja dan menganggap semuanya lelucon. BUKA MATAMU! Kamu sudah kelas dua belas. Dewasalah!"

"Harusnya kamu sudah bisa belajar bagaimana cara mengurus perusahaan. Kamu itu penerus Hansel Corporation satu-satunya. Harusnya kamu bisa belajar!"

"Beni affet."

"Saya rasa kamu sudah siap."

Romi membuka laci paling bawah mejanya. Mengambil senjata yang biasa digunakan untuk menghukum Aksara macam beberapa tahun silam.

Aksara memposisikan diri. Berlutut memandang kosong ke depan. Romi berdiri di belakang cowok itu bersiap melayangkan cambukan.

Cttass!! Cttass!!

Cambukan menghantam punggung Aksara beberapa kali bikin kulit-kulitnya terkelupas.

Aksara tak boleh memejamkan mata atau berkedip. Romi pasti akan menambah hukumannya jika hal itu sampai terjadi.

Karena menurut Romi, apapun yang sudah Aksara lakukan harus ia pertanggungjawabkan. Contohnya seperti ini. Tidak menunjukkan kesakitan berarti Aksara siap menanggung apa yang sudah ia perbuat.

Ctasss!! Selesai. Terhitung sekitar 70 cambukan dilayangkan Romi padanya.

"Renungkan ini anak bodoh!" desis Romi geram.

Pria itu keluar dari ruangan setelah menyimpan alat cambuk ke tempat semula.

Tubuh Aksara mati rasa, terbaring lemas di lantai. Tak peduli dengan punggungnya yang luka dan berdarah-darah.

Saking seringnya, tak ada lagi sakit. Rasanya kebas namun tubuhnya sangat lemas dan tak dapat bergerak untuk beberapa saat.

Tak lama seorang wanita paruh baya masuk dengan tangisnya. Bi Risma. Ibu asuh Aksara sejak kecil yang sekarang menjadi kepala Asisten Rumah Tangga di rumah ini.

"Adennn .... Hiks..." Tangis Bi Risma pecah melihat keadaan anak asuhnya sama menyedihkannya seperti dulu. "Kenapa Aden kembali padahal Aden tau kalau Tuan ingin memberi hukuman pada Aden, kenapa??"

"Aksara gapapa, Bi. Aksara baik-baik aja. Please, don't cry. I don't like it. You know, right?"

Bi Risma mengangguk kuat dan segera menghapus air matanya. Sekuat tenaga dia tahan agar cairan bening itu tidak tumpah.

"Ayo kita obatin dulu lukanya, Den. Setelah ini langsung minum obat ya, Den? Supaya badannya gak panas nanti malam."

Seperti yang dikatakan. Bi Risma sudah mengasuhnya sejak kecil. Wanita itu paham betul apa yang Aksara suka, tidak suka, kebiasaannya dan lain-lain lebih dari orang tuanya sendiri.

Bi Risma juga tau Aksara akan sakit bila tubuhnya mendapat guncangan kuat. Misalnya terluka saat bela diri, jatuh ataupun usai dicambuk seperti sekarang.

Tubuh Aksara langsung bereaksi yang menyebabkan suhunya naik.

Mereka berdua ke kamar Aksara. Bi Risma mulai mengobati luka-luka Aksara dengan lembut tak mau menyakiti orang yang sudah dia anggap macam putranya sendiri.

"Sudah selesai. Aden istirahat sekarang, supaya lebih enakan. Kalau bisa jangan tidur terlentang dulu takutnya lukanya gak kering."

"Bi, Aksa pengen tidur di pangkuan Bibi. Can i?" pinta Aksara, sendu.

Bi Risma mengangguk cepat. "Bibi tidak pernah menolak kalau Aden mau tidur di pangkuan Bibi seperti dulu. Bibi selalu siap jadi tempat mengadu buat Aden."

"Aden sudah seperti anak kandung Bibi sendiri. Bibi sayanggg sekali sama Aden, anak Bibi."

Aksara menatap kosong ke depan seraya menerima usapan lembut dari Bi Risma. Rasanya nyaman setiap berada di pangkuan wanita itu.

Aksara selalu berpikir apakah tidur di pangkuan mamanya bisa lebih nyaman daripada ini? Aksara sangat ingin. Tapi ia tau itu tidak akan pernah terjadi.

Tanpa mereka sadari seorang wanita anggun dengan dress merah terang berdiri mengintip dari balik pintu yang tak tertutup rapat.

Tidak meninggalkan apapun, Diana pergi dari sana.

☆☆☆

"DASAR BODOH! OTAKMU ITU DIMANA, HA?!"

Suara menggelegar itu datang dari Sandra. Wanita berkepala tiga yang memukuli anak tirinya dengan gagang sapu.

"Ibu ampunnn....hiks.. Aku mohon Ibu ampunn!! Ibu sakitt...hiks.. Aku minta maaf Ibu, a—aku minta maaf...hikss..ampun Ibu...hiks.."

Tangisan sedih gadis itu rupanya tak dapat meluluhkan hati Sandra. Benda yang terbuat dari rotan tersebut terus menghantam betis, lengan bahkan pelipis gadis itu.

"EMANG ANAK BODOH! MENYUSAHKAN SAJA!" amuk Sandra geram.

Wanita itu mencampak sapu menjauh. Kemudian menarik rambut acakan gadis itu agar menatapnya. "Kapan sih kamu mati? Saya muak liat kamu!"

"Kalau bukan karena kamu anak dari Agus, saya pastikan kamu mati sejak pertama saya menginjakkan kaki di rumah ini."

Audrey menangis mendengar ucapan kejam itu. Dadanya sakit sekali. Ia menyayangi ibu sambungnya sepenuh hati, tak heran jika perkataan Sandra sangat membekas di hatinya.

"Kalau begini, kan, harus keluar uang lagi! Bodoh banget sih?!!"

Sandra menghempap kepala Audrey sampai menghantam pinggiran meja menyebabkan darah segar mengalir dari sana.

"Saya gak mau tau, cari baju yang sama kaya gini. Deadline paling lama besok. Paham kamu?!"

Audrey mengangguk. "I—Iya, Bu, Audrey paham."

"Satu lagi, beli pake uang kamu. Saya gak ada duit."

Audrey menggeleng. Ia menahan kaki Sandra agar wanita itu berhenti. "Ibu aku mana ada duit Ibu. Aku harus gimana?"

"Emang saya pikirin? Enggak! Gimananya itu terserah kamu. Jual apa kek atau jual diri saja kamu sama om-om. Kan lumayan uangnya, biar hidup kamu ada gunanya!"

Audrey memegang dadanya yang terasa amat nyeri. Ia sudah menangis sejak tadi. Bahkan air matanya kering tak bersisa.

"Awas aja ya kalo sampai kamu ngadu sama ayah kamu, saya gak akan segan-segan buat kamu terusir dari rumah ini. Paham kamu!?" ancam Sandra menunjuk Audrey.

Audrey mengangguk pasrah. Setelah Sandra pergi Audrey bersandar lemah di bawah sofa. Ia kembali menangis meratapi nasibnya yang begitu miris.

"Udrey kangen, Bu. Udrey kangen dipeluk Ibu. Kangen ketawa sama Ibu, kangen masak bareng Ibu, Audrey kangen setiap momen kebersamaan kita."

"Sekarang Audrey hidup dalam ketakutan dan perintah. Audrey kaya boneka. Gak bisa jadi diri Audrey lagi kaya dulu, Bu."

"Audrey kangen Ibu...hikss... Cuma Ibu yang sayang sama Audrey. Cuma Ibu yang selalu peluk Audrey dan gak mau Audrey kenapa-napa. Liat Ayah, Bu,"

"Ayah tau semuanya tapi Ayah bungkam. Ayah tutup mata atas perlakuan istrinya ke Udrey, Anak kandungnya sendiri."

Audrey terus menangis pilu membuat siapapun terenyuh mendengarnya. Kecuali wanita berhati iblis macam Sandra.

Wanita itu kembali dengan segayung air lalu menyiramkannya pada Audrey. "Heh, bodoh! Kalau kamu masih menangis, saya pastikan bukan air dingin lagi yang nyiram kamu, tapi air panas!"

Audrey segera menutup mulutnya yang hendak terisak seperti anak kecil. Kemudian Sandra balik ke kamarnya.

"Ibu .... Apa Audrey bakal kuat, Bu?"

☆☆☆

Gelora nafsu yang membara tengah bersarang dalam diri Aksara. Malam ini ia kembali mencari mangsa yang dapat dijadikan samsak untuk meredakan amarahnya.

Begitu sampai ke tempat biasa, Aksara buru-buru keluar dari mobil.

"Who's that?"

"Dia seorang kriminal yang di penjara gara-gara memperkosa anak kecil, Bos. Dia baru dibebaskan kemarin malam tapi dia kembali cari mangsa pada malam yang sama. Kami melihat dengan mata kepala sendiri apa yang ingin dia lakukan pada seorang gadis berusia tujuh tahun."

Aksara terkekeh sumbang sembari mendekati pria itu. "Gila lo, Bro!"

Wajahnya sudah babak belur dan darah dimana-mana. Ia yakin anak buahnya pasti melumpuhkan si tua ini dengan kekerasan. Tapi tidak masalah. Aksara dapat memahami karakter lawannya ini lewat luka-luka itu.

"Menurut lo gimana rasanya kalau lo ada di posisi anak itu, hm?" tanya Aksara bernada rendah.

"Why? Jangan takut sama gue. Sama polisi aja lo gak takut, kenapa sama gue takut?"

Pasalnya pria itu sangat kenal siapa orang yang berdiri di depannya ini. Karena salah satu korban Aksara merupakan saudara kandungnya sendiri. Hanya dialah satu-satunya yang selamat dari kejadian itu.

"Gue tau sekarang. I remember you. Of course, Bro." Aksara tersenyum penuh arti. "Harusnya lo tau kenapa gue bunuh abang lo waktu itu."

"Ambil semua yang gue butuhin!"

Lalu Aksara memanggil seluruh anak buahnya. "Aku tau kalian butuh hiburan. Pakai dia sepuas kalian, kalau sudah beritahu aku."

"T—TIDAK!! JANGAN TUAN AKU MOHON, ARRRGGGHHH!!" Pria itu mengerang.

Aksara pergi tanpa mempedulikan teriakan minta tolong dari pria tadi. Ia pun duduk santai di luar sambil menyesap rokok.

"Tuan, apa yang kau lakukan di sini?" Pragos bertanya bingung ketika melihat Tuannya duduk sendirian di teras rumah kecil itu.

Aksara meliriknya sinis. "Lo buta?"

Pragos berdecak sebal. Tuannya ini benar-benar galak dan menakutkan. Apa akan ada wanita yang tahan sama kelakuannya? Dia rasa tidak.

"Lo ngapain? Sana masuk!" suruh Aksara.

"Tidak!! Saya masih normal. Mataku sakit melihat pemandangan gila itu. Rasanya ingin muntah."

Aksara tak lagi mempedulikan Pragos. Ia sibuk berkutat sama pikirannya sendiri dan semua masalah yang datang dalam hidupnya.

"Tuan, aku mau bertanya sesuatu."

"Hm?"

"Akhir-akhir ini tuan terlihat murung. Sepertinya terjadi sesuatu, benar?"

Aksara terdiam cukup lama. Kemudian dia menggeleng. "Nothing."

"Apa artinya itu?"

"Tidak ada."

"Kalau tidak ada mana mungkin Tuan mengucapkannya, ayo beritahu aku. Aku juga ingin pintar bahasa Inggris sepertimu, Tuan," mohon Pragos.

Aksara berdecak sebal. Gimana menjelaskan sama anak buahnya yang bodoh ini?

"You are a fool."

"Apalagi itu?"

"Lo bodoh!"

"Aku tau tuan makanya aku bertanya. Jadi apa artinya itu?" tanya Pragos dengan muka cengo.

"Iya ... Lo bodoh!"

"Kalau tidak mau memberitahu yasudah tidak perlu mengatakan hal yang menyakiti hati begitu."

Aksara mengacak rambutnya frustasi. Mengapa hari ini orang-orang kompak merusak mood nya? Padahal Aksara tidak salah berdo'a kok.

"Fuck!" umpat Aksara geram kemudian masuk ke dalam ruangan. "KELUAR!"

Seketika orang-orang itu keluar dari ruangan membiarkan Aksara melakukan sisanya.

"Anggap aja lo ngeliat neraka di depan mata lo. Dan gue iblis pencabut nyawa buat lo!"

Aksara mengeluarkan pisau berkarat kemudian menusuknya perlahan-lahan sampai menembus setiap lapisan kulit pria itu.

"EAARRRRGHHHHHHHHHH!!! AAARGGHHH!!!"

Ruangan dipenuhi dengan teriakan dari pria tadi. Aksara yang tak tahan menyuruh anak buahnya untuk menutup mulut pria itu.

Setelah semuanya usai Aksara kembali melanjutkan aktivitasnya. "Gimana? Seru, kan?"

"Atau mau gue review satu persatu sel-sel manusia? Kayanya lo gak pernah belajar biologi."

Aksara betul-betul gila. Baginya nyawa seseorang seperti uang robek. Tidak berharga.

"Request mau gambar apa?" Pria itu menggeleng dengan air mata. "Kebetulan gue suka abstrak."

Dengan beringas Aksara mulai mencabik, menyayat tubuh korbannya hingga darah memercik kemana-mana. Puas dengan aksinya, Aksara lalu bangkit mengambil sesuatu.

"Lo pasti suka sama ini." Aksara menuangkan cuka ke luka-luka pria itu membuatnya menjerit namun, tertahan karena mulutnya tertutup.

"Nikmati dulu baru teriak. Bukannya lo suka teriak saat ngelecehin anak kecil, hm?"

Cukup lama Aksara menunggu ia pun merasa bosan. Aksara menyuruh anak buahnya menyiramkan bensin pada tubuh pria itu lalu membakarnya.

Terdengar erangan, teriakan dan lain sebagainya di ruangan tersebut. Beberapa anak buah Aksara bahkan sampai menunduk tak berani melihat kekejaman bos mereka itu.

"Pastiin mayatnya jadi abu kemudian buang ke laut."

"Baik Tuan."

☆☆☆

Perasaan Aksara kini cukup tenang. Ia berencana berjalan-jalan malam sebentar seperti yang biasa ia lakukan setelah mengeksekusi korbannya.

Namun, Aksara menghentikan langkah ketika melihat seorang gadis berjalan sendirian di trotoar sambil memeluk tubuhnya. Jalannya begitu lamban seakan memang sengaja.

"Apa gue salah liat?" Aksara mengucek-ngucek matanya takut-takut penglihatannya salah.

Tapi, tidak. Itu memang dia.

Aksara berjalan pelan-pelan. Bodo amatlah kalau ketemu lagi, memangnya kenapa?

Lagian niat Aksara ingin jalan-jalan bukan yang lain-lain. Ia yakin perasaannya kemarin-kemarin hanya menggelitik saja karena Aksara terlalu memikirkan masalah-masalahnya.

Pemikiran itu hanya ada di kepalanya saja. Faktanya Aksara berjalan ikutan pelan di belakang gadis itu.

Entah mengapa ia melakukannya yang jelas Aksara tak bisa melepas pandangan dari gadis itu. Setiap geraknya Aksara liat.

Sampai tiba-tiba gadis itu terduduk lalu menangis tersedu-sedu. Tingkahnya persis seperti waktu pertama kali mereka bertemu.

"Aku .... capekk ...."

Alisnya menyatu. Tak tau kenapa perasaan Aksara berubah tak enak.

Tak lama terdengar suara air dari samping kirinya bergejolak menandakan sesuatu yang berat menghantamnya.

Ia tak lagi menemukan gadis itu.

"BODOHH!!!"

Hatinya tergerak begitu saja. Aksara ikut melompat mencari gadis itu. Aksara terus berenang mengikuti arus sampai akhirnya ia mendapati seorang gadis yang sudah tak sadar terbawa arus.

"Gue gak bisa biarin dia mati!" gumam Aksara pelan.

Sekuat tenaga Aksara mencoba lebih dekat sama gadis itu. Setelah berhasil meraih tangannya, Aksara menggendong tubuh Audrey ke tepian.

"Bangun cewe bodoh!" desak Aksara sembari menepuk pipi Audrey. Tak ada respon.

Aksara panik. Ia pun membaringkan tubuh Audrey kemudian memberikan pertolongan pertama yaitu CPR agar air yang sempat tertelan oleh Audrey dapat keluar.

Beberapa kali Aksara mencoba tak ada hasil. Dengan banyak pertimbangan akhirnya Aksara berani melakukan hal ini.

Menutup lubang hidung Audrey dan membuka mulut gadis itu. Iya, Aksara memberikan napas buatan.

"UHUKK UHUKK!!"

Akhirnya! Aksara langsung menutup wajahnya kembali dengan masker hitam agar dia tak mengetahui muka Aksara.

"Ka—Kamu siapa?" Pertanyaan pertama yang lolos dari bibir ranum Audrey. Aksara balik badan. "Kamu yang nyelamatin aku?"

"Jangan bertindak bodoh. Umur lo masih panjang!" Lalu pergi meninggalkan Audrey.

Gadis itu terpekur. Dia sangat mengenali suara itu. Suara cowok yang berhasil mencuri perhatiannya, cowok pertama yang mengulurkan tangan membuatnya berhenti menangis.

Cowok permen yang begitu dia nantikan kehadirannya. Mereka bertemu lagi!

"T—TUNGGU!! COWOK PERMEN!!" Namun, cowok itu sudah berjalan menjauh dari tempatnya.

Audrey memeluk tubuhnya yang kedinginan tapi ia salah fokus ketika mendapati blazer hitam panjang berada di punggung menutupi tubuhnya.

Audrey pikir ini adalah milik cowok itu. Senyum manis terbit di bibirnya. "Terima kasih.. Lagi-lagi kamu yang buat aku lebih tenang."

Sementara di tempat lain Aksara mengusap-usap bibirnya kasar. "ANJING!! Harusnya gue biarin aja dia mati. Ngapain pakai kasih napas buatan segala, Brengsek!"

Aksara begitu marah. Karena Aksara menganggap ciuman pertamanya telah direbut.

Menurut Audrey pertemuan itu adalah keberuntungan sedangkan bagi Aksara pertemuan itu sangat sial dan merugikan.

Aksara berharap tidak akan pernah bertemu gadis itu lagi sampai kapanpun. Ia bersumpah!!

☆☆☆

Aku harap kalian suka ya sama cerita ini. Bantu aku share cerita ini ketemen-temen dan sosial media kalian ya ❤‍🔥

See u next part! Ilysm guys 🤍

Continue Reading

You'll Also Like

Galaska By rann

Teen Fiction

7.7K 542 8
"Kau milikku.." Gladis mengernyitkan keningnya, berfikir keras apa maksud dari pemuda ini. "Apa maksud perkataanmu," tanya nya pada pemuda itu. "Kau...
DixSav By HIATUS

Teen Fiction

3.7K 299 4
"Teruslah bermain, lalu kembali lah pulang padaku." Dixon Gravier Adyson *** tanpa banyak persiapan Dixon harus menggantikan posisi ketua Filos yang...
28.1K 1.1K 25
Dia Ketua Mafia Dia Psycopat Dia Tunangan Liona Dia pintar Dia kejam Dia cemburuan Dia Bucin akut Dia Romantis banget Fedriczx Vegas Aldenio adalah k...
110K 5.4K 22
SEBELUM BACA, ALANGKAH BAIKNYA FOLLOW AUTHOR DULU❤️ DARK ROMANCE **** Di jadohin sama cowok yang memiliki rumor gay padahal aslinya brutal. Hati Hale...