Strawberry Cloud [End]

By PinkCappuccino

2.2M 339K 327K

(SUDAH TERBIT) TERSEDIA DI SELURUH GRAMEDIA "Kita nggak pacaran, tapi Kak Caka punya aku!" Alana tersenyum le... More

Prolog
01 - Caka Elvano
02 - Alana Gioni
03 - Rebels
04 - Pity
05 - 6/9
06 - Tulus
07 - The Other Side
08 - Pinch
09 - Hidden Enemy
10 - Movie
11 - She's On Cloud Nine
12 - Enchanted
13 - Yang Akan Retak
14 - Yang Retak
15 - I Hate You Caka Elvano
16 - Menghilang
17 - Your Leaving
18 - Strawberry Cloud
20 - (?)
21 - Pretty Cloud
22 - Kembali
23 - Dia Alana
24 - 12.12
25 - Mine
26 - My Pretty Alana
27 - Be a Good Girl
28 - Wreak
29 - Secret Date
30 - She's My Home
31 - I'm Yours
32 - My Strawberry
33 - My Little Alana
34 - Dinner
35 - Strawberry Mark
36 - Heats Up
37 - Strange
38 - Danger
39 - Campus Romance Begins?
40 - Private But Not Secret
41 - Now, Babe!
42 - Serba Salah
43 - Mencekam
44 - Pindahan
45 - Pindahan 2
46 - Not Your Fault
47 - Pertandingan
48 - Revealed
49 - Holiday Date Planning
50 - Nusa Penida
51 - Kissing in The Pool
52 - Get Drunk
53 - Fact
54 - Last Holiday
55 - Titik Lemah
56 - Aneh
57 - He's Crazy
58 - Stubborn
59 - Bertengkar
60 - Saran
61 - Terkuak
62 - Terkuak 2
63 - Obat
64 - Terbongkar
65 - Hancur
66 - Tersiksa
67 - Tersiksa 2
68 - Syarat
69 - End

19 - Kisah Yang Belum Dimulai

32.6K 5.1K 1.3K
By PinkCappuccino

Follow instagram : @virda.aputri dan bayi-bayi aku : @caka.elvano @alanagioni @alvarez_atmaja @zealakeisha @bilal.aditama

Vote dan komen di setiap paragraf biar kiyod

❤︎❤︎❤︎

"I adore you, Alana."

Alana terdiam seribu bahasa, di seberang telepon ia menahan napasnya mendengar ucapan Caka. Lama keduanya saling diam, akhirnya Caka kembali bersuara, "Alana boleh gue jujur?"

"Aku selalu tunggu Kakak jujur sama diri Kakak."

"Mungkin di percakapan kali ini gue sedikit cerewet. Nggak apa-apa?"

"Aku justru senang, Kak."

Caka menyandarkan punggungnya di tembok tanpa peduli seragamnya kotor. Cowok itu mendongakkan kepalanya menatap langit biru dengan awan putih yang menghiasinya. Indah. "Gue nggak benci atau risih sama lo. Gue berdebar setiap lo bilang lo suka dan jatuh cinta sama gue karena sebelumnya nggak ada yang ngomong itu ke gue."

"Lan, gue nggak munafik kalau gue juga butuh disayang. Gue haus kasih sayang. Gue juga nggak bisa menampik meski hati gue mati, dia masih bisa ngerasain hangat saat direngkuh. Tapi, Lan. Ego gue selalu menang melawan hati gue. Saat hati gue bilang buat nggak apa-apa undang lo masuk, ego gue selalu berontak. Dia selalu bilang ke hati gue kalau gue nggak butuh siapa-siapa. Ego gue takut hati gue ngerasain sakit yang berulang itu."

"Gue suka saat lo tersenyum, gue juga suka saat lo kenalkan rasa baru yang belum pernah gue rasakan sebelumnya. Semuanya berharga. Saat gue tanya diri gue sendiri apakah gue sayang sama lo, atau gue cinta? Tapi semua yang gue rasakan lebih dari itu. Gue memuja lo."

"Gue coba buat melangkah keluar dari garis yang gue ciptakan sendiri. Tapi nggak bisa, Alana."

"Kenapa Kak Caka nggak bisa?"

"Gue lebih berantakan dari yang gue bayangkan. Gue masih belum bisa menjabarkan apa yang gue rasain, belum bisa meluruskan salah paham, bahkan pikiran gue sendiri aja susah gue baca. Lan, lo nggak pantas mencintai si berantakan ini. Lo pantas dapat yang lebih baik."

"Tapi—"

"Nggak ada tapi, Alana. Lo boleh bilang gue egois. Kenyataan memang seperti itu. Alana, gue nggak mau hancurin lo. Gue terlalu memuja lo sampai gue nggak berani sentuh lo karena takut lo ikut hancur. Sampai sini lo paham apa maksud gue, kan?"

"Terus mau Kak Caka kita harus gimana? Aku harus gimana sama perasaan aku buat Kak Caka?"

"Gue mau selama di Belanda lo coba buat lupakan gue. Buang perasaan lo buat gue. Gue mau kita mengulang dari awal. Hapus semuanya Alana, terutama kenangan buruk yang gue toreh buat lo."

"Bahkan kenangan buruk itu jadi kenangan indah selama aku ingat kamu terlibat di dalamnya, Kak. Semuanya jadi indah."

Caka tersenyum tulus. Ia munduk, menghembuskan napasnya dalam-dalam. "Maaf belum sempat mengucapkan selamat tinggal."

"Kak...."

"Dongeng singkat ini selesai sampai di sini. Terima kasih sudah mengenalkan warna di hidup saya Alana Gioni. Terima kasih sudah membuat saya bahagia barang sejenak. Maaf, saya belum bisa membuat kamu bahagia untuk membalasnya."

"Satu yang harus Kak Caka tahu. Saat Kak Caka merasa Kak Caka nggak pantas hidup atau bahkan nggak pantas menerima cinta dan kebahagiaan. Ada satu orang yang merasa bahagia hanya karena Kak Caka ada di dunia ini."

Caka merasa sesak di dada mendengar ucapan Alana. Ia memejamkan matanya mengatur napas. Semua terasa mencekik.

"Goodbye Alana Gioni," lirih Caka.

"Goodbye Caka Elvano," balas Alana di seberang sana.

Bersamaan dengan telepon terputus, mereka berdua sepakat untuk menghentikan perasaan menggebu-gebu itu. Alana akan mencoba melupakan Caka, dan Caka akan terus hidup dengan dunia monokromnya sebelum Alana hadir.

"Kenapa terasa menyesakkan?" gumam Caka.

❤︎❤︎❤︎

Semua berjalan begitu cepat. Sejak kejadian di mana Anjani mengakhiri hidupnya karena video tak senooh itu tersebar, IHS menjadi kacau.

Banyak yang harus Caka lalui. Alana tidak lagi menghubunginya, bahkan Alana seperti ditelan bumi karena semua sosial medianya nonaktif bahkan nomor ponselnya tidak lagi bisa dihubungi. Caka seolah tidak peduli dengan semua yang ada. Cowok itu menghindari keramaian. Saat istirahat berlangsung, ia memilih untuk tidur di atap. Bilal masih marah akan semuanya.

Alvarez yang menjadi penengah pun tidak bisa membela Bilal atau Caka. Karena menurut pandangan Alvarez, Bilal tidak sepenuhnya salah, namun Caka juga tidak salah karena haknya untuk tetap diam dan menyimpan semuanya sendiri. Alvarez seolah paham akan sudut pandang masing-masing kedua sahabatnya.

"Bil, nggak lucu kita ikut jauhin Caka kayak gini," ungkap Alvarez seraya menyantap bakwan langganannya. "Lagi, gue udah kayak homo berdua melulu sama lo," tambahnya dengan mulut penuh kunyahan bakwan.

"Perlu lo koreksi, Alpa. Kita nggak menjauhi Caka, tapi Caka yang menjauh dari kita."

"Lo teman sebangkunya, harusnya lo paham sama sifat dia."

"Mau sampai kapan gue disuruh paham? Gue bisa muak juga harus ngertiin dia terus!"

"Caka di mana sekarang?"

Bilal berdecak sewot, "Mana gue tahu? Lo pikir gue bapak dia?"

Alvarez menyerah, ia beranjak dari duduknya untuk mencari Caka. Rasanya ia semakin bersalah karena ke mana-mana justru bersama Bilal. Ia seperti ikut menjauhi Caka karena desas-desus yang sedang panas di IHS.

Kaki Alvarez menyusuri banyak tempat, dari lapangan basket outdoor dan indoor, kolam renang, lab, studio musik, ruang OSIS, aula, tempat teater, semuanya tak luput ia periksa sampai mulut pedasnya mengomel mengumpati Caka karena tidak membalas pesannya.

Hingga terakhir Alvarez mengarah pada atap sekolah. Benar saja dugaannya. Caka sedang tidur di kursi bekas yang digabung menjadi satu seraya melipat kedua tangannya di dada. Dia seperti manusia tidak berdosa padahal masalah dia sudah bertumpuk melebihi dosa-dosanya.

"Kalau orang chat itu dibalas, lo pikir gue nggak capek cari lo ke mana-mana?" Alvarez menyeret satu meja bekas yang berada di sekitar tumpukan bangku usang untuk ia jadikan tempat duduk.

"HP gue di kelas," Caka menyahut namun kedua matanya masih terpejam rapat.

Alvarez bungkam. Ia memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana, kemudian menunduk menatap kedua sepatunya yang ia gesek-gesek untuk menimbulkan suara bising. Alvarez selalu bingung bagaimana membuka percakapan dengan Caka. Jika ada Bilal, cowok itu pasti sudah mengoceh tidak kehabisan topik.

"Ka, lo mau bilang nggak ke gue semuanya?" tanya Alvarez hati-hati takut menyinggung.

"Gue lebih pilih tidur dibanding menjelaskan hal yang nggak perlu, Al," balas Caka enteng.

"Ini perlu lo jelaskan biar semua orang nggak salah paham sama lo termasuk gue dan Bilal."

Ujung bibir Caka bergerak membentuk sebuah senyuman. Cowok itu membuka mata, ia menatap Alvarez dalam, "Berani taruhan? Penjelasan dari tersangka nggak akan ada gunanya."

"Tapi bukan lo yang sebar video itu, kan?"

"Gue mungkin berengsek, nggak punya hati, tapi gue nggak serendah itu. Kalau emang gue terbukti yang sebar videonya, gue udah dipenjara sekarang."

"Gue percaya sama lo, Ka. Gue juga mau bantu bersihkan nama lo."

"Nggak akan ada gunanya sampai polisi temukan pelaku aslinya."

"Tapi ini udah hampir satu minggu! Dan satu minggu juga lo diperlakukan nggak adil kayak gini!" desis Alvarez.

"Hal kayak gini nggak bisa nyakitin gue, Al. Hidup memang nggak adil."

"Terus Bilal gimana? Dia cuma mau lo jelaskan semua ke dia."

"Biarin aja. Seenggaknya kalian nggak akan kena imbasnya."

Alvarez geregetan, "Tapi bukan dengan cara kayak gini, Caka!"

"Jadi gue harus koar-koar buat ngomong sama seisi IHS kalau gue nggak salah tanpa bukti? Tenaga gue harus gue simpan buat kerja paruh waktu, nggak ada waktu gue."

Tangan Alvarez meraih saku celananya untuk mengambil bungkus rokok dari sana. Ia melirik kanan dan kiri untuk melihat situasi. CCTV atap juga tidak mengarah pada tempatnya dan Caka berada. "Ngerokok aja kita, gue yang stress karena masalah lo ini."

Mendengar itu membuat Caka terduduk dari tidurnya, ia mengambil bungkus rokok yang Alvarez sodorkan. Keduanya merokok tanpa takut ketahuan guru. Sekali lagi Caka menatap awan di langit biru, bentuknya sudah berubah dari terakhir kali ia melihatnya.

"Di Belanda pasti masih pagi," celetuk Caka tanpa mengalihkan pandangannya dari atas langit.

Alvarez menoleh untuk ikut memandang langit, "Lihat apa lo?"

"Awan."

"Apa hubungannya Belanda sama awan? Ribet lo! Ngomong aja kangen Alana," ejek Alvarez tergelak. Ia mengisap rokoknya seraya membuang asapnya tepat di wajah Caka. Posisi keduanya berhadapan, Caka duduk di kursi sedang Alvarez masih duduk di meja.

"Maaf gue buat dia pergi. Lo pantas benci gue."

"Gue bukan bocil yang ikut-ikutan masalah teman-teman gue terus bela sana-sini."

Caka mengendikkan bahu, cukup terkesima karena ucapan dewasa yang keluar dari mulut Alvarez.

"Gue dengar, Alana rencana pindah sekolah ke Belanda. Soalnya kemarin gue nggak sengaja nguping pembicaraan ayah-bunda gue tentang bokap Alana yang tanya masalah ngurusin pindah sekolah."

Caka bergeming. Ia hanya fokus merokok dengan ekspresi datar andalannya seolah tidak mengindahkan ucapan Alvarez tentang Alana.

"Kalau Alana jadi pindah ke Belanda gimana?"

"Baguslah, dia nggak perlu kesepian lagi di sini karena kangen keluarganya. Dia juga bakal lupakan gue yang bawa pengaruh buruk. Dia bakal jauh lebih cantik karena sering tersenyum bahagia. Bayangin aja buat hati gue tenang."

"Hidup gue yang monokrom nggak akan mencemari hidup penuh warna milik Alana."

"Kisah lo sama Alana bahkan belum dimulai bodoh! Gimana lo bisa tahu kalau lo belum coba?" tanya Alvarez.

"Lo nggak perlu coba racun untuk tahu itu beracun, kan?"

- To be continued -

Continue Reading

You'll Also Like

EXPECT By Fnyxn_

Teen Fiction

2K 215 15
Argi Naufal, kapten tim basket, punya geng namanya MOIRA. Jika ditanya soal patah hati mungkin kebanyakan orang akan bilang bahwa tak mungkin seorang...
6.7M 698K 59
Sudah di terbitkan oleh penerbit Bukune (FOLLOW SEBELUM BACA!) untuk saat ini kamu bisa membeli bukunya di toko buku online (FOLLOW SEBELUM BACA!) Mi...
1.1M 54.5K 48
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...
7.5K 105 3
R 15+ *Judul sebelumnya, NEJ* āš ļø WARNING! ā›” Dapat menimbulkan ledakan emosi tiba-tiba Cool boy series #2 #Spin Off Hinder ~Tentang Pemilik Tameng Ta...