Through the Lens [END]

By dindaarula

84.1K 9.2K 831

I found you through the lens, then I'm falling right away. --- Ketika bertugas sebagai seksi dokumentasi dala... More

šŸ“· chapter o n e
šŸ“· chapter t w o
šŸ“· chapter t h r e e
šŸ“· chapter f o u r
šŸ“· chapter f i v e
šŸ“· chapter s i x
šŸ“· chapter s e v e n
šŸ“· chapter e i g h t
šŸ“· chapter n i n e
šŸ“· chapter t e n
šŸ“· chapter e l e v e n
šŸ“· chapter t w e l v e
šŸ“· chapter t h i r t e e n
šŸ“· chapter f i f t e e n
šŸ“· chapter s i x t e e n
šŸ“· chapter s e v e n t e e n
šŸ“· chapter e i g h t e e n
šŸ“· chapter n i n e t e e n
šŸ“· chapter t w e n t y
šŸ“· chapter t w e n t y o n e
šŸ“· chapter t w e n t y t w o
šŸ“· chapter t w e n t y t h r e e
šŸ“· chapter t w e n t y f o u r
šŸ“· chapter t w e n t y f i v e
šŸ“· chapter t w e n t y s i x
šŸ“· chapter t w e n t y s e v e n
šŸ“· chapter t w e n t y e i g h t
šŸ“· chapter t w e n t y n i n e
šŸ“· chapter t h i r t y
šŸ“· chapter t h i r t y o n e
šŸ“· chapter t h i r t y t w o
šŸ“· chapter t h i r t y t h r e e
šŸ“· chapter t h i r t y f o u r
šŸ“· chapter t h i r t y f i v e
šŸ“· chapter t h i r t y s i x
šŸ“· chapter t h i r t y s e v e n
šŸ“· chapter t h i r t y e i g h t
šŸ“· chapter t h i r t y n i n e
šŸ“· chapter f o r t y
šŸ“· chapter f o r t y o n e
šŸ“· chapter f o r t y t w o
šŸ“· chapter f o r t y t h r e e
šŸ“· chapter f o r t y f o u r
šŸ“· f i n a l chapter

šŸ“· chapter f o u r t e e n

1.7K 206 9
By dindaarula

Tidak terasa, pelaksanaan resmi acara inaugurasi jurusan Televisi dan Film hanya tinggal menunggu hari berganti saja, yakni tepat pada esok hari yang dimulai dari pukul empat sore.

Hampir seluruh mahasiswa yang terlibat lekas saja menuju auditorium sebagai tempat dilaksanakannya acara tersebut untuk mempersiapkan segalanya--meski tidak akan semuanya turun tangan. Namun, mengingat gedung tersebut baru saja dipakai untuk kegiatan workshop dari jurusan Ilmu Ekonomi, mereka pun perlu menunggu sejenak sampai area panggung benar-benar sudah di-clear up oleh panitia yang bersangkutan.

Sebagian dari mereka--termasuk Alsa, Jeremy, dan Kania--memilih untuk duduk di kursi penonton, sementara beberapa yang lainnya memilih untuk menunggu di luar sampai panggung sudah siap ditata kembali.

"Akhir-akhir ini kayaknya tiap jurusan banyak yang ngadain acara, ya nggak, sih?" Kania yang lebih dulu memulakan percakapan. "Sampe pusing sendiri gue saking banyaknya."

Mendengar hal itu, Jeremy kontan menengok padanya dengan raut heran. "Emangnya lo datengin satu-satu acaranya, sampe-sampe lo pusing sendiri?"

Kania mendecak pelan. "Justru karena pusing makanya nggak ada yang gue hadirin satu pun," sahut gadis itu. "Lagian banyak yang nggak seru. Gue malah sangat-sangat menunggu ada yang ngadain festival musik lagi dalam waktu dekat ini."

Alsa yang duduk diapit oleh Jeremy dan Kania tanpa sadar mengangguk setuju. Acara-acara seperti festival musik yang diadakan di berbagai kampus pasti menjadi salah satu yang paling dinantikan oleh para mahasiswanya guna melepas penat akibat kegiatan perkuliahan yang mampu membuat lelah batin maupun fisik. Dan mereka akan lebih beruntung lagi jika guest star yang datang merupakan penyanyi atau band yang tengah populer saat ini.

Contoh nyatanya sudah jelas, 'kan? Adalah Alsa yang dapat menonton Baswara Chandra untuk pertama kali di kampusnya sendiri tanpa perlu mengeluarkan dana yang cukup besar--sebab untuk mahasiswa Universitas Santosha sendiri mendapatkan potongan harga khusus.

"Nggak semua himpunan atau BEM di sini punya proker yang sama kali, Kan," sanggah Jeremy. "Kalau lo pengen nonton yang seru, tunggu aja beberapa minggu ke depan, dah. Kayaknya masih ada jurusan lain yang belum ngadain inaugurasi."

"Tau dari mana lo?"

"Kan gue bilang kayaknya."

"Sebenernya ada beberapa yang diadainnya cuma di ruang lingkup fakultasnya aja tau, Jer, nggak kayak inaugurasi kita yang bisa ditonton sama seluruh warga kampus."

"Tau dari mana lo?"

"Ya gue nyari tau, lah. Gue nggak sok tau kayak lo, ya, maap-maap aja nih."

Wah, gawat, batin Alsa. Jika Kania sudah mulai berbicara demikian, maka tak lama lagi perdebatan sengit antara sepasang manusia itu pasti akan dimulai. Alsa cepat-cepat menoleh pada Jeremy, dan benar saja, ia sudah tampak sangat siap untuk melawan Kania. Gadis berambut sebahu itu pun langsung mengambil tindakan dengan mendorong masing-masing bahu kedua temannya.

"Stop, stop, stop! Capek gue kalau harus nontonin kalian ribut mulu!" seru Alsa setelahnya seraya melayangkan tatapan sebal pada Jeremy dan Kania secara bergantian. "Gue sumpahin kalian jadi saling suka ya, biar nggak usah debat terus tiap hari. Biar hidup gue jadi aman tentram dan damai."

"Dih, nggak ada yang bagusan dikit apa, Sa? Kania segera memprotes. "Ogah banget gue sama cowok nyebelin kayak si Jerami."

Jeremy sontak mendengkus. Namun, Alsa tak dapat membaca air mukanya. "Kayak gue mau aja punya cewek modelan kayak lo, Kan. Yang ada lo bikin gue darting mulu entar."

"Ya itu tergantung gimana lo bersikap, lah. Gue juga nggak akan tiba-tiba kayak begini kali, kalau lo nggak bertingkah duluan."

"Hadeh, lo butuh banget kaca kayaknya, Kan. Lo pikir lo sendiri nggak nyebelin, hah?"

Alsa kontan saja mengerang karena mereka sama sekali tak menunjukkan tanda-tanda akan berhenti. Rasanya ia ingin beranjak dan mencari kursi lain karena tak sanggup untuk berada di tengah-tengah mereka lebih lama. Namun, untungnya perdebatan itu dapat terhenti kala Fahmi di bawah sana melihat ke arah mereka bertiga. Ah, lebih tepatnya Jeremy saja.

"Paketu!" panggil Fahmi sembari menggerakkan tangan sebagai isyarat agar Jeremy lekas menghampirinya.

Ternyata kini panggung sudah kosong, dan Fahmi selaku ketua divisi artistik sudah mulai bersiap untuk mengerjakan tugas bersama para anggotanya. Kemungkinan ia membutuhkan arahan dari Jeremy sebelum memulainya.

Sebelum pergi, Kania sempat memberikan tatapan sengit pada Jeremy, tetapi laki-laki itu hanya mendengkus dan lekas melengos pergi.

"Liat sendiri 'kan lo, Sa, kalau si Jerami emang super nyebelin?" ujar Kania setelah orang yang dimaksud sudah tampak mulai berdiskusi dengan divisi artistik. "Kok bisa-bisanya lo nyumpahin gue bakal suka sama dia?"

"Nggak ada yang mustahil di dunia ini, Kan," sajut Alsa enteng. "Lo pasti nggak pernah baca novel romantis dengan trope enemies to lovers, ya?"

"Ya pernah, sih. Tapi, gue sama dia nggak sampe musuhan juga 'kan, Sa? Gue cuma sebel doang, bukannya benci sampe harus jadiin dia musuh dalam hidup gue."

"Ya bagus dong kalau gitu, kemungkinannya justru jauh lebih besar. Lagian, kekurangan Jeremy tuh emang cuma itu perasaan, nyebelin dan kadang suka iseng."

Kania tergeming sejenak dengan pandangan lurus yang terarah pada Jeremy. "Yah ... si Jerami emang oke, sih, salah satu yang paling menonjol juga di antara para cowok di kelas. Ganteng iya, pinter lumayan, public speaking oke, punya jiwa leadership pula. Tapi ya, walaupun begitu, gue nggak harus suka sama dia juga, 'kan, Sa? Aneh banget tau nggak, ngebayanginnya."

Alsa sempat takjub karenanya. Ia tak salah dengar, 'kan? Kania baru saja memuji-muji Jeremy atas kelebihan yang dimiliki laki-laki itu. Sungguh sebuah momen yang harus diabadikan, tetapi sayang Alsa tidak sempat mengeluarkan ponsel untuk merekamnya.

"Tapi, omong-omong, Sa," lanjut Kania.

"Apaan?" Alsa menyahut.

"Kampus kita sempit banget kayaknya."

"Hah? Maksud lo?"

"Itu bukannya Bang Radya ya, Sa? Kok dia bisa ada di sini?"

Pada saat itu Alsa pun baru menyadari bahwa tatapan Kania telah berpindah dari Jeremy ke bagian kursi paling depan di mana terdapat tiga mahasiswa bersama dengan pria paruh baya yang ia yakini merupakan seorang dosen, tampak tengah mendiskusikan sesuatu. Dan seperti apa yang Kania katakan barusan, Alsa tak menyangka ia dapat menemukan sosok Radya di antara mereka. Mendadak Alsa pun teringat bagaimana pertemuan terakhirnya dengan laki-laki itu sekitar seminggu yang lalu.

"Ah, Bang Radya habis ikutan workshop tadi kali ya, Sa? Dia kan anak FEB, jadi wajar aja kalau emang ikut." Kania kemudian menoleh pada Alsa dengan senyum menggoda. "Duh, jodoh nih, kayaknya. Kebetulan banget lo lagi ada di sini juga."

"Apaan sih, Kan?" Alsa berusaha untuk retap bersikap normal meskipun ia senang dapat kembali bertemu dengan Radya di sini.

"Apaan sih apaan sih, dalem hati lo juga pasti ngeaminin kata-kata gue barusan, tuh."

"Dih, nggak juga, tuh."

"Halah, ngaku aja deh, Sa!"

Kali ini Alsa memilih untuk tak menjawab, membuat Kania langsung tergelak setelahnya.

Alsa kemudian melihat tiga orang mahasiswa itu berpamitan pada sang dosen. Namun, sebelum Radya beranjak pergi, Jeremy tampak memanggil laki-laki itu hingga mereka kini terlibat dalam sebuah percakapan. Sepertinya Jeremy membicarakan soal acara inaugurasi yang diketuai olehnya dan Radya kemudian memberikan semangat dengan menepuk-nepuk bahunya.

"Gila, gue baru tau kalau Jeremy punya kenalan seganteng itu."

Mendengar suara itu, Alsa dan Kania kontan menoleh ke sumber suara. Mereka lalu menemukan beberapa teman jurusannya yang duduk di kursi penonton tak jauh dari mereka. Dan, yah, benar, para gadis di sana tengah membicarakan Radya yang tengah berbincang-bincang dengan Jeremy sekarang.

"Itu cowok tingginya berapa, deh? Jeremy aja udah termasuk cowok tertinggi di kelas, lah ternyata masih ada yang bisa ngalahin lagi."

"Fix, auto jadi gebetan gue. Di FIKOM gue mana pernah nemu cowok se-attractive dia, cuy!"

"Dih, nggak bisa. Gue yang duluan liat tuh cowok tadi!"

"Kalau pertama liat langsung otomatis jadi punya lo, gitu? Selagi dia nggak punya pacar ya sah-sah aja kali, buat dijadiin gebetan bersama."

"Nah, tapi pertanyaannya, dia udah punya pacar atau belum?"

Alsa hanya diam sembari mendengarkan dengan perasaan tak suka yang muncul dalam dirinya. Entah mengapa ia menjadi kesal sendiri mengetahui beberapa teman sejurusannya turut mengetahui eksistensi Radya dan bahkan sampai ingin menjadikan laki-laki itu sebagai gebetan mereka.

Yah, Alsa tahu memang tak seharusnya ia merasa demikian, tetapi mau bagaimana lagi? Masa ia benar-benar harus bersaing dengan teman-temannya sendiri?

"Nggak usah dipeduliin, Sa. Gue dukung lo, kok," kata Kania tiba-tiba. "Tapi, tadi mereka ada benernya juga, deh. Setelah gue perhatiin, Bang Radya emang setinggi itu ternyata. Gila sih, si Jerami aja sampe kalah. 180-an ada kali, ya, dia? Persis banget kayak tiang berjalan."

Mendadak membahas soal tinggi badan, kali ini Alsa justru merasakan hal lain. Bukan lagi kesal, tetapi rasa tak percaya diri karena tubuhnya sendiri yang serupa bak anak SMP. Pendek, kecil, mungil. Mungkin perbedaan tingginya dengan Radya dapat mencapai sekitar 30 senti atau lebih. Merupakan bahan yang bagus untuk dibicarakan oleh orang-orang, bukan?

"Eh, sori, Sa." Sontak saja Kania tampak merasa bersalah. "Gue nggak nyadar tiba-tiba nyinggung tinggi badannya dia. Tapi, gue beneran nggak ada maksud apa-apa kok, suer deh."

Alsa mengembuskan napas pendek sembari tersenyum tanpa beban. "Santai kali, Kan, paham kok gue lo emang nggak ada maksud apa-apa. Dan, lo bener, dia cowok paling tinggi di Santosha yang pernah gue temui sejauh ini."

Kania tak membalas karena merasa tak enak. Namun, setelahnya ia tampak berpikir sejenak dan pada akhirnya berkata, "Sa, kita ke bawah aja, yuk?"

Kerutan di dahi Alsa pun terbentuk samar. "Ngapain?"

"Nyamperin Bang Radya, lah, sekalian caper," balas Kania sembari menampakkan deretan giginya yang putih. "Lo harus tunjukin sama mereka kalau lo udah selangkah lebih maju--karena lo udah lebih dulu kenal sama Bang Radya."

"... masa harus sampe segitunya, sih?"

"Ya udah, bahasanya jangan caper. Kita nyapa aja sambil ngobrol-ngobrol dikit, Sa, orang dia kenal sama kita ini."

Alsa tak langsung setuju karena ragu. Namun, tanpa berkata apa pun Kania tahu-tahu saja sudah beranjak untuk turun ke bawah, hendak menghampiri Jeremy dan Radya. Mau tak mau Alsa pun lekas mengikuti kawannya yang satu itu sembari memikirkan dengan cepat apa yang harus dikatakannya pada Radya nanti.

Namun, belum sempat ia dan Kania sampai, mereka malah mendapati Radya sudah mengambil langkah ke arah yang berlawanan, yang artinya ia akan meninggalkan auditorium. Radya belum menyadari keberadaan Alsa maupun Kania karena ia tampak fokus dengan ponselnya, hingga tak lama kemudian senyumnya merekah, kemudian ditempelkannya layar ponsel pada telinganya. Laki-laki itu sepertinya baru saja menerima sebuah panggilan entah dari siapa.

Alsa kontan menghentikan langkah saat Radya hendak melewatinya. Pandangannya tertuju lurus pada laki-laki itu. Ia sudah siap membuka mulut untuk menyapa sembari mengangkat satu tangannya, tetapi apa yang terjadi nyatanya sungguh di luar dugaan.

Ketika mereka akhirnya berpapasan, Radya rupanya hanya melirik Alsa sekilas dan setelahnya ia terus melanjutkan langkah begitu saja, seolah dirinya sama sekali tak mengenal Alsa. Menyapa melalui tatapan mata atau gerakan tangan saja bahkan tidak dilakukannya, membuat Alsa hanya bisa mematung di tempat.

Ada apa ini? Kenapa Radya cuek sekali padanya? Meskipun mereka baru saling mengenal, tetapi sebelumnya Radya tidak pernah sampai bersikap seperti ini. Bahkan di pertemuan terakhir mereka sekitar satu minggu lalu, Radya sempat mengutarakan sesuatu yang sukses membuat Alsa sampai berspekulasi macam-macam.

Namun, di sisi lain, ada sebuah tanya yang lekas timbul dalam benak Alsa, dan hal itu masih berkaitan dengan apa yang dibicarakan oleh beberapa teman jurusannya tadi.

"Sa," panggil Kania yang terpaksa kembali naik untuk menghampiri Alsa. "Gagal ternyata. Udah keburu pergi orangnya."

Abai terhadap ucapan Kania, Alsa justru memilih untuk melisankan isi pikirannya.

"Kan, tadi gue liat dia ngangkat telepon sambil senyum-senyum gitu, nggak kayak dia yang biasa gue liat sejauh ini. Kayaknya ... dia udah punya pacar ya, Kan?"

📷

bandung, 19 oktober 2022

Continue Reading

You'll Also Like

200K 3.8K 5
Ayra: Keluarga adalah segalanya Bara: Nggak usah peduli apa kata orang, pertahankan apa yang perlu di pertahankan Ciara: Jadi juara kelas itu wajib K...
166K 18.1K 46
Sesbania Maheswari, menyukai Ginelar Juangkasa karena tingkah baik cowok itu yang selama ini Seses salah artikan. Seses kira, Juang menyimpan rasa, n...
2.6M 39.6K 51
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
308K 26.9K 39
Ellena Reinadeth Sridjaja, shopaholic sejati yang tidak bisa hidup sehari tanpa belanja. Hobinya menghabiskan uang. Cita-citanya pun hanya ada satu...