Through the Lens [END]

By dindaarula

101K 10.2K 844

I found you through the lens, then I'm falling right away. --- Ketika bertugas sebagai seksi dokumentasi dala... More

šŸ“· chapter o n e
šŸ“· chapter t w o
šŸ“· chapter t h r e e
šŸ“· chapter f o u r
šŸ“· chapter f i v e
šŸ“· chapter s i x
šŸ“· chapter s e v e n
šŸ“· chapter e i g h t
šŸ“· chapter n i n e
šŸ“· chapter t e n
šŸ“· chapter e l e v e n
šŸ“· chapter t w e l v e
šŸ“· chapter f o u r t e e n
šŸ“· chapter f i f t e e n
šŸ“· chapter s i x t e e n
šŸ“· chapter s e v e n t e e n
šŸ“· chapter e i g h t e e n
šŸ“· chapter n i n e t e e n
šŸ“· chapter t w e n t y
šŸ“· chapter t w e n t y o n e
šŸ“· chapter t w e n t y t w o
šŸ“· chapter t w e n t y t h r e e
šŸ“· chapter t w e n t y f o u r
šŸ“· chapter t w e n t y f i v e
šŸ“· chapter t w e n t y s i x
šŸ“· chapter t w e n t y s e v e n
šŸ“· chapter t w e n t y e i g h t
šŸ“· chapter t w e n t y n i n e
šŸ“· chapter t h i r t y
šŸ“· chapter t h i r t y o n e
šŸ“· chapter t h i r t y t w o
šŸ“· chapter t h i r t y t h r e e
šŸ“· chapter t h i r t y f o u r
šŸ“· chapter t h i r t y f i v e
šŸ“· chapter t h i r t y s i x
šŸ“· chapter t h i r t y s e v e n
šŸ“· chapter t h i r t y e i g h t
šŸ“· chapter t h i r t y n i n e
šŸ“· chapter f o r t y
šŸ“· chapter f o r t y o n e
šŸ“· chapter f o r t y t w o
šŸ“· chapter f o r t y t h r e e
šŸ“· chapter f o r t y f o u r
šŸ“· f i n a l chapter
šŸ“· b o n u s chapter 1 (on karyakarsa)

šŸ“· chapter t h i r t e e n

2.1K 244 10
By dindaarula

"Emangnya gue sesalah itu ya, Kan, sampe dia belum bisa maafin gue?" tanya Alsa usai ia menceritakan pada Kania apa yang terjadi antara dirinya dengan Radya--kakak tingkat yang sempat ia kira sebagai seorang penguntit--saat di kampus sore tadi. Mereka kini tengah bercakap-cakap melalui sambungan telepon yang mulanya diawali dengan pembicaraan mengenai tugas.

Embusan napas Kania dari seberang sana terdengar. "Bagi Bang Radya mungkin iya. Lagian, kenapa cara ngomong lo begitu banget, deh? Siapa pun pasti bakalan kesel lah, Sa, kalau dicurigain macem-macem kayak gitu."

"Ya, iya, sih. Masalahnya tuh masih ada yang bikin gue bingung, Kan, makanya gue berani nanya kayak gitu ke dia."

"Soal apaan?"

Ingatan Alsa pun lekas terlempar kembali pada pertemuan pertamanya dengan Radya di Kafe Harbara. Kala itu, ketika mereka bersinggungan, Radya tampak seolah mengenali Alsa, dan yang ia lakukan setelahnya adalah mengeluarkan ponsel miliknya dan memandangi potret yang terpampang di layar. Potret di mana Alsa menjadi salah satu objek di dalamnya yang menyebabkan kesalahpahaman itu dapat terjadi.

Namun, jika dipikirkan kembali, keadaan itu sejatinya agak membingungkan hingga pertanyaan-pertanyaan baru segera bermunculan dalam benak Alsa, seperti: Kenapa Radya melakukan hal itu saat pertama kali melihat Alsa? Apakah Radya betul-betul mengingat jelas sosok Alsa yang ada dalam foto tersebut? Apakah memang benar, foto itu murni hanya bagian dari dokumentasi acara?

Oleh karena hal tersebut, Alsa pun memberanikan diri untuk mencari tahu jawabannya meskipun pada saat itu rasanya ia ingin kabur saja dari hadapan Radya yang tampak sedikit mengintimidasi. Dan perkataan yang laki-laki itu sampaikan pun justru membuat Alsa jadi semakin tampak buruk karena sudah berpikiran macam-macam tentangnya.

Kini sudah jelas bahwa foto itu memang hanya sekadar bagian dari dokumentasi dan tak begitu berarti bagi Radya--sebab ia sendiri tanpa pikir panjang langsung menghapusnya di depan mata Alsa. Kemungkinan Radya dapat mengingat sosok dirinya karena telah melihatnya beberapa kali saat proses editing ataupun ketika pemilihan dokumentasi visual yang akan diunggah ke akun Instagram milik BEM FEB Santosha.

Alsa embuskan napas berat seraya merebahkan tubuh di atas tempat tidur. Laptopnya yang masih menyala pun ia abaikan sejenak. "Ada deh, Kan." Gadis itu memutuskan untuk tak memberi tahu Kania karena tak mau menampakkan kebodohan dirinya sendiri. "Gue udah nemu jawabannya, dan, oke, gue akui gue emang salah di sini."

"Lah, cepet amat lo sadarnya. Perasaan baru aja lo mempertanyakan hal itu tadi." Ada jeda sejenak. "Oke, jadi, karena lo udah tau kenapa Bang Radya belum bisa maafin lo, apa yang bakal lo lakuin, Sa?"

"Gue nggak tau, Kan. Nggak ada yang bisa gue lakuin juga kayaknya. Masa gue harus ngemis-ngemis biar dia maafin gue?"

"Ya nggak usah sampe segitunya juga lah, Sa. Kalau kata gue sih, lo emang nggak harus ngapa-ngapain. Lo minta maaf dan mengakui kesalahan lo aja udah cukup banget. Soal Bang Radya yang belum maafin lo, ya, biarin aja itu jadi urusannya dia, Sa. Yang penting, masalah lo sama dia udah bener-bener kelar sekarang."

Mendadak Alsa pun merasa kecewa mendengarnya. Yah, Kania kan memang tidak tahu apa yang sesungguhnya Alsa rasakan makanya ia bisa berkata demikian. "Lo nggak ngerti, Kan. Gue nggak mau ngebiarin semuanya gitu aja."

"Lah, emang kenapa, sih? Lo masih pengen berurusan sama dia emangnya?" sahut Kania heran.

Sejenak Alsa pun tergeming, menimbang-nimbang apakah ia harus berkata yang sejujurnya atau tidak. Namun, pada akhirnya ia berhasil meraih keyakinan untuk membiarkan Kania tahu kebenarannya. "Udah dari lama banget gue pengen bisa kenal sama dia, Kan. Gue nggak mau pandangan dia ke gue jadi jelek terus ke depannya gara-gara masalah ini. Gue pengen ... bisa berhubungan baik sama dia."

Ada hening panjang setelahnya yang membuat Alsa yakin bahwa Kania tengah berusaha memproses apa yang baru saja ia dengarkan.

"Alsanira, lo suka sama Bang Radya?!" Adalah kalimat pertama yang lolos dari mulut Kania sebagai respons atas pengakuan Alsa. "Oh, bener juga, paham gue sekarang kenapa lo sering banget berhenti di depan FEB tiap kita lewat situ. Dan kalau dipikir-pikir, cowok yang di taman FEB itu dari posturnya emang mirip banget sama Bang Radya. Ya ampun, Sa, nggak nyangka banget gue!"

Alsa hanya diam saja, tak menyangka Kania dapat menyambungkan benang merah yang ada dengan begitu cepat. Namun, harus ia akui bahwa dirinya merasa sedikit lebih lega usai mengatakannnya.

"Duh, Alsa, Alsa." Tawa geli kemudian terdengar dari seberang sana. "Lo sial banget tau nggak, sih? Pas pertama ketemu lo malah ngira orang yang lo suka itu penguntit, dan sekarang gara-gara itu dia jadi belum bisa maafin lo. Nggak bisa ngebayangin gue ke depannya bakal gimana kalau udah kayak gitu."

Decakan sebal pun lolos dari mulut Alsa. "Ish, lo kok malah ngeledekin gue, sih? Nggak guna banget. Mendingan lo bantu gue mikir apa yang harus gue lakuin sekarang."

Kania kembali tertawa singkat. "Tapi, ini lo serius, Sa? Lo beneran suka sama dia?"

"Mungkin sebelumnya belum sampai ke tahap itu, tapi setelah berhadapan sama dia kemarin, rasanya tuh jadi beda aja, Kan."

"Hm, wajar sih. Gue akui kalau Bang Radya ganteng banget, Sa."

Tanpa sadar Alsa lekas mengangguk meskipun Kania tak dapat melihatnya. "Gue nggak expect kalau dia ternyata se-good looking itu, Kan, karena selama ini gue keseringan liat punggungnya atau tampak sampingnya doang."

"Jadi lo mengakui kalau dia ganteng? Lebih ganteng dari Baswara nggak, tuh?"

Mendengar nama idolanya disebut, secara otomatis Alsa segera bangkit dari posisi berbaringnya dan duduk menyila. "Wah, berani-beraninya lo bikin perbandingan kayak gitu. Di mata gue, cowok mana pun di dunia ini nggak ada yang bisa ngalahin kegantengan Baswara gue, Kan!"

"Wow, Alsa mode bucin Baswara is back. Sekarang lo udah bisa nerima kenyataan, nih, ceritanya? Kemaren-kemaren aja lo mana mau nyebut namanya." Kania memberi jeda sejenak. "Btw, gue jadi kasian banget sumpah sama cowok yang bakal jadi pacar lo entar, Sa. Pasti dia bakalan selalu jadi nomor dua. Bang Radya yang katanya lo suka aja nggak mampu buat geser tahta seorang Baswara Chandra di hati lo."

Alsa hanya mendengkus setelahnya, heran juga kenapa Kania sampai repot-repot memikirkan hal itu. Yah, memang benar Alsa memiliki ketertarikan terhadap Radya, tetapi bukan berarti gadis itu dapat melupakan Baswara Chandra--yang sudah ia idolakan sejak satu tahun lalu--begitu saja, 'kan?

-

Sebelum turun dari mobilnya, Radya menyempatkan diri untuk berkaca di spion tengah sembari mengacak-acak rambut yang untungnya tidak tampak terlalu lepek. Pagi ini Radya terlambat bangun hingga membuat dirinya mandi secepat kilat tanpa keramas karena takut membuang-buang waktu. Namun, beruntung sekali ia bisa sampai ke kampus tepat sepuluh menit sebelum mata kuliah pertama dimulai.

Laki-laki yang mengenakan hoodie abu-abu dan jeans biru gelap itu pun meraih ransel di jok sebelahnya sebelum membuka pintu mobil dan keluar dari sana. Sekali lagi Radya melarikan jemarinya pada rambut agar terlihat sedikit lebih rapi. Kemudian usai memastikan pintu mobil sudah terkunci, ia pun lekas beranjak pergi menuju gedung fakultasnya.

Namun, sebelum Radya berbelok ke kiri, sepasang netranya menangkap seorang gadis yang mulanya hanya bisa ia lihat sosoknya dalam sebuah foto saja.

Alsa tampak baru datang dari arah gerbang utama. Lalu ketika sang gadis menyadari keberadaan Radya di sana, sontak saja kaki-kakinya berhenti melangkah dengan kedua matanya yang melebar. Awalnya Alsa melihat ke sekitar seolah ingin mencari cara agar bisa segera pergi dari sana tanpa harus berhadapan dengan Radya, membuat laki-laki itu segera mengulum senyumnya.

Karena tak ada yang bisa ia lakukan, akhirnya Alsa tetap maju beberapa langkah hingga dirinya tiba di dekat Radya dengan jarak kurang lebih sekitar satu meter. Gadis itu kemudian membungkuk sedikit sembari berucap, "Pagi, Bang."

Radya terdiam sejenak, tak menyangka akan mendapatkan ucapan selamat pagi hari ini dari seorang Alsa, adik tingkatnya yang sempat berlaku tak sopan kepadanya itu.

Sembari menahan satu sudut bibirnya agar tak terangkat, Radya pun membalas, "Pagi, Dek."

Di tempatnya, Alsa tampak mematung sesaat sebelum sepasang mata bulatnya mengerjap sebanyak tiga kali. Mungkin balasan yang datang dari Radya sangat di luar dugaan baginya.

"Ospek udah lewat, nggak usah terlalu formal begitu. Sans."

Usai mengatakannya, Radya pun kembali melanjutkan langkah yang sempat tertunda. Tanpa menoleh, Radya tetap mengetahui kalau saat ini Alsa turut mengekorinya di belakang. Senyum kecil kemudian mengembang di bibir laki-laki itu. Ternyata mengisengi sosok seperti Alsa rasanya cukup menyenangkan.

"Bang," suara Alsa tiba-tiba kembali terdengar, "lo beneran belum maafin gue?"

"Menurut lo?"

"Kayaknya belum. Tapi, gue kan udah minta maaf dan menyesali perbuatan gue, Bang."

Radya mengembuskan napas pendek, kemudian tanpa menghentikan langkah ia menengok sekilas pada Alsa seraya berkata, "Kenapa sih, ngomongnya harus dari situ? Ogah banget kayaknya jalan di samping gue. Gue nggak gigit padahal."

"Oh, iya," Alsa menyahut dengan polosnya, lantas ia segera mengimbangi langkahnya dengan Radya hingga akhirnya mereka berjalan berdampingan.

Nurut amat, batin Radya seraya menahan senyum entah untuk yang ke berapa kali. "Gue bisa aja maafin lo, tapi gue nggak bisa lupa sama kejadian di kafe waktu itu. Ditambah lagi kemaren lo malah curigain gue hal lainnya. Kesannya gue jadi kayak berengsek banget di mata lo," tukas Radya setelahnya. "Tapi okelah, itu cuma salah paham. Dan mulai dari sekarang, lo nggak perlu ungkit-ungkit masalah itu lagi di depan gue."

"Tapi, lo tetep belum maafin gue?" tanya Alsa.

Radya menengok pada sang gadis dengan mata memicing. "Lo kayaknya pengen banget dapet maaf dari gue. Sepenting itu?"

Tanpa Radya duga, Alsa lekas mengangguk dengan yakin sembari berkata, "Buat gue iya, sepenting itu."

"Kenapa? Biar lo bisa secepatnya lepas dari rasa bersalah?"

"Iya, itu salah satunya."

"Salah satunya? Berarti ada yang lain?"

"Ada."

"Apa?"

"Itu ...."

Alsa mendadak menggantungkan kalimatnya begitu saja, ditambah pula ia tampak ragu untuk berkata yang sejujurnya. Rasa penasaran pun lekas muncul dalam diri Radya. Laki-laki itu menunggu apa pun yang akan terlontar dari mulut Alsa, tetapi sayangnya getaran pendek dari ponsel dalam saku celananya sekonyong-konyong mengalihkan atensinya saat itu juga.

Sejenak Radya pun mengecek chat yang baru saja ia terima. Rupanya Ojan yang mengirimkannya.

Fauzan P. Oktora
Rad
Mau bolos lagi lo?
Pak Andri udh masuk oy

"Mampus," Radya mengumpat pelan usai membacanya. Padahal saat ini masih tersisa waktu sekitar lima menit lagi sebelum kelas dimulai. Namun, Radya benar-benar lupa kalau Pak Andri--selaku dosen pengampu dari mata kuliah Etika Bisnis--merupakan salah satu dosen terajin yang pernah ia tahu selama dua tahun terakhir ini. Sejak tadi ia terlalu fokus pada Alsa hingga mengabaikan waktu yang terus berjalan.

"Gue udah telat masuk kelas," ujar Radya pada Alsa seraya memasukkan kembali ponsel ke dalam saku celananya. "Ngobrolnya lanjut nanti, oke? Gue duluan."

Tanpa menunggu balasan dari Alsa, Radya lekas beranjak pergi meninggalkannya di sana. Namun, setelah beberapa langkah yang ia ambil, Radya seketika teringat akan sesuatu yang ia rasa harus disampaikan pada Alsa. Laki-laki itu pun kembali berbalik dan menemukan sang gadis masih berdiri di tempat semula. Sorot bingung pun terpancar dari kedua matanya.

"Alsa." Untuk pertama kali, Radya memanggil gadis itu dengan namanya. Kedua sudut bibirnya kemudian tertarik sewajarnya. "Terlepas dari kesalahan yang udah lo buat, gue seneng, akhirnya bisa ketemu sama lo."

Radya dapat melihat Alsa yang terkejut sekaligus tak mengerti setelah mendengar penuturan tersebut. Dan untuk yang kedua kalinya, Radya lekas beranjak tanpa menunggu apa pun yang ingin Alsa katakan dengan harapan bahwa ia akan dapat kembali bertemu dengan gadis itu dalam waktu dekat.

📷

bandung, 15 oktober 2022

Continue Reading

You'll Also Like

165K 6.9K 20
Iqbaal Dhiafakhri (Namakamu) Angelica Alvaro Maldini
23.4K 2.3K 24
#1 dalam kategori #ceritaremaja (25/12/2018) (Cerita Pertama dari Sekutu "Lima Jari") Sean Rawindra adalah laki-laki berdarah dingin. Jika diibaratk...
36.3K 5.6K 20
Halo, Irvia. Saya kira kamu nggak akan datang lagi setelah dua minggu sejak terakhir kali kamu ke sini. Mungkin karena akhir-akhir ini kamu lagi sibu...
537K 85.3K 34
What is the purpose of getting married?