ODAZAI WEEK 2022 (Oktober) ✔

By WildWolf0303

944 64 26

[Complete] (Cover by @takalune Makasi bang Billy!) Event kedua dari OdaZai Week tahun 2022. Kali ini jatuh pa... More

Prompt & AU
Day 2: プレゼント
Day 3: Tempat Untuk Pulang
Day 4: Your Name
Day 5: Song Of The Sea
Day 6: Orang Biasa
Day 7: Caramel Candy
Day 8 (Bonus): Teman Mengeluh

Day 1: Red Tulip

147 10 7
By WildWolf0303

Author's Note: satu lagi fanfic yang terinspirasi dari prompt generator. (Meski ga wolf ambil semua)

Kenapa milih royal AU? Karena ga kuat bikin beast AU. Semoga aja kalian suka.


👑👑👑👑👑👑👑👑👑👑👑👑👑👑👑

Hari ini tiba saatnya. Saat lonceng gereja berbunyi hingga terdengar ke seluruh penjuru kerajaan. Seorang Putri akan dinikahkan dengan Putra Mahkota dari kerajaan lain.

Pernikahan itu sangat mendadak. Hanya beberapa bulan perjodohan, tanpa pertemuan, tanpa pertunangan, lalu disusul dengan pernikahan yang akan dilaksanakan hari ini.

Sang mempelai wanita bernama Dazai Osamu. Dikenal sebagai Putri yang terkurung dalam istana. Sebagai anak terakhir dari lima bersaudara yang tidak memiliki tubuh yang kuat, keberadaannya terkesan tidak dibutuhkan. Karena ia tidak dilatih untuk memimpin kerajaan seperti kakak pertamanya, atau diberikan tanggung jawab untuk mengurus kerajaan seperti tiga kakak lainnya. Gadis itu hanya seorang Putri yang mendapat pendidikan etiket, cara mengatur keuangan, serta mengurus rumah tangga.

Dan siapa sangka? Orang seperti itu mendapatkan lamaran dari calon pemimpin di kerajaan sebelah.

Di sisi lain, sang ayah yang merupakan seorang Raja adalah sok ayah yang terlalu menyayangi anak bungsunya. Ia selalu melarang Dazai untuk melakukan aktifitas apapun di luar istana. Tentu karena sang Putri memiliki daya tahan tubuh yang lemah sejak lahir. Kebetulan sang Raja memiliki hubungan yang baik dengan ayah dari Putra Mahkota yang melamar anaknya.

Tapi karena banyaknya keterbatasan, Mori Ougai pun melakukan sesuatu agar Dazai dapat bertemu dan dekat dengan Putra Mahkota tanpa harus keluar dari istana. Ia pun menerima lamaran itu namun merahasiakan semua hal dari sang anak.

Sayangnya hal itu justru membuat si Putri bungsu salah sangka. Ia berpikir bahwa sang ayah hanya mau mengurusnya untuk dinikahkan dengan bangsawan lain sebagai bentuk kerja sama.

Demi mengusir rasa kekhawatiran yang semakin besar setiap hari, gadis brunette itu memutuskan untuk berjalan-jalan di taman kerajaan. Kebetulan sebuah taman sedang dibangun tepat di bawah balkon kamarnya. Dan ia ingin berterima kasih pada tukang kebun baru yang sudah bekerja keras membuat taman yang indah seperti itu.

Dikawal dengan seorang prajurit bernama Tanizaki Juunichirou dan pelayan setia bernama Tanizaki Naomi, mereka bertiga pun berjalan-jalan di taman istana.

Sebenarnya Dazai sudah memperhatikan tukang kebun itu sejak pertama melihatnya lewat balkon kamar. Karena tidak banyak orang di kerajaan yang memiliki rambut berwarna merah. Selain itu, hanya ia satu-satunya orang yang menanam bunga di area taman baru.

Setelah berjalan cukup jauh melewati beberapa taman, sampailah mereka bertiga pada taman baru yang sebagian besar belum ditumbuhi tanaman. Terlihat seseorang sedang berdiri menatap lahan kosong tanpa bergerak sedikitpun.

"Taman yang indah." Ujar sang putri saat berdiri tak jauh dari si tukang kebun.

"Taman ini masih jauh dari kata indah." Jawab si tukang kebun tanpa menatap lawan bicaranya. Sepasang pelayan dan prajurit di belakang Dazai ingin menegur orang itu namun sang putri melarangnya.

"Benarkah? Tapi menurutku sudah cukup indah. Terlebih lagi setiap pagi aku bisa segera memandangi bunga-bunga ini dari balkon kamarku."

Saat itulah sang tukang kebun berbalik menatap Dazai dengan wajah terkejut, ia segera berlutut, merasa bersalah karena tidak mengenali Putri dari kerajaan ini.

"Maafkan hamba, Tuan Putri. Hamba pantas mati." Katanya.

"Sonna— bagaimana mungkin aku bisa menghukum orang berbakat yang membuat taman seindah ini? Berdirilah, angkat kepalamu. Aku benar-benar tidak marah kok."

Kesan pertama yang diberikan keduanya sama-sama baik. Dazai menganggap kalau si tukang kebun adalah orang pendiam yang manis. Sementara sang tukang kebun menganggap kalau Tuan Putri di depannya bukan hanya cantik dan manis. Tapi juga baik hati dan penyayang.

"Siapa namamu?" Tanya sang Putri.

"O... Ah, maksud saya, Sakunosuke."

"Tolong tanam lebih banyak bunga indah di taman ini, Sakunosuke-san. Saya akan menantikannya."

Sejak saat itu, Dazai sering kali datang ke taman baru dan bertegur sapa dengan pria bersurai merah yang mengurus taman seorang diri.

Satu bulan...

Dua bulan...

Lima bulan berlalu...

Putri yang terkurung mulai merasakan sesuatu setiap berinteraksi atau memperhatikan si tukang kebun pendiam itu dari balkon kamar.

Dazai tahu, amat mengetahui bahwa dirinya tidak boleh merasakan hal seperti itu pada rakyat biasa. Karena Ia adalah seorang putri raja. Tapi tidak ada yang bisa dilakukan saat dewa cinta memanah hatinya. Gadis yang selama ini tidak pernah merasakan cinta sebelumnya tanpa sadar mendekati si tukang kebun, mengajaknya berbicara dan memikirkannya setiap waktu.

Tidak terasa, waktu berlalu dengan cepat. Sang Putri sudah tidak mampu menahan perasaannya lagi. Ia sudah memberikan banyak sinyal kuat yang anehnya selalu ditepis oleh si tukang kebun. Gadis itu bahkan terang-terangan meminta Sakunosuke untuk menanam tulip berwarna merah. Dalam bahasa bunga, tulip merah dilambangkan sebagai 'mendeklarasikan cinta'. Tapi tetap saja, orang itu seperti tidak menyadari perasaan sang Putri. Akhirnya, Dazai meninggalkan sebuah pesan untuk si tukang kebun lewat pelayan setianya.

'Datanglah ke pusat labirin jam dua belas malam ini. Aku akan menunggumu...'

Pesan singkat yang terlihat sangat berbahaya. Si tukang kebun juga menyadari bahwa Tuan Putri yang selama ini berbicara dengannya memiliki perasaan khusus. Mau menolak pun tidak bisa dilakukannya. Tapi jika ia tidak menjauh, maka sang Putri akan terlibat dalam masalah.

Sakunosuke akhirnya memutuskan untuk datang dan memperingatkan Dazai agar berhenti mengejarnya.

Tapi yang terjadi justru sebaliknya...

Gadis yang ditemuinya di pusat labirin sedang berbaring diantara rerumputan serta bunga bunga kecil. Orang itu hanya mengenakan gaun malam yang tipis dan menghias rambutnya dengan bunga, menambah kesan manis bagi siapapun yang memandangnya.

"...Tuan Putri."

Sungguh, keindahan yang menghilangkan akal sehat. Kalimat penolakan yang sejak tadi disusunnya dalam pikiran seperti menghilang begitu saja saat pandangan mereka bertemu.

"Kau sudah datang... kemarilah." Ujar sang Putri.

"Apa... yang sedang anda lakukan?"

"Menunggumu. Sambil memandangi bintang di langit. Dua-duanya sama indah sih."

'Harusnya aku yang mengatakan itu.' Pikir sang tukang kebun seraya berjalan mendekat lalu berbaring di samping Putri yang terkurung.

"...Nee, tadi siang aku mendapat kabar kurang menyenangkan." Gumam Dazai.

"Kabar kurang menyenangkan?"

"Ya... tadi siang Ayahanda memanggilku ke ruang kerjanya lalu menyampaikan sebuah surat yang... menghancurkan segala mimpi indahku."

Gadis itu berguling ke samping hingga tengkurap, menatap wajah tampan si surai merah.

"Satu bulan lagi, aku akan menikah dengan seseorang dari kerajaan yang jauh."

Tidak adanya tanggapan dari lawan bicara membuat gadis itu kembali mengatakan banyak hal.

"Aku merasa kalau selama ini Ayahanda menganggapku sebagai beban. Karena aku tidak memiliki tubuh yang kuat. Jadi mungkin beliau ingin mengusirku, sengaja menikahkanku dengan Putra Mahkota dari negara yang jauh agar aku mati perlahan karena kelelahan saat menjadi Ratu nanti. Dengan begitu, bebannya akan berku—"

"Tidak seperti itu, Tuan Putri. Baginda Raja pasti sedang menyiapkan sesuatu yang baik untuk kebahagiaan anda." Akhirnya si surai merah angkat bicara. Kali ini ia berani menatap Putri cantik yang tampak putus asa itu.

"Dia pikir dengan menikah aku akan bahagia, karena bisa keluar dari sini. Tapi apa gunanya keluar dari istana jika aku tidak memiliki seseorang yang kukenal?"

Setetes air mata jatuh membasahi pipi mulus sang Putri. Ia sudah tidak mampu menahan rasa frustasi karena terus hidup dengan banyak larangan.

"Tuan Putri..."

Tidak ada jawaban. Gadis manis itu hanya menangis dengan pandangan kosong.

"Jangan menangis... Dazai." Merasa tidak tahan dengan pemandangan di depannya, si tukang kebun akhirnya memanggil nama sang Putri. Memang itu sangat lancang. Namun ia yakin, dengan begitu gadis di sampingnya tidak memikirkan hal yang buruk.

"Sakuno—"

"Saya... akan setia berada di sisi anda sampai kapanpun. Karena itu, tolong jangan menangis." Potong sang laki-laki.

"Kau janji?"

"Janji."

Dazai yang mendengar hal itu hanya bisa tersenyum getir. Meski terdengar sangat meyakinkan, pada kenyataannya itu hanya janji palsu. Yah, setidaknya ada seseorang yang berusaha menenangkannya. Dan orang itu adalah laki-laki yang ia cintai diam-diam. Jadi Dazai tidak merasa marah.

"Nee... Aku boleh meminta satu permintaan?" Ujar Dazai setelah berhasil menghentikan tangisnya.

"Katakan saja..."

"Maukah kau mengambil ciuman pertamaku?"

Si lawan bicara tidak menjawab. Hanya saja kedua pupil matanya mengecil, tampak terkejut dengan perkataan barusan.

"Setidaknya aku memberikan ciuman pertamaku pada orang yang kusukai... mungkin hidupku akan terasa sedikit manis setiap mengingat memori indah itu."

Sang pria tahu jika ia menolak permintaan itu, maka mungkin gadis di sampingnya akan melakukan hal yang lebih berbahaya. Alasannya? Tentu saja karena putus asa. Jauh di dalam lubuk hatinya, perasaan suka itu juga ia rasakan. Tapi mereka tidak bisa bersama dengan cara seperti ini, bukan dengan situasi seperti ini.

"Tapi berjanjilah untuk tidak melakukan hal yang berbahaya setelah ini." Ujar si tukang kebun.

"Aku janji."

Pipi putih nan mulus itu dibelainya dengan hati-hati. Lalu tanpa sadar, dua pasang bibir itu bertemu. Saling mengecup dan melumat dengan mesra di bawah sinar rembulan.

🌷🌷🌷

Suara lonceng gereja yang kembali terdengar hingga pinggiran ibu kota membuat lamunan Dazai usai. Satu bulan sudah berlalu sejak malam yang tidak terlupakan itu. Saat ia mencium pria yang selalu mengisi hatinya. Gadis itu bahkan sempat tertidur pulas dalam pelukan si tukang kebun.

Sayang, saat Dazai membuka mata, ia sudah berada di kamar. Selain itu, tukang kebun berambut merah yang ia cintai juga sudah menghilang dari istana.

Sempat ia menanyakan ke beberapa penjaga atau pelayan di istana. Namun tidak ada yang mengetahui keberadaan laki-laki bersurai merah itu.

'Mungkin Ayahanda sudah menyingkirkannya karena mengetahui perasaanku.'

Lagi, sang Putri tidak bisa melakukan apa-apa karena sudah terlanjur berjanji. Ia juga tidak mampu menanyakan keberadaan orang itu pada sang Raja. Karena hal itu pasti akan menimbulkan masalah.

Ia hanya bisa menerima semua hal yang terjadi, membuang semua emosinya selama satu bulan hingga hari ini.

"Ayo..." Ujarnya seraya menatap si pelayan setia.

"Tuan Putri... anda menangis."

'Eh?'

Saat itulah Dazai baru menyadarinya. Betapa ia sangat merindukan sosok laki-laki yang selalu membuatnya tersenyum dan menceritakan apa saja dengan jujur. Gadis itu merindukan si surai merah yang sering memasang wajah datar namun suasana hatinya tetap bisa terbaca. Dan sang putri merindukan seseorang yang sudah mencuri hatinya.

"Ah... maaf. Aku jadi menghancurkan riasannya." Keluh Dazai seraya tertawa kecil.

Beberapa maid yang selalu melayani sang Putri merasa iba dengan keadaannya saat ini. Tapi mereka pun tidak bisa melakukan apa-apa.

"Tidak apa-apa, Tuan Putri. Kami masih bisa memperbaikinya..."

"Maafkan kami yang tidak bisa membantu anda menemukan orang itu."

"Maafkan kami Tuan Putri."

Kata maaf mulai dilontarkan satu persatu demi menghibur suasana hati Dazai. Tapi gadis putus asa itu tidak mendengarkan mereka dengan baik karena kembali larut dalam pikirannya sendiri.

'Bagaimana bisa aku berjanji untuk tidak melakukan sesuatu yang berbahaya saat kau menghilang? Bagaimana mungkin aku bisa melupakan seseorang yang kucintai dan menikah dengan orang asing yang wajahnya saja tidak kuketahui? Bagaimana mungkin aku bisa membuang perasaanku dan hidup bersama seseorang yang belum tentu mencintaiku?'

"Sakunosuke-san, kau orang yang sangat jahat." Gumam sang Putri dengan suara lirih.

Tidak butuh waktu lama untuk merapikan riasan. Setelah itu, pintu ruang ganti terbuka. Sang Raja memasuki ruangan dengan pengawal setianya.

"Nak, ayo. Kau tidak bisa menundanya lagi." Ujar sang ayah seraya mengulurkan tangan.

Ingin sekali Dazai memukul pria paruh baya itu dengan buket bunga tulip yang dipegangnya. Tapi akan sayang jika bunga yang ditanam oleh orang itu menjadi rusak karena harus mengenai wajah sang ayah.

"Maaf membuat anda menunggu, Baginda." Mori Ougai sudah tidak terkejut lagi saat sang anak bungsu memanggilnya dengan sebutan itu. Sejak menghilangnya si tukang kebun dari kerajaan, sikap Dazai berubah menjadi sangat dingin padanya. Sebesar apapun rasa sayang dan perhatian yang ditunjukkan oleh Mori, hal itu hanya dianggap angin lalu saja oleh sang Putri.

Tangan kecil Dazai akhirnya terulur, mulai berjalan dengan ayahnya ke arah pintu masuk gereja.

"Nak, angkat kepalamu. Tidak baik jika mempelai wanita tampak sedih di hari pernikahannya."

"Mungkin maksud Baginda, hari dimana aku menjadi barang transaksi politikmu kan?"

"Ayah tidak melakukan it—"

"Tidak perlu dilanjutkan. Saya tetap hidup dan berada disini juga merupakan hal yang patut anda syukuri, Baginda."

Sang ayah akhirnya berhenti berbicara. Merasa akan melukai anaknya lebih banyak lagi jika ada satu kalimat yang keluar dari mulutnya lebih dari ini.

Pintu gereja terbuka. Raja di negeri ini masuk ke dalam gereja bersama dengan mempelai wanita yang menunduk.

'Kau bilang akan setia di sisiku sampai kapanpun...'

Dazai tahu jika itu merupakan janji palsu. Tapi entah mengapa ia selalu berharap bahwa mempelai pria yang sedang menunggunya adalah si pemilik surai merah yang selalu ia rindukan.

"De wa, Putra Mahkota. Tolong jaga anakku baik-baik." Ujar sang ayah sebelum mengarahkan tangan putri yang terkurung pada calon suaminya.

'Dia hanya mengatakan itu setelah menjual anaknya pada orang lain.' Pikir Dazai.

"Tentu. Saya akan menjaganya dengan baik, ayah."

Mendengar suara mempelai pria yang familiar membuat sang putri terdiam. Dalam hati berusaha mengembalikan kewarasan yang sempat pergi entah kemana. Karena tidak mungkin orang di depannya adalah si tukang kebun yang ia rindukan. Jelas-jelas ayahnya mengatakan kata Putra Mahkota tadi.

Tapi semua itu berubah saat Dazai mengangkat kepalanya, menatap wajah familiar namun terlihat lebih rapih di depannya.

"S-sakunosuke...-san?"

Tanpa sadar buket bunga lili yang dipegangnya terjatuh. Tidak, bukan hanya buket bunga saja, melainkan si mempelai wanita yang kehilangan tenaga karena terlalu terkejut. Dengan sigap sang Putra Mahkota menangkapnya, membuat Dazai tetap berdiri.

"Kenapa... Kenapa kau—"

"Aku datang untuk menepati janji itu. Berada di sisimu sampai kapanpun."

"Tapi... tapi—" gadis itu kehilangan kata-kata.

"Ayah yang merencanakan hal ini nak. Itu semua agar kau mengerti betapa kami menyayangimu. Kau bukanlah barang yang ada untuk dijual sebagai jaminan kerjasama." Mori Ougai - sang ayah, Yang Mulia Raja akhirnya menjelaskan situasinya. Dimana ia sengaja membuat Oda Sakunosuke menjadi tukang kebun untuk mendekati Dazai secara perlahan.

Gadis itu tidak berkomentar, hanya memeluk tubuh tinggi tegap di depannya seraya menangis.

"Terima kasih untuk tidak melakukan sesuatu yang berbahaya... calon istriku."

"Kukira.... Kukira aku sudah kehilanganmu selamanya. Kukira Ayahanda membunuhmu karena berurusan denganku." Rasa rindu yang meluap-luap membuatnya tidak mampu mengendalikan diri dan terus menangis.

"Maaf sudah membuatmu menangis. Aku tidak bermaksud menipumu. Tapi jika tidak seperti ini, hubunganmu dan Yang Mulia Raja akan terus memburuk." Jelas si surai merah dengan sabar.

Keduanya saling beradu pandang setelah pelukan itu terlepas.

"Jadi... Anda mau menikah dengan orang asing ini?" Sang Putra Mahkota mengulurkan tangan, menawarkan sesuatu yang selama ini ditakuti oleh Dazai. Hanya saja sekarang situasinya sudah jauh berbeda.

"Bagaimana mungkin saya menolak?" Tangan kecilnya menyambut uluran tangan itu dengan sukacita.

Sementara sang ayah hanya memungut buket bunga yang sempat terjatuh lalu menyerahkannya pada mempelai wanita dengan perasaan yang sedikit lebih lega.

"Semoga hidupmu bahagia, nak..."

"Terima kasih, ayahanda." Sang Putri mengecup pipi ayahnya sebelum berjalan ke depan pintu altar bersama mempelai pria, membuat laki-laki paruh baya itu sempat terdiam sebelum akhirnya tersenyum bahagia.

Sumpah untuk saling setia dan menemani dalam keadaan apapun dilontarkan keduanya dengan hati yang teguh.

Pada akhirnya, Dazai Osamu, putri yang terkurung dalam istana  menemukan kebahagiaan bersama seseorang yang juga mencintainya. Seperti arti dari bunga tulip merah yang waktu itu dipilihnya untuk ditanam oleh 'si tukang kebun', kali ini ia tidak perlu ragu untuk mendeklarasikan rasa cintanya pada Oda Sakunosuke.


THE END
_______________

Yey, selesai tepat waktu. takalune ayo bang, jangan mau ketinggalan.

25 Oktober 2022


WildWolf0303🐺

Continue Reading

You'll Also Like

2K 2K 30
Earth 1; You changed my life "Mau bundir ya? Berarti saya jadi saksi mata dong." Earth 2; "I miss you so bad." "Lo emang milik gue, tapi hati lo mili...
1M 86.9K 30
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...
4.3K 272 55
Kumpulan lirik lagu OP & ED all anime + Indonesia Translate, Di lengkapi Video~ Recomend? Boleh aja ^^ Mungkin ada J-pop nya juga...
41K 58 1
Pindah ke book sebelah. Hanya sobekan kenangan yang tersisa di sini.