Forestesia | Pribumi dan Penj...

By Adel_Aidan

3.7K 696 159

🍁Teen-Lit - Fantasy - Minor Romance🍁 Aku manusia robot, kata Anna. Ucapannya salah, padahal yang manusia ro... More

🍁I : Tugas Prakerin (b)🍁
🍁I : Tugas Prakerin (c)🍁
🍁II : Bumi Kedua dan Manusianya (a)🍁
🍁II : Bumi Kedua dan Manusianya (b)🍁
🍁II : Bumi Kedua dan Manusianya (c)🍁
🍁III : Apa Itu Ketakutan (a)🍁
🍁III : Apa Itu Ketakutan (b)🍁
🍁IV : Aduh, Sial (a)🍁
🍁IV : Aduh, Sial (b)🍁
🍁IV : Aduh, Sial (c)🍁
🍁V : Apa Itu Bahaya?🍁
🍁VI : Aku Adalah 'Bahaya' (a)🍁
🍁VI : Aku Adalah 'Bahaya' (b)🍁
🍁VII : Wah, Tugas Bonus Bernilai Tinggi!🍁
🍁VIII : Ke Bumi Lagi (a)🍁
🍁 VIII : Ke Bumi Lagi (b)🍁
🍁VIII : Ke Bumi Lagi (c)🍁
🍁VIII : Ke Bumi Lagi (d)🍁
🍁IX : Mundur Dulu (a)🍁
🍁IX : Mundul Dulu (b)🍁
🍁X : Tak Kunjung Selesai (a)🍁

🍁I : Tugas Prakerin (a)🍁

974 70 31
By Adel_Aidan

•Uta•

Salah satu tips yang kepala prakerin berikan kepadaku adalah tetap ramah kepada siapa pun dan selalu tersenyum. Jika kita ramah, maka penduduk planet yang kita kunjungi akan ramah pula kepada kita. Katanya, ini tips yang berlaku hampir di semua planet.

Aku masih memasang senyum, tapi orang di sekitarku tidak memasangnya. Bahkan, salah satu dari mereka ada yang siap melemparkan benda ke kami.

Apa ... tips itu tidak berlaku di planet ini?

"Tenang dulu. Lofi, turunkan bangkunya. Radit, tolong lakukan sesuatu sama Kakakmu, dia keliatannya mau muntah. Saga ... tolong jangan ikat tamu kita dengan tanaman rambat dan semacamnya," ucap cepat putri ras Api yang baru kukenal sepuluh menit yang lalu.

Partnerku—Sigma 181261—berkata, "kami datang dengan damai."

"Damai, ya?" lontar laki-laki yang paling kecil di antara kami, masih belum menurunkan benda yang dia angkat. "Apa robot mengerti kata 'damai'?"

"Robot?" lontar laki-laki paling tinggi dan terlihat muda dibanding laki-laki tertinggi lain yang memakai seragam serba putih. Matanya melebar ke arah kami. Kenapa begitu? "Tapi .... dia keliatan kayak orang."

Sigma melontarkan penjelasan secara rinci. "Damai, sinonim kata; tenang, rukun, tentram. Artinya aman, tidak ada pertikaian, tidak ada kerusuhan. Seperti kedatangan kami berdua."

"Sayang sekali, kami gak melihatnya demikian," balas laki-laki itu.

Putri ras Api berdiri di antara kami sembari mengeluarkan napas dengan kentara. "Kalian sungguh bakal ribut setelah apa yang kita alami pagi ini?" katanya.

Kulihat raut mereka agak melemas, tidak bertekuk kencang seperti tadi. Sigma pernah bilang soal penyebutan ekspresi ini beberapa waktu lalu. Kalau tidak salah ... 'pasrah? Atau 'lega'?

Aku belum paham perbedaannya.

Perempuan dengan surai abu-abu nyaris putih berkata, "Tuan Putri benar. Lagi pula, mereka belum memperkenalkan diri."

Mendengarnya bilang begitu, sepertinya aku dipersilakan memperkenalkan diri.

Aku menyatukan kedua telapak tangan di bawah dagu, menunjukkan salam dari planetku. "Aku H-21.20.1, dari planet K-c34. Dan ini partnerku, Sigma 181261 yang akan memanduku selama menjalani Prakerin di planet ini. Salam kenal, manusia planet K-a18."

Tidak ada balasan, tidak ada respons. Suasana sunyi senyap selama beberapa detik sampai seorang laki-laki dengan tinggi rata-rata berkata. "Beneran dari planet lain? Berarti bukan sekutu Karma, dong."

Aku mengedip. "Karma?"

Sigma menjelaskan. "Karma adalah hukum mutlak alam, sebab-akibat yang berlaku di semua planet dan semua kehidupan yang ada di dalamnya—"

"Baik, baik. Berhenti," ujar perempuan yang tubuhnya menyala. Ya, benar-benar menyala dengan samar. "Aku tidak mau dengar nama itu saat ini."

"Na, kamu gak apa-apa?" tanya laki-laki paling tinggi kedua.

Perempuan menyala tadi membalas. "Iya, Ga. Kamu gak perlu pegangin aku.. Nah, errrm ... siapa tadi namanya?"

"H-21.20.1," ujar laki-laki paling pendek.

"Ya, itu. Apa tujuan kamu ke sini?"

"Dia bilang Prakerin. Apa itu sejenis misi?" tanya si laki-laki pendek.

Tuan Putri menunjuk ke bawah dengan sopan sambil menatap ke arahku. "Duduk dulu."

Duduk? Tapi, aku tidak melihat ada bangku di sini.

"Biar kulihat." Kedua mata Sigma memancarkan sinar pindai kebiruan yang segera menyebar ke seluruh ruangan. Mereka melakukan pergerakan secara tiba-tiba. Ada yang memekik, bersembunyi di balik punggung seseorang dan kembali mengangkat benda tinggi-tinggi.

"Scanning selesai. Benda yang putri ras Api tunjuk adalah bangku, terbuat dari kayu pohon, sejenis tumbuhan. Sebagian besar rumah ini juga terbuat dari bahan yang sama. Tidak ada unsur atau zat berbahaya selain yang ada di ruangan lain," jelas Sigma.

Aku menatap benda yang dipanggil bangku itu dengan lamat-lamat. Kayu pohon. Tumbuhan ....

Aku terkesiap. "Dari yang hijau-hijau itu?"

"Hijau-hijau?" ujar laki-laki pendek yang wajahnya mengerut bingung. Ah, aku ingat ekspresi 'bingung'. Ini sebuah kemajuan!

Tetapi, kalau lawan bicara jadi bingung, berarti aku tidak mengatakan sesuatu dengan jelas.

Astaga, aku berbuat keliru.

Aku baru ingat, agar lawan bicara tidak bingung, aku tidak boleh mengalihkan topiknya tiba-tiba dan barusan aku malah melakukannya!

"Aku minta maaf sudah mengalihkan topik. Sebelumnya ada yang bertanya tentang Prakerin, ya?" tanyaku sembari duduk di bangku dari kayu pohon.

Aku terdiam sebentar karena tinggi bangkunya tidak setinggi yang biasa kududuki dan terasa sangat keras. "Penjelasannya cukup panjang. Semoga aku dan partnerku bisa menjelaskannya dengan singkat dan lugas."

Sigma bergeser tuk berdiri di sebelah, aku pun mulai menuturkan penjelasan.

🍁🍁🍁

Aku sudah berusia delapan belas tahun sekarang. Di planet ini, setiap anak yang sudah mencapai umur itu akan menjalankan Prakerin sebelum ditempatkan di area kerja, Insider.

Ah, supaya tidak terbelit-belit, aku jabarkan sedikit soal planetku, ya.

Planetku terdiri dari dua area. Area luar dipanggil 'Outsider', sementara area di dalam planet dipanggil 'Insider'.

Semua penduduk tinggal di bangunan-bangunan tinggi di Outsider, sementara pusat-pusat penting—pusat pelayanan, keamanan, kesehatan, pangan dan sebagainya—ada di Insider.

Inti planet kami juga ada di wilayah Insider, dapat dilihat dari lantai kaca di Outsider. Inti planetnya berbentuk bongkahan batu panas yang mengalirkan energi magnet. Namun, bongkahan ini sudah tidak sebesar dan sepanas sebelumnya.

Alhasil, pendahulu kami mengembangkan sebuah mesin yang terdiri dari empat gelang besi pipih yang berputar ke empat arah berbeda, menjadi penghantar bongkahan inti planet untuk menyebarkan energi magnet ke seluruh planet, mengunci pembatas terluar agar udara dan panas buatan di Outsider tetap terjaga.

Nah, mari kita lanjut membicarakan perihal 'Prakerin'.

Seminggu lalu, aku dan sembilan belas anak lain yang seangkatan, mendapat pengarahan awal soal Prakerin. Kami sudah tau tugas besar ini akan datang, jadi kami tidak kaget ketika pengarahan.

Inti dari kegiatan Prakerin ini adalah mengirim kami ke planet lain untuk meriset sistem kehidupan yang ada di sana, dengan tujuan untuk mendapat ilmu baru yang bisa diaplikasikan ke planet kami.

Semakin bagus hasil riset yang kami dapat, semakin besar kemungkinan kami mendapat bagian kerja di Insider, di bidang yang kita mau. Sebaliknya, jika hasil riset tidak begitu membantu, bidang bagian kerja kami akan diputuskan oleh pihak atas Insider dan kemungkinan besar pekerjaannya cukup berisiko.

Aku tidak begitu paham dengan apa yang dimaksud 'berisiko', tapi aku dan anak-anak lain akan berusaha mendapat hasil yang optimal.

Setelah pengarahan awal, esoknya kami dipasangkan dengan robot partner masing-masing. Robot partner memiliki wujud yang beragam. Ada yang benar-benar berbentuk seperti manusia, ada yang berbentuk manusia dengan ciri khas suatu hewan dari planet lain, dan ada yang berwujud hewan-setengah-manusia. Mereka akan membantu, mengawasi, sekaligus mengirim laporan ke pusat informasi Insider setiap pergantian hari.

Di hari itulah aku bertemu dengan Sigma 181261.

Aku mendapat partner robot laki-laki yang sepuluh senti lebih tinggi dariku, dengan surai tak begitu pendek, agak ikal dan manik mata berwarna cokelat. Ada garis hitam dari bagian keluarnya air mata, melengkung sampai ke rahang. Guru pengarah Prakerin saat itu berkata kalau robot partnerku memiliki ciri khas hewan mamalia bernama 'Citah'. Seekor kucing besar yang terkenal cepat dan tangkas.

Sampai di Asramaku, Sigma langsung memberitahu perlengkapan apa yang mesti dibawa agar aku segera memesan atau mempersiapkannya.

"Makanan dari planet lain akan sangat berbeda dan beragam. Aku sudah memiliki buku panduan makanan organik, jadi kamu tidak perlu kerepotan soal itu," kata Sigma yang berdiri tegak di sebelah pintu masuk kamar Asrama selagi aku mengacaukan seisi kamar untuk mencari perbekalan.

Aku terdiam sejenak. Di sini, asupan nutrisi kami adalah jus. Menunya juga beragam, berdasarkan kondisi tubuh setiap harinya, jadi kita tidak akan kekurangan satu vitamin atau nutrisi apa pun. Namun, aku tidak mengerti apa yang dia maksud 'Makanan Organik'.

Aku bertanya selagi memasukkan beberapa perangkat kecil ke dalam tas pinggang. "Seberapa lain makanan mereka?"

Sigma mengulurkan tangan besinya ke arahku dengan telapak tangan menghadap ke atas. Dari lensa kecil di tengah telapak tangannya, dia menampakkan gambar hologram yang nyaris nyata dan bisa dipegang.

Aku mendekat, melihat hologram sesuatu berwarna hijau yang dia tunjukkan. "Ini apa?"

"Bayam, jenis sayuran, masuk dalam kategori tumbuhan yang bisa menjadi makanan."

Aku menatap gambar Bayam yang berputar pelan. "Tumbuhan ...."

Gambar berganti menunjukkan benda hijau lain yang berbeda bentuk, lalu berganti jadi gambar tumbuhan yang warnanya, bentuknya dan ukurannya beragam.

"Sebanyak ini?" kataku tidak percaya karena pergantian gambarnya masih berlangsung sampai satu menit lebih. "Ini makanan dari planet mana?"

Sigma mengarahkan telapak tangannya yang mengeluarkan gambar tuk menyentuh tembok besi asrama dan gambar planet pun pindah ke sana, memenuhi tembok.

"E-08," gumamku menyebut nama planet yang sebagian besar diselimuti warna biru itu.

Mendadak suara detak jantungku lebih ramai dibanding biasanya. Aku menyentuh tubuhku dengan heran. Perasaan ini jarang sekali ada dan aku tidak tau perasaan apa ini. Namun, aku ingat di saat apa perasaan macam ini datang.

Seperti di saat aku pertama kali berkenalan dengan anak-anak lain yang seangkatan. Saat aku pertama kali dibawa ke area Insider. Saat aku mendapat seragam baru.

"Antusias," ujar Sigma yang menaruh tangannya di atas tanganku. "Detak jantung yang meningkat, pupil mata yang melebar, pompaan darah ke seluruh tubuh mendadak agak lebih cepat. Saat ini kamu sedang merasa antusias."

Kutatap lurus mata yang warnanya agak lebih terang jika dilihat dari dekat, sambil mengulang kata yang dia ucapkan. "Apa merasa antusias berakibat buruk pada tubuh?" tanyaku.

Dia menggeleng sembari memasang senyum. "Antusiasme adalah perasaan yang baik. Apa yang kamu rasakan, aku juga akan merasakannya, karena kita sudah dijadikan partner. Jadi, semisal kamu kesulitan untuk mengetahui perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, aku bisa menganalisis situasi dan memberitahumu sesuai dengan berkas yang kumiliki."

Perasaan yang baik ....

"Bagaimana kalau kita ke planet ini, Sigma?"

Sigma kembali menatap gambar planet E-08 di tembok. "Sayangnya, planet ini tidak memiliki sinyal penerima sistem teleportasi, jadi kita tidak bisa ke sana secara langsung. Mungkin kita bisa transit ke planet terdekat. Tetapi...."

Aku menoleh. "Tetapi apa?"

Laki-laki itu terdiam beberapa saat. "Dari catatan resmi di pusat informasi, dua puluh tahun lalu, seorang anak 18 tahun yang di kirim ke planet tempat transit ini menghilang bersama robot partnernya dan mulai sejak itu, planet K-a18 masuk ke daftar planet yang tidak disarankan untuk dikunjungi."

"Teman-teman, apa kalian memikirkan apa yang aku pikirkan?" lontar si laki-laki pendek, menyela penuturanku.

"Emang kamu memikirkan apa, Fi?" tanya laki-laki paling tinggi di ruangan ini, memakai seragam serba putih.

Matanya mengerjap sekali. "Gak jadi, deh. Nanti aja. Silakan lanjut mendongengnya."

Aku tidak mendongeng, tapi dia mempersilakanku untuk lanjut bicara, jadi itulah yang kulakukan.

Meski tidak disarankan, bukan berarti aku tidak bisa ke sana. Sehari sebelum keberangkatan, aku dan anak-anak lain mendapat kesempatan untuk berbicara pada pihak Insider yang sudah pernah Prakerin untuk mendapat pengarahan lebih lanjut soal planet yang kami pilih masing-masing.

Orang-orang yang sudah pernah Prakerin sangat berbeda dari kami. Mereka sesekali tersenyum, ramah dan baik seperti kami. Namun, ada waktu ketika mereka melantangkan suara, mengeraskan raut wajah, membentak orang lain, dan melakukan hal yang tidak aku dan anak-anak seangkatanku lakukan dan pahami. Sikap yang tidak dilakukan oleh orang-orang yang belum Prakerin.

Sigma bilang, "pengaruh setelah Prakerin. Ada yang terbawa oleh keseharian mereka di planet yang mereka riset, ada yang tidak terpengaruh sama sekali. Beberapa yang terlalu terpengaruh sampai mengacau akan diamankan di pusat keamanan. Nanti, aku bisa membantumu untuk tidak mendapat pengaruh buruk dari planet lain."

Aku melihat orang Insider yang tertawa begitu girang ke orang lain di balik dinding kaca ruangan yang kami lalui. "Itu juga pengaruh buruk?" tanyaku.

"Kalau tertawaannya menimbulkan gangguan untuk pihak lain, maka itu termasuk pengaruh buruk. Kalau tidak, maka hanya dianggap 'terlalu girang'," katanya.

"Terlalu girang, ya ...." Orang itu terlihat bahagia dalam artian yang sulit kujelaskan.

Mungkinkah ... aku akan mengalaminya setelah Prakerin nanti?

Orang yang sudah lulus Prakerin sekaligus Pembimbing prakerinku adalah seorang wanita berusia dua puluh tujuh tahun yang bekerja di pusat keamanan.

Namanya H-16.9.1. Pengaruh yang dia dapat dari planet lain adalah hobi tuk mengganti warna rambut sesuka hati. Aku pernah berpapasan dengannya minggu lalu di bangunan asrama, saat itu warna rambutnya hitam dengan ujung berwarna merah muda menyala. Sekarang seluruh rambutnya berwarna ungu gelap.

"Sembilan tahun lalu, aku pergi ke planet G-99. Kalian pernah dengar?" tanyanya selagi berdiri menghadap tembok kaca, melihat inti planet kami yang sedang sibuk berputar, menyebarkan gaya magnet.

"Tidak, Nona H—," balasku.

"Panggil aku Siren. Itu memudahkan kita berdua," selanya. Dia berbalik dan tersenyum, hanya sisi pipi kirinya saja yang terangkat. Cara tersenyum yang berbeda dari kebanyakan orang.

"Planet G-99 adalah planet dengan populasi manusia yang kecil. Tanah di sana lebih hancur dari tanah kita yang kita tutupi dengan besi di mana-mana, alhasil makanan yang tersisa adalah daging," lanjutnya.

"G-99 adalah planet monster," timpal Sigma. "Ibaratnya dihuni makhluk-makhluk mimpi buruk."

"Mimpi buruk?" tanyaku ulang.

"Kamu tidak akan paham arti 'mimpi buruk'. Di sini, mereka menutupi semua yang negatif, menenggelamkan kalian dalam dongeng indah dengan jaminan akhir bahagia," katanya terkesan menekankan sesuatu yang tidak kutangkap maksudnya. "Bahkan, robot di sini saja terlihat lebih manusiawi dari manusianya."

Aku mengerjap cepat, masih belum mencerna apa yang Siren katakan. "Sudahlah, aku lelah harus menjelaskan sesuatu terus-menerus pada kalian, orang-orang tidak berperasa. Planet E-08 bukan pilihan buruk, K-a18 juga. Namun, aku lebih menyarankanmu untuk menjalani Prakerin di planet yang sudah memiliki sistem teleportasi sendiri. Dengan begitu, tidak ada halangan pada pengiriman informasi harian yang akan robotmu kirim nantinya."

Aku mengangguk mengerti. "Kalau begitu, aku pilih planet K-a18."

Sebuah kursi besi tak jauh dari hadapan kami bergerak naik ke atas dan langsung Siren duduki. "Secepat itu? Kamu tidak mau dengar soal daftar bahaya yang ada di sana?"

Bahaya ....

"Oh, iya. Kamu pasti tidak terpikirkan ke sana, ya. Kuberitahu saja, kamu bisa saja mati di planet itu dan tidak kembali ke sini," lontarnya.

Mati ....

Siren menghempas napas. "Mati berarti kamu tidak akan mampu bernapas, berdiri atau bergerak lagi. Kamu menjadi tubuh yang membusuk, lalu tinggal tulang, lalu tulangmu akan dibakar sampai habis. Itu artinya mati."

Senyumku larut sembari mencerna maksudnya. 'Tidak bisa bergerak', kalimat itu membuatku membeku seolah dia barusan mengucapkan sejenis kata perintah dan aku otomatis mematuhinya.

Aku menarik napas kaget saat tangan Sigma memegang jemariku dan meremasnya tidak begitu kuat. Kudapati ekspresinya tampak lebih ... 'yakin' atau 'serius' dari semenit lalu.

"Aku tidak akan membiarkannya mati di tanah orang," katanya.

Siren memberikan tatapan yang tidak kutau apa artinya, tapi menerima tatapan begitu membuatku merasa aneh.

"Bisa berhenti melihat kami dengan tatapan dingin begitu?" lanjut Sigma lagi.

Tatapan dingin ... itu perumpamaan yang pas. Tatapan dari Siren membuatku merasa agak dingin.

Siren pun tersenyum lebar, seperti yang biasa aku dan anak-anak seangkatan lain lakukan. Sontak, aku merasa lebih leluasa bernapas hanya karena perubahan gestur kecilnya. "Aku suka semangat kalian. Kalau begitu, keputusannya sudah bulat, ya? Kalian akan Prakerin di planet K-a18."

Aku mengangguk lebih kaku dari yang biasa kulakukan selagi Siren mengusap layar komputer yang menjadi permukaan meja untuk mengonfirmasi pilihan planet kami ke pihak pengarah Prakerin.

"Besok kalian berangkat ke pusat informasi sesegera mungkin. Tidak masalah jam berapa, tidak ada daftar giliran. Siapa yang siap, dia yang berangkat." Siren bangkit, mendekatiku, lalu menaruh tangannya di puncak kepalaku. "Seperti yang sudah diberitahu, kalian bisa mengganti tujuan planet setelah bertahan selama seminggu di planet pilihan pertama. Jangan paksa diri kalian hanya karena ingin mendapat hasil bagus. Mengerti?"

Baru kali ini ada seseorang yang menaruh tangannya di kepalaku jadi aku tidak tau mesti merespons bagaimana, tapi ... tangan Siren terasa lebih hangat dari suhu tubuhku dan aku tidak keberatan dengan itu.

Aku menepuk tangan sekali. "Begitulah, singkat penjelasannya," kataku.

Tujuh manusia planet K-a18 yang ada di sekelilingku tidak segera menunjukkan respons seperti sebelumnya.

Aku menatap Sigma. "Apa aku salah bicara lagi?"

"Saat ini, mereka sedang dalam konflik antara pikiran dan batin. Penjelasan barusan agaknya terlalu berliku-liku untuk disampaikan sekaligus. Mereka jadi tak bisa memutuskan untuk percaya atau tidak," jelas Sigma.

Aku tidak mengerti maksud dari 'konflik pikiran dan batin', tapi kalau penjelasanku terlalu berliku-liku, berarti caraku menjabarkan tidak tepat, salah urutan.

Sebelum aku kembali mengutarakan tujuan kami ke sini, laki-laki paling pendek membuka suara. "Dengan kata lain, kamu ke sini karena tugas dari planetmu, begitu?"

Aku mengangguk. "Benar sekali."

Sepertinya mereka butuh waktu untuk memproses informasi yang kusampaikan barusan jadi responsnya agak terlambat. Aku pun pernah begitu.


ini, nih, kawan baru kita ...

ini referensi pakaian mereka (H-21.20.1 yang putih)

Continue Reading

You'll Also Like

2.4M 131K 73
❝Diam menjadi misterius, bergerak menjadi serius.❞ -Liona Hazel Elnara Genre: 1. Drama Psikologis 2. Thriller / Suspense 3. Action 4. Romance 5. Crim...
75.2K 3.3K 34
Safina seorang manager sebuah perusahaan dan sudah menikah. Suatu saat ia mencurigai suaminya telah berselingkuh. Segala upaya ia lakukan demi mencar...
16.5K 6.9K 35
Buku terakhir dari trilogi The New Girl. Jen harus berhadapan dengan Antoinette, pengendali langka dengan kekuatan yang mengerikan. Di tengah-tengah...
135K 11.6K 38
[Sudah Terbit dan Tersedia di Toko Buku] [15+] Ini adalah Nusantara di penghujung abad 22, ketika semua yang terjadi tidak seperti yang teramati...