Happy reading
.
.
.
"Terimakasih, pak" seorang gadis dengan tampilan remaja SMA tersenyum sopan pada pria paruh baya yang tak lain supir pribadi keluarganya.
"Sama-sama, non. Permisi" kata pak supir lalu menjalankan mobilnya.
Gadis tersebut menganggukkan kepalanya ramah.
Sesaat kemudian, gadis tersebut membalikkan tubuhnya. Pandangannya langsung mengarah pada bangunan sekolah mewah yang tepat berada di hadapannya.
'INTERNATIONAL GRISHAM HIGH SCHOOL'
Kalimat itu dengan jelas terlihat di gerbang sekolah dengan warna dasar hitam dan isen-isen berwarna emas yang membuatnya terlihat elegan sekaligus berkelas.
Dengan percaya diri, gadis itu melangkahkan kakinya memasuki gerbang sekolah. Samar-samar gadis itu terlihat menyeringai, pikirannya dipenuhi dengan tujuan menyenangkan yang akan dihabiskannya disana.
Setiap langkah gadis itu selalu manarik perhatian siswa-siswi yang baru saja datang ke sekolah. Mereka, para siswa dengan rela menunda aktivitasnya hanya untuk melihat kecantikan gadis itu.
Gadis itu tak peduli dengan pandangan siswa lain, ia dengan cuek melangkahkan kakinya menuju ruang kepala sekolah. Padahal hatinya menjerit ingin mencolok mata siswa-siswi itu.
Di tengah perjalanannya, tanpa sengaja ia menabrak seorang siswa yang memang sedang terburu-buru.
BRUKK
Awsh
Gadis itu merengut kesal. "Lo........"
Degg
Tatapannya sedikit terpaku saat melihat wajah siswa tersebut.
"Bang Jo...." Gumamnya lirih.
Siswa tersebut yang tak lain Nathan, sedikit linglung saat merasakan deja vu dengan kejadian yang baru saja dialami. Ini seperti saat pertama dirinya bertemu dengan orang itu. Ck, menyebut namanya saja sudah membuat Nathan muak.
Mengingat sikap orang itu pada adiknya, matanya langsung menajam dengan ekspresi yang bertambah dingin. Ia langsung pergi dari sana tanpa peduli dengan gadis itu. Sebelum------
"Lo Jonathan kan?" Tanya gadis itu dengan senyuman yang merekah. Tangannya dengan lancang menghentikan langkah Nathan.
"Lepas!" Seru Nathan datar. Dirinya benar-benar trauma dengan seorang gadis!!.
Gadis itu langsung melepaskan tangannya.
"Kenalin gue Elin," gadis itu mengulurkan tangan kanannya untuk berkenalan.
Melihat sosok dihadapannya tidak merespon, Elin langsung menarik tangannya canggung.
Benar-benar mirip......
"Eh, anterin gue ke ruang kepsek dong!" Kata Elin menatap Nathan berbinar.
Nathan diam dalam keheningan. Tiga detik kemudian ia pergi dari sana tanpa peduli pada Elin.
"Hey! Tungguin gue!!" Seru Elin lalu mengejar Nathan.
Saat di pertigaan kolidor, tiba-tiba Nathan menghentikan langkahnya.
"Pergi!"
"Tapi gue nggak tau ruang kepseknya," ucap Elin cemberut.
"Lurus, belok kiri, lantai dua." Setelahnya Nathan langsung pergi.
Elin langsung menatap punggung Nathan yang menjauh dengan kesal. "Mereka bener-bener mirip, anjiirr." Katanya.
Jika saja dirinya tidak mempunyai tujuan disini, sudah pasti wajah tampan milik pria itu sudah terdapat lebam berwarna merah.
Elin langsung pergi dari sana dengan menghentakkan kakinya.
Tokk.....tok....tok.....
"Masuk.."
"Pagi pak,"
"Kamu Elyana Fauzie Ivander?"
Elin tersenyum sopan, "itu nama saya pak," katanya sembari mengangguk.
"Kamu ada di kelas X MIPA 3," kata kepala sekolah yang bernama Edy Susilo.
"Iya pak,"
"Selamat datang di International Grisham High School, Elyana." Pak Edy berucap dengan tersenyum, tangan kanannya diulurkan.
"Terimakasih, pak." Balas Elin seraya menjabat uluran tangan pak Edy.
"Mari saya antar," kata Pak Edy lalu memimpin jalan.
Elin dengan patuh berjalan mengikuti Pak Edy dibelakangnya. Setelah 2 menit, mereka sampai didepan kelas XI MIPA 3.
Tokk...tokk..tok....
Ceklek.
"Pak Edy? Ada perlu pak?" Tanya seorang guru yang sedang mengajar.
"Saya mengantar murid baru, Bu Karin," kata Pak Edy. Karin, nama guru itu.
"Karena tugas saya selesai, saya permisi." Kata Kepala sekolah, setelahnya ia pamit pergi.
Bu Karin tersenyum, lalu mengajak Elin memasuki kelas.
Suasana kelas yang awalnya ramai langsung hening saat gadis itu memasukinya.
Elin tersenyum canggung sebelum membuka mulut.
"Hay guys, kenalin gue Elyana Fauzie Ivander. Gue pindahan dari Aussie." Kata Elin.
"Baik anak-anak, ada yang mau ditanyakan?" Tanya Bu Karin seraya memandang keseluruhan kelas.
"Bu..."
"Bu..."
"Bu...."
"Jika tidak ada, mari kita lanjutkan materi. Nak Elin silahkan duduk di kursi kosong." Lanjutnya tanpa merespon para siswa yang sudah mengangkat tangan.
Elin duduk dibangkunya dengan patuh. Matanya dengan serius memandang Bu Karin yang sedang mengajar.
Krriiiiinggg........
Elin meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku karena terlalu lama duduk dengan tegap.
"Hay, kenalin gue Fina. Kita teman sekelas btw." Kata seorang siswi yang menghampiri Elin. Wajahnya tersenyum cerah dengan tangan yang diulurkan.
Elin menatap uluran tangan itu datar, tapi sedetik kemudian, Elin memunculkan senyum ramah diwajahnya.
"Salken...." Kata Elin lalu menerima uluran tangan.
"Ngantin yok," ajak Fani.
Elin mengangguk menyetujui lalu mengikuti langkah Fani.
"Lo mau apa?"
"Mie ayam, ada ga?"
"Tunggu 5 menit, oke."
"AFRIIIII SINIIIIII!!" Fani berteriak saat melihat siluet orang yang familiar diingatannya.
Sosok yang bernama Afri langsung bergegas menuju Fani dengan senyuman andalannya.
"Hai, Fan. Udah lama?"
Fani menggeleng, tangannya menepuk kursi di sebelah kirinya yang masih kosong.
"Fara belum berangkat, Fri?" Tanya
Afri menggeleng lemah, "belum." Katanya singkat.
Mata Elin sedikit penasaran dengan hal yang dibicarakan dua orang itu.
"Emang Fara kenapa?" Tanya Elin.
"Lo kenal dia, Lin?" Tanya Fani.
"Gue pernah kenala dulu," kata Elin.
"Btw, dia kenapa?" Lanjut Elin bertanya.
"Dia dibawa ke rumah sakit gara-gara liat darah." Ujar Fani berbisik.
"Ha? Maksud Lo Fara phobia darah?" Tanya Elin heran.
Fani diam.
"Kayaknya," kata Afri ragu-ragu.
Elin terkekeh geli dihatinya, Dia? Phobia darah?, Batinnya geli sendiri.
.
.
.
TBC.
Fyi, ini part tergabut yang aku buat :(
22-10-2022