BENALU YANG TAK TERLIHAT(Tama...

Par wienena

9.1K 551 40

Awalnya aku membencinya. Lelaki itu bagaikan Benalu di kehidupan kami. Tanpa kusangka sebuah rahasia terkuak... Plus

chapter 1
chapter 2
bab 3
Bab 4
Bab 5
Bab 6
Bab 7
Bab 8
Bab 9
Bab 10
Bab 11
Bab 12
Bab 13
Bab 14
Bab 15
Bab 16
Bab 17
Bab 18
Bab 19
Bab 20
Bab 21
Bab 22
Bab 23
Bab 24
Bab 25
Bab 26
Bab 27
Bab 29
Bab 30
Bab 31
Bab 32
Bab 33
Bab 34
Bab 35
Bab 36
Bab 37
Bab 38
Bab 39
Bab 40
Bab 41
Bab 42
Bab 43
Bab 44
Bab 45
Bab 46
Bab 47
Bab 48
Bab 49
Bab 50
Bab 51
Bab 52
Bab 53
Bab 54
Bab 55
Bab 56
Bab 57
bab 58
ekstra part

Bab 28

111 8 0
Par wienena

    Kejadian penguntitan ternyata sampai juga ke telinga Bima, siapa lagi pelapornya kalau bukan Nayya. Perempuan itu pasti yang mengabarinya. Jadinya, sekarang aku dilarang berangkat pakai motor sendiri. Pria itu ngotot ingin mengantar dan menjemput ketika aku bekerja.

"Nanti nggak perlu di jemput," kataku sambil mengulurkan helm padanya.

"Kamu mau nginep?"

Aku menggeleng, "Hari ini Nyonya akan ada perjalanan arah ke rumah."

Untungnya Bima tak lagi bertanya. Ia langsung melesat pergi karena buru-buru, masih harus melanjutkan pekerjaan. Bima harusnya tak melakukan ini. Kami hanyalah teman, bukan?

Pernah suatu hari, saat itu aku sengaja menyinggung  semua perhatiannya padaku, dia mengaku  nyaman bersamaku. Dia tahu, perasaanku padanya seperti apa, aku hanya menganggapnya teman, tetapi Bima bilang dia bisa mengerti dan bersedia menunggu sampai perasaanku berubah.

Tapi hal itu kapan?

Atau sebenarnya dalam hati kecilnya dia berharap aku bisa luluh dengan semua perhatiannya itu?

Mustahil.

Bima sedang memperjuangkan sesuatu yang sulit. Aku bukan tipe perempuan yang akan mudah menerima cinta seseorang begitu saja, prinsipku dari dulu tak berubah.

Aku ingin memiliki pasangan yang saling berbalas rasa, saling mencintai agar kami sama-sama bahagia.

    Lamunanku buyar karena security menyapaku, rupanya sedari tadi pria empat puluh tahunan ini sudah membuka gerbang, menungguku masuk.

"Nanti acara kangen-kangennya bisa di sambung lagi, Mbak. Saya sudah dari tadi buka gerbang, Mbak Sari malah ngelamun."

Aku tersenyum kecut, melambaikan tangan melanjutkan langkah. Sania pasti sudah menunggu.

    "Kakak ...." Benar saja, gadis kecil itu sudah menunggu, dia berlari menyambut kemudian memelukku dengan senyum merekah.

"Kakak taruh tas dulu, ya." Sania mengangguk.

Hari ini Sania mau menyulam, gara-gara melihat video toktok, gadis kecil itu jadi penasaran. Untungnya Sania tak memaksaku untuk mengajarinya, Aku hanya mengawasi dari samping saja.

"Nanti malam gimana Dek? Jadi ke luar kotanya?"

Sania mengangguk. Beberapa hari yang lalu Sania cerita akan ikut mengunjungi orang tua Maminya. Dan aku di minta ikut pula. Awalnya aku sempat menolak, tapi kata Nyonya, aku harus ikut, demi menyenangkan Sania.

"Perginya nggak jadi malam, tadi Nyonya telpon sudah ada di jalan. Kalian harus siap-siap sekarang." Mbok tiba-tiba datang membuyarkan lamunanku.

"Aku nggak suka di sana," gumam gadis itu sambil mengerucutkan bibirnya.

"Kenapa? Kan enak ketemu nenek. Kakak dari kecil pengen sekali punya nenek."

Sania mendengus, ia memutar tubuhnya membelakangiku, tangannya bersendekap di dada.

"Nenek nggak pernah sayang sama aku!"

Aku tak lagi berani bertanya, apalagi Mbok memberiku kode untuk diam.

***
   Mobil yang kami tumpangi sudah membelah jalanan kota. Rute perjalanannya ternyata melewati depan rumahku.

"Nanti salim ya sama Nenek," pesan Nyonya dari jok depan.

"Nggak mau!"

Nyonya Farah tak lagi bicara, pandangannya lurus ke depan, seperti memikirkan sesuatu. Aku juga memilih tak bicara apapun.

Setengah jam kemudian, mobil berhenti. Semua turun tapi hanya Sania yang ngotot tidak mau. Gadis kecil itu bahkan menangis meraung-raung.

Nyonya Farah yang biasanya lembut menghadapi putrinya kali ini seperti hilang kesabaran. Dia menggendong paksa bocah itu tanpa perduli kaki Sania meronta-ronta. Aku yang biasa melihat Sania begitu manis, sedikit kaget, ternyata Bocah ini punya sisi lain yang tidak ku ketahui. Dia  tidak bisa di paksa!

"Dengar Mami,"

Nyonya menurunkan Sania dari gendongannya ke kursi teras,  menatap putrinya tegas.

Sania terdiam, gadis kecil itu menunduk dengan tubuh bergetar, menahan tangis.

"Sania, tatap Mami!" Sania menurut. Berlahan wajahnya terangkat.

"Nenek lagi sakit. Mami harus menengok .... ''

"Ta ... Tapi, Ne ... Nenek, nggak su ... ka sa ... ma, A a.. Adek..., Mi."

Suara Sania terpenggal karena isakan.

"Sari, tenangkan dia. Saya masuk duluan!"

Aku segera mengambil alih Sania yang masih terisak. Tangis bocah itu pecah tatkala aku memeluknya.

***
     Sebuah kasur tua di ruangan berukuran empat kali empat kini terlihat kumuh. Mungkin di karenakan tidak adanya ventilasi udara, ruangan itu menjadi begitu lembab dan pengap. Apalagi bercampur dengan bau air seni manusia. Ruangan ini sangat tidak layak untuk di huni.

Tepat di samping kasur itu, Nyonya Farah berdiri menatap ke arah wanita tua yang sedang terbujur di atas kasur. Wajah bos ku itu datar.

"Kalau Ibu ngotot seperti ini, jangan salahkan aku kalau tidak lagi peduli!"

Suara lantang Nyonya Farah mengagetkanku. Wanita yang di panggil Ibu oleh Nyonya Farah itu tak merespon. Matanya terpejam.

"Ibu, aku sudah berulang kali minta maaf. Kenapa Ibu .... " Nyonya Farah tak melanjutkan kata-katanya.

Sambil menghela napas atasanku itu mendongakkan wajahnya dengan bibir bergetar.  Wanita angkuh itu rupanya tengah menahan tangis.

"Besok, orangku akan membawa Ibu ke rumah sakit. Jangan menolak."

Nyonya Farah seperti bermonolog, karena sejak tadi ucapannya tidak di balas oleh ibunya.

"Dan satu lagi! Ibu boleh membenciku, boleh tidak menganggap aku sebagai anak ibu lagi, tapi tolong, Bu ... Ibu jangan benci anak-anakku. Mereka tidak bersalah!"

Setelah mengucapkan kalimat Nyonya Farah meraih tasnya lalu keluar. Sania yang sedari tadi berdiri di sampingku segera mengikutinya.

Setelah Nyonya Farah pergi wanita tua itu membuka matanya pelan, dia menatap ke arah pintu dengan ekspresi sedih.

"Mau minum?" tanyaku mendekatinya.

Wanita itu menoleh, dia menatapku seperti terkejut.

"Sari, kita pulang,"panggil Nyonya Farah dari arah pintu.

Aku menatap wanita tua itu sekali lagi, memastikan dia baik-baik saja. Lalu saat hendak menutup pintu kamar, wanita tua itu menangis.

***
  Sepanjang perjalanan pulang Nyonya Farah hanya terdiam. Sania sudah tidur di pangkuanku, bocah itu sangat berbeda hari ini.

Dia jadi pendiam.

"Kiri depan, Pak. Itu yang ada tokonya,"

Bukan aku yang bersuara, tapi Nyonya Farah. Membuatku mengernyitkan dahi karena heran. Ketika aku hendak menanyakan sesuatu, Nyonya Farah melanjutkan ucapannya.

"Turun saja." Aku menurut setelah terlebih dahulu memastikan posisi tidur Sania aman.

Setelah aku turun gantian Nyonya Farah naik, duduk di kursi tengah, menggantikan posisiku memangku putrinya.

"Masuklah."

Lagi-lagi tak ada kesempatan bagiku untuk bertanya, Nyonya Farah terlihat letih sekali hari ini

Pertanyaan yang ingin kutanyakan pada Bos ku itu simple yaitu  Bagaimana dia tahu rumahku?

****
   Pagi ini hujan sangat lebat, Kulihat Bapak masih meringkuk di kamarnya. Sejak berobat dan konsultasi kondisi Bapak sda kemajuan. Bapak sudah jarang sekali merancau.

Kulirik jam dinding sudah jam  setengah delapan pagi.

"Nduk, Sari!"

Suara Ibu berteriak dari arah toko. Biasanya jam-jam seperti ini, barang kulakan Ibu datang. Aku bergegas keluar karena sepertinya Ibu sedang membutuhkan bantuan.

Benar saja, kulihat Ibu sedang kesulitan mengangkat kardus. El menyusul dari belakang memanggul beras.

"Taruh luar saja, Mas. Basah itu."

El terlihat terengah-engah, seluruh tubuhnya basah kuyup.

"Kamu hujan-hujan?" tanyaku.

"Kok hujan-hujan to, Nduk. Kehujanan," sahut Ibu sementara El kini mengatur napas sambil berkacak pinggang.

"Sudah semua, Bu. Ini saya mau ganti baju dulu. Nanti kalau hujannya sudah reda saya bantu nata."

"Payung, Nduk. Ambilkan payung."
Perintah Ibu langsung kutanggapi dengan berlari ke dalam rumah. El masih berada di sana saat aku masuk. Tapi ketika aku kembali pria itu sudah pergi.

"Mas El sudah pulang. Hujan-hujan dia."

Ucapan Ibu membuatku melongo. Percuma aku tadi lari-lari mengambil payung.

****
"Sari ...," Apa aku salah dengar, itu suara Bapak memanggilku. Sedangkan aku ada di kamar mandi sekarang.

Dengan rambut masih penuh busa karena tidak sempat meneruskan keramas, aku berlari ke kamar Bapak.

Bapak baik-baik saja, dia masih tidur. Apa aku tadi salah dengar?

"Sari ...." Aku mendengar rintihan lagi.

Akhirnya aku masuk kamar, lalu memeriksa dahi Bapak. Panas, Bapak demam.

Karena panik aku sampai tak sadar kalau rambutku masih penuh busa, berlari ke toko. Mencari Ibu yang sedang sibuk melayani pembeli.

***
"Panggil Mas El, Nduk. Kita periksakan Bapak," seru Ibu tak kalah panik.

Aku melesat kebelakang, menemui El yang tengah bersantai dengan kaus kebesarannya. Lalu kujelaskan singkat alasanku mencarinya.

Dan setelah drama pencarian mobil, beberapa jam kemudian kami sampai di rumah sakit.

"Kenapa ketawa?" tanyaku ketus. Kami baru bisa istirahat setelah mengurus semua persyaratan karena Bapak harus opname, Bapak didiagnosa typus.

Pria yang kini memakai jaket hitam yang menurutku tak pernah di ganti itu malah terpingkal.

"Apa sih, El?"

"Sini deh kamu. Deketan sini," pintanya.

Aku mendekat tapi ya tidak terlalu dekat, takut di kerjain.

Tangannya terulur. "Kamu tadi sedang mandi?"

Aku baru menyadari sesuatu, jadi saking paniknya, aku belum sempat membilas sisa shampo di rambutku. Aku terlalu panik saat itu.

El makin terkekeh melihat ekspresi wajahku. Dia mengusap rambut yang masih ada sisa sampo itu pelan, membuatnya tak ada sisa lagi di rambutku.

Dan perlakuan sederhana pemilik wajah tampan itu sukses membangkitkan rasa asing yang kemarin menghilang.

Bersambung.





Continuer la Lecture

Vous Aimerez Aussi

2M 9.5K 17
LAPAK DEWASA 21++ JANGAN BACA KALAU MASIH BELUM CUKUP UMUR!! Bagian 21++ Di Karyakarsa beserta gambar giftnya. 🔞🔞 Alden Maheswara. Seorang siswa...
1.5M 136K 48
Kehidupan Dinar Tjakra Wirawan berubah, setelah Ayah dan kakak laki-lakinya meninggal. Impiannya yang ingin menjadi seorang News anchor harus kandas...
2.9M 303K 50
Bertunangan karena hutang nyawa. Athena terjerat perjanjian dengan keluarga pesohor sebab kesalahan sang Ibu. Han Jean Atmaja, lelaki minim ekspresi...
6.6M 338K 60
[SEBAGIAN DIPRIVATE, FOLLOW AUTHOR DULU SEBELUM BACA] Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusakny...