Ever After

By Minaayaaa

3.5K 363 985

Apa yang terjadi dengan mereka setelah kisahnya selesai diceritakan? Inilah cerita lepas ringan pendek spin-o... More

Hai
1. Keranjang Sopi Hima (Hima, Garis Waktu)
2. Santa Monica Pier (Syeden and Tria from Trepidation)
4. J Citty Attack (Kenar,Ochi, Hagi, Imelda, from Tiga Babak)
5. In Blue (Bhia from Trepidation)
6. Be Your Manito (Ben dan Senja dari Garis Waktu)
7. Mami( Ochi from Tiga Babak)
Sepulang Kerja
8. Sweet Fifteen (Monica, from Tiga Babak)
9. A Proposal (Sessi and Sena from Sepulang Kerja)
10. Minggat (Ochi from Tiga Babak)

3. What am I to You? (Axel, Garis Waktu)

286 32 124
By Minaayaaa

Angin berembus dengan kencang di siang yang sedang terik-teriknya itu. Suasana di SMA Lab School CC lengang dan tenang. Semua siswa sedang belajar dengan hikmat di kelas masing-masing.

11.30 pagi

Kupu-kupu kuning beterbangan melewati pohon-pohon dan bunga di taman dan berakhir di lapangan basket tempat dua sosok anak muda tinggi itu berdiri.

Satu di antaranya bertelinga caplang bertubuh kurus dan yang satunya berbahu lebar. Dua duanya memiliki paras tipe semua siswi untuk dimiliki.

Seragam keduanya tak lagi rapi, semua keluar jalur seperti kehidupan mereka dua tahun ini di SMA itu.

Ben dan Axel anak badung dari kelas dua yang sudah melegenda. Ada saja ulahnya setiap hari yang kadang membuat beberapa guru naik pitam.

Mereka berdua tidak satu kelas, guru-guru mereka membuatnya begitu. Sebeb waktu kelas satu kedua anak muda tak punya urat malu itu bisa membentuk koloni aneh dan bahkan sanggup merekrut senior mereka.

Bennedict Sadewa Si Pembuat No Bag Day-Trend dan semua teman sekelasnya pun dibujuk untuk memakai kresek sehingga berbunyi sepanjang pelajaran berlangsung.

Axel Geronimo, tandemannya, bisa memimpin satu kelas pindah ke stadion dan menontonnya adu bola dengan STM sebelah.

Di lain waktu mereka juga menggali tanah lapangan dengan dalih ingin menemukan harta yang terpendam lantar Axel menemukan sebuah surat lama di antara buku-buku di perpus dan setelah digali ternyata itu adalah saluran jamban yang dipindah. Surat itu hanyalah corat-coret instruksi dari Sang Mandor bangunan beberapa tahun yang lalu.

Dan Bahu membahu mereka berdua pernah menebarkan issue pulang cepat hingga separuh lebih anak - anak kelas satu dan dua pulang beneran sewaktu istirahat pertama.

Waktu itu Axel dan Ben sempat kapok tidak berulah untuk waktu yang lama, karena Mama Hangki dan Bu Maghda sudah marah besar sampai ultimate menyerupai Te - Ka Iblis jahat di Film Moana.

Tapi janji untuk hanya belajar di sekolah dengan baik-baik saja rupanya bukan bakat mereka. Dua bulan setelahnya, bersama Paguyuban Semua Sayang Bihun mereka pun mengulanginya lagi dan lagi dan lagi dan lagi.

"Aku pusing Xel" Keluh Ben, padahal masih ada 15 menit waktu tersisa dari hukuman jemur mereka.

"Kau pikir aku enggak? Mana kulit jadi item lagi!" Keluh Axel tak mau kalah dengan wajah merah padam dan peluh menetes serupa sahabatnya.

"WOE JANGAN NGOBROL KALIAN ITU SEDANG DIHUKUM!SEBENTAR LAGI AYAH KALIAN DATANG!" Pak Bagio, guru BP berteriak dari balik pagar jarring lapangan basket, tak lama guru itu pun berbalik pergi, dan akan kembali lima menit kemudian.

Tiba-tiba Axel terkekeh pertama pelan, lama-lama sampai dia menahan sakit perut karena ini terlalu lucu.

"Kenapa sih? Ben bingung sekaligus prihatin, jangan-jangan karena terik matahari temannya jadi gila.

"Masak Pak Bagio bilang ayah bentar lagi datang? It's like aku nakal banget sampai papaku bangkit dari kubur!" Kemudian dia terkekeh dengan dark joke nya.

Ben memutar bola matanya dengan perasaan enggan,

"I wish!"

"Bokap udah meninggal juga Ben?" Tiba-tiba Axel menegakkan posisinya lagi karena Ben tidak menganggap guyonannya lucu.

"Maybe" Ujar Ben datar.

Axel jadi kikuk sendiri, sejak saat itu dia tak berani membicarakan mengenai ayahnya atau ayah Ben lagi.

Mereka berdiri dengan jarak satu meter dan harus menunjukkan sikap tegak selama 30 menit di lapangan itu.

Semuanya gara-gara waktu istirahat pertama tadi. Ben dan Axel bermain-main di taman dekat ruang OSIS. Ben dan Axel yang tadinya hanya duduk duduk sambil nyemil snack Anak Mas dan Susu Murni Nasional sambil ngegosipin gadis-gadis cantik yang lewat tiba-tiba tertarik pada sebuah benda bulat yang menggantung cantik di pohon belimbing di atas mereka.

Jiwa iseng pun meronta-ronta

Ben dan Axel pun menggoyang-goyangkan pohon itu sambil tertawa-tawa berharap benda bulat itu jatuh dan benar saja, benda coklat bulat itu pun jatuh sambil berdesing.

Ben dan Axel pun menjadi panik, mereka belum pernah melihat sarang tawon sebesar ini sebelumnya. Keduanya menjerit panik dan saling melemparkan benda itu hingga menyadari beberapa mahluk galak keluar dari dalam bola coklat itu.

Entah siapa yang mengide terlebih dahulu. Ben menutup sarang tawon itu dengan kresek seadanya dan Axel membawanya larinya seolah itu adalah bola rugby , Ben juga berlari dengan senangnya sambil membukakan pintu ruang OSIS, ruangan terdekat.

"GOAAALLL" "GOAALLL" Teriak Ben dan Axel sambil toss seolah -olah telah mencetak score dengan gemilang dengan memasukkan bola ke gawang lawan setelah melemparkan begitu saja benda bulat itu ke dalam dan menutup pintu yang sebelumnya yang memang tak tak tertutup rapat - rapat itu dengan sempurna.

Tapi selebrasi mereka segera terhenti mendengar jeritan dari dalam ruangan yang dikira kosong itu.

"Kamu denger sesuatu Xel" Ujar Ben bingung, Axel juga

Kemudian mereka menempelkan telinganya ke daun pintu kayu yang memang sudah setua usia sekolah mereka.

TOLONG ... TOLONG ... BUKA... BRAG BRAG BRAG..

Axel melotot dan Ben pun mengatupkan mulutnya dengan wajah penuh tanda tanya ketika pintu itu digedor dari dalam.

TOLONG SIAPA AJA BUKAIN PINTUNYA MACEEEET

Ratapan suara dari dalam itu membuat Axel dan Ben panik kemudian berusaha membukanya dari luar. Mereka benar-benar tidak tahu sedang ada rapat OSIS dan tak sengaja malah melemparkan sarang tawon yang sedang marah ke dalam sana.

Axel dan Ben pun mencoba membuka pintu itu, namun masih saja tak bisa.

"Lebih kenceng Ben!"

"Iya ini udah!"

Keduanya frustrasi dan tambah frstrasi ketika gagang pintunya malah copot, sementara beberapa orang di dalam sana terdengar semakin meraung-raung dan membuat perhatian banyak orang.

Ben dan Axel berhasil menemukan Pak Paiman Si Penjaga sekolah dan membutuhkan waktu 5 menit untuk mencongkel pintu yang macet itu.

Kehebohan tak berhenti di sana, setelah pintu terbuka, nampak 7 anggota OSIS termasuk ketua wakil sekertaris dan bendaharanya sudah terkapar lebam-lebam terkena sengatan tawon.

Tawon-tawon itu pun tak puas, sisanya yang belum menyengat marah dan menghambur juga ke luar hingga kekacauan di istrirahat pertama itu tak terelakkan lagi.

Semua guru bahkan akhirnya memarahi Ben dan Axel, selain hukuman dijemur, orang tua mereka akan dipanggil, dan mereka diberi masa percobaan hukuman selama dua bulan. Jika dalam kurun waktu dua bulan melakukan sedikit saja kekacauan mereka akan di skors dan mungkin diminta pindah.

Ben dan Axel tergelak tak henti-hentinya mengenang cerita itu, di mana setelahnya orang tua-orang tua mereka semakin sering mengomel sepanjang waktu.

"Gila juga ya kita, kalau muridku dulu ada yang begitu, udah aku giles kayaknya!" Ujar Ben sambil terus mengaduk sayur di pancinya dan sekali-sekali mencicipi kuah itu.

"Hahhahahah...tapi seru kan Ben masa muda kita, aaghr nanti anak-anak kita begitu juga ga ya?" Kata Axel yang menunggu Ben memasak di meja makan yang tak jauh dari dapur.

"Dih amit amiiit .... Sayang ... ayo makan... udah mateng ni..." Ben berteriak memanggil Senja yang sedang ganti baju di dalam kamar.

Beberapa bulan setelah menikah mereka memutuskan untuk memiliki rumah terpisah dari Bu Maghda atau Baker Street Café. Sudah enam bulan mereka tinggal di rumah ini, Senja mulai bekerja kembali sebagai guru, sementara Ben memilih fokus bekerja di Café nya.

Ini Senin sore, berarti café mereka libur, Ben baru saja pulang menjemput Senja dari sekolah, ketika Axel sudah berada di teras rumah bersama Vespa biru kebanggaannya.

"Masak apa sih Ben? Enak amat baunya?" Kata Axel sembari membantu Ben mempersiapkan meja.

"Sayur Asem, mau? Makan sekalian ya? Bareng Senja, aku sih udah makan tadi" Ujar Ben sambil membuka tudung saji dan sudah ada aneka lauk dan sayur yang masih utuh.

"Lah, ini masih utuh, kenapa masak lagi? Mau kondangan? Axel keheranan

"Biasa lah Nyonyah, udah lewat tiga bulan nyidamnya masih aneh-aneh" Kata Ben sambil menghela nafas.

"Cie bapak siaga!" Kata Axel meledek Ben

"Bapak-bapak! Papi ... tau ga?"

"Iya papi ..." Axel semakin menggodanya.

"Hweeek ... hoeek... sikirin ...hoeeek" Dari jarak 2 meter Senja sudah hampir muntah, kata orang munta Cuma morning sick, mereka salah, selama 4 bulan ini Senja muntah-muntah setiap saat dan waktu karena mual dengan aroma masakan apapun. Bahkan ketika ada iklan masakan di TV diapun muntah. Saat trimester pertama dia sampai nyaris pingsan karena tak bisa makan apapun, sampai mertuanya berkata kalau dia harus melawan rasa mual itu kalau tak ingin bayinya kenapa-napa.

"Mana yang harus aku singkirin?" Tanya Ben menahan lelah dengan mencoba terus bertahan

"Se ... hoek... smuanyah.. hoek akhu gatahan Ben ..." Kemudian perempuan itu lari ke kamar lagi sambil menutup mulutnya.

Ben menghela nafas lagi penuh frustasi, kemudian mengambil kotak-kotak makan dan memasukkan hasil masakannya yang tak disentuh sama sekali oleh Senja kemudian menyerahkannya kepada Axel.

"Terserah kamu Xel mau dibagiin ke mana? AKu udah capek" Ujar Ben melepas apronnya kemudian duduk dengan lemas di kursi makan.

Axel menepuk pundak Ben,

"Bikinnya aja semangat Ben, anak belom lahir masak udah capek!" Axel menertawakannya

"Nggak gitu, tapi Senja jadi susah banget makannya aku jadi kepikiran, takut dia dan anakku sakit"

Axel kemudian bangkit, mengambil roti tawar bikinan Hima dan mengolesinya dengan selai nanas bikinan Ben, kemudian dinyalakannya kompor dan dibakar manual sehingga aroma selainya menguar segar.

"Nih, sana ... dibujuk sambil disayang -sayang, aku pulang dulu ya ..." Ujar Axel setelah selesai dan membawa kotak-kotak bening berisi masakan calon bapak itu pergi.

Sore yang indah di Kota C yang sejuk, Axel menikmati me time nya hari ini. Hari liburnya kali ini dihabiskan tanpa Hima yang sedang mengunjungi orang tuanya.

Tadi dia bangun pagi lalu mengantar Mama Hanky ke pasar kemudian membantu ibunya itu sebentar mengurus pesanan catering kue basah dan jajan pasarnya yang mulai laris, setelah itu dia menservis vespanya, lalu pergi makan siang di warung ayam dekat kantor polisi bersama sahabat-sahabatnya, sorenya dia mengunjungi Ben, yang tadinya janjian mau push-rank bersama tapi rasanya tak bisa karena Ben sibuk mengurusi istrinya yang hamil muda.

Axel tersenyum menikmati perjalannya, hidupnya baik dan sempurna, dia tak pernah memasang target tinggi-tinggi, tujuan hidupnya adalah menikmati hidup dan bahagia.

Axel menepikan vespanya ketika melihat dua tukang parkir anak buah Tobby, sahabatnya yang boss parkir duduk duduk di pinggir trotoar.

Axel kenal mereka dengan baik, karena terkadang dia juga ikut Tobby menemuai anak buahnya.

"Mas Andi, Mas Kevin!" Sapa Axel ramah

"Woe ... Koh Axel, dari mana koh?" Balas Mas Andi ramah, sementara Mas Kevin membungkuk hormat

"Dari rumah Ben, Oh iya, Ben lagi ada Rezeki nih ... bisa dibawa pulang atau dibagiin ke temen-temen" Ujar Axel sambil menyerahkan kotak-kotak makanan pemberian Ben tadi.

"Wah, ini yang masak Mas Ben sendiri?" Tanya Mas Kevin

"Iya ... kan istrinya lagi hamil" Ujar Axel mulai nggosip

"Wah enak kalau Mas Ben yang masak, makasih ya Mas" Kata Mas Andi

Kemudian kedua orang itu menawari rokok untuk Axel, mereka pun nyebat di pinggir jalan membicarakan hal-hal yang random diiringi tawa.

"Belakang ini kok dibongkar, mau dibikin apa?" Tanya Axel sambil memperhatikan bangunan yang tadinya factory outlet di sisi kiri mereka duduk.

"Mau dibikin kopi-kopi Koh, kafe apa gimana, katanya sih internasional" Ujar Mas Andi tidak jelas

"Ngomong apa sih Mas Andi?" Axel tak mengerti tapi mereka bertiga terus tertawa

Tak lama sebuah mobil SUV mewah putih datang ke area tersebut, Mas Kevin pun sibuk memarkirnya. Axel terus ngobrol dengan Mas Andi tanpa mempedulikannya lebih lanjut.

"Loh Axel, ngapain di sini?" Tiba-tiba sesosok perempuan cantik dan agak bule menyapanya, perempuan itu adalah Si Pengendara Mobil putih tadi.

Axel terperanjat mendengar suara itu, dia pun mendongak dan menemukan Alurra Syailendra, Lula, mantannya, manager hotel tempatnya bekerja dulu sebelum dia akhirnya resign dan bekerja di Baker Street Café.

Lula yang membuatnya resign dari hotel,

Lula yang membuatnya patah hati,

Lula yang membuatnya tak memiliki ambisi lagi selain hidup sederhana dan bahagia,

Lula yang putus dengannya tanpa kata putus,

"Lula?" Ujar Axel

"Ya tuhan Axel, it's been 5 years! Ya tuhan! Ya tuhan aku nggak percaya" Lula nampak sangat senang dengan pertemuannya dengan Axel.

Sementara pemuda itu hanya tegang dan diam, penuh pikiran berkecamuk.

"Ayo ikut aku!" Tiba-tiba Lula menarik Axel ke area pembangunan yang tadi dibicarakannya bersama Andi dan Kevin, Axel melirik kedua temannya tadi, Mas Andi melambaikan tangan sambil tertawa sementara Mas Kevin mengacungkan jempolnya dengan senyum yang meledek.

"La ... kenapa narik narik sih!" Axel menarik tangannya tapi gadis yang memakai rok sepan hitam dengan hi heels itu masih memegangi hoody hitam milik Axel.

"Kamu harus lihat ini Xel! Aku nggak nyangka bisa ketemu kamu tepat di depan sini, ini seperti faith!" Perempuan itu sangat gembira.

Axel masih kebingungan ketika perempuan itu menunjuk ke atas, tempat beberapa tukang sedang memasang logo di bagian atas bangunan berwarna putih yang hampir jadi itu.

"Lihat Xel, ini impian kita kan?" Katanya lagi

Brew and Cool

Axel membulatkan matanya kemudian pandangannya beralih ke perempuan di sebelahnya.

"Seriousely?" Tanya Axel keheranan.

"Serius Xel, aku megang franchise nya buat kota C, bayangin aku bisa ngebeli franchise Brew and Cool, kita nggak perlu lagi bayar kalau mau minum di sini, sekarang ini punya aku.

"Kita?" Axel tambah bingung sementara gadis itu mengangguk senang.

"La, kita udah nggak ketemu lama banget deh, jadi rasanya aneh kalau ..."

"Nggak, ini nggak aneh... ini takdir, sejak aku ngerencanain beli franchise Brew and Cool dan aku bisa dapet di Kota C, aku sudah tahu kalau aku bakalan ketemu kamu!" Ujarnya masih dengan senyum yang bagi Axel justru menyeramkan.

"Wait wait wait ... kita udah ga ketemu 5 tahun lhoo..." Kata Axel lagi sambil memundurkan kakinya dengan waspada.

"Aku belum nikah kok, kamu?"

"AKu juga belum! Aku nggak punya pacar .. kamu?" Ujar gadis itu

"Aku ..." Axel sedikit berpikir, dia tak mengerti hubungannya dengan Hima terutama dua tahun belakangan ini apa? Dibilang pacar enggak, dibilang enggak kok sering ciuman.

Tapi Hima juga tidak menjawab ketika Axel menyatakan perasaannya, Hima hanya tersenyum tulus, lebih perhatian dan terlihat cemburu kalau Axel genitan sama cewek lain.

Axel masih berpikir ketika gadis itu menyahut.

"Ah masih sama, kamu masih sering TTM an kan ... Hahahha taka pa, aku sudah paham, dengan siapapun kamu TTM an kembalinya selalu padaku, ayo masuk Xel, aku tunjukin hal-hal yang kamu akan suka"

Gadis itu pun mengajak Axel masuk, melihat pekerjaan tukang yang hampir selesai, menunjukkan setiap sudut calon gedung baru Brew and Cool yang sangat sophisticated itu.

Brew and Cool adalah waralaba minuman internasional yang biasanya hanya ada di kota-kota besar dunia. Tapi semenjak Kota C semakin tersorot, mungkin saja kota ini juga diperhitungkan.

Awanya pembicaraan seperti monolog, Lula menyeret Axel ke sana ke mari dan menceritakan banyak hal. Namun lama-lama Axel cair juga, Lula bukan orang baru dalam hidupnya. Semua perkataan Lula familiar dan disambut memorinya, mereka bukan seperti lama tidak bertemu.

Terutama mengenai dirinya yang sudah tidak bekerja lagi di tempat yang dulu setahun setelah Axel resign gadis itu memutuskan menjadi trader. Dia begitu perhitungan dalam berinvestasi, maraknya spekulan bodong tak bertanggung jawab tak mempengaruhi langkahnya mendapat keuntungan yang besar.

Hingga akhirnya uangnya sangat cukup banyak untuk membeli franchise impiannya.

Impiannya dulu bersama Axel,

Sebelum bencana itu datang dan mereka dipaksa berpisah,

Tanpa kata.

"Aku sebenernya pengen di sudut ini diberi tulisan , Aku ingin menjelma menjadi apa yang kau inginkan di dalam secangkir kopi. Tak apa aku akan menjadi pahit atau manis, asal kau tetap merindukan rasanya." Ujar gadis itu di sebuat sudut

"Tapi itu cringe!" Ujar Axel terkekeh

"Sudah ku duga kau akan bilang begitu makanya langsung aku ganti!"

"Conscience keeps more people awake than coffee" Axel membacanya dengan bergetar

Hati nurani membuat lebih banyak orang terjaga daripada kopi

"Kamu ingat, kamu kamu yang mengatakannya?" Gadis itu berkata sambil menghela nafas di depan tembok yang masih berbau cat itu, hari sudah sedikit gelap, para tukang sudah pulang.

Menyisakan dua orang yang baru saja kembali dari masa lalu dalam diam.

Tempat itu menggelap, tapi Axel dan lula masih bisa saling tatap di dalam ruangan yang masih berantakan dan bau cat menyengat.

Lula mendekat, maju,

Dengan berani menarik bagian kerah jumper Axel membuat laki-laki itu tersentak dan sebelum kagetnya mereda Lula sudah menciumnya dengan lumatan-lumatan yang mengagumkan.

Otak Axel tak bekerja,

Dia masuk terperangkap dan terkunci dengan segala sesuatu yang sudah terbiasa ini,

Tangannya tak diam lagi, ditangkupnya tengkuk gadis itu dan satu tangan lainnya melingkar hangar menekan pinggang langsingnya, ciuman mereka kian dalam, melepas semua perkara dan hantaman di masa lalu.

Axel masih pada euforianya ketika HP di kantung celananya bergetar.

Dengan terburu-buru dia melepaskan ciuman dan pegangannya,

Boss Ben Bihun Setan

Xel, makasih, Senja suka, dia minta dibikinin lagi, udah abis roti tawarnya Hima, tolong besok minta Hima kirim lagi ya. THX bro.

Axel menatap nanar layar HP nya,

Hima?

Dia jadi ingat gadis itu dan kemudian badannya menjadi kaku, dipandanginya gadis berambut blonde sebahu di depannya, dia masih terengah dengan rambut acak-acakan dan bibir yang bengkak- yang sekarang sedang diusapnya sendiri dengan sensual.

Axel semakin salah tingkah, dia sendiri pun terengah.

Apa ini yang namanya selingkuh?

Tapi Hima bukan siapa-siapanya.

Lalu ini apa?

Axel begitu frustasi.

"Ehm ..." Dengan canggung Axel berdehem dulu, membuat Lula juga terlihat gugup mengatur nafasnya.

"Gini La, kita ... mungkin hanya terbawa emosi , kita mungkin bukan diri kita lima tahun yang lalu, jadi lupakan yang barusan, aku pamit dulu La, selamat buat Brew and Cool nya, aku bangga sama kamu!" Ujar Axel berat, kemudian meninggalkan Lula sendiri, yang menatap punggung laki-laki itu semakin menjauh kemudian pergi dengan vespanya.

Esok harinya di Baker Street Café,

Pluk!

"Anjing!" Axel mengumpat ketika tiba-tiba ada yang melemparnya dengan kertas bungkus sedotan yang sudah diremas-remas, kertasnya sih kecil tapi kalau terpelanting sudah seperti sentilan yang menyakitkan, apalagi jika sampai ke wajahnya yang sangat berharga.

"HAHAHHAHAH NGELAMUUUUN..." Hima tertawa puas dengan reaksi Axel, gadis itu sudah membawa beberapa slice cake untuk dipajang di etalasenya yang kian hari kian luas itu, sampai-sampai Axel takut lama -lama gadis itu akan menjajah area kopi kekuasaannya.

"Ih Hima, Him kirim roti tawar ke rumah Senja sama Ben, jangan lupa"

"Udah kok Koh!" Ujar Hima yang sebenarnya baru belajar bikin roti, karena keahliannya sebenarnya membuat kue.

"Oh ya udah" Kata Axel yang kemudian kembali mengelap satu gelas yang sedaritadi terus dilapnya itu.

"Koh Axel gapapa?" Tanya Hima perhatian

"Koh, sehat kan?" Hima mendekati Axel yang tak menjawabnya dan melanjutkan melamun.

"Eh ... ya .. ya gimana Him?" Malah sekarang balik bertanya, Hima merasa ada yang tak beres.

Sejurus kemudian perempuan itu tersenyum,

"Koh masih ada setengah jam lagi sebelum café dibuka, duduk di sana yuk!" Hima menunjuk sebuah bangku yang bersebelahan persis dengan jendela yang melengkung besar.

Axel menurut saja ketika Hima menariknya ke bangku cantik yang terdapat potongan bunga krisan kuning di vas bening mejanya.

Hima lantas mengeluarkan sesuatu yang baru saja diambilnya dari belakang , sebuah kotak rotan yang dibungkus serbet garis garis putih.

Axel memperhatikan dengan sak sama apa yang dibawa Hima.

"Tadaaa.... Hima sampai stress dan ini pertama kalinya berhasil, icipin deh!" Dengan semangat Hima mengambil potongan sour dough dan menyuapkannya kepada Axel.

Axel tergeragap kaget dan membuka mulutnya.

rasanya asam dan tekstur kenyal lembut, berbeda dengan roti kebanyakan.

Axel terus mengunyah sambil menatap Hima,

"Ini namanya sour dough, roti yang cara bikinnya harus difermentasi dengan ragi atau bakteri yang terbentuk secara alami. Enak kan? Bahannya sederhana lagi, cuma tepung terigu, air dan garam, yang rumit cara buatnya sih harus bikin starternya dulu" Gadis itu mengoceh

Sebenarnya Axel sudah tahu, tapi Axel mendengar suara Hima seperti nada yang lembut, suapan Hima selalu enak, seolah ada sesuatu ditangannya yang membuat apapun yang masuk melewatinya terasa luar biasa.

Axel terus mengunyah hingga Hima menyuapinya berkali-kali, sambil tertawa senang.

Axel pernah merasakan sour dough yang 1000 kali lebih enak dari ini , tapi ini karya sourdough Hima yang luar biasa.

Axel terus menatapnya,

Senyuman dan segala keindahan Hima

Bagaimana aku bisa tergoda yang lain?

Bagaimana aku bisa mencium yang lain bila bibir Hima begitu merekah indah?

Bagaimana aku bisa memikirkan Lula padahal sedari tadi kamu di sampingku?

Aku pasti sedih kalau nggak bisa bareng Hima,

Aku tahu rasanya patah hati,

Aku sudah merangkai lagi hatiku dan menemukan kehidupan sederhana yang begitu menyenangkan lalu Hima akan melengkapinya.

"Jadi Koh, aku itu punya rencana buat kasih tau kalau ..."

"Him, what am I to you?" Potong Axel ketika selesai mengurai pikirannya

"Eh ... gimana?" Hima jadi kaget

"What are we?"

"Mas Ben kayaknya butuh Hima!" Hima beranjak berdiri tapi Axel menahan tangannya dengan keras sampai gadis itu terduduk lagi.

"Aw sakit Koh!"

"Him jawab, aku ini apa buat kamu?"

"Kenapa Hima harus jawab pertanyaan semacam itu?" Sergah Hima wajahnya merah padam.

"Karena kamu harus pertahanin aku Him!" Axel mulai bernada tinggi tak sabar

"Maksud Koh Axel?" Hima jadi bingung

"Kamu harus pertahananin aku dalam sebuah hubungan yang ada namanya!"

"Ya kenapa harus kaya begitu?"

"Kamu harus ngeyakinin aku kalau kamu nggak main-main dan perasaanku bukan hanya sepihak aja!"

Hima menatap Axel dengan penuh rasa bingung, baru kali ini ada orang minta ditembak secara terang-terangan begini. Hima terus berpikir, dia sudah pernah gagal secara fatal, dia memang menahan Axel dengan cara menggantungnya, sampai dia yakin kalau Axel memang benar-benar pria baik sebelum mereka memutuskan untuk berkomitmen.

Hima memang selalu merasa Axel baik, dia juga suka, tapi Hima belum yakin akan cintanya, cinta itu kompleks , rasa sayang dengan sedikit keinginan untuk posesif, hal yang belum tertrigger selama hubungannya dengan Axel.

Jujur perasaan itu sangatlah ditakutkan Hima,

"Jawab Him, jawab kita ini apa?Kamu harus nyelametin aku Him, harus!" Axel mulai frustrasi dan mengasak kepalanya sendiri

"Nyelametin dari apa?" Tanya Hima penuh selidik

"Mantanku datang Him , terus dia cium aku dan aku balas, aku khawatir dia datang lagi Him, aku nggak mau jatuh cinta lagi sama dia aku ..." Dengan lancar Axel berbicara apa adanya dan baru berhenti ketika Hima tiba-tiba berlalu dengan cepat dari hadapannya.

"Him... Hima... Himalaya... tolong aku Him! Ah Gimana Sih!"Axel meremat kepalanya

Setelah itu café dibuka dan situasi sibuk sekali , bahkan Axel sempat bersembunyi hanya sekadar menghela nafas.

Tanggal muda memang selalu membuat orang-orang spend uang mereka dari hari biasanya.

Tak ada salahnya kasih self reward untuk diri sendiri yang ngeromusha selama sebulan kan?

Hari sudah agak malam ketika Café hampir tutup dan hanya beberapa pelanggan saja yang masih di sana sewaktu Ben meminta Axel masuk ke kantornya.

"Kenapa Ben ...AGghhrr... Ben aku kechekheeek Bhkeennn" Axel baru saja menutup pintu kantor Ben ketika sahabatnya itu langsung menyerang dan mencekiknya.

"Kamu apain Hima sampai dia nangis terus minta pulang cepet!" Ujar Ben kesal dan berkata dengan tajam

"Aku kewalahan ngurus dapur kalau nggak ada dia! TOLOL" Tanpa melepaskan cengkeramannya Ben terus mengomel kesal

"Aku udah stress sama kelakuan nyidamnya Senja di rumah di sini juga dibikin stress sama kelakuan Hima yang numpahin segala macam bubuk yang salah ke semua makanan yang udah jadi! AKu bisa bangkrut dan gila gara-gara dia!" Ben terus mengamuk

Axel akhirnya bisa melepaskan cengkeraman Ben dan sedikit bisa menghirup udara, tapi sahabatnya itu bisa kembali mendorongnya sampai duduk di kursi boss dan Ben mencengkeram pundaknya sampai tak bisa lepas.

"Aku stress banget, tengah malam Senja minta udang segar buat dibikin tempura, jam 1 malem aku ke pasar ikan bayangin jam 1 malem Xel, pulang pulang waktu ngupas udang dia ngamuk-ngamuk, muntah-muntah terus nangis minta kakap merah .... Kakap merah Xel aku cari di mana?" Ben masih curhat dan hampir menangis

"Terus gimana?" Axel gagal focus dengan permasalahannya sendiri.

"Dia terus nangis dan ga mau tau aku cari di mana Xel, padahal aku emang ga tahu! Aku udah stress banget sama nyidamnya"

"Ya udah nanti aku cariin!" Ujar Axel diangguki Ben yang kemudian melepaskannya.

Axel sudah di ambang pintu ketika menyadari sesuatu

"Eh Ben, bukannya habis ini kamu pulang, terus kenapa aku yang harus cari?" Tanya Axel bingung

"AKu capek Xel , kamu ajalah , lagian kalau udah dapet paling ditangisin lagi terus dibuang" Ben sudah bersandar lelah di kursinya, kehamilan anak pertamanya benar-benar ujian kehidupan, padahal waku Annekke, istri adiknya hamil tidak begini repotnya, bahkan kata Renita sewaktu hamil Herrel dulu dia hanya mual-mual saja dan tak pernah ingin hal aneh.

"Bangsat!" Axel melemparkan clemeknya ke Arah Ben, untung Ben gesit menangkapnya.

"Siapa yang nidurin Senja sampai dia bunting, hormonnya ga stabil, terus jadi cranky Ha? Siapa?"

"Aku huhuhuhuuu" Ben sudah hampir menangis karena lelah dan kebingungan, apalagi Senja terus meneleponnya dan meminta Kakap merah.

"Eh tunggu, bentar .... Ehm!" Ben berdehem dan menegakkan duduknya

"Hima... soal Hima, kamu apain , hayo?" Ujar Ben mencoba berwibawa tapi gagal.

Axel menepok jidatnya "Oh iya Hima, Hima di mana sekarang?"

"Udah pulang dari setengah jam yang lalu, meskipun dia ngerengek nggak aku biarin dia pulang enak aja!" Kata Ben sambil berdecih.

"Nggak dari tadi ngomongnya, malah curhat!" Axel kesal lantas segera pergi dari tempat itu.

Dilajukannya vespa kesayangannya kea rah kos Hima, gadis itu pasti tadi naik Ojol, Hima pasti marah padanya sampai tidak membagi perjalanan kepada dirinya.

Axel sampai juga di kawasan pemukiman yang banyak pohon itu dan dia menepikan vespanya di depan rumah kos putri warna biru metalik itu.

"HIMA!" Axel berteriak sambil melepas helm nya sambil turun dari vespa, mencoba menghentikan Hima yang akan masuk gebang.

Gadis yang memakai hoodie andalan dan jeans cut bray serta sneakers itu pun menoleh.

Bola matanya berputar malas.

"Him, gimana Him jawabannya, kita ini apa?" Tanya Axel ngotot

"Masih nanya kita ini apa? Koh Axel pernah ditampar nggak sih?"

Hima yang mungil perlu sedikit melompat untuk menampar pipi kiri Axel dengan telapak kanannya.

Axel hanya merasakan sentuhan kecil tak sakit sama sekali.

Tapi dia masih bingung mengapa Hima melakukannya.

"Him, kenapa sih pakai nampar?"

"Koh Axel bisa - bisanya minta ditembak setelah Koh Axel bilang habis ciuman sama mantan! Harusnya Koh Axel paham, betapa traumanya Hima sama cowok tukang selingkuh!"

"Aku nggak selingkuh Hima! Bahkan kita belum ada komitmen, makanya aku tanya , ini kita itu jadinya apa?"

"Kenapa harus tanya ? Koh Axel mau jadiin Hima cadangan?"

"Susah banget sih ngomong sama kamu!"

"Sorry Hima bukan cewek yang bisa dimainin!" Kata Hima ngotot padahal hatinya sakit membayangkan dan menerka seperti apa mantan Axel yang berani-beraninya menyosor lelakinya.

"Bicara apa sih!"

"Koh Axel yang bicara apa?! Kalau Koh Axel udah cium dia ya udah balik sama dia! Ngapain harus tanya Hima..."

"Kamu lupa kita juga ciuman Him, bahkan tanpa status! Kamu hmmm... mmmm" Hima bersusah payah Hima membekap mulut Axel yang bersuara lantang.

"Ssst... bisa diem nggak sih?! Kedengeran orang!" Hima pun memarahinya, pada saat yang bersamaan telepon Axel berdering.

Axel dan Hima bisa melihat dari layar siapa yang menelepon,

"Halo Iya Ben ..." Axel menjawabnya dengan sedikit menunduk karena Hima juga ingin mendengarnya, sebenarnya bisa saja di load speaker tapi dia hanya ingin mendekatkan pipinya dengan Hima saja.

"Xel tolongin sumpaaah... cariin kakap merah, aku udah coba cari di pasar ikan nggak ada Xel... ini aku pulang - pulang dia udah ngamuk, aku disuruh mandi berulang-ulang padahal aku udah mandi, semua foto nikahan udah dia turunin katanya mual kalau lihat mukaku ... huhuhu gimana Xel, terus dia sampai sekarang masih nangis pengen lihat fillet kakap merah!"

"Mampus aja deh Ben!" Komentar Axel karena dia juga tak tahu harus bagaimana.

"Hima tau dimana dapetin kakap merah!" Tiba-tiba Hima berteriak membuat Axel kaget dan Ben di ujung sana pun bernafas lega.

Hima segera membonceng Axel, menuju sebuah hotel di tengah kota. Tapi Hima menginstruksikan agar mereka mengambil jalan tikus dan menunggu di belakang hotel.

Suasana gang begitu remang, Hima meminta Axel untuk menghentikan vespanya di depan back door restautant itu.

"Kita tunggu di sini!" Ujar Hima sambil melihat jam tangannya.

23.15

"Limabelas menit lagi" Kata Hima lagi

"Oke, masih ada 15 menit buat kita bicara melanjutkan yang tadi"

"Semua kan sudah jelas, Hima nggak mau pacaran sama cowok buaya yang sosor sana sini tanpa komitmen!"

"Look at you, kamu juga nyosorin aku tanpa komitmen, sekarang aku minta komitmen dari kamu!" Axel jadi kesal

"Tapi Hima nggak nyosor siapapu selain Koh Axel! Hima sedang berproses dan mengumpulkan bukti kalau Koh Axel baik nggak kaya Tio, ternyata sama aja kan?"

"Eh , jangan sama sama in aku sama mantan mu itu!"

"Alah apa bedanya ..."

"Emang kamu pikir yang punya trauma sama hubungan kamu aja Him! AKu juga!"

"Tapi Koh Axel ciuman sama dia, udah gitu laporan lagi sama aku! Ya udah kalau mau balikan balikan aja!"

"TAPI AKU CINTANYA KAMU!"

"Permisi ... Mas, Mbak... ngalangin jalan!" Ujar seorang pemuda membawa sebuah ice box.

"Roy! Inget aku kan? Hima ... Hima ..." Ujar Hima heboh sementara Axel matanya sudah mengeluarkan laser.

Pemuda yang masih memakai helm itu mengerutkan dahinya sejenak.

"Ahhh Nonik Hima yang kerja sama Mas Ben, Kakaknya Nana?" Dengan lancar Roy yang dulu hanya juragan lele sekarang jadi supplier ikan ke resto dan hotel itu mengenalinya.

"Ah! Senang kamu masih kenal"

Kemudian dengan efektif Hima menjelaskan mengenai keadaan Ben dan meminta satu kakap merah yang sedianya dia setorkan ke hotel itu untuk dijual kepada Ben. Roy berpikir sejenak kemudian dia setuju untuk menjualnya, Roy akan memikirkan alasan kepada hotel yang akan disetorinya mengenai hal tersebut.

Hima dan Axel pun mengucapkan banyak terimakasih.

Setelah memasukkan Ikan itu ke kantong plastik, Hima dan Axel pun pamit lantas menuju rumah Ben dan Senja.

"Kok kamu tau sih Him kalau Roy bakalan ke situ?" Tanya Axel di tengah perjalanan mereka.

"Pernah sekali ngobrol sama Roy mengenai Hotel Turnip yang terkenal sup kakakp merahnya, katanya menjelang dini hari dia akan supplies kakap ke sana" Papar Hima sederhana

"Ooh gitu ya"

Kemudian mereka berdua terdiam canggung.

"Koh, Hima boleh tanya ga? Siapa nama mantannya Koh Axel?"

"Lula namanya, dia manager aku waktu masih jadi bartender di pub Hotel Maxim, di Kota J sebelum aku kerja sama Ben"

"Kalian putus kenapa?"

"Kami sebenernya nggak pernah putus" Ujar Axel membuat jantung Hima bergolak amarah.

Plak...plak plak

"Tadi katanya mantan kok ga putus gimana sih?" Tapi siapa yang tak emosi mendengar hal itu

"Ih jangan dipukulin Him, dengerin dulu!" Ujar Axel yang kemudian mulai bicara ketika Hima tenang.

"Aku dan Lula punya jarak sosial yang jauh Him, dia anak petinggi negara bahkan waktu itu dia PR manager sementara aku cuma bartender, aku usaha keras Him, nabung , kerja tambahan,trading, berharap aku bisa kaya dan melamar dia, kami saling mencintai tanpa memandang ini dan itu, hingga suatu hari Mama Hanky telepon sambil nangis, minta aku putus sama cewekku siapapun itu, itu pertama kalinya Mama Hanky memohon sama aku Him, bahkan waktu aku hampir dikeluarin dari sekolah karena bandel dia Cuma ngomel-ngomel hanya minta aku untuk mikir tanpa mohon dan nuntut seperti itu, rupanya orang tua Lula nemuin mama, mereka maki-maki mamaku, dikaitain nggak pantes lah, nggak sederajat lah, mokondo lah, aku gapapa dikatai gitu udah biasa, tapi jangan mamaku, mama ku yang ngebesarin aku sendirian, mamaku yang selalu sayang dan bangga sama aku tanpa peduli bentukanku kayak apa, harus mendengar ada yang menghina anaknya di depan wajahnya, aku nggak bisa Him, aku resign dan memutuskan kontak dengan semua yang ada di sana, berharap Lulla nggak bisa nemuin aku"

"Koh Axel cinta sama dia?"

"Waktu itu iya, tapi aku segera sadar kalau duni tak berjalan semudah itu, aku cinta Lula dan sebaliknya, itu nggak cukup untuk melawan amarahku atas apa yang dilakukan orang tuanya, cukup lama aku berusaha move on, melepaskan hal yang sangat kita impikan tidak mudah Him"

"Tapi Koh Axel cium dia?"

"tekniknya dia yang cium aku duluan Him, terus aku balas" Dengan begonya Axel malah menjelaskan teknis ciumannya dengan Lula membuat Hima kesal dan mencubit perut six pack nya.

"Aww... Hima! Dengarin dulu!"

"Iyaaaa"

"Jadi awalnya aku memang terlarut, segalanya sangat familiar, aku senang , seperti melihat foto-foto lama, tapi ternyata itu cuma wisata sejenak, aku tak bisa merasakan perasaanku kembali, aku tahu ini salah, tapi lantas aku mikir salahnya di mana, dia jomblo , aku jomblo dan meskipun kita dekat kita nggak punya hubungan"

"Kenapa Koh Axel cerita sedetil ini ke aku? Apa motivasinya?" Hima menanyakan hal yang mendasar

"Karena aku percaya kamu, pengen kamu tahu keseluruhan kejadiannya tanpa terpotong, aku ingin menjelaskan hal kekuranganku ke kamu Him sebelum kita akan resmi menjalin hubungan, aku tak ingin ada yang mengganjal, aku pengen cinta yang sederhana tapi istimewa dan sempurnya juga tepat pada momentumnya sama kamu Him"

Wajah Hima merah padam mendengarnya, dia bersyukur Axel tak bisa melihatnya, tapi Axel bisa merasakan pelukan Hima di pinggangnya kian kuat, Axel melepaskan tangan kirinya dari stang vespanya, untuk menggenggam jemari Hima, dan gadis itu pun menerimanya selama sisa perjalanan ke rumah Ben.

Setengah jam kemudian merekapun sampai, Bennedict Sadewa sudah menunggu dengan cemas di luar pagar.

"Ini Mas Ben" Ujar Hima menyerahkan kakap merah yang berukuran sedang itu kepada Si Yang Paling Calon Ayah.

"Makasih ya Him, Xel, aku ganti besok, ayang udah ga sabar, dan aku udah ngantuk" Axel dan Hima mengangguk kemudian Ben masuk ke dalam gerbang.

"Sayang, Senja, ini kakap merahnyaaaaaa....." Ben kaget karena Senja yang labil tiba-tiba memeluknya dan menangis.

"Aku sayang kamu Ben, nggak mau nyusahin, tapi aku nggak tau lagi perasaanku tiap detik berubah" Rengeknya

"Hei jangan nangis, aku masih kuat kok, selalu kuat, kita nikmati saja kekacauan ini" Kata Ben sambil tersenyum melupakan kelelahannya lantas pasangan calon orang tua itu pun masuk ke dalam rumah.

Hima dan Axel menyaksikannya dengan penuh suka cita.

Mereka tak bicara sepatah katapun dalam perjalanan pulang. Hima dan Axel larut pada pikirannya sendiri.

Hima hanya mengucapkan terimakasih lantas masuk ke kos nya.

Axel pun segera pulang ke rumahnya. Dia sempat menengok mamanya yang sudah tidur di kamar.

Axel tidak punya ayah, ayahnya memang sudah meninggal , tapi mereka tak pernah menikah.

Mama Hanky memilih melahirkan tanpa suami dan menanggung segala beban yang terlimpah ke padanya setelah keluarga pacarnya menolaknya dan menghina dirinya serta keluarga.

Ibunya adalah perempuan tangguh yang mampu menghadapai dunia. Selalu membesarkan hati Axel jika ada yang menghinanya. Dia pernah sukses menjadi pembisnis mebel, tetapi segera collaps ketika terjadi peristiwa kerusuhan 13 Agustus.

Perempuan itu tiarap sejenak dan memutar otak, bahwa dia dan anaknya harus hidup dengan baik dan layak, tak perlu mewah yang penting bahagia.

Axel tak bisa memejamkan matanya, memang benar, mendengarkan kata hati nurani bisa membuat kita melek lebih lama daripada bergelas-gelas kopi.

Dia memang pernah sangat mencintai Lula, tapi perasaan itu sudah lama hilang, bukan karena perilaku orang tuanya saja, tapi Axel menyadari bukan Lula yang dia butuhkan dan inginkan sebagai pasangan.

Hima sudah memenuhi semuanya, perempuan itu sudah merampok perasaannya habis -habisan tapi juga memberikan imbal balik dengan kontan.

Hima yang baik,yang bahkan membuat Tinny, anjingnya yang kelewat lincah menurut setiap dia datang, juga keluarganya yang menerima dia apa adanya.

Axel pernah berkunjung untuk mengantar Hima ke rumahnya. Ayahnya sangat welcome meskipun ibunya penuh selidik.

Diam-diam ayahnya sempat bertanya, apa mereka berdua pacaran?

Axel menjawab, dia sayang Hima, tapi belum berani menembaknya. Waktu itu ayah Hima menertawakannya, tapi lantas Axel menjelaskan bahwa dia akan menjalani hubungan yang serius tapi masih ragu karena ayah dan ibunya tak pernah menikah dan tak yakin apa keluarga Hima bisa menerimanya.

"Bukannya Hima menerima kamu saja itu sudah baik?" Tanya ayah Hima, Axel menggeleng

"Bapak dan Ibu sudah membesarkan Hima dengan rasa sayang seumur hidup, apa boleh menikah dengan laki-laki tak punya bapak seperti saya?"

Axel lantas menceritakan asal usulnya

"Tapi kamu tahu siapa ayahmu?"

"Tahu, sebelum dia meninggal kami sering bertemu dan ngobrol"

"Hima tahu tentang ini"

"Ya, pasti, mama saya sangat suka memasak dengan Hima, mereka berdua cocok dalam hal itu"

"Kalau Hima mau Om setuju, kamu pria baik, ibumu mendidik kamu dengan baik, kamu anak dari perempuan hebat"

Tiga bulan yang lalu Axel sudah mendapat lampu hijau itu.

Satu kekhawatirannya hilang, keluarga Hima tidak akan menyakiti ibunya.

Paginya Axel berangkat kerja dengan lebih bugar, dia berharap hari ini Hima akan menjawabnya. Tapi sebelum bersenang-senang memang haru bekerja dulu.

Sekitar pukul 8 malam seorang tamu dengan penampilan mencolok datang, dia sangat cantik membuat semua pengunjung memandangnya. Perempuan itu mengamat-amati café kemudian memilih duduk di area taman depan dan minta dipanggilkan Axel.

Tak lama Axel datang dan menemui gadis itu.

"Lula"

"Hai Xel" sapanya

"Aku cari-cari tahu mengenai kamu dari bartender-bartender kenalanku di Kota C, Xel, mengapa harus pilih café ini, ada yang lebih besar dan bagus gajinya" Ujar gadis itu

"Ya ... mungkin , tapi aku suka di sini, mau gimana lagi?"

"Jadi kamu sekarang tinggal dan memilih sesuatu berdasarkan perasaan saja Xel?"

"Tidak, aku sudah mengukurnya dengan logikaku, tempat ini memenuhi semua ekspektasiku mengenai sebuah pekerjaan" Ujarnya tegas

"Tapi aku mau kasih kamu penawaran!" Ujar perempuan itu sambil menyodorkan sebuah Map

Lampu-lampu di area itu nampak indah, mungkin akan lebih indah seandainya mereka saling merayu.

Axel membaca poin-poin penting dari dokumen itu.

"Jadi ini aku akan kebagian saham, terus jadi kepala bartender, dan kemudian menjadi manager?"

Lula pun mengangguk

"Lambat laun pasti papi melunak, ayo berjuang bersama Xel!" Kata gadis itu penuh keyakinan.

"Aku nggak bisa"

"Jangan bercanda, kamu dan aku bisa Xel!" Lula menatap Axel dengan sedikit kecewa.

"AKu nggak bercanda dan sudah tak ada lagi kita semenjak 5 tahun yang lalu"

"Aku nggak berubah, aku tetep cinta kamu Xel" Kata gadis itu memelas

"Terimakasih untuk cintanya , tapi aku tidak bisa menerima, karena aku enggak"

"Aku akan berusaha sampai kamu cinta lagi sama aku Xel, aku bakalan berusaha, kamu kenal aku kan?" Lula berkata dengan panik.

"La, kamu berhak mendapat orang yang mencintaimu sepadan dengan kamu mencintainya, di dunia ini banyak hal yang kita ingini tapi tak bisa, dalam hidup ada sesuatu yang kadang harus kita lepaskan meskipun menanggung sakit yang lama, seperti waktu aku lepasin kamu 5 tahun yang lalu, La, bukan salah kamu, atau kita, keadaannya memang nggak bisa, kita ga bisa maksa lebih lagi karena sesuatu yang lebih buruk akan terjadi, kamu sempurna La, gadis baik yang setia, tapi aku nggak bisa dapetin kamu, bukan karena waktu itu aku nggak berusaha lebih, aku hanya tak bisa, aku tidak memperjuangkanmu , jadi aku tidak pantas buat kamu La"

Lula memandang Axel dengan tatapan yang menyedihkan, penantian 5 tahunnya sia-sia. Sang pujaan hati sudah terlanjur move on dan berlabuh entah ke mana.

"Lima tahun Xel, aku cari kamu dan berharap kita akan lebih kuat dari sebelumnya, kamu bikin aku ngerasa patah hati dan sia-sia"

"Kamu akan lebih sia - sia ketika aku bilang iya tapi aku sudah nggak cinta lagi sama kamu, nggak ada yang sia-sia saat kita mengetahui yang sebenarnya, ini kesempatan La, kamu juga harus melepas ini semua"

Lula masih diam, sementara Axel berdiri

"Aku pamit La, aku harus kerja" Ujar Axel kemudian berlalu tanpa Lula mampu menahannya.

Tak lama Lula pun menyerah, dia beranjak dan menuju tempat parkir dan saat itulah Hima mengejarnya. Gadis itu sudah berpikir masak-masak dan mencerna semua yang sudah didengarnya sendiri.

Hima rela menunduk lama di sela-sela tanaman perdu di taman itu sampai digigiti nyamuk demi mendengarkan apa yang dibicarakan Lula dan Axel.

"Lula tunggu ..." Ujar Hima

Lula menoleh dan mengernyit karena tak mengenal gadis itu.

"Ya, siapa ya?" Tanya Lula ramah

"Kenalin, aku Hima, pacar Koh Axel" Hima menyodorkan tangannya, tapi Lula tampak membeku sehingga Hima menarik tangan Lula untuk menyalaminya.

"Tapi kata Axel dia tak punya pacar?"

"Karena aku baru saja menerimanya, Koh Axel sudah menanyakan kami ini apa tapi belum aku jawab, kau adalah orang pertama yang mengetahui bahwa kami adalah sepasang kekasih bahkan sebelum Koh Axel tahu"

Lula mengernyitkan dahinya mendengar penuturan mahluk Absurd ini.

"Oke, apa saja yang sudah Axel lakukan padamu, kamu sudah diberi banyak perhatian? Dia tak akan membiarkanmu pulang sendirian, kasih saputangan waktu kamu nangis? Hmmm apalagi ya? Jangan terlalu GR pada Axel, dulu dia juga begitu padaku" Ujar Lula masih tak terima Axel menolaknya dan malah pacar barunya muncul untuk flexing.

Tapi Hima bukan mau flexing.

"Iya, sama, memang Koh Axel begitu modelnya kalau mencintai seseorang, dia pria baik, kamu tidak rugi menyimpan perasaan begitu lama padanya, aku turut bersimpati dengan apa yang terjadi di antara kalian, tapi satu hal ingin aku minta, jangan temui koh Axel untuk sementara waktu, karena aku akan terusik, tak nyaman, dan mungkin akan cemburu, aku yakin kamu perempuan baik-baik yang memiliki martabat untuk tidak mengganggu hubungan orang lain karena Koh Axel tak mungkin pernah mencintai perempuan tidak baik, dan aku akan menghargainya dengan sangat" Hima mengatakannya dengan sungguh - sungguh, tanpa bermaksud melukai perasaan Lula.

Mereka terdiam agak lama tak berapa lama Lula tertawa hingga terpingkal-pingkal sampai mengeluarkan air mata.

"Kenapa?" Tanya Hima polos

"Axel ... pantas Axel melupakanku, kamu punya satu hal yang aku tak pernah bisa"

"Memangnya apa?"

"Membela dan mempertahankannya, dia pun tak pernah membela dan mempertahankan aku" Ujarnya di sela-sela air mata, lantas perempuan itu berpamitan dan pergi.

"HIMAAAA... APA YANG BARUSAN?" Axel terengah dan ternyata dia sudah berada di sana, mendengar beberapa potong percakapan Hima dan Lula.

"AKu.... Aku hanya mempertahankanmu, membela, dan ... mencintai ... koh Axel" Ujar Hima lirih namun Axel dengan jelas mendengarnya.

Pemuda yang tak lagi terlalu muda itu pun tiba-tiba merasa sangat lemas tapi bahagia, disandarkannya tubuh bongsornya pada pohon belimbing di dekatnya dengan senyum yang tak pudar saat mobil Ben memasuki area parkir itu.

Ben harus menjemput Senja yang tiba-tiba ingin semua kue yang Hima buat dan harus memakannya di meja nomor 14 dekat jendela lengkung.

Ben sedang sibuk membantu istrinya untuk turun dari mobil ketika ekor matanya melihat pemandangan tak lazim, Si Bongsor Kuping Caplang Axel memeluk pohon.

"Xel, ngapain sih?" Tanyanya keheranan sambil bolak balik melihat Axel yang mesam mesem seperti orang gila dan hima yang tersipu malu.

"HIMA NERIMA AKU ... CIEEEE HIMA PACARNYA AXEL!" Ujarnya bahagia sambil mengguncang guncangkan batang pohon yang besarnya tak seberapa itu.

Dan tiba-tiba

BLUG

Dalam sorot lampu, mereka berempat bisa melihat sebuah bola berdengung terjatuh dan perlahan satu persatu lebah marah keluar dari sarangnya.

"Wah aku pernah melihat pemandangan ini" Celetuk Axel yang masih bengong memeluk pohon sementara Senja dan Hima sudah jejeritan.

Sesaat mereka lari tunggang langgang menyelamatkan diri.

"Ada apa-apa sama Senja dan calon bayi kami , aku bunuh kamu Xel" Ujar Ben sambil lari memapah Senja ke dalam

"Jangan dibunuh Mas Ben, baru juga jadian, nanti Hima jadi Janda" Rengek Hima yang berlari dalam pelukan Axel membuat Ben berdecih dan ingin marah.

"Ben... aku suka lari-lari sambil dipeluk begini" Mana bisa Ben marah kalau istrinya bergelayut seperti itu?

Mereka terus lari-larian sambil tertawa, di bawah lampu cantik Baker Street café.

Malam itu tak ada kupu-kupu, hanya lebah-lebah yang terbang ke sana ke mari meramaikan suasana, menunggu korban untuk menerima sengatan cintanya.

Finn

Continue Reading

You'll Also Like

90.2K 525 3
šššš²š²ššš§š¢šœšš š­š¢šššš¤ š©šžš«š§ššš” š¬šžš¤ššš„š¢š©š®š§ š›šžš«š©š¢š¤š¢š«ššš§ š›ššš”š°šš šš¢š«š¢š§š²šš š£š®š šš ššš¤ššš§ šš¢š£šØššØš”š¤ššš§ ļæ½...
108K 8.8K 36
Kisah seorang gadis cantik yang hidup penuh kasih sayang dari kedua orang tua nya dan kakak laki-laki nya,berumur 20 th pecinta Cogan harus bertransm...
1.5K 228 14
Kisah menyukai Jenggala. Terlalu lama, terlalu dalam, sampai rasanya terlalu menyakitkan jika diabaikan.
16.3K 1.9K 26
[slow...] Katanya menikah adalah menghabiskan sisa hidup bersama pasangan yang kita cintai. Namun, bagaimana jika menikah dan menghabiskan sisa hidup...