Obsesi Asmara

By ainiay12

1.7M 117K 52.5K

[PRIVAT ACAK - FOLLOW SEBELUM BACA] - OBSESI, HUBUNGAN TERLARANG, PERSAINGAN BISNIS, PERSAHABATAN, TOXIC RELA... More

| PROLOG |
1. PERTEMUAN SINGKAT
2. BALAPAN
3. KETERTARIKAN
4. IDENTITAS
5. PERINGATAN KECIL
6. PULANG BARENG
7. MENGALAHKAN EGO
8. OFFICIAL?
9. SENTUHAN
10. TERUNGKAPNYA FAKTA & KEHILANGAN
11. DUBAI
12. UNDANGAN
13. BERTEMU KEMBALI
14. PEREMPUAN LICIK
15. MISI & LAKI-LAKI LAIN?
16. EKSEKUSI
17. HOTEL PRIMLAND
18. SISI YANG BERBEDA
19. PERTEMUAN KEDUA
20. PEMBATALAN INVESTASI
21. CUCU PEMILIK SEKOLAH
22. PESTA
23. CINTA SATU MALAM
24. REKAMAN
25. LOVE OR OBSESSION?
26. SATU ATAP BERSAMA
27. APARTEMEN
28. MENGAKHIRI & AWAL YANG BARU
29. HILANG DAN KECURIGAAN
30. PENGAKUAN & PENOLAKAN
31. TANDA-TANDA MULAI BUCIN?
33. MY GIRLFRIEND
34. VICTORIA GROVE CLUB
35. HANYA PELAMPIASAN?
36. PUTUS HUBUNGAN?
37. SIMPANAN OM-OM?
38. BENAR-BENAR BERAKHIR
39. PENCULIKAN
40. BALIKAN
41. PENYESALAN
42. RASA YANG TAK TERBALAS
43. TERBONGKAR

32. MEMENDAM ATAU MENGUNGKAPKAN?

32.2K 2.3K 2K
By ainiay12

Follow terlebih dahulu akun di bawah ini;
Instagram: wattpad.ayay
Tiktok: wattpad.ai & wattpad.ay

Diwajibkan untuk vote dan komen sebelum membaca cerita ini!

Jangan lupa komen di setiap paragraf!

Ramaikan cerita ini ke teman-teman kalian dan sosmed kalian dengan memakai hastag #obsesiasmarawattpad #bianastara #aloraaleandra

"Risih banget diliatin gitu," Alora berjalan sembari mengeluarkan unek-uneknya.

"Biarin aja, kita lagi hangat-hangatnya jadi topik pembicaraan di sekolah ini." Bian tidak mempermasalahkan.

"Lo sih gapapa, gue yang risih."

"Sini-sini sembunyi di belakang gue," kata Bian meminta Alora sembunyi karena keduanya menjadi pusat perhatian saat ini. Banyak siswa-siswi yang menatap mereka terang-terangan.

"Gue gak terbiasa jalan di belakang," tolak Alora.

"Atau lo gandeng aja tangan gue," usul Bian.

"Itu sih maunya lo! Dasar tukang modus!" Alora ingin menabok kepala cowok itu tapi Bian dengan gesit menghindar.

"Dimana-mana kalo orang pacaran itu pegangan tangan," ucap Bian sambil terus berjalan.

"Klasik banget, udah pasaran kaya gitu. Gue mau yang anti-mainstream," balas Alora.

"Gue tau apa yang anti-mainstream."

"Apa-apa?!" tanya Alora girang.

"Sini gue bisikin." Bian menyuruh Alora mendekat, gadis itu menurut dan mendekati Bian.

"Diawali dengan ciuman, berakhir di atas ranjang. Gimana, anti-mainstream, kan?" bisik Bian sensual.

Alora langsung mengeluarkan jurus untuk memukul Bian tapi cowok itu sudah lari terbirit-birit.

"Bian!! Sini lo!!!" Alora berlari mengejar Bian sampai ke kantin tanpa menghiraukan tatapan murid-murid.

"Lo harus membayar semuanya, Alora. Penghinaan, penolakan, dan sakit hati yang gue rasain. Lo harus bayar mahal karena berani main-main sama gue."

Reynald menatap Alora dan Bian dengan murka. Setelah mempermalukan dirinya, mereka bersenang-senang begitu saja? Tidak akan ia biarkan semudah itu. Mereka tidak boleh bahagia di atas penderitaannya.

Untuk saat ini Reynald akan membiarkan mereka bersenang-senang dahulu, sebelum ia menjalankan rencananya.

•••

"Itu obat apa?" Ergi bertanya penasaran, Citra gugup dan langsung menyembunyikan obatnya.

"Bukan apa-apa, cuma vitamin," elaknya.

Ergi mengangguk, lalu mengusap rambut Citra. "Lo mau makan? Biar gue pesenin."

"Gue masih kenyang."

"Yaudah gue ke kantin dulu, ya." Ergi pamit dan meninggalkan Citra di kelasnya.

Setelah Ergi pergi, Citra mengambil obatnya lagi. Obat pencegah kehamilan. Entah ini akan berguna atau tidak. Tapi ia tidak mau sampai hamil.

"Lo gak ke kantin?" Gracia datang dengan membawa sebotol air mineral di tangannya yang sudah ia campur dengan obat pencegah kehamilan, sama seperti yang diminum Citra.

"Lo sendiri ngapain ke sini?"

"Salah kalo gue nyamperin sahabat gue sendiri?" Gracia berpura-pura baik. "Nih, cuma air mineral, gue takut lo haus, makanya gue bawain."

Dengan ragu-ragu Citra mengambil air pemberian Gracia. "Makasih. Tapi gue gapapa."

"Oke, gue mau ke kantin lagi." Gracia pergi dengan senyum licik yang muncul di sudut bibirnya.

Tanpa curiga Citra meminum air itu hingga sisa setengahnya saja. Ia tidak mood kemana-mana saat ini. Terlebih lagi ia tidak ingin melihat kemesraan Bian dan Alora. Yang harus ia pikirkan sekarang adalah bagaimana caranya memisahkan mereka.

Citra tidak percaya kalau Bian secepat itu melupakannya. Ia sangat-sangat tahu bahwa Bian begitu mencintainya.

Seharian ini Citra tidak bisa melabrak Alora karena dia selalu bersama Bian, Citra tidak mau ambil resiko dengan menyakiti Alora di depan cowok itu. Ia harus menunggu kesempatan untuk memberi Alora pelajaran.

•••

"Mentang-mentang udah punya pacar jadi lupa sama temen," sindir Shena ketika melihat kedatangan Bian dan Alora.

"Jangan mulai deh, Na," balas Alora.

Sementara di meja sudah ada Nevan dan Haikal. Mereka berdua tidak berniat menyapa Bian.

Alora dan Bian duduk bersebelahan, dan Nevan melihat itu, padahal biasanya Alora selalu duduk di sampingnya, tapi kali ini berbeda.

"Gak perlu gue perkenalin lagi, kan? Kalian pasti tau dia siapa," kata Alora.

"Kenalin gue Shena, sahabat baik Alora." Shena dengan riang mengulurkan tangannya.

"Bian," balas cowok itu tampan ekspresi.

Karena Haikal dan Nevan diam saja. Shena berinisiatif untuk memperkenalkan mereka. "Ini Haikal si playboy cap kaki tiga, dan di sebelahnya Nevan si kulkas berjalan," ucap gadis itu.

Bian hanya mengangguk malas. Apalagi ketika Nevan terang-terangan menatapnya dan Alora.

"Jangan kaya kanebo kering," bisik Alora.

"Gue gak terbiasa ramah sama orang asing," jawab Bian juga berbisik.

"Mereka sahabat gue, bukan orang asing."

"Hmm oke."

"Gue udah pesenin makan buat lo, tapi cuma satu, gue gak tau Bian bakalan ikut lo ke sini." Shena menyodorkan sepiring nasi goreng seafood pada Alora.

"Sepiring berdua bisa," ucap Bian membuat mereka semua terkejut. Pasalnya ucapannya terlihat datar namun memiliki makna yang dalam.

"Kenapa natap gue begitu? Lo gak mau berbagi sama gue?" tanya Bian ketika Alora menatapnya aneh.

"Lo, kan bisa pesen sendiri."

"Buang-buang makanan, takut gak habis," kata Bian sembari menarik piring Alora.

"Romantis banget... walaupun kaku dan tampangnya datar, tapi Bian perhatian dan peka sama lo, Ra."

"Gue jadi pengen punya pacar yang peka dan perhatian," lanjut Shena berhalu ria.

"Gue juga perhatian dan peka," sambung Haikal cepat.

"Gue gak mau sama lo," balas Shena sewot.

"Lah, yang mau sama lo siapa?" Haikal tidak henti-hentinya menggoda Shena.

"Haikal! Jangan bikin amarah gue terpancing!"

"Lo kira ikan segala dipancing-pancing." Haikal meledek.

"Haikal!!!!!" Shena berdiri, tapi Haikal lebih dulu berlari cepat.

Akhirnya terjadi aksi kejar-kejaran. Sudah biasa mereka seperti ini. Seperti tikus dan kucing yang tidak pernah akur.

Nevan sejak tadi terdiam ketika tidak sengaja melihat jam tangan yang dipakai Bian. Kalau tidak salah ia pernah melihat jam itu di kamar Alora, dan Alora mengaku bahwa itu adalah jam nya.

Lalu kenapa sekarang ada pada Bian? Dan tampaknya jam itu terlihat sangat pas sekali di tangan Bian, seolah memang dialah pemiliknya.

"Lo gak makan, Van?" Alora bertanya karena cowok itu melamun. Bian juga ikut menatap Nevan.

"Udah, lo maka aja," katanya kemudian berdiri. "Gue mau ke kelas duluan," lanjut Nevan lalu meninggalkan Bian dan Alora.

"Lo deket sama dia?" Bian ingin tahu karena sudah sejak lama dia melihat interaksi antara Alora dan Nevan yang begitu dekat.

Alora mengangguk membenarkan. "Iya, dia udah seperti kakak gue sendiri," balas Alora jujur.

Gadis itu kembali teringat pertemuannya kemarin malam dengan Nevan, cowok itu bisa dikatakan sedang tidak baik-baik saja.

"Awalnya gue kira lo pacaran sama Nevan."

Alora mengangkat alis heran. "Kenapa lo bisa mikir begitu?"

Bian merubah nada bicaranya seperti sedang merajuk. "Ya lo gak sadar kalo kalian itu deket banget? Bahkan ngalahin orang yang pacaran."

Alora tergelak mendengar itu. "Gak mungkin gue pacaran sama Nevan, dia udah gue anggap kaya kakak sendiri. Lagian Nevan mana mau sama cewek kaya gue."

"Kenapa nggak? Buktinya gue mau sama lo. Mau banget malahan."

"Terserah deh, gue laper mau makan," kata Alora mengalihkan topik pembicaraan. Kalau begini terus bisa-bisa dia mati muda karena terus salah tingkah.

"Oke, biar gue suapin." Bian mengambil alih sendok dan garpu, mengambil ancang-ancang untuk menyuapi Alora.

"Gak usah Bian, gue bisa makan sendiri." Alora menolak dengan suara pelan.

"Kenapa? Malu? Gak usah malu, buruan buka mulut," perintah Bian dengan sesendok nasi goreng di tangannya.

"Nggak usah, gue-,"

"Buka mulut, Alora."

Seketika gadis itu menurut dan membuka mulutnya, menerima suapan nasi goreng seafood dari Bian. Aneh, kenapa juga Alora harus menurut? Padahal ia tidak suka dipaksa, tapi kenapa dengan Bian ia menurut begitu saja?

•••

"Gue tau lo pasti hancur banget ngeliat Alora sama Bian mesra-mesraan kaya gitu." Haikal ikut bersender di sebelah Nevan yang sejak tadi tidak berhenti menatap kedua orang itu dari kejauhan.

"Gue gapapa, malah gue seneng kalo Alora juga seneng." Nevan tertawa di akhir kalimatnya. Tertawa pilu tepatnya.

"Gue juga cowok, Van, gue tau banget perasaan lo seperti apa sama Alora."

Sesaat Nevan tidak menjawab, memandang Alora yang tertawa riang bersama Bian di sana. Ia berpikir apakah ia sudah terlambat menyatakan perasaannya sampai akhirnya sekarang Alora bersama orang lain?

Apakah jika Nevan sedikit lebih cepat, ia pasti tidak akan kehilangan Alora seperti ini? Apakah semuanya akan berbeda?

"Kenapa lo gak nyatain perasaan lo yang sebenernya sama Alora? Gue yakin Alora juga suka sama lo," tutur Haikal seolah mengetahui isi hati Nevan.

Nevan menggeleng hampa. "Gue terlalu takut kehilangan Alora. Gue takut ini cuma cinta sepihak. Gue takut Alora nolak gue dan membenci gue karena perasaan ini," jawabnya dengan mata yang masih memandang Alora.

"Alora segalanya bagi gue, bahkan gue rela memendam perasaan ini seumur hidup, asalkan Alora tetap di sisi gue." Cowok itu melanjutkan.

"Tapi sekarang sama aja, Van, ujung-ujungnya lo kehilangan Alora karena dia sama cowok lain." Haikal paham betul bagaimana terlukanya Nevan saat ini.

Cowok itu menatap Nevan yang bersandar pada tembok, dengan mata yang masih tertuju pada Alora dan Bian.

"Belum terlambat kalo lo mau nyatain perasaan lo. Seenggaknya biarin Alora tau gimana perasaan lo sama dia." Haikal menepuk pelan pundak Nevan, kemudian pergi, memberikan ruang untuk Nevan agar merenungkan ucapannya.

Jika ia mengatakan yang sebenarnya, apakah semua akan berubah membaik? Atau justru semakin memburuk?

"Gue gak mau kehilangan, lo, Ra. Gue gak mau itu terjadi...."

•••

Malam ini Bian memutuskan untuk pulang ke rumahnya, karena bagaimanapun juga ia tidak mau seperti ini terus.

Lagipula Bian sudah menganggap masalahnya dan Ergi sudah selesai sejak hari itu. Jadi tidak ada alasan untuknya tidak pulang ke rumah.

Bian sudah berada di rumah setelah memasukkan motornya ke garasi, saat ini dia berdiri di depan pintu utama, tapi belum sempat ia membuka pintu terdengar pembicaraan seseorang dari dalam rumah.

"Apa kamu akan terus bertahan dengan situasi ini? Saya tidak tega melihat kamu diperlakukan seperti itu oleh Bian." Aslan menggenggam tangan Lia, memberinya dukungan.

"Aku gapapa, Mas. Bian itu masih muda, wajar bersikap arogan seperti itu. Aku paham, kamu nggak usah khawatir." Lia memberikan senyum terbaiknya.

Bian membuka pintu membuat pembicaraan mereka terhenti, dia menatap Aslan sekilas dan berlalu ke lantai atas.

"Anak itu makin hari makin kurang ajar." Aslan ingin menegur Bian, tapi dihentikan oleh Lia.

"Mungkin Bian capek, udah biarin aja," cegah Lia membuat Aslan mengangguk dan kembali duduk.

•••

"Gimana perkembangan sekolah kamu? Lancar? Atau ada masalah?" Chandrawana bertanya pada Reynald, tapi cowok itu hanya diam saja melamun.

"Reynald, ada masalah?" Chandrawana kembali bertanya.

"Abang!" tegur Renata membuat Reynald tersadar.

"Kenapa, Pa?" tanyanya kemudian.

"Ada sesuatu yang mengganggu kamu?" Merlin ikut bertanya karena tidak biasa Reynald melamun saat makan.

"Sedikit, bisa Reynald tangani sendiri," jawab cowok itu.

Renata berbisik. "Pasti masalah cewek, iya, kan?"

"Kepo anak kecil," balas Reynald.

"Reynald... apa kamu masih belum punya pacar?" Pertanyaan Chandrawana berhasil membuat Reynald menatapnya tak suka.

"Papa gak ada topik lain selain itu?"

"Kenapa? Papa cuma bertanya."

Reynald meletakkan sendok dan garpu di tangannya dengan keras, lalu mendorong kursi kemudian pergi dari sana. Meninggalkan ketiga orang itu yang masih kebingungan, terutama Chandrawana. Ia hanya bertanya mengapa Reynald sensitif sekali?

"Papa kalo lagi makan ya makan aja, jangan nanya yang aneh-aneh," kata Merlin menegur.

Sampai di kamarnya Reynald membanting tubuhnya ke atas kasur, mengambil ponsel di sakunya dan membuka galeri, menatap foto seorang gadis cantik.

Foto dari orang suruhannya yang ia perintahkan untuk mengikuti seseorang.

"Bagaimana bisa ada orang secantik kamu, Alora," gumam Reynald seperti orang mabuk. Jarinya tidak berhenti mengusap-usap foto Alora dari layar hp.

"Dari jauh aja lo keliatan cantik, apalagi kalo dari deket."

"Gila, gue tergila-gila sama lo Alora, gue tergila-gila sama kecantikan lo," kata cowok itu semakin aneh disertai tawa tawa kecil ketika menatap foto Alora.

Reynald bangkit dan berjalan ke kamar mandi dengan membawa ponsel yang masih menampakkan foto Alora, senyum aneh pun terbit di bibirnya.

"Alora... Alora... gue mau lo...." kalimat terakhir sebelum akhirnya Reynald menutup pintu kamar mandi. Dan entah apa yang dia lakukan di dalam sana sembari membawa foto Alora bersamanya.

•••

"Kebiasaan kalo ngabarin dadakan, gue lagi enak-enak nonton malah di ganggu." Alora datang dengan wajah tertekuk, duduk di depan Nevan yang sudah memesan makanan.

"Gue ganggu?" Nevan merasa bersalah.

Mau tak mau Alora tertawa melihat raut wajah Nevan yang terlihat begitu serius. "Astaga bercanda, Nevan. Kalo ganggu gak mungkin gue dateng ke sini."

Nevan mengulum senyum lega. Cowok itu menyodorkan makanan pada Alora. "Makan gih, gue tau lo pasti belum makan, kan?"

Alora mengangguk cepat dengan ekspresi sedih. "Gue maraton drama sampe lupa makan," lanjutnya kemudian menyantap makanan di depannya.

Nevan tidak berbicara lagi, membiarkan Alora menikmati dahulu makanannya. Gadis itu terlihat begitu lahap memasukkan suapan demi suapan hingga makanannya habis.

Alora selalu cantik dalam keadaan apapun. Tanpa sadar bibirnya tersinggung tulus melihat gadis itu nampak bahagia karenanya.

"Dan terakhir, ini sebagai makanan penutup." Nevan menyodorkan sekotak makaron kepada gadis itu.

Alora membelalakkan matanya, terkejut sekaligus senang. "Makaron!!" seru gadis itu kegirangan.

Alora berdiri dan mengambil makaron itu lebih dekat. Dengan melihatnya saja membuat air liurnya banjir kemana-mana. Saking senangnya Alora langsung memeluk Nevan dengan erat sembari melompat-lompat kesenangan.

"Nevannnnn!! lo dapet dari mana? Gue udah lama gak makan ini. Makasih! Makasih banget!! Gue suka!" katanya berteriak antuasias.

Nevan membalas pelukan Alora dengan senyum bahagia. Tidak ada hal apapun lagi yang ia inginkan kecuali kebahagian Dewi... dan juga Alora.

Dua wanita yang sangat-sangat berarti dalam hidupnya. Dua wanita yang ingin ia bahagiakan seumur hidupnya.

Alora melepaskan pelukannya dan menatap cowok itu. "Tapi gue mau ke toilet dulu, jagain makaron gue ya jangan sampe ada yang ngambil. Jangan di makan! Tunggu gue! Inget tunggu gue!!" Alora berlari ke arah toilet dengan tergesa-gesa.

Baru saja Nevan akan kembali duduk, tapi tiba-tiba handphone Alora berbunyi.

Panggilan dari Bian. Cowok itu melihat ke arah toilet dan belum mendapati Alora keluar, dengan cepat Nevan langsung mematikan handphone Alora.

Untuk kali ini Nevan ingin egois. Ia hanya ingin menikmati waktu dengan Alora. Seharian Alora sudah bersama Bian, jadi biarkan malam ini Alora bersamanya, berdua saja.

Cowok itu kemudian duduk dan meletakkan makaron itu di tempat Alora sembari menunggunya.

"Kenyang banget gue, tapi masih mau makan makaronnya." Alora kembali lalu duduk lagi dan menatap makaron yang menggoda itu.

"Lucu banget warna-warni, gue gak tega makannya," katanya mengambil satu buah makaron itu.

"Udah gapapa makan aja, kalo abis ntar gue beliin lagi," tutur Nevan.

Sesuai kata Nevan Alora lantas memakan makaron itu. Ekspresi wajahnya benar-benar senang, seperti anak kecil yang baru saja dibelikan permen oleh orang tuanya.

"Nih lo harus cobain juga, enak banget." Alora mengambil makaronnya dan menyuapi Nevan, cowok itu dengan senang hati menerima.

"Gimana, enak kan," tanya Alora mendapati anggukan dari Nevan. "Enak, kapan-kapan kita beli lagi."

Sedangkan di lain tempat, Bian berjalan mondar-mandir sembari terus menelepon Alora. Barusan nomor Alora masih aktif, tapi kenapa sekarang tiba-tiba tidak aktif?

Apa yang dia lakukan sampai-sampai mematikan handphone nya?

"Telpon gue kalo lo liat pesan ini." Sebelum tertidur Bian mengirim pesan pada Alora.

Jam 11 malam Nevan baru mengantarkan Alora. Setelah makan dari kafe keduanya tidak langsung pulang melainkan jalan-jalan malam seperti permintaan Nevan.

Alora menyetujui karena menganggap Nevan pasti membutuhkan hiburan akibat masalah kemarin.

"Lo yakin mau pulang ke apartemen?"

"Kenapa gak yakin? Gue takut Papi marah kalo gue pulang malem kaya gini. Bisa-bisa lo di amuk." Alora memberi pengertian.

"Gapapa, demi lo gue rela dimarahin Om Jovan," jawab Nevan bercanda.

"Udah buruan pulang, udah malem ini, jangan bikin Tante Dewi khawatir," pinta Alora.

"Oke gue pulang ya, lo langsung tidur udah malem." Nevan melambaikan tangannya dan pergi melesat dengan motor sport miliknya.

Alora masuk ke apartemennya, membersihkan diri kemudian tidur, tanpa mengecek ponselnya. Bahkan dia tidak sadar kalau ponselnya mati karena Nevan yang mematikan tadi di kafe. Gadis itu benar-benar lelah seharian beraktivitas.

•••

1,1K VOTE & 2K KOMEN. HARUS BISA YOK.

NAIK TURUN KOMEN & VOTE NYA, MAKANYA UP NYA JUGA LAMA😌

MOMI UPDATENYA TERGANTUNG TARGET.

SPAM NEXT DI SINI👉

SPAM UP DI SINI👉

SPAM ALORA👉

SPAM BIAN👉

SPAM EMOT APAPUN👉

SIAPA YG SETUJU BIAN BALIKAN SAMA CITRA?

KAPAL BIAN-ALORA ABSEN HADIR 👉

KAPAL NEVAN-ALORA ABSEN HADIR 👉

MAU BILANG APA SAMA MOMI?👉

🌼

SILAHKAN FOLLOW AKUN RP CERITA INI TERLEBIH DAHULU:

Continue Reading

You'll Also Like

2.9M 143K 22
Sagara Leonathan pemain basket yang ditakuti seantero sekolah. Cowok yang memiliki tatapan tajam juga tak berperasaan. Sagara selalu menganggu bahkan...
2.6M 151K 42
Kanaya Tabitha, tiba tiba terbangun di tubuh seorang figuran di novel yang pernah ia baca, Kanaya Alandra Calash figuran dingin yang irit bicara dan...
1.3M 94.7K 43
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...
773K 93.5K 12
"Gilaa lo sekarang cantik banget Jane! Apa ga nyesel Dirga ninggalin lo?" Janeta hanya bisa tersenyum menatap Dinda. "Sekarang di sekeliling dia bany...