⋅•⋅⊰∙∘☽༓☾∘∙⊱⋅•⋅
Tiba-tiba Farenza keluar dari kegelapan dan menyerang pria itu. Mereka berdua pun terlibat perkelahian. Luka di lengan Farenza tidak membuatnya kesulitan sama sekali. Bahkan ia sempat mematahkan lengan pria assassin itu.
Tanpa mereka sadari, terlihat seseorang berpakaian serba hitam dengan topi dan masker berdiri di atap gedung seberang. Ia membawa senapan di tangannya dan membidik ke arah kedua pria itu.
Tembakan melesat dan mengenai leher assassin berjas biru hingga tersungkur jatuh, tapi tidak mati.
Farenza terkejut. Ia mendongkak menatap ke arah tembakan tersebut. Farenza bisa melihat orang misterius bertopi hitam itu. Kemungkinan dia adalah seorang penembak jitu alias sniper.
Saat assassin bangkit dan mencoba menembak Farenza, si sniper kembali menarik pelatuknya dan menembak kepala si assassin berkali-kali hingga tewas seketika.
Farenza berlari menuju ke gedung seberang untuk mendatangi si sniper, tapi orang misterius itu sudah pergi.
Farenza teringat dengan ucapan Babi Rakus mengenai istrinya. Karena khawatir dengan keselamatan Neissya, Farenza memilih untuk segera pulang ke rumah
Tidak menutup kemungkinan assassin lain mencoba membobol rumahnya dan melukai istrinya.
Sesampainya di rumah, Farenza segera pergi ke kamar. Ia melihat Neissya yang masih tertidur di ranjang dan terlihat baik-baik saja.
Farenza pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan berganti pakaian. Tidak lupa ia mencuci tangannya yang masih mengeluarkan darah. Sekalian ia juga mengeluarkan peluru dari lengannya tanpa kesakitan sama sekali.
"Sayang?" suara Neissya yang memanggil dari dalam kamar.
"Iya, Sayang?" Farenza keluar dari kamar mandi lalu menghampiri istrinya.
"Kau dari mana? Kenapa lama sekali?" tanya Neissya yang berusaha bangkit dan duduk.
Farenza membantu Neissya untuk duduk. "Aku pergi ke apotek untuk membeli obat. Aku akan mengambil makanan dari dapur. Tunggu sebentar, ya. Kau harus makan sebelum minum obat."
Neissya hanya mengangguk.
Setelah memberikan Neissya makan, Farenza menunggu beberapa menit lalu ia memberikan obat.
"Tidurlah." Farenza membaringkan istrinya.
Keesokan harinya, suhu tubuh Neissya tidak kunjung menurun. Karena khawatir, Farenza membawanya ke rumah sakit.
Selain demam tinggi, dokter mengatakan kalau Neissya mengalami stres berat. Namun, keadannya akan membaik setelah mendapatkan perawatan.
Farenza setia menemani Neissya. Ia duduk di kursi samping ranjang rawat.
"Sebenarnya apa yang menjadi beban pikiranmu, Neissya? Kenapa kau tidak terbuka padaku?" tanya Farenza pelan.
Sementara Neissya tampak tertidur karena pengaruh obat.
Farenza masih memikirkan sniper yang menolongnya semalam. Ia tidak mengerti kenapa orang itu menyelamatkannya kemudian pergi.
Keesokan harinya, Neissya diperbolehkan pulang setelah keadaannya membaik.
Farenza melihat berita di TV. Tidak ada kabar terkini tentang kejadian kemarin malam. Artinya Departemen Pembersih melakukan tugasnya dengan baik. Padahal Farenza tidak sempat menelepon mereka, karena ia lupa dan terburu-buru pulang untuk melihat keadaan istrinya.
Mungkin saja sniper itu yang menghubungi Departemen Pembersih. Bisa jadi dia assassin juga, kata Farenza dalam hati.
Setelah memasak bubur, Farenza menyuapi Neissya.
"Kalau ada masalah, lebih baik bicara padaku. Aku akan mendengarkan, jangan memendamnya sendiri," ucap Farenza.
Neissya menatap suaminya. "Apakah kau juga berterus terang padaku? Apakah kau tidak menyembunyikan sesuatu dariku?"
Farenza tidak segera merespon. Ia menatap istrinya dengan serius. Farenza sudah siap dengan segala kemungkinan yang ada. Jika Neissya tahu tentang masa lalunya dan ingin bercerai darinya, Farenza siap menerima itu.
"Aku tahu selama ini kau menyembunyikan sesuatu dariku. Kenapa kau selalu bersikap tenang saat kau berbohong?" tanya Neissya.
Farenza pun bersuara, "Maafkan aku, Neissya. Sebenarnya aku juga ingin mengatakannya padamu, tapi aku menunggu waktu yang tepat."
Neissya kembali mengeluarkan suaranya, "Kau pikir aku buta? Tanganmu dan lenganmu terluka. Pasti ada seseorang yang berniat jahat padamu. Iya, kan?"
"Hmm?" Farenza mengernyit.
Ternyata Neissya tahu tangan Farenza yang terluka dan berdarah. Ia juga tahu luka tembak di lengan suaminya itu. Neissya melihatnya saat Farenza memberinya obat semalam.
"Itu... aku...."
"Mungkin saja ada orang yang membencimu lalu mereka mengirimkan seorang pembunuh bayaran atau gangster untuk membunuhmu." Neissya tampak khawatir.
Farenza masih bisa bernapas lega, karena ternyata Neissya bukan mencurigai masa lalunya, tapi masalah di malam itu.
"Kau tidak perlu mengkhawatirkanku, Sayang. Yang penting sekarang aku baik-baik saja," kata Farenza lembut.
Neissya meraih tangan Farenza. Ia melihat luka sayatan yang tidak rapat. "Bagaimana bisa kau bertahan di saat-saat sulit seperti ini?"
"Apakah ini yang membuatmu khawatir dan tertekan sampai-sampai kau mengalami stres berat?" tanya Farenza.
Neissya mengangguk. "Iya."
"Apakah ada seseorang yang menerormu juga?" Farenza menatap istrinya dengan serius.
Neissya tampak ragu untuk menjawab. Namun, sejurus kemudian ia menggeleng.
Farenza tahu Neissya mencoba menyembunyikannya agar Farenza tidak khawatir.
"Katakan padaku siapa yang menerormu," mohon Farenza.
"Semuanya sudah berlalu yang penting sekarang kau harus menjaga diri," sahut Neissya.
Malam harinya.
Neissya tampak tertidur lelap. Sementara Farenza masih terjaga. Ia penasaran dengan apa yang menjadi pokok masalah yang membuat Neissya mengalami stres berat.
Farenza memeriksa ponsel Neissya. Tidak ada apa pun yang mencurigakan di dalam ponselnya itu.
Farenza mencari petunjuk di tas dan juga saku jas Neissya. Farenza menemukan secarik kertas bertuliskan kode-kode rahasia.
Yang mengejutkan adalah kode rahasia tersebut hanya bisa dibaca oleh assassin.
Apakah ada assassin yang meneror Neissya dengan mengirimkan kode ini? Karena tidak bisa membacanya, Neissya mengabaikannya dan tidak memberitahuku, batin Farenza.
Farenza segera menerjemahkannya ke dalam bahasa nasional.
Mungkin besok.
Itulah yang tertulis dalam secarik kertas tersebut.
"Besok?" Farenza mengernyit. Ia menatap istrinya dengan serius.
Keesokan paginya.
Farenza bangun lebih dulu. Ia melihat Neissya yang masih tertidur. Sepertinya Neissya tidak akan pergi ke kantor hari ini mengingat kondisinya yang belum terlalu stabil. Selain itu, biasanya Neissya bangun lebih awal kalau dia berniat pergi ke kantor.
Dengan telaten, Farenza memasak bubur. Ia menempelkan kertas tempel di meja.
Sayang, aku pergi ke kantor. Jangan pergi ke mana pun sebelum aku pulang.
Arfarenza
Farenza pergi ke dalam hutan terpencil untuk menemui Sam di 'tokonya'.
Namun, justru orang lain yang berjaga di meja resepsionis.
"Halo, ada yang bisa dibantu?" Pria berambut pirang itu menyapa Farenza.
"Di mana Sam?" tanya Farenza curiga.
"Ada assassin yang mengincar kepalanya. Tapi, dia menelan bom dan meledakkan dirinya karena tidak sudi dipenggal oleh assassin," sahut pria itu.
Farenza cukup terkejut mendengarnya. Ia tidak mengira Sam pergi secepat itu. Padahal baru beberapa hari yang lalu mereka bertemu dan berbicara.
Farenza pun bertanya, "Dan kau siapa?"
"Aku penggantinya."
Tentu Farenza tidak percaya begitu saja. Ia melihat tangan pria itu yang basah. Sepertinya baru saja mencuci tangan.
"Berikan aku sepasang senapan kualitas tinggi beserta kelengkapannya termasuk silencer."
⋅•⋅⊰∙∘☽༓☾∘∙⊱⋅•⋅
12.52 | 1 Desember 2021
By Ucu Irna Marhamah