TaeKwonDo Love Story

By afifah_dm

26.4K 1.4K 145

Abel. Taekwondo. Cinta. Dipertemukan oleh taekwondo? Mungkin. More

Prolog
1. Abel di Sekolah Barunya
2. Him. Again.
3 Pernyataan Ambigu
4 Masa Lalu
5 Radiv + Tugas Pertama
7 Nerves
8 War Invitation
9 Backstep -Dolyo
10 Being a Mascot
11 Clear
12 Berhenti Mengungkit Masa Lalu!
13 XOXO
14 Gibon Il-Jang
15 Rakana's
Mascot [1]
Mascot [2]
16 dan Kau Hadir, Merubah Segalanya...
17 dan Kau Hadir, Merubah Segalanya... [2]
18 Hei, why?
19 Dimulainya Kasus Kembar
20 Kasus Kembar I
21 Terlambatkah?
22 Bahu untuk Kupinjam
23 Ajakan Lainnya
24 Surprised
25. Fakta yang Ganjil
26. Twins' Disaster
Part 27. Konfrontasi Langsung
28. Gadisku

6 Kak Adit's Unagreement

881 47 3
By afifah_dm

6. Adit's unagreement

       "Kak," aku mulai merajuk pada Kak Adit.

       "Hmm?" Kak Adit menjawabku lembut dengan tetap memandang jalanan. Kami memang sedang berada di jalan pulang dari sekolahku setelah rapat divisi pertamaku. Aku ingin menceritakan tentang rapat itu pada Kak Adit. Tapi aku tidak yakin karena sepertinya Kak Adit sedang tidak dalam kondisi mood yang baik. Lihat saja bajunya, seterburu-buru apapun Kak Adit, ia tidak akan memakai kemeja yang lengannya digulung sembarangan seperti itu.

       Apa aku , menyusahkannya karena jadwal pulangku yang tidak sama dengannya?

       Aku mendesah pelan, menyadari bahwa aku merepotkannya. Tapi aku sudah berjanji pada Malikha dan tidak mungkin mengingkarinya. Aku memainkan jari-jari tanganku dengan gelisah, tak menyadari Kak Adit menunggu jawabanku.

       "Abel? Kamu kenapa?" tanya Kak Adit padaku. Sontak membuat aku kaget dan gelagapan hendak menjawab apa. Karena aku yakin masalah evaluasi ini akan membuat suasana hatinya makin kacau.

       "Eh, nggak. Gapapa kok," ucapku sekenanya. Kak Adit menoleh sekilas padaku di sela aktivitasnya menyetir.

       "Hayo main rahasia-rahasiaan sama Kak Adit," candanya. Aku terperanjat menyadari Kak Adit pasti tahu kalau aku berbohong bagaimanapun aku menutupinya. Aku terkekeh untuk menutupi gelisahku.

       "Abel pengen ke MimiEskim," aku mengubah topik sebisaku, menyebutkan tempat makan eskrim favoritku. Kak Adit lagi-lagi menoleh sekilas ke arahku. Aku tahu Kak Adit curiga pada caraku mengalihkan pembicaraan.

       Aku harus cari waktu yang tepat nih nanti.

       "Mau ke sana sekarang? Ini udah malem lho, Bel. Kamu belum mandi, belajar. Kamu juga harus istirahat. Kakak ngizinin kamu sekolah di SMA negeri bukan berarti kamu bisa seenaknya pake jam kamu buat main," Kak Adit menceramahiku. Aku memberengut memilih pengalihan perhatian ke MimiEskim.

       Kenapa jadi dimarahin sih? Huhu

       "Yaudah, Kak. Kita pulang aja," ucapku pelan. Tidak mau memancing emosi Kak Adit lagi. Lalu suasana canggung. Aku heran, sebenarnya Kak Adit ada masalah apa sih?

—-

       Segar kurasakan setelah membersihkan tubuhku dan menggunakan baby doll bersih setelah seharian menggunakan kemeja sekolah. Aku terburu-buru turun dari kamarku di lantai dua menuju ruang makan. Tepat seperti dugaanku, Kak Adit menungguku. Aku selalu makan malam bersamanya karena aku tidak bisa makan kecuali ditemani seseorang yang juga ikut makan denganku. Dulu, saat Malikha masih ada, aku makan berdua dengannya karena seringkali Kak Adit makan lebih malam daripada jadwalku makan. Setelah Malikha pindah ke SMA negeri dan sering pulang malam, Kak Adit selalu ada untukku, dan itu bertahan sampai sekarang.

       "Sini buruan. Bibi bikinin telur dicabein nih buat kamu," Kak Adit memanggilku bersemangat. Aku tertawa karena telur dicabein itu bukan makanan favoritku, tapi justru favoritnya. Melihatnya bersemangat memanggilku seakan telur dicabein adalah makanan favoritku membuatku geli.

       "Kak Adit semangat bener," kataku sambil terkekeh. Kak Adit hanya membalasku dengan senyuman. Bahkan matanya tetap fokus dengan telur-telur berbumbu di hadapannya yang sedang dipindahkan dari piring saji ke piring miliknya. Tidak tanggung-tanggung, langsung dua butir dipindahkannya. Aku hanya bisa menahan perutku yang sakit karena menertawakannya.

       "Yah Abel ngetawain mulu. Kan Kak Adit laper. Lagian Kak Adit lagi galau nih," serunya sambil menyendok nasi. Aku terkekeh, bertanya-tanya wanita mana yang tidak terpesona dengan ketampanan Kak Aditku, dan lebih bertanya-tanya wanita mana yang akan illfeel jika melihat Kak Adit yang super rakus ini.

       But, wait... Kak Adit galau?

       "Lah, Kak. Kakak galau kenapa deh?" tanyaku tiba-tiba menghentikan tawaku. Kak Adit memberengut sambil tetap meneruskan makannya. Tak ada tanda-tanda darinya akan menjawab pertanyaanku.

       "Bentar lagi mau ada kejuaraan, tapi Kakak terlalu berat buat masuk ke kelas Kakak yang biasa," ucapnya setelah keheningan yang lumayan lama di antara kami. Aku menaikkan alis tanda bingung. Kak Adit, menurutku memiliki berat badan dan tinggi badan yang ideal. Perutnya tidak gendut, cenderung berotot tapi tidak berlebihan. Bagian tubuhnya yang lain juga proposional.

       "Biasanya kan Kak Adit ikut yang under 58 kg. Nah ini Kak Adit udah 60 kilo masa," kini Kak Adit memasang tampang memelas. Aku terbahak melihatnya. Jarang sekali aku melihatnya memainkan ekspresi begitu banyak. Kak Adit memang termasuk orang yang irit berkespresi, termasuk di depanku.

       "Kalau gitu Kak Adit makan telurnya satu aja dong, jangan dua," kataku sambil mengambil telur yang masih utuh dari piring Kak Adit. Kak Adit terdiam sebentar lalu sadar bahwa telur miliknya kini telah menjadi penghuni piringku. Ia menautkan alisnya dan mencoba mengambil kembali telurnya, "punya Kakak itu, Bel."

       "Eits, no way. Katanya udah over  beratnya. Ini aku lagi bantuin diet lho," kataku sambil mempertahankan telur itu agar tetap berada di piringku. Kak Adit memberengut sebal ke arahku dan piringku. Kami sama-sama menyadari masih banyak telur di piring saji yang bisa diambil. Kami berlomba-lomba mengamankan piring saji itu. Aku tidak ingin Kak Adit mengambil telurnya dan Kak Adit ingin sekali memakan telur-telur itu.

       "NO! It's mine," Kak Adit berteriak sambil memegang ujung piring saji.

       "You'll get fatter, Bro," aku memegang ujung lain piring saji itu dan menambahkan sambil , "makan sayurnya aja, Kak."

       Kami tertawa terbahak-bahak sampai beberapa menit selanjutnya sambil masih memperebutkan telur dicabein itu. Aku tahu sebenarnnya Kak Adit bukan galau mengenai berat badannya. Itu hanya akal-akalannya agar aku tidak mengkhawatirkannya. Tapi aku cukup menghiburnya. Karena ku yakin ia akan bercerita bila ia memang menginginkannya. Walau aku tak ingin ia memendam kesedihannya seorang diri.

—-

       Hari ini Kak Adit tampan sekali dengan kaus tangan panjang berwarna abu-abu terang dan celana putih yang terlihat nyaman. Ia sibuk membaca buku yang tebalnya mengalahkan tebal KBBI. Ia memang libur karena sekolahnya –sekolahku yang dulu–sedang mempersiapkan pentas seni  dalam rangka ulang tahun sekolah itu. Melihatnya dalam kondisi santai seperti itu, aku memutuskan untuk memberitahunya tentang proses evaluasi yang di mulai hari Senin depan.

       "Kaaaakk," panggilku manja sambil duduk di sebelahnya dan makan sandwich sebagai sarapanku.

       "Apa? Buruan makannya, ntar telat," katanya sambil menutup bukunya dan memandangku. Aku tersenyum dan memasang puppy face andalan milikku.

       "Apa? Ntar Kak Adit anter sampe depan kelas kalo kamu gak berani," ucapnya sambil mengusap kepalaku. Ucapannya berhasil membuatku hampir tersedak.

       Please deh Kak. Aku gak sebocah itu.

       "Apaan deh, Kak. Orang aku mau ngomong yang lain," kataku sambil memasang tampang seimut mungkin.

       "Hehe. Iya iya. Ada apa sih?" Kata Kak Adit sambil mencomot sandwich di tanganku.

       "Tugas pertamaku sebagai anggota divisi empat OSIS udah keluar dong," ucapku ceria, mencoba tidak membawa pembicaraan ini ke arah terlalu serius.

       "Em Hm, terus?" tanya Kak Adit sambil mengambil tempat di sebelahku.

       "Tugasnya itu mengevaluasi kegiatan ektstra gitu. Keren deh," akatku dengan suara yang masih ceria dan senyum mengembang. Kak Adit hanya menatapku tanda menyuruhku melanjutkan pernyataanku. Aku menghela napas. Memberitahunya tentang taekwondolah yang akan aku evaluasi dan jadwal taekwondo yang ketat –seperti kata Delya, Milli, dan Dio –adalah bagian tersulit. Karena aku membutuhkan izinnya sebagai orang yang bertanggung jawab atas diriku dan tentu saja sebagai orang yang amat sangat menyayangiku.

       "Evaluasinya itu dua bulan, aku kebagian tugas evaluasi taekwondo..." kataku lamat-lamat. Kulihat wajah Kak Adit menegang.

       "Hari ini aku mau ngambil jadwal mereka yang katanya padet..." kataku lebih lambat dari sebelumnya.

       "Nggak," kata Kak Adit tegas dan singkat sambil berlalu mengambil kunci mobil dan menuju parkiran. Aku mendesah pelan melihat suasana seperti ini.

       Tuh kan gak diizinin. Hufft.

—-

       "Kenapa sih, Bel? Muka kayak baju ajah pake di tekuk segala," Daniel menanyakan keadaanku yang memang tampak sangat kusut hari ini karena Kak Adit tidak setuju dengan tugasku untuk mengevaluasi kegiatan taekwondo.

       "Gue dengar dari Milli lo ngajuin jadi evaluator taekwondo. Bener, Bel?" sekarang giliran Alikha menginterogasiku setelah pertanyaan Daniel hanya kujawab dengan gelengan.

       "Lo yakin, Bel? Katanya itu ekskul susah banget dievaluasinya lho," Alikha memberikan informasi yang jelas-jelas aku sudah mengetahuinya.

       "Tapi emang gue yang ngajuin diri kok. Kan Kak Adit anak taekwondo, jadi gue PD banget ngajuin diri," kataku sambil tetap memandang gelas milk tea di depanku yang masih utuh walaupun sudah ku pesan sejak awal istirahat pertama.

       "Lah terus kenapa, Bel? Bukannya harusnya seneng karena bisa jadi evaluator yang lo sendiri ada interest ke situ?" tanya Daniel penuh heran. Aku tertawa hambar mendengar pernyataan itu.

       "Jangan bilang Kak Adit lo itu gak setuju soal avaluasi ini?" Alikha melontarkan pertanyaan yang benar-benar tepat. Aku memainkan jari-jariku dan mengangguk lemah.

       "Lah kenapa? Kata lo dia juga atlet taekwondo," Daniel mengerutkan dahinya.

       "Justru itu, Niel. Kak Adit lebih tau dari kita gimana kehidupan taekwondo," sergah Alikha cepat-cepat.

       "Iya. Kak Adit sih belum bilang alesannya gak setuju sama keputusan gue. Tapi kalo dari awal aja bilang nggak, gue bisa apa?" aku mengucapkannya sambil hampir menangis. Ku akui aku memang sedikit –oke banyak –cengeng.

       "Lah kalo gak setuju ntar yang evaluasi taekwondo siapa?" Daniel memberikan pertanyaan yang semua orang pun akan merasa galau bila berada di posisi yang sama denganku.

       Itu tugas gue. Kewajiban gue.

       "Iya, Bel. Ini udah hari Kamis lho. Senin besok lo harus mulai evaluasi, jadi hari ini lo harusnya udah tau jadwal mereka," Alikha menambahkan, "yang lain gak mungkin gantiin lo. Gue tebak pasti mereka udah koordinasi."

       "Iya.." kataku memelas.

       "Kayaknya sekali ini lo harus ngelawan Kak Adit deh, Bel. It's a risk that follow you when you choose a choice,"Daniel memberikan sarannya.

       "Iya sih, Niel. Tapi masa gue harus bilang apa ke Kak Adit coba? Kak Adit kan pasti tau kegiatan gue," kataku menyesal karena ide Daniel tak bisa kuwujudkan.

       "Lah, emangnya Kak Adit emak lo?" Alikha tertawa dengan leluconnya sendiri.

       "HA. HA. Bukan emak gue juga dia kan.. Aww!" teriakku karena tiba-tiba kurasakan dingin di kepalaku. Saat aku meraba kepalaku, aku bertaruh menemukan beberapa kelapa muda di sana. Tak luput dari pendengaranku, suara seseorang yang terasa tak asing di telinga.

       Senior yang waktu itu, Lyra.

       "Bel? Lo gak papa?" suara Daniel menimpali suara tawa senior itu. Aku terlalu shock karena menyadari aku baru saja menjadi korban bullying.

       "Jaket. Pinjem jaket lo, Niel," kini Alikha dengan suara bergetar –entah kerena marah atau takut –meminta jaket Daniel. Suara senior tadi hilang dan hiruk pikuk kantin mulai kembali terdengar, seakan peristiwa tadi hanya selingan. Kurasakan jaket hijau tersampir di tubuh dan kepalaku dan aku dipapah menjauhi kantin menuju toilet terdekat.

       Aku mendongak dan mendapati Alikha membersihkan kepalaku dari cairan lengket es kelapa menggunakan tisu. Aku menangis sesegukan karena seumur hidupku aku belum pernah diperlakukan seperti ini. Di sekolah lamaku, tidak pernah ada kasus bullying. Aku hanya tahu kasus seperti ini dari novel-novel remaja. Alikha merengkuhku dan itu membuatku teringat pada kembaranku.

       Malikha bilang aku harus bahagia. Kalo gini aja aku gak bisa ngadepinnya. Gimana aku bisa bahagia?

Continue Reading

You'll Also Like

99.6K 3.6K 16
"siapa namamu?" "o-oline kakk"
483K 5.3K 26
Hanya cerita hayalan🙏
22.6K 640 11
[One Shoot] [Two Shoot] 1821+ area❗ Adegan berbahaya ‼️ tidak pantas untuk di tiru Cast : Taehyung (Top) Jungkook (bot) # 1 oneshoot (23/05/2024) #...
83.1K 7.7K 38
No Deskripsi. Langsung baca aja Taekook Vkook Bxb 🔞🔞 *** Start : 15 Januari 2024 End : -