Angel

By nadiahrrn

172 24 4

Ekspetasi memang jauh dari realita. Begitu menyakitkan berharap begitu banyak pada manusia. Harusnya hanya ja... More

00 • Perkenalan
01 • Surat Cinta
02 • Tentang Mentari
03 • Membeku di Tengah Mentari

04 • Tidak Bisa Lupa

11 0 0
By nadiahrrn

• • •

Jalanan yang sepi dengan cahaya lampu jalan juga cahaya bintang yang menemani menjadi latar tempat kali ini. April memeluk erat sahabatnya, sudah tidak heran jika ia melakukan itu, meskipun Jaf memiliki banyak pacar itu tidak masalah. Ingatkan mereka sudah berteman sejak kecil, itu sebabnya mereka tidak canggung sama sekali dan cenderung sudah seperti keluarga.

April ingat, dulu pernah ada perempuan yang menghampirinya dan langsung memaki-makinya, padahal April sama sekali tidak mengenal perempuan itu. Dan yang April ingat dengan jelas, perempuan itu menekankan bahwa April tidak boleh mendekati Jaf lagi. Dan ya, setelahnya Jaf meminta maaf pada April karena tidak memberitahu pacarnya bahwa April adalah sahabatnya sejak kecil.

Kejadian itu lucu, makanya April tidak melupakannya. Sebenarnya ada banyak kejadian seperti itu, mengingat Jaf sering sekali berganti pacar. Tapi, kejadian itulah yang pertama, itu sebabnya April tidak bisa lupa.

"Malem ini bintangnya banyak, Pril, coba deh dongak ke atas," ujar Jaf yang tatapannya masih fokus pada jalanan. April yang sebenarnya tidak tertarik pada bintang, secara spontan menghadap ke langit dan melihat hamparan bintang di sana.

"Iya Jaf, mereka mirip lentera terbang, cantik." Senyumnya merekah saat menatap dengan seksama titik-titik cahaya yang menghiasi langit ibukota. Untuk sementara ia lupa akan apa yang sudah terjadi padanya, tapi setelah itu ia kembali ingat.

April melunturkan senyumnya tanpa Jaf tahu. Lantas perjalanan pun terus berlanjut sampai mereka tiba di panti. April turun dengan kepala tertunduk, tidak ingin memberitahu Jaf bahwa matanya sudah penuh dengan air yang siap terjun kapan saja.

Jaf yang melihat itu tentu saja terheran. "Pril," panggil Jaf berhasil menghentikan langkah April. "Langsung tidur ya, gausah main handphone dulu, gua yakin lu juga ga ada tugas," lanjutnya.

April mengangguk mengiyakan ucapan Jaf. Lantas ia kembali melangkahkan kakinya masuk ke dalam panti, tanpa mengucapkan hati-hati di jalan untuk Jaf. Tapi Jaf paham perasaan April sekarang, setelah melihat pintu kayu bertulis panti itu ditutup, lantas ia langsung menyalakan motornya dan melaju pulang.

• • •

Mentari terbit seperti pagi-pagi biasanya. Hanya April yang berbeda, ia tidak berselara untuk makan, tersenyum atau berangkat ke sekolah. April berjalan gontai menuju halaman panti, yang di mana Jaf sudah siap dengan motornya. Seperti biasa Jaf akan menjemput April untuk berangkat bersama ke sekolah. April tidak pernah meminta Jaf seperti ini, tapi dia sendiri yang bersikukuh untuk tetap menjemput April.

Setelah motor itu melaju, April sekali lagi meyakinkan perasaannya atas apa yang sudah ia pikirkan semalam. Ia sudah berkali-kali mengatakan kata siap di dalam hatinya. Lantas ia pun berucap, "apa tujuan lu ngadu ke Efal kalo gua bakal nembak Kail, Jaf?" kata April.

Jaf terkejut. Ia tersentak sampai motor yang sedang dikendarainya sedikit oleng. Lantas dengan segera ia mengambil kembali kestabilannya. Lalu ia menjawab April, "kita bahas nanti di sekolah," ujar Jaf.

April tahu apa artinya. Ia sudah mengenal Jaf sejak kecil. Ia juga bahkan mengenal banyak lelaki sejak kecil, mengingat bahwa April adalah anak yang tidak banyak drama membuat April tidak banyak memiliki teman perempuan. April jelas tahu maksud Jaf mengatakan nanti, ya tentu artinya dia tidak mau membahas hal ini.

Dan kini April hanya menerka-nerka maksud Jaf. Pikirannya berkecamuk. Mentari yang sudah terik dan jalanan ibukota yang sudah padat tidak lagi April hiraukan. Ia hanya dengan pikirannya, tentang banyak hal. Sampai Akhirnya motor itu berhenti dan April segera turun setelah melihat gedung sekolah.

Memang April tidak menunggu jawaban atas pertanyaannya pada Jaf, karena April tahu sahabatnya itu tidak akan menjawab. Lantas April meninggalkan Jaf begitu saja, tanpa pamit, dan tanpa sepatah kata pun terucap dari bibirnya. Jaf pun tidak memanggil namanya atau menghentikan langkahnya. Ya, memang beginilah skenario yang sudah April duga.

Langkah kaki mantapnya berjalan melewati banyak murid yang sedang bercengkerama di sisi-sisi lapangan. April tidak perduli dengan orang-orang yang menyapanya, ia hanya ingin segera sampai di kelasnya. Dan saat langkahnya tengah melewati gedung IPA, sebuah bola menggelinding dan berhenti tepat di depan kaki April. Gadis itu tidak beranjak maupun berniat mengambil bola tersebut dan mengembalikannya, meski sudah banyak teriakan dari lapangan. Ia membiarkan itu karena bukan salah dia bola itu ada di sini sekarang, jadi bukan kewajiban dia mengembalikannya.

Sampai akhirnya bola itu dipungut oleh tangan berurat yang dari gelangnya saja April tahu itu siapa. Kail. "Lu baik-baik aja 'kan, Pril?" tanya Kail dengan nada sedikit khawatir. Memangnya apa yang ia khawatirkan.

Tanpa mengatakan sepatah kata pun, April segera berlalu begitu saja. Ia tidak memperdulikan Kail yang berulang kali memanggilnya. Apa yang diharapkan lelaki itu? Apa dia berharap melihat April dengan senyum merekahnya setelah ditolak mentah-mentah? Jangan bercanda.

April sampai di kelasnya dan lantas duduk tanpa menghiraukan berapa pasang mata yang sudah menatapnya. Ya memang sudah lazim melihat April tanpa senyuman meski mentari tengah bersinar terang. Tapi saat ini, yang membuat mereka terus memandang April adalah, aura negatif yang muncul dari April. Seolah April adalah pengendali cuaca yang bisa mengubah cuaca secepat mengubah suasana hatinya, aura kelas saat ini mengikuti aura April.

Jere yang sama halnya dengan anak lain, memandang April ngeri. Seolah April adalah makhluk yang sangat menyeramkan. Meski begitu, Jere tidak kehabisan keberanian untuk duduk di sebelah April. Ia tahu sahabatnya sedang tidak baik-baik saja.

Setelah berpikir matang-matang, juga menimbang percakapannya kemarin dengan April, Efal dan Jaf, Jere pun memutuskan untuk bertanya pada April. "Kenapa, Pril? Misi lu gagal? Lu ditolak?" tanya Jere.

April yang mengetahui ia tertangkap basah oleh Jere pun segera menoleh pada lelaki manis itu. Dahinya mengerut heran. Pertanyaan 'kok Jere bisa tau?' terus berputar di kepalanya.

Tanpa April menjawab 'iya' atau 'engga' pun Jere sudah tahu. Itu tersirat jelas di wajah April yang kini tengah menatapnya dengan raut wajah panik seperti baru tertangkap basah melakukan pencurian. "Jadi bener? Lu nembak siapa emangnya, Pril? Anak Dreamy kah?" tanya Jere dengan antusias tinggi setelah mengetahui tebakannya tidak meleset.

April yang mendengar Jere sedikit berteriak karena antusias segera menutup mulut sahabatnya itu dengan tangan kanannya. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri memastikan tidak ada anak Dreamy yang mendengarnya. "Ssst! Berisik lu Je!" geram April, lantas ia menarik Jere keluar kelas dan membawanya ke taman belakang.

Setelah memastikan taman ini sepi dan bersih dari anak-anak Dreamy, April lantas berujar. "Lu bisa ga sih ga berisik? Biasanya juga lu ga teriak-teriak," kesalnya.

Jere menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sembari memasang cengiran kaku. Memang benar ia bukanlah orang yang suka teriak-teriak, tapi entah kenapa dia sangat antusias kali ini. "Ya maaf maaf, gua cuma kaget aja tadi," ujarnya.

"Tapi serius lu nembak cowok? Seorang April nembak cowok?" lanjutnya dengan wajah tidak percaya. Ia terdiam sejenak sembari mengetuk-ngetukan jari telunjuknya ke dagu seolah tengah berpikir. "Kira-kira siapa cowok yang bikin April jatuh cinta bahkan sampe nembak dia yaa?" ujarnya pelan.

April berdecak sebal dan mengusap wajahnya sendiri dengan kasar. "Lu apaan sih Je?! Gada! Gua gada nembak cowok ish!" ujarnya kesal. Mencoba berdalih padahal kondisi mukanya tidak bisa menutupi apa yang sebenarnya terjadi, dan jere tahu itu.

"Siapa Pril? Siapa cowoknya? Sebutin nama dong! Anak Dreamy kah? Senta? Efal?" ujarnya bertubi-tubi, membuat April kian terpojoki. "Cepet sebut siapa lagi siapa? Jaf? Masa iya Jaf? Oh! Atau Kail ya?!" katanya dengan suara yang keras.

April spontan langsung menutup mulut Jere yang kian tak terkendali. Ia juga terkejut saat anak ini menyebutkan nama Kail dengan sangat lantang. "Jere bego! Berisik banget anjir!" sentaknya. Lantas April melepaskan tangannya dari mulut Jere.

Anak itu hanya tertawa canggung lalu mendekatkan wajahnya pada wajah April, dan berkata, "jadi Kail toh orangnya." Ia memasang senyum mengejek. April jelas tahu Jere tengah mengejeknya dan itu sangat menyebalkan.

April menaruh telunjuknya di depan mulut lalu berkata, "ssst! Diem lu! Awas aja bilang ke yang lain! Gua tonjok lu!" Tangannya mengepal kuat dan siap segera menghantam wajah Jere. Jere yang panik pun hanya bisa mangut-mangut cepat sembari memasang jari dengan bentuk 'ok'.

Dan tanpa mereka berdua sadari, ada Kail yang sedari tadi menyimak percakapan mereka dari balik dinding sekolah.

• • •

Note:
Hey, jangan terlalu serius.
Asal kalian tahu saja, penulis cerita ini anaknya tidak pernah serius.
Dan jangan terlalu menunggu.
Ya asal kalian tahu saja, penulis cerita ini suka mengulur-ulur waktu.

Selalu semangat jalani hari dan selalu bahagia yaaaa:)

Continue Reading

You'll Also Like

570K 22.2K 35
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...
2.7M 272K 63
Gimana jadinya lulusan santri transmigrasi ke tubuh antagonis yang terobsesi pada protagonis wanita?
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

5.8M 323K 36
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
515K 56K 23
Berkisah tentang seorang Gus yang dikejar secara ugal-ugalan oleh santrinya sendiri. Semua jalur ditempuh dan bahkan jika doa itu terlihat, sudah dip...