WINTER: Wound Healer (PROSES...

By Vanteona

3.8K 471 60

[COMPLETED] Aeri fikir, pernikahannya akan bahagia jika ia memiliki seorang anak bersama Kim Taehyung. Ternya... More

2. What did I do wrong?
3. Worried
4. I'm sorry pa
5. Problem
6. Night of mistakes
7. Love in hate
8. Disappointment
9. A decision
10. Big decision
11. Aeri, please..
12. Playing with fire
13. Something impossible

1. Prologue

690 50 14
By Vanteona

"Tak semua kasih sayang harus memiliki ikatan darah. Karena yang terpenting adalah ketulusan, bukan ikatan itu sendiri."
- Vanteona in Winter: Wound Healer -

•❄️•❄️•❄️•

Katanya cinta dalam perjodohan akan tumbuh seiring berjalannya pernikahan. Ungkapan itu dapat dibuktikan oleh Min Aeri saat ia terpaksa menerima perjodohan yang di lakukan oleh kedua orang tuanya, sewaktu Aeri masih kecil. Namun ternyata, mengenal sosok pria di usianya yang masih muda, tak membuat Aeri bisa memahami watak dari pria tersebut. Pernikahan yang berjalan hampir sebelas tahun itu, nyatanya memiliki banyak sekali prahara yang membuat Aeri tak menemukan kenyamanan pada suaminya. Hingga ia lebih banyak menghabiskan malam di sebuah bar, sementara suaminya sendiri lebih sering lembur di kantor.

Setiap hubungan akan memiliki titik masalahnya sendiri. Masalah yang terjadi dalam rumah tangga Aeri, bukanlah masalah antara kedua pasangan suami istri. Namun ada pada yang mengikat keduanya. Taehyung bahkan tak pernah bersikap kasar pada Aeri, ataupun meninggikan suaranya. Begitu juga dengan Aeri yang selalu bersikap lembut pada suaminya.

Sebuah pertikaian kecil, hingga masalah yang di timbulkan Taehyung, membuat Aeri sulit untuk memaafkan kesalahan suaminya, yang Aeri anggap sangat fatal. Bukan sebuah kesalahan akibat perselingkuhan, bukan pula masalah kebohongan. Masalah utamanya, disaat Taehyung enggan mengakui kehadiran sang putri, tatkala mereka sudah sangat lama menanti. Meski sebesar apapun kebencian yang Taehyung tunjukan pada sang anak, tak membuat sikap Taehyung berubah pada istrinya.

Hadirnya sesosok adik ifar mampu membuat anaknya tak lagi mengalami kesepian, akibat di abaikan oleh sang ayah. Kewajiban yang harusnya di berikan oleh ayah pada anaknya, kini di gantikan oleh adik ifarnya, yaitu Kim Jimin.

•❄️•❄️•❄️•


Aeri terkulai lemah sembari menyenderkan kepalanya di atas meja barterder, tatkala alkohol itu sudah menguasi penuh tubuhnya. Seorang pria datang dengan wajah khawatir, ketika melihat Aeri sedang tak sadarkan diri.

"Noona, ayo kita pulang.."
"Noonaa.. jangan seperti ini."

Tutur pria bernama Jimin saat sedang memapah seorang wanita yang sedang mabuk, di sebuah bar yang berada di pusat kota Seoul. Kedua netranya terlihat sangat khawatir, ketika melihat kondisi Aeri yang begitu memprihatinkan. Jimin memutuskan untuk membawa paksa sang wanita untuk segera memasuki mobilnya.

Jimin telah pergi meninggalkan bar mengendarai mobil dengan kecepatan yang cukup tinggi. "Noona tenanglah, aku akan membawamu pulang." Tutur Jimin khawatir dengan pandangan yang sedikit curi-curi pandang, namun ia tetap fokus pada jalanan.

"Jiminahh..." Wanita itu menarik paksa badan Jimin, lalu mencium bibirnya. Kelakuan spontan Aeri membuat Jimin terkejut, hingga mobil yang Jimin kemudikan sempat kehilangan kendali. Dengan segera Jimin melepas ciumannya, lalu menghentikan mobilnya. "Noona, apa yang kau lakukan, jangan seperti ini." Raut khawatir campur sedih tergambar jelas dalam wajah Jimin. Namun bukannya menjawab, Aeri malah merengek seperti anak kecil yang kehilangan permen. "Jiminaahh.."

Jimin tak lagi bisa menyembunyikan kesedihan, hingga membuat beberapa tetes air matanya jatuh. Lantas dengan segera Jimin menarik Aeri dalam pelukannya. "Maafkan aku Noona, seharusnya aku menjagamu dari kakakku." Tuturnya sembari menahan air mata agar tak kembali menetes. Jimin memundurkan tubuh untuk melepas pelukan, lalu melihat Aeri sejenak untuk menghapus air mata yang sudah membahasi penuh pipinya. "Kita pulang ya.."

Jimin membaringkan tubuh Aeri di kursi dan juga memakaikan seatbelt. Setelah memastikan Aeri kembali tenang, dengan segera ia menarik tuas, menginjak pedal gas, menaikkan kecepatan agar segera sampai di rumah. Beberapa menit berlalu, mobil telah terparkir tepat di halaman rumah. Jimin memapah kembali tubuh Aeri keluar dari mobil. Dengan segera ia membawa Aeri untuk masuk ke dalam rumah dan membaringkan tubuh wanita itu di atas ranjang.

"Noona istirahatlah, aku pergi dulu." Tutur Jimin lembut sembari mengelus rambut sang kakak. Rasa tak tega menyerang pikiran Jimin. Namun ia juga tidak mungkin menunggu sang Noona disana. Mengingat Jimin adalah pria normal, yang bisa kapan saja kehilangan kendali atas kejantanannya. Dengan terpaksa, ia tetap harus meninggalkan Aeri yang sedang kacau malam ini. Namun saat Jimin baru saja berbalik arah, Aeri menarik tangan Jimin dengan kondisi yang setengah sadar. "Jiminn" panggilnya dengan isak tangis, masih dengan mata yang terpejam.

Jimin melepas paksa tangan Aeri, kemudian.. "Noona maafkan aku."

Setelah itu Jimin pergi meninggalkan kamar Aeri, tanpa membiarkan waktu berlalu lebih lama.

•❄️•❄️•❄️•


Pagi ini terlihat begitu cerah. Namun tidak bagi Aeri, tubuhnya gemetar setelah mendapat panggilan telepon. Badannya melemas seperti seseorang yang tak memiliki tenaga. Ia jatuh terduduk seakan tak percaya atas panggilan yang baru saja ia terima.

Jimin yang melihat keadaan Aeri begitu memprihatinkan dengan tubuh yang meringkuk dengan tangisnya, seketika berlari ke arah Aeri berada, untuk bertanya apa yang sebenarnya terjadi. "Noona ada apa?"

"Haein.. Haeein.." ucap Aeri dibarengi dengan isak tangisnya.

Jimin memegang bahu Aeri, dengan perasaan yang ikut cemas ia kembali bertanya, "Haein kenapa Noona? Katakanlah." Sorot matanya terlihat lebih serius dari biasanya. Jimin tengah menunggu Aeri mengatakan sesuatu.

Aeri belum menjawab. Tangisnya semangkin pecah. Jimin memegang pipi Aeri guna membuat pandangan wanita itu berfokus padanya, Jimin berusaha membuatnya tenang. "Noona tenang. Tarik nafas. Jangan Seperti ini noona. Tarik nafas."

Aeri mengikuti intruksi Jimin
Menarik napasnya hingga membiarkan dirinya menemukan sedikit ketenangan, kemudian.. "Dia kecelakaan Jimin.."

Aeri kembali melemas setelah mengatakan itu. Namun dengan sigap Jimin langsung memeluk tubuh Aeri. "Noona jangan menangis, ayo kita pergi ke rumah sakit sekarang."

Aeri mengusap air matanya. Menangis bukanlah hal yang putrinya butuhkan saat ini. Aeri bergegas pergi ke rumah sakit bersama Jimin. Mobil melaju dengan kecepatan tinggi. Tak butuh waktu lama mereka telah sampai dirumah sakit. Aeri segera berlari ke ruangan dimana sang putri dirawat.

Setelah sampai di dalam ruangan, Aeri kembali menangis sembari bertanya, "Haein, kau tidak apa-apa sayang?" tanya Aeri khawatir sambil memeluk sang anak, lalu menciumnya tanpa henti.

"Eomma..." panggil Haein sembari menggerakkan tangan, untuk membalas pelukan ibunya.

Aeri mengambil tangan sang anak, untuk di letakkan ke pipinya. "Ini eomma sayang, eomma disini."

Setelah memastikan anaknya baik-baik saja, Aeri menitipkan Haein pada Jimin agar ia bisa berbicara pada guru Haein yang sedari tadi berada di ruangan itu. Sedikit menjauh dari sana, kini Aeri siap mengintrogasi guru tersebut. Aeri berusaha menahan amarah, mencoba mengontrol emosi agar tak meluap-luap di tempat yang tidak seharusnya. "Ssaem, bagaimana anak saya bisa sampai seperti ini? Bukankah ini jam pelajaran? Bagaimana seorang murid bisa keluar diwaktu jam sekolah?" banyaknya pertanyaan langsung keluar dari mulut Aeri.

"Maafkan saya, semua murid hari ini dipulangkan lebih cepat karena ada suatu urusan. Saya sudah mencoba menghubungi Aeri-nim, namun tidak ada jawaban. Saya pikir untuk menghubungi ayah Haein, namun saat ayah Haein datang menjemput, Haein sedang menyebrang. Di saat yang bersamaan, ada mobil melaju cukup kencang yang menyerempet badan Haein, hingga membuatnya terjatuh." Ucap sang guru yang berusaha menjelaskan pada Aeri agar tidak terjadi kesalahpahaman. "Maafkan saya, seharusnya saya memastikan Haein masuk ke dalam mobil." Lanjut sang guru sembari membungkuk, meminta maaf.

"Kemana suami saya sekarang?" tanya Aeri dengan wajah yang sudah memerah.

"Saya tidak tahu, Aeri-nim. Tadi kami pergi bersama untuk membawa Haein kesini. Namun sekarang tidak terlihat lagi." Jelas sang guru yang sedang ketakutan.

Aeri menggenggam tangannya, ia tampak begitu kesal dengan kelakuan suaminya. Bagaimana mungkin seorang ayah tega membiarkan anak berusia lima tahun menyebrang sendirian? Kini Aeri tak tahu lagi, bagaimana caranya ia bisa menyembunyikan amarah pada suaminya. Pikirannya saat ini hanya berada pada Taehyung yang tidak berperasaan.

Dokter berkata Haein sudah boleh pulang, karena luka yang di alami gadis itu tidak serius. Tidak ada yang perlu di khawatirkan. Hanya luka gores yang akan cepat sembuh dalam beberapa hari. Setelah mendengar penjelasan dari sang dokter, Jimin dan Aeri memutuskan untuk segera pulang kerumah.

Diperjalanan, Aeri tak bisa berhenti menyalahkan dirinya. Kecelakaan itu tak akan terjadi jika saja Aeri mengangkat panggilan dari sang guru. Namun bukan sengaja Aeri melakukannya, ia hanya lupa dimana ponselnya berada karena kejadian tadi malam. Air mata itu sudah jatuh berulang kali, Jimin ingin sekali menenangkannya, namun ia tak memiliki kesempatan untuk melakukannya. Jimin hanya bisa melirik dari balik kaca spion dalam.

Aeri berusaha melebarkan senyum sembari berkata, "Haein, maafin eomma ya, eomma janji hal seperti ini tidak akan pernah terulang lagi." Tutur Aeri sembari memeluk sang anak. Merasakan kasih sayangnya yang begitu besar untuk sang putri.

"Noona, aku akan memberikan nomer ponselku pada guru di sekolah Haein. Biar aku saja yang menjemput Haein, jikalau hyung lagi sibuk." Kata Jimin sembari curi-curi pandang ke belakang, dengan pandangan yang masih berfokus ke depan.

Aeri menoleh sejenak ke arah jimin sembari berkata, "Jimin, maaf aku sudah banyak merepotkanmu."

Senyum kecil terukir di bibir Jimin. "Tidak apa-apa noona, Haein juga keponakanku. Noona, akankah kita membeli sesuatu untuk Haein?" tanya Jimin ketika melewati toko mainan.

"Berhenti saja disini Jimin. Aku akan membelikan sesuatu untuk Haein."

"Baiklah noona, aku akan menunggu.'' ucap Jimin sembari menghentikan mobilnya di pinggiran jalan. Mencari tempat yang cocok untuk memarkirkan mobil.

Aeri memegang kepala anaknya, mengelus puncak rambutnya. "Haein tunggu disini ya. Eomma akan segera kembali." ucap Aeri sembari mencium anaknya. Setelah itu ia keluar dari mobil untuk pergi ke toko mainan.

Tak butuh waktu lama untuk Aeri membeli mainan baru untuk sang anak. Ia kembali dengan membawa sebuah boneka panda besar di tangannya. Setelah itu, Aeri langsung masuk ke dalam mobil. Mobil melaju dengan cukup kencang, hingga dalam beberapa menit saja mereka telah sampai di rumah.

Jimin segera memakirkan mobil di halaman rumah. Terlihat mobil sang kakak tengah terparkir juga disana. Itu artinya, pria yang tidak bertanggung jawab itu sudah pulang ke rumah.

Aeri melangkahkan kakinya ke dalam, dan benar saja, ia melihat suaminya tengah duduk santai di ruang tv dengan laptop yang sudah berada di hadapannya.

"Taehyung!!!" bentak Aeri dengan amarah yang tak bisa tertahan.

Teriakan itu membuat sang empunya nama langsung melihat ke arah sumber suara.

Aeri menoleh ke arah pengasuh Haein. "Bawa Haein masuk ke kamarnya." ucap Aeri datar dan tegas.

Dengan segera pengasuh itu membawa Haein ke kamar. Setelah memastikan Haein telah berada di kamar, dengan segera ia mendatangi suaminya.

"Bagaimana kau bisa sesantai itu dan meninggalkan anakmu sendirian di rumah sakit? Dimana tanggung jawabmu sebagai ayah?!!" bentak Aeri yang tak bisa lagi menahan amarahnya.

"Aku tidak meninggalkannya, Aeri. Aku pulang ke rumah untuk menjemputmu." Jawab Taehyung santai dengan wajah datar, tanpa mengalihkan sedikitpun pandangannya dari laptop, seolah-olah ia tak merasa bersalah, atas apa yang baru saja ia lakukan pada sang anak.

"Lalu kenapa kau tidak kembali?!" sambung Aeri, masih dengan ekspresi yang sama.

"Art bilang kau sudah menyusul bersama Jimin, lalu untuk apa lagi aku kesana?" jawab Taehyung kembali santai.

"Aku tak habis pikir dengan sikapmu. Pertama, kau membiarkan anakmu menyebrang sendirian. Tindakan bodoh macam apa itu?! Kalau kau tidak ingin menjemputnya, tidak usah menjemputnya! Kelakuanmu hanya akan menyakiti putriku." Pekik Aeri tak terima.

Taehyung menoleh ke arah Aeri, melemparkan tatapan malas berdebat pada istrinya. "Sudahlah Aeri, aku lelah. Jangan memperpanjang masalah. Lagipula dia baik-baik saja dan sudah pulang ke rumah. untuk apa lagi kau permasalahkan?" ucap Taehyung santai, kemudian ia kembali fokus pada laptopnya.

Aeri tersenyum kecut sembari berkata, "Kau memang ayah yang buruk Taehyung!"

Setelah mengatakan itu, Aeri pergi meninggalkan Taehyung sendirian. Namun sepertinya, Taehyung tak perduli dengan semua celoteh istrinya. Ia terlalu fokus dengan apa yang ada di dalam laptop.

Sementara Jimin yang muak melihat kelakuan sang kakak, lebih memilih pergi meninggalkan rumah. Namun sebelum Jimin memasuki mobil, ia melihat Aeri tengah duduk sendirian di tepi kolam renang. Jimin memutuskan untuk mendatangi Aeri sebelum ia pergi.

"Noona, kau tidak apa-apa?" tanya Jimin khawatir, sembari ikut mendudukkan bokongnya disisi Aeri.

"Jimin sedang apa kau disini?" Aeri balik bertanya sembari menghapus air mata, walau percuma. Karena Jimin sudah terlebih dahulu berhasil menangkap raut sedih yang ada di dalam wajah Aeri.

"Tidak ada noona, aku hanya kebetulan lewat dan melihatmu sendirian disini." Jawab Jimin santai dengan senyum yang kelewat manis di bibirnya.
..Noona, jangan terlalu memikirkan sikap hyung. Noona tahu hyung memang seperti itu. Aku yakin dia pasti kembali seperti dulu." Tutur Jimin berusaha menghibur Aeri, agar wanita itu berhenti bersedih.

"Tapi kenapa Jim? Kenapa harus Haein. Bahkan gadis itu tidak memiliki salah apa-apa. Dia tidak pernah minta di lahirkan, dia tidak pernah minta untuk hidup. Kami yang mengharapkan kehadirannya. Tapi kenapa waktu dia datang, kehadirannya begitu di tolak oleh ayahnya sendiri. Apa salah gadis kecil itu Jim, apa salah dia?" tanya Aeri dengan isak tangis. Bukan hanya air mata, rasanya ucapan itu cukup meluapkan segala kesesakkan yang berada dalam dada.

Jimin ingin sekali memeluk Aeri. Namun ia masih mengingat batasannya sebagai adik ifar, yang memang tak pantas untuk melakukan itu. Jimin lebih memilih untuk menenangkan Aeri dengan caranya sendiri, yang masih berada dalam batasannya. "Haein tidak salah noona. Gadis itu tidak salah. Mungkin hyung saja yang belum bisa menerima kehadirannya. Noona hanya perlu bersabar."

"Sampai kapan Jimin? Sampai kapan? sudah lima tahun berlalu, bahkan Taehyung tidak pernah sekalipun menyentuh anaknya itu. Apa kau tahu bagaimana gadis itu selalu menangis dan memohon agar ayahnya bisa menganggapnya?" tangis Aeri kembali pecah. Ia tak bisa lagi menahan air matanya untuk terus menetes.

Jimin menunduk, ia merasakan sesak yang sama dengan yang Aeri rasakan.
"Noona, aku tidak punya jawaban untuk pertanyaanmu." Jimin berhenti sejenak, ia mengembalikan pandangannya untuk menatap Aeri.
..Tapi percayalah noona, semua orang menyayangi Haein. Semua orang mencintai gadis lucu itu, termaksud aku. Aku sudah menganggap Haein seperti anakku sendiri. Jangan pernah bersedih noona. Meskipun hyung belum bisa menerima kehadiraanya, namun Haein tidak akan pernah kehilangan kasih sayang seorang ayah. Karena aku ada untuk memberi kasih sayang itu." Lanjut Jimin sembari menaikkan sedikit sudut bibir pada kalimat terakhir.

"Harusnya kau yang menjadi ayah kandung Haein, bukan Taehyung." ucap Aeri tanpa sadar.

"Noona jangan seperti itu. Aku akan selalu menjadi orang tua Haein tanpa harus menjadi orang tua kandungnya. Karena kasih sayang tak selalu harus ada ikatan darah. Lagipula Taehyung juga kakak kandungku. Jadi Haein dan aku memiliki ikatan darah yang kuat. Kau tak perlu menyesali apa yang sudah terjadi. Jika kau merasa sedih karena Haein, ingatlah ini, semua orang mencintainya, meskipun ia tak pernah mendapat kasih sayang dari ayah kandungnya. Tapi aku dan kakakmu, Yoongi, akan selalu menjadi ayah sambung untuknya. Kau harus selalu ingat itu, noona." tutur Jimin dengan sangat lembut, yang berhasil menghangatkan hati Aeri.

Aeri melihat ke arah Jimin dengan haru. "Jimin, aku tidak tahu caranya berterima kasih padamu."

"Tak perlu berpikir seperti itu noona, kita ini keluarga. Kebahagiaanmu adalah salah satu tanggung jawabku." ucap Jimin sembari menyelipkan sedikit senyum.

"Jimin terima kasih." Hanya itu yang Aeri bisa ucapkan untuk segala hal baik yang telah Jimin lakukan untuknya dan sang anak.

Jimin kembali tersenyum, kali ini dengan senyum yang lebar, hingga membuat kedua matanya tertutup sempurna. "Baiklah noona, kalau begitu aku pergi dulu. Masih banyak hal yang harus aku selesaikan." Jimin berpamitan sembari membalikkan badan untuk kembali ke mobil.

Aeri hanya menatap kepergian Jimin, tanpa mengatakan apapun lagi. Sampai pria itu memasuki mobil dan tak terlihat lagi.

•❄️•❄️•❄️•

WINTER: Wound Healer Trailer

•❄️••❄️•

Kim Taehyung
(Suami Min Aeri)

Kim Haein
(Anak perempuan Kim Taehyung & Min Aeri)

Min Aeri

Kim Jimin
(Adik kandung Kim Taehyung)

Min yoongi
(Kakak kandung Aeri)

Continue Reading

You'll Also Like

Cheese By Ry🍏

Fanfiction

247K 43.8K 25
Choi Jungkook itu pintar, dermawan dan perlente. Sosoknya dikagumi sebagai wakil wali kota Gwangju. Tapi tak sedikit orang-orang membicarakan statusn...
18.1K 2.3K 34
[SUDAH MENJADI E-BOOK] [ISI TELAH BERBEDA] [THE COMPLATE✔] [RATE M+] Diantara menutupi keburukan seseorang dan berbohong kepada seseorang. Itulah ya...
228K 23.4K 56
[IMAGINE] Kakak kelas ganteng atau Temen satu bangku ganteng? [Ceritanya udah end tapi masih ada part bonus] (Title sebelumnya 'Sunbae +Park Chanyeol...
2.6K 280 26
Florrie Kim harus menjadi fansite dadakan milik sahabatnya, Lucieanne Kim hingga membawanya pada situasi yang paling tidak Florrie sukai, termaksud m...