[✔] Klub 513 | Long Journey |...

By Wiki_Dwiki

47.6K 14.6K 1.1K

"Keep an eyes on the Horizon. We will touch that Utopia." 1914 (Kala setiap insan dihadapkan oleh pilihan sul... More

Prologue : "Di Atas Pasir Putih, Sebuah Janji Terikat"
1. Puisi Pelik di Tengah Keramaian
2. Menimbun Kebencian Dalam Hatinya
3. Memikul Pedih, Mengemis Asih
4. Percikan Pertama Api Perang Dunia I
5. Mengangkat Kaki, Membela Harga Diri
6. Dan Tulang Hatinya Patah
8. Meninggalkan Tanah Terkutuk
9. Berbagai Hal Yang Tidak Biasa
10. Penjara Dibalik Tenda Sirkus
11. Semburat Dunia Abu-Abu
12. Kepedihan Atas Ketidaksempurnaan
13. Kasta Tertinggi Ialah Wanita
14. Menoreh Serpihan Kaca
15. Bara Api Kebebasan
16. Daratan Komunis
17. Yang Tidak Sejarah Catat
18. Dibalik Tembok Tahanan
19. Usaha Untuk Melarikan Diri
20. Di Sisi Lain Panggung Konflik
21. Pertunjukan Inti Akhir Musim Panas
22. Nama Tanda Penghormatan
23. Takdir Di Atas Air Asin

7. Mengukir Luka Kekal Dalam Jiwanya

1.6K 636 65
By Wiki_Dwiki

.
.
.

     Ketika berita tentang eksekusi mati Owen Hamlin mulai tersebar ke seluruh penjuru negeri, Yunho tengah menangis, di depan sel besi dimana Hongjoong dikurung. Tubuhnya meringkuk, dan tangannya masuk di sela sela sel penjara itu, menggenggam erat tangan Hongjoong yang sedingin es. Hongjoong rasanya tak lagi punya air mata yang harus dia tumpahkan sekarang, dan Yunho mengartikan bahwa itulah wujud sakit hati Hongjoong yang paling besar.

  "Hongjoong.. maafkan aku.. maafkanlah aku.. maafkan aku, Hongjoong.." Rasanya sudah ratusan kali Yunho mengucapkan kalimat itu.

     Hongjoong tak menjawab, namun dia lepaskan tangannya dari genggaman Yunho. Dia menarik tubuhnya menjauh, tatapannya yang kosong seakan menjadi pertanda bahwa Yunho harus pergi sekarang—dia harus memberi Hongjoong waktu untuk sendiri, Yunho yang sesungguhnya tak tega meninggalkan Hongjoong terpaksa bangun dari posisinya, lalu dengan lunglai meninggalkan kawannya itu di penjara dingin itu.

  "Aku akan kembali nanti, akan aku bawakan makanan hangat dan air untukmu. Tunggulah sebentar." Kata Yunho.

  "Aku tak membutuhkannya." Suara kecil itu menusuk ulu hati Yunho.

  "Setidaknya, kau harus mengisi perutmu untuk bertahan hidup." Balas Yunho.

    Hongjoong menggeleng, "Jika aku bisa mati secepatnya, bersama dengan Owen di tiang gantung.. itu bahkan jauh lebih baik."

    Yunho mengepalkan tangannya, "Oh? Aku rasa aku salah orang.. apakah Anda benar-benar orang yang sama seperti yang dulu pernah memaksaku menyelam di tengah lautan tapa rasa takut akan kematian? Segala tindakan memiliki konsekuensi mendasar dan logis, dan aku tahu kau sudah memikirkan kemungkinan ini, lalu mengapa kau sebegitu mudahnya menyatakan kalah terhadap kaum ningrat yang sangat kau benci itu? Apakah ungkapan bahwa kau akan menemui 'mereka yang tersakiti' di dunia tanpa kegelapan hanyalah omong kosong seorang anak berumur 17 tahun?"

  "Kau tak mengerti—"

  "Kaulah yang tidak mengerti!" Yunho menyela, "Owen melakukannya agar kau tetap hidup! Jikalau Owen memang tidak setuju dengan pemberontakan yang kau lakukan, maka dia pasti sudah melaporkanmu dan menyelamatkan dirinya sendiri! Owen melakukannya, dia mengorbankan dirinya, semata-mata bukan hanya karena kau adalah anak asuhnya, aku yakin, aku meyakini dengan sepenuh hati, Owen ingin melihatmu menemukan dunia itu Hongjoong.. Utopia.. dunia dimana tidak ada kegelapan. Elysium untukmu dan mereka yang tertindas—

—pagi ini, aku bertengkar hebat dengan ayah. Itu pertengkaran paling besar yang pernah aku lakukan dengan orang lain. Dia mengatakan bahwa aku bukanlah siapa siapa jika saja nama Elsworth hilang dari namaku, dan kau tahu apa, Hongjoong? Aku merasa jika itu benar benar bisa terjadi, maka itu lebih baik. Ibuku selalu mengatakan bahwa kejujuran dalam dunia yang penuh dusta ini adalah sebuah revolusioner.. maka tanpa nama ningrat itu, aku rasa aku akan bisa lebih dekat denganmu, dengan Owen dan masyarakat lainnya. Aku memang tidak akan pernah bisa menerima pandangan anarkis yang kau bawa karena tanah ini memberikan apa yang aku butuhkan untuk hidup. Dunia yang kita lihat berbeda, dan itu adalah alasan paling logis jikalau ada yang menanyakan soal diriku dan dirimu."

  "Apa yang ingin kau katakan?" Tanya Hongjoong.

  "Aku akan ada di pihakmu, Hongjoong." Kata Yunho.

  "Jangan bercanda, Ayahmu akan menamparmu lagi jika dia mendengar itu. Lagipula bukankah kau bilang jika kau mencintai Ibumu dan tanah air mu?" Kata Hongjoong.

  "Dan sahabatku tentu saja, aku rasa tak apa. Hongjoong, persahabatan kita tidak ada kaitannya dengan paham yang kita anut. Aku sedikit demi sedikit menyadari hal itu. Aku tidak masalah dengan apapun yang kau putuskan untuk dirimu dan hidupmu, itu tidak bisa mengubah fakta jika kau adalah sahabatku. Aku rasa itu cukup. Dan kini, ketika aku benar benar dihadapkan oleh pilihan ini, aku memilih setia denganmu daripada tanah airku.. namun aku tak mengkhianatinya juga. Selama kau baik baik saja, aku merasa cukup. Ini bukan soal nama ningrat sialan ini, namun soal kemanusiaan, apakah itu tidak cukup untukmu?"

     Hongjoong diam, dia tidak berniat membalas ucapan Yunho, dan Yunho pun tidak sebegitu inginnya mendapatkan respon. Mengetahui jika Hongjoong mendengarkan apa yang dia katakan sudah lebih dari cukup, Hongjoong akan memikirkan apa yang dia katakan, dan itu sudah pasti karena dia pemuda yang cerdas. Yunho segera melanjutkan perjalanannya untuk membawakan makanan dan minuman untuk kawannya itu.

    Saat itulah dia bertemu dengan Owen, di dalam sel penjara lain. Yunho berhenti berjalan dan menatap Owen yang juga menatapnya dengan senyum tulus di bibirnya. Senyum yang rumit diartikan, Yunho rasa banyak sekali emosi yang dituangkan dalam senyum sederhana itu.

  "Apakah ada yang ingin Anda titipkan padaku untuk Hongjoong, Owen?" Tanya Yunho.

    Owen mengangguk, senyumnya makin lebar, membuat keriputnya makin ketara.
 
 
 
  
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
    
 
 
 

  
"Just keep swimming."

 
 
 
 
 
 
 
 
 
    
 
 
 
 
 
 
 

 
 
 
    Pagi, pukul 09.00 waktu setempat, di hadapan masyarakat yang berkerumun di sebuah panggung kayu kecil di tengah keramaian negeri, Owen menghadap tali berbahan jerami yang akan mencekiknya hingga mati. Matanya yang sudah kabur melihat kesana sini, menikmati pemandangan dunia untuk terkahir kalinya.

     Algojo segera memasangkan simpul tali itu ke leher Owen, bersiap untuk eksekusi ini. Sebelum itu, Owen diizinkan untuk mengatakan sesuatu untuk yang terakhir kalinya. Owen tersenyum pedih lalu berucap dengan suara bergetar, "Tak peduli dirimu bangsawan ataupun nelayan, ningrat atau melarat, pada akhirnya semua manusia akan berdansa dengan malaikat pencabut nyawa."

—Ya, itulah kalimat terakhir yang Owen katakan sebelum Algojo melepaskan pijakannya dari panggung kayu itu. Eksekusi mati Owen Hamlin yang disaksikan oleh sekitar tiga ratus orang itu adalah yang pertama kalinya disebabkan oleh alasan pemberontakan dan pengkhianatan negara.

    Yunho, melepas topi di kepalanya, memberikan setitik rasa hormat kepada Owen ketika orang orang lain tidak melakukannya. Sembari memanjatkan harapan jikalau Owen nantinya akan berada di sisi terbaik Tuhan Yang Maha Esa. Mayat Owen yang mati kaku itu segera dibawa kembali ke tempat tahanan karena Owen masih harus dibedah dan diambil organ dalamnya untuk menebus denda yang dijatuhkan padanya.

    Yunho sendiri tidak mau mengetahui lebih banyak soal hal itu, dia memilih untuk pulang. Ada bagian dari hatinya yang harus ditenangkan setelah kematian Owen.

    Rumah besar yang jadi tempat tinggal Yunho selama enam belas tahun terkahir kini tampak sedikit menjengkelkan untuknya. Mungkin karena Yunho mengetahui jika ayahnya baru saja menuntut salah satu orang yang mendidik masa kecilnya.

    Hari harinya bersama Owen tidak bisa dikatakan sepele. Owen adalah figur paman yang baik untuk Yunho. Pria itu selalu memberikan apa yang dia punya jika Yunho menginginkannya. Owen juga mengajarinya berenang, walau pada akhirnya Yunho tak bisa melakukannya sebaik Hongjoong, itu adalah salah satu bekal bertahan hidup yang Yunho syukuri. Owen selalu tersenyum padanya, membantunya bersembunyi ketika sang ayah menjadwalkan pertemuan dengan para bangsawan lain.

 
  "Yunho." Suara lembut sang ibu mengejutkannya, Yunho menoleh ke arah wanita yang paling dia cintai itu dan berjalan cepat ke arahnya.

  "Bagaimana Hongjoong?" Tanya Ibunya.

     Yunho tersenyum, "Saya tak bisa pastikan bahwa dia baik baik saja saat ini, namun satu hal yang pasti, dia sedang berpikir sekarang. Memikirkan apa yang akan dia lakukan setelah ini."

  "Jika dia pergi dari negeri ini, apakah kamu bersedia mengikutinya, Yunho?" Tanya wanita itu, pertanyaannya mengejutkan Yunho, dia tak menduga pertanyaan itu akan dilontarkan oleh ibunya.

  "Apakah Ibu akan menghalangi saya?" Tanya Yunho balik.

    Wanita itu tertawa kecil sembari menggeleng, "hidup saya sudah tak lama lagi, semua orang mengetahui itu. Saya tak masalah, sungguh.. saya tidak menyalahkan siapapun atas ini semua. Karena itu, saya tak akan menghalangi kamu. Justru, jika saya bisa membantu, maka saya akan membantu. Putra kecilku kini harus tahu caranya bertahan di dunia ini, apabila kamu ingin tinggal, maka tinggallah disini, namun jika kamu ingin pergi, maka pergilah ke tempat yang jauh sehingga kamu bisa melihat dunia dengan sisi yang berbeda."

  "Ayah akan sangat murka jika tahu, dan baik Ibu dan saya tidak akan bisa berbohong padanya." Kata Yunho.

    Wanita itu tertawa kecil, "Jika begitu, maka biarlah. Bukankah kau harus mengkhawatirkan dirimu sendiri?"

  "Saya selalu memiliki kekhawatiran itu, Ibu. Ketakutan atas tindakan Ayah yang mungkin menyakiti orang orang yang saya pedulikan. Namun saya menyadarinya, kadang begitulah cara manusia bertahan, mereka berdamai dengan rasa takut itu, membiarkannya tetap menetap dalam jiwa dan coba untuk hidup bersamanya. Bukankah itu hal alami?" Ucap Yunho.

    Wanita itu mengangguk, "jika kau merasa itu benar, maka lakukanlah. Ibumu akan selalu mendukungmu. Karena hidupmu adalah pilihanmu."

 
• 26 Juli 1914

  
    Seorang petugas penjara sembari menyesap tembakau dari pipanya berkeliling sel tahanan. Hari ini akan jadi hari yang besar, dia akan menyaksikan Owen Hamlin dibedah untuk diambil seluruh organnya sebagai bentuk pembayaran denda atas apa yang dia lakukan. Ketika melewati sel penjara yang dia tahu dihuni oleh putra angkat Owen, dia tertawa terbahak seakan merendahkan pemuda yang dia lihat seluruh tubuhnya terbalut kain lusuh di pojok ruangan itu.

  "Matilah dia! Hina darahnya dan halal pula ditumpahkan untuk negeri." Ucapnya, namun pemuda itu tidak merespon, bahkan tak bergerak dari posisinya.

  "Anak sepertimu hanyalah sebuah aib! Dia mati! Dan kau akan disini selamanya! Mencium bau keringat, kotoran, dan kencing tahanan lain selama hidupmu!" Lanjutnya sambil menendang nendang sel penjara besi itu.

     Karena kesal dia tidak menerima respon yang diinginkan dari pemuda itu, dia meludah. Berteriak marah meminta respon, "KATAKAN SESUATU! APAKAH MULUTMU SUDAH DIGEROGOTI OLEH TIKUS, HAH?!"

  "Saya mentakdirkan diri saya untuk hidup sampai batas yang Tuhan tetapkan." Sebuah suara lugu terdengar. Suara khas anak anak remaja zaman itu yang tengah mencari jati diri mereka. Sebelum petugas itu sadar, kepalanya telah dihantamkan ke sel besi itu hingga rasa pusing tak tertahan menyengat kepalanya.

    Pemuda itu ada di belakangnya, dan sosok yang sedari tadi dia ajak bicara adalah tumpukan jerami yang dibentuk seperti manusia dan ditutupi oleh kain lusuh itu. Kesadarannya ada di ujung ketika dia lihat kunci tahanan yang jadi tanggung jawabnya berpindah tangan.

  "Jadilah hina kamu dengan ucapanmu sendiri." Ucap pemuda itu sebelum sebuah pukulan keras mendarat di pelipisnya—membuatnya seketika pingsan.
 
     Pemuda itu—Hongjoong mengehela nafas panjang, dia menatap jemarinya yang lecet disana sini karena mencoba untuk membuka sel tahanan malam tadi. Langkahnya pelan menyusuri lorong penjara, beberapa dari mereka memanggilnya, meminta untuk dibebaskan karena kunci tahanan ada di tangan Hongjoong.

   Hongjoong mendekati tahanan itu dengan wajah datar, memang ini salah satu rencananya, namun bukan menjadi tujuan utamanya membuat kekacauan di penjara ini, alasan dari perbuatannya hanya satu, dan setelah itu berhasil Hongjoong benar benar akan mengembalikan kunci itu ke petugas penjara.

.

     Yunho menaikkan kedua alisnya kebingungan ketika menyaksikan kegaduhan di penjara pusat negeri itu. Niat hati ingin mengunjungi Hongjoong dan memberinya sekotak nasi berubah menjadi keheranan dengan keadaan kacau itu.

    Yunho menghentikan salah seorang petugas dan menanyakan perihal apa yang membuat keadaan jadi kacau begini. Dan jawaban yang Yunho terima entah kenapa membuat hatinya lega dan senang.

  "Mayat Owen Hamlin yang direncanakan dibedah hari ini menghilang, Tuan. Bersamaan dengan itu beberapa tahanan kabur, kami tak bisa memastikan siapa yang menjadi kunci pelarian ini, namun yang pasti, mayat Owen Hamlin hilang dan putra angkat nya, Hongjoong juga menjadi salah satu tahanan yang berhasil kabur. Tuan Besar Elsworth sangat marah, dia bersumpah akan membunuh kami semua, karena itu kami sangat panik sekarang."

    Yunho menahan senyumnya, dia izin untuk pergi karena takut tak bisa menahan tawanya nanti. Dia segera melangkah cepat menuju satu satunya tempat yang bisa Yunho pastikan didatangi oleh kawannya itu.

    Saat itu masih pukul tiga sore, suhu musim panas tahun ini rasanya lebih menyengat kulit, entah memang begitu atau Yunho saja yang menjalankan hari harinya dengan ketegangan berarti. Saat sampai di tempat itu, benar saja, Hongjoong ada disana, berjongkok sambil menatap beberapa tangkai bunga yang sepertinya barusan dia petik entah darimana.

  "Permintaan terakhirnya?" Tanya Yunho, dia melepas jas tipis yang dia kenakan lalu meletakkannya di atas kepala Hongjoong.

    Hongjoong mengangguk, "dia ingin bersama Darya selamanya."

  "Bukankah Owen pria yang romantis? Dia bahkan menamai lautan dengan nama yang sangat cantik." Kata Yunho.

  "Ya.. dia romantis." Balas Hongjoong, "aku belum pernah bertemu seseorang yang tutur katanya seperti sajak yang rapih dan tersusun indah seperti tutur kata Owen."

  "Kamu pasti akan bertemu dengan orang seperti itu, dan saat itu tiba, aku rasa kau akan sangat jatuh cinta padanya." Balas Yunho.

     Hongjoong tak menjawab dan hanya terus menatap bunga bunga itu, "apa yang kau lakukan setelah ini?"

     Yunho menoleh, "melakukan apa yang menjadi keputusanmu. Aku akan mengikutimu, kemanapun kau pergi. Lagipula, bukankah kau berjanji padaku? Di atas pasir putih kala itu, bahwa kau akan selalu membawaku jiakalu kau pergi. Aku sudah bilang padamu juga, kau lautan ku, jika kau pergi maka bawalah aku bersamamu karena tanpa lautan, aku tak akan tahu arah untuk pulang."
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
######

Halo, Hola!

Selamat hari Rabu, semoga hari hari kalian nggak kelabu :')

Kayaknya udah mulai masuk musim hujan nih, ya? Apa kabar daerah kalian? Aman atau tergenang air? Di Blitar sendiri di beberapa tempat juga banjir, aku berangkat sekolah juga kadang dihadang air.
Secara bersamaan penyakit kayak demam berdarah juga makin sering, kalian jaga diri baik baik, ya? Jangan sampai sakit pokoknya. Jangan lupa minum vitamin dan jaga kebersihan. Semoga musim hujan ini lebih banyak mendatangkan rahmat ke kita semua. Aamiin.

Ingat, jaga kesehatan ya?
Jangan lupa bahagia juga <3

 
Makasih udah baca!
 
Luv kalian semua ❣️❣️❣️
 
 
 

Continue Reading

You'll Also Like

13.5K 1.8K 33
[DIHARAPKAN UNTUK MEMBACA S1-NYA TERLEBIH DAHULU!] Tak ada lagi kekacauan, tak ada lagi ketidakadilan, tak ada lagi kekejaman, dan tak ada lagi mayat...
5.6K 1.3K 9
First Impression dari Jeongwoo buat Jungwon... "Bocah aneh!"
26.5K 5.8K 42
[horor, friendship, comedy] ❛❛ternyata bonekanya bisa bunuh orang.❞ ---------------------------------- start : 11 juli 22 end : 06 agustus 22 © peach...
16.5K 2.3K 20
"Jika tidak dihentikan, maka boneka itu akan terus memakan korban." By : SAMBALRICHA Start: 9 Maret 2022 End: 27 Juni 2022