Unconditionally

By jaemon1406

25.3K 3.5K 775

"Where words fail, music speaks." Jiwa (Rose) bisa mendengar bahasa jiwa/batin dari orang-orang di sekitarnya... More

The Intro
Friend
Obat Penawar Untuk Jiwa
Diri
Tutur Batin
Si Lemah
I like me better
Lagu Untukmu
Jatuh Hati
Peter Pan Was Right
Jealous
Pemeran Utama
Laksana Surgaku
I finally found someone
Yang terbaik bagimu
Satu-satu
Lagu Untuk Riri
maybe we need a break
When I was your man
Aku, dirimu, dirinya
the man who can't be moved
(Tanpa judul)
Try Again
Retrospect
I choose to love you
Can't take my eyes off you
Incomplete
Unconditionally
Senyumlah

Andaikan kau datang

564 79 9
By jaemon1406

"I've lost enough to never need another lesson in heartache again. - a u t u m n "

---

[*]

Sudah tiga hari berlalu sejak Oma dikuburkan. Rumah Oma terasa sangat kosong. Ada perasaan yang tidak bisa dijelaskan oleh Raga. Kerap kali dadanya terasa sesak ketika berjalan ke dapur untuk mengambil air putih, melewati kamar Oma yang selalu tertutup beberapa hari ini. Tidak ada lagi suara Oma yang memanggil Raga untuk sarapan dan makan siang.

Hujan turun cukup deras hari itu. Raga mendapati rumah Oma kosong karena Liam sedang pergi keluar dan Ibu Citra sudah selesai membereskan rumah. Raga baru saja pulang dari makam Oma. Pemuda itu meninggalkan payung di pusara Oma agar Oma yang sangat ia sayangi itu tidak kehujanan.

Raga terduduk lesu di ruang makan memandang kosong seisi rumah Oma. Perasaan yang sudah hampir Raga lupakan kini harus terulang lagi. Sama persis seperti saat Raga kehilangan Bundanya. Tanpa disadari air mata menetes di pipi Raga. Pria itu tertunduk, menenggelamkan wajahnya di lipatan tangan yang bersandar di meja makan. Terisak. Akhir-akhir ini Raga sering menangis sendiri.

Tiba-tiba tangan mungil mengusap pundak Raga lembut. Selama beberapa menit tanpa suara tangan itu masih terus berada di pundak Raga. Raga mengangkat wajahnya perlahan dan memandang sosok yang sejak tadi ada di samping. Wajah putih Raga sudah penuh air mata, terlihat pucat. Dengan nafas terengah-engah karena habis menangis keras Raga hanya menatap Jiwa dengan wajah sayu.

Melihat Raga dengan kondisi seperti itu membuat Jiwa tidak bisa membendung air matanya juga. Jiwa membuka kedua tangannya memberikan pesan bahwa Raga boleh memeluknya. Tanpa menunda Raga langsung memeluk Jiwa. Tubuhnya sangat lemah.

"Ji, sakittt. Sakit banget," ucap Raga lirih di telinga Jiwa. "Aku gak kuat, sesak banget rasanya, aku gak bisa nafas," lanjut Raga sambil terus menangis.

Jiwa tidak tahu harus berkata apa. Gadis itu hanya mempererat pelukannya, memastikan kalau Raga merasa tidak sendirian. Dia hanya perlu ada di sana menemani Raga menangis bersama.

Tuhan, aku harap ini cuma mimpi. Aku udah coba untuk bangun tapi gak bisa.

Jiwa bisa mendengar dengan jelas suara hati Raga.

Ga, seandainya aku tahu caranya membuat perasaan kamu lebih baik, akan aku lakuin. Tapi aku beneran gak tau caranya. Maafin aku. Aku gak tega ngeliat kamu begini.

Jiwa yang kebingungan bagaimana harus menghibur Raga hanya bisa terus memeluk pria di hadapannya. Setelah beberapa menit berlalu, tangisan Raga mulai mereda. Jiwa menghapus tetasan air mata yang membasahi wajah Raga dengan lembut.

"Maafin aku, kamu jadi ikutan nangis," dengan mata sembab Raga menatap Jiwa dan menghapus air mata Jiwa dengan ibu jarinya. "Makasih ya kamu udah temenin aku," lanjut Raga.

"Ga, kalau kamu butuh, aku ada di sini buat kamu," Jiwa memegang wajah Raga dengan kedua tangan mungilnya. Raga mengangguk setelah mendengar perkataan Jiwa. Pria itu mengambil salah satu tangan Jiwa dan mengecupnya lembut. Thank you, ucap Raga tanpa suara.

Jiwa mengambil tas kecil berisi bubur dan sup hangat yang dibawanya. Gadis itu tau Raga belum makan sejak pagi, bahkan sejak semalam pengakuan Raga. Tidak ada sedetik pun Jiwa meninggalkan Raga hari itu. Raga meminta Jiwa untuk menyuapinya makan bahkan menemani Raga di kamar sampai tertidur pulas.

Setelah memastikan Raga sudah tidur Jiwa merapikan sisa makanan yang tadi dan duduk di ruang tamu. Mata Jiwa menjelajah seisi rumah Oma, terasa kosong tanpa kehadiran Oma. Raga pasti merasa sangat kosong dan kehilangan. Kehangatan rumah ini seolah sirna seketika setelah kepergian Oma. Lamunan Jiwa buyar saat mendengar suara mesin mobil dari pekarangan depan.

Jiwa segera bergegas menuju pintu untuk memastikan siapa yang datang. Ronald dan Clara ternyata. Orang tua Raga. Sepertinya mereka akan tinggal di sini beberapa hari karena Tante Clara membawa tas yang cukup besar.

Ronald Reagen - Papa Raga

Jiwa bergegas membuka pintu dan menyambut Ronald juga Clara. Melihat Jiwa yang muncul dari balik pintu Ronald tersenyum dari kejauhan.

"Om Ronald, Tante Clara," sapa Jiwa sambil bergantian memeluk ke dua orang yang baru saja datang itu.

"Halo sayang," sahut Clara sambil bergantian memeluk.

"Raganya dimana sayang?" tanya Ronald.

"Baru aja tidur Om, tadi habis makan," jawab Jiwa.

Mereka berjalan menuju ruang tamu. Menaruh tas yang dibawa di samping sofa dan duduk bersama di ruangan itu.

"Jiwa makasih ya udah jagain Raga, Om baru bisa datang karena harus ada yang diurus dulu," Ronald membuka pembicaraan.

"Sama-sama Om. Lagian Jiwa gak ngelakuin apa-apa kok," sahut Jiwa.

"Raga makannya banyak gak tadi?" tanya Clara.

"Lumayan tante. Jiwa paksa soalnya udah dimasakin kalau gak dimakan Jiwa cubit," canda Jiwa.

Tawa terdengar setelah Jiwa menyelesaikan perkataannya. Mendengar perkataan Jiwa tersebut entah mengapa Ronald merasa sangat senang dan lega. Setidaknya Raga ada yang menemani.

Papa gak tau kalau gak ada Jiwa, Ga. Kamu pasti udah ngurung diri di kamar berhari-hari. Warren, Jia, thank you ya. Kalian sudah membesarkan Jiwa dengan sangat baik.

Batin Ronald yang terdengar oleh Jiwa.

Tidak lama setelahnya Raga turun dari kamarnya dan mendapati Papa dan Mamanya sedang berbicara dengan Jiwa. Raga bergabung dan duduk di samping Jiwa. Matanya masih sangat lelah dan berat Raga menyenderkan kepalanya di pundak Jiwa.

"Idih, idih, anak muda ini bucin banget," ledek Ronald.

"Kenapa sih Pa, iri?" balas Raga.

"Ngapain iri, kalau cuma nyender doang aja gampang. Iya gak Ma?" tanya Ronald pada Clara.

"Enggak," jawab Clara singkat.

Raga merasa memenangkan percakapan kali ini. Tawa kecil terdengar dari ruangan itu. Walau belum begitu hangat seperti waktu Oma Marie masih di sini tapi Jiwa merasa senang Raga bisa tersenyum lagi. Bahkan Jiwa membiarkan Raga yang masih tetap menyenderkan kepalanya di bahu Jiwa sambil menggenggam tangan Jiwa di depan kedua orang tuanya.

"Kamu gak malu diliatin Om sama Tante?" bisik Jiwa. Raga menggeleng.

Kebersamaan mereka masih terus berlangsung sampai malam hari. Sorenya, Liam sudah pulang dan mereka berlima makan malam bersama. Makan malam kali ini dibuat langsung oleh Ronald. Jiwa sempat terkejut saat mencoba hasil masakan Ronald yang di atas rata-rata. Mata Jiwa tidak bisa berbohong gadis itu begitu senang dan menikmati hasil masakan Ronald.

"Om, ini serius? Enak banget. Kenapa gak buka resto aja," puji Jiwa yang membuat Ronald bangga.

"Kamu jangan bilang gitu, nanti Papa ge-er," sindir Raga.

"Ih cemburu ya gak dipuji sama pacarnya?" balas Liam.

"Loh kok sekongkol sama Papa sih Iam?" timpal Raga.

"Udah makan dulu nanti keselek," Clara memotong perdebatan di antara tiga lelaki di hadapannya.

Selesai makan malam Jiwa pamit pulang agar Raga dan keluarganya bisa beristirahat. Clara menawarkan agar Jiwa menginap di rumah Oma malam itu, tapi Jiwa memilih untuk pulang agar Raga bisa menghabiskan waktunya bersama keluarga.

"Raga anterin Jiwa dulu ya," ucap Raga saat Jiwa telah berpamitan dengan Liam dan kedua orangtuanya.

Sepanjang perjalanan dari rumah Oma ke rumah Jiwa tangan Raga tidak lepas dari tangan mungil kekasihnya itu. Sesekali Raga mencuri pandang memandang ke arah Jiwa yang berdiri tepat di samping kanannya. Menyadari pergerakan Raga gadis itu menghentikan langkahnya dan memutar badannya agar bisa berhadapan dengan Raga.

"Aku segitu cantiknya ya sampai diliatin terus?" tanya Jiwa yang mengagetkan Raga.

"Iya," jawab Raga singkat.

"Kamu kok to the point banget sih, aku jadi malu," sahut Jiwa.

Saat ini Jiwa dan Raga sudah berdiri di depan pintu rumah Jiwa. Jiwa segera menyuruh Raga untuk kembali pulang karena orang tuanya pasti menunggu. Setelah memberikan good night - hug pasangan ini berpisah. Benar saja saat tiba di rumah Oma, Raga mendapati Ronald sedang duduk di teras seorang diri.

"Sini duduk temenin Papa," ucap Ronald.

"Tumben banget gak buka laptop seharian, Pa?" tanya Raga.

"Papakan punya tim, kalau kantor masih aman mereka ga akan ngehubungin Papa," ucap Ronald.

Raga mengambil gitar yang ada di samping Ronald. Sepertinya Ronald baru saja memainkan gitar sambil meminum kopi di teras. Jari Raga begitu lihai memetik snare gitar yang terlintas di pikiran Raga adalah chord lagu favorite Oma. Sambil bergumam Raga memainkan chord lagu itu dengan indah. Sebuah lagu lawas yang sudah berkali-kali di-remake.

"Papa tau gak ini lagu favorite Oma?" tanya Raga.

"Papa anaknya kalau kamu lupa, ya taulah," jawab Ronald tidak mau kalah. "Oma tuh orangnya susah move on, kalau udah suka sama satu hal itu terus gak bosen-bosen," sahut Ronald.

"Sama kaya Raga berarti," jawab Raga asal.

"Ga," panggil Ronald. Raga menghentikan aktivitasnya memetik gitar dan menoleh ke arah Ronald. "Ternyata gini ya rasanya ditinggal Mama. Maafin Papa ya, dulu Papa gak tau caranya ngehibur kamu waktu Bundamu pergi. Pasti butuh waktu lama buat kamu move on dari kepergian Bunda. Ternyata sesakit ini. Papa yang sudah seumur ini saja sakitnya luar biasa ditinggal Oma, apalagi dulu waktu kamu masih kecil," nada bicara Ronald terdengar bergetar.

Raga meletakan gitarnya ke tempat semula dan bergeser mendekat ke arah Ronald. Kini tidak ada jarak diantara mereka. Raga merangkul Papanya tanpa banyak berkata-kata. Sudah cukup lama ayah dan anak ini tidak menghabiskan waktu bersama. Karena kesibukan masing-masing mereka hanya bertemu sekedarnya.

"Kamu kok jadi sweet gini sih Ga?" ucap Ronald yang langsung membuat Raga melepaskan pelukannya. "Ini pasti karena Jiwa," lanjut Ronald.

"Papa tuh ngerusak suasana deh," Raga berucap kesal. Raga tahu betul ayahnya seperti itu agar tidak terlihat lemah dan menangis di depan Raga.

Ronald langsung kembali membawa putranya itu ke dalam pelukan. Pelukan seorang anak yang mencoba menenangkan hati ayahnya yang baru saja kehilangan sosok ibu dalam hidupnya. Usia memang jauh lebih tua Ronald, tapi sepertinya Raga lebih tau bagaimana rasanya ditinggal seorang ibu dibandingkan Ronald.

"Anak Papa udah besar sekarang. Makasih ya, Ga," ucap Ronald.

"Pa, kita lewatin ini sama-sama ya," Raga mebalas ucapan ayahnya.

"Kenapa setiap ada acara peluk-pelukan Liam gak pernah diajak?" tiba-tiba Liam dan Clara muncul dari belakang.

"Sini sini gue peluk," ucap Raga.

Berpelukan. Raga, Liam, Ronald dan Clara menghabiskan malam ini di teras sambil Liam memutarkan lagu kesukaan Oma dari handphonenya.

Terlalu indah dilupakan, terlalu sedih dikenangkan
Setelah aku jauh berjalan dan kau ku tinggalkan
Betapa hatiku bersedih mengenang kasih dan sayangmu
Setulus pesanmu kepadaku engkau kan menunggu

Lirik lagu itu terdengar begitu sendu. Biasanya Oma pasti akan langsung ikut bernyanyi tetapi kali ini tidak ada lagi suara Oma yang bernyanyi. Hanya ada kenangannya saja. Oma sudah tidak ada lagi, tetapi kenangan, kasih sayangnya, legacy-nya masih tinggal di Trez. Mungkin bukan hanya keluarga Raga yang kehilangan tapi warga di Trez, anak-anak di rumah singgah yang Oma kunjungi merasa kehilangan yang sama.

Dalam hidup ini tidak ada yang pasti kecuali kematian. Maka dari itu selagi masih ada waktu bersama jangan pernah sia-siakan kesempatan menghabiskan waktu bersama orang yang kita sayang. Buat kenangan sebanyak mungkin, karena saat pribadi itu pergi kenangannya tetap tinggal. Kenanganlah yang menjadi teman kita untuk seterusnya.

Raga menghabiskan waktu bersama dengan keluarganya selama beberapa hari. Moment seperti ini sangat jarang didapatkan oleh Ronald, Clara, Raga dan juga Liam.

Tapi sepertinya semesta tidak mengizinkan keluarga ini menghabiskan banyak waktu bersama. Saat makan siang Ronald menerima telefon dari salah satu staffnya. Tampaknya ada sesuatu yang terjadi di kantor dan hal ini cukup serius. Raut wajah Ronald berubah seketika begitu mendengar penjelasan dari salah satu staff yang menelefonnya.

"Ga, Iam, Papa harus balik ke kantor sekarang," ucap Ronald terburu-buru sambil bergegas mencari kunci mobilnya.

"Pa ada apa? Kenapa?" Tanya Clara panik.

Ronald berhenti dari aktivitasnya mencari kunci mobil dan berdiri di hadapan tiga orang anggota keluarganya yang saat ini menatap bingung ke arahnya.

"Gudang hardware kebakaran. Perangkat untuk tender semua ada di situ dan habis kebakar," jawab Ronald lesu sambil mengurut alisnya dan terduduk lemas di sofa yang ada di sampingnya.

[**]

"Grief is the last act of love we have to give to those we loved. Where there is deep grief, there was great love."
-unknown-

---

Halo semua, terima kasih sudah mampir dan masih mau membaca cerita ini ya. Jangan lupa tinggalin jejak dengan vote dan comment. Semoga pesan baiknya bisa diterima, yang buruknya dibuang jauh-jauh. Maaf kalau masih banyak kurangnya.

Hope you enjoy it!
Jangan lupa support 2Baddies & Born Pink 💚🖤💓

---

Stay safe everyone. God bless you.

***

Luvv <3

-Jaemon-

Continue Reading

You'll Also Like

250K 10.1K 32
Nakala Sunyi Semesta Setelah tragedi di rel kereta api malam itu Kala di buat heran dengan hal aneh yang terjadi pada nya, kala pikir malam itu dia m...
1.8M 102K 25
โApakah aku bisa menjadi ibu yang baik?โž โPukul dan maki saya sepuas kamu. Tapi saya mohon, jangan benci saya.โž ยฉbininya_renmin, 2022
17.5K 3.2K 11
She falls in love with the danger, he falls in love deeper.
211K 24.2K 41
โwoi, jadi pacar gue mau gak?โž