Fake Bride - BNHA Fanfict (Co...

De slayernominee

14.9K 2.3K 151

Berubah status dari rakyat biasa menjadi bangsawan, tidak membuat Midoriya bahagia. Karena dia sebenarnya han... Mais

Prolog
°1°
°2°
°4°
°5°
°6°
°7°
°8°
°9°
°10°
°11°
°12°
°13°
°14°
°15°
°16°
°17°
°18°
°19°
°20°
°21°
°22°
°23°
°24°
°25°
°26°
°27°
°28°
°29°
°30°
°31°
°32°
°33°
°34°
°35°
°36°
°37°
°38°
°39°
°40°
°The End°

°3°

388 76 1
De slayernominee

.
.
.
.
.

Satu minggu kemudian.

Setelah sepekan yang Midoriya rasa penuh tekanan dan siksaan, akhirnya dia selesai mempelajari berbagai sikap dan ajaran bangsawan di kediaman Kisami.

Akhirnya tiba waktunya untuk dia memulai perannya sebagai Kisami palsu.

Satu hal yang Midoriya baru tahu, selain pihak pria yang tidak datang melamar langsung, ternyata mereka juga meminta untuk calon pengantin wanita hanya diantarkan ke sebuah tempat yang bukan merupakan kediaman sang pria, sisanya pihak pria yang akan mengambil alih.

Duduk diam di dalam tandu setelah memakai pakaian dan riasan mewah bangsawan, Midoriya tak bisa berhenti gugup selama tandunya terus bergerak maju dibawa oleh empat pelayan keluarga Kisami. Entah ke mana dia dibawa, tapi sepertinya cukup jauh.

Setelah sekitar dua jam tubuhnya terus bergoyang pelan mengikuti gerakan tandu yang menampungnya, akhirnya mereka berhenti.

Tandu diturunkan ke sebuah tempat rendah dan datar. Empat pelayan yang membawanya itu kemudian bergerak ke suatu lokasi di tempat itu yang tidak jauh dari tandunya. Mereka terdengar sibuk mengangkut sesuatu. Midoriya ingin tahu apa yang terjadi, tapi dia tak diizinkan sekedar mengintip keluar hingga sampai di kediaman pria nanti.

"Tunggu di sini, pihak lain akan segera menjemputmu. " ujar salah seorang pelayan dari luar tandu. Midoriya hanya mengangguk pelan, karena dia juga tak boleh bicara kecuali dalam kondisi terdesak.

Keempat pelayan itu pun pergi keluar dengan membawa sesuatu yang terdengar berat. Di dalam, Midoriya berusaha tetap tenang meski kecemasan memenuhi dirinya.

Dia dalam perjalanan menjadi seorang penipu, mungkin nyawanya akan melayang begitu dia ketahuan nanti. Mau tidak mau dia harus berusaha sebaik mungkin untuk mengelabui pihak pria itu.

Sekitar sepuluh menit menunggu, Midoriya mendengar suara langkah dari empat orang yang mendekatinya. Suaranya jelas berbeda dari keempat pelayan Kisami, hal itu membuat jantungnya berdegub sangat kencang. Rasa gugup semakin menguasainya.

"Bersiap, Nona. Kami akan mengangkat tandu. " ujar salah seorang dengan suara yang lembut.

Tak lama kemudian tandunya mulai terangkat. Setelah dia sudah ada di posisi yang aman, tandu mulai bergerak maju. Kali ini dia dibawa dengan langkah yang lebih halus namun tetap cepat. Tubuhnya tak banyak bergoyang karena gerakan tandunya yang minim. Mereka berempat seperti bergerak dengan sangat sinkron.

Midoriya kembali menunggu selama sekitar dua jam perjalanan. Jadi tadi dia hanya diantar separuh jalan. Setelah tandu terasa melambat, Midoriya bisa merasakan jika keempat pelayan itu berjalan dengan semakin berhati-hati.

Tak lama setelahnya tandu diturunkan perlahan hingga menyentuh permukaan datar.

"Terima kasih sudah membawanya kemari. " ujar seseorang yang terdengar seperti pria paruh baya yang kemudian berjalan mendekat ke tandunya.

"Nona, mari keluar. " ajak pria itu.

Midoriya membuka pintu tandu di sampingnya, sosok pria paruh baya itu terlihat membungkuk tersenyum dan mengulurkan tangannya dengan sopan. Dia menerima bantuan pria itu dan perlahan keluar dari tandu.

Setelah berhasil keluar dan berdiri di samping pria itu, Midoriya merasa gugup saat jadi pusat perhatian meski mengenakan penutup wajah karena keempat pelayan masih ada di dekat tandunya.

"Mari, saya antar ke dalam. " ujar pria paruh baya itu lagi. "Kalian boleh pergi. " pintanya pada keempat pelayan dan mereka pergi membawa tandu kosong.

Dengan pakaian bangsawan yang berlapis yang dia pakai, Midoriya tidak bisa melangkah terlalu cepat. Kakinya harus sedikit demi sedikit menapak ke depan. Namun pria itu menuntunnya dengan sabar dan penuh senyum.

Saat berjalan, Midoriya baru menyadari betapa luas dan indahnya taman tempat dia berada sekarang. Dia jarang menyambangi kediaman bangsawan, jadi dia selalu terpukau saat melihatnya. Bahkan tempat ini lebih luas dibanding kediaman Kisami.

Mereka terus melangkah melewati taman dengan alunan gemericik air mancur besar yang ada di kolam dan juga patung-patung hiasan. Hingga Midoriya kemudian mulai masuk ke dalam bangunan besar dan mewah yang dia pikir adalah rumah utama.

Di balik penutup wajahnya, Midoriya sibuk terkagum-kagum oleh isi bangunan itu. Segala hal terlihat sangat mahal. Lantai, dinding, karpet, lukisan, lampu-lampu, dan lain sebagainya. Jika rumahnya di desa dijual sekalipun, belum tentu dia bisa membeli satu barang yang ada di sana.

Ukuran ruangan demi ruangan yang dia lewati juga tak kalah membuatnya terperangah. Satu ruangan saja sudah hampir seluas rumahnya. Dia mungkin bisa tersesat kalau ditinggal sendirian.

Pria paruh baya itu mengarahkannya ke sebuah ruangan, membuka pintu gesernya. "Silakan beristirahat terlebih dahulu, Nona. Nanti siang baru saya akan menjelaskan banyak hal. "

Midoriya mengangguk pelan. Setelah pria itu meninggalkannya, Midoriya dengan kikuk melangkah masuk ke dalam ruangan itu. Dia menutup kembali pintu geser dan melihat pemandangan yang tersaji.

Ruangan yang kira-kira seluas satu pertiga rumahnya, lantai bertatami kualitas tinggi, berbagai perabot dan hiasan mahal, cahaya lampu yang hangat, dan futon selembut sutra.

Benarkah dia boleh beristirahat di sini? Kondisi rumahnya sangat berbanding terbalik dengan tempat itu, membuatnya merasa bersalah untuk tidur di tempat yang terlihat mahal.

Namun futon lembut itu membuat rasa lelah yang dia tahan selama seminggu ini seolah memuncak. Melepaskan penutup wajahnya, Midoriya akhirnya mencoba duduk di atas futon itu. Sensasi lembut dan hangat membuat kantuknya datang.

Dia mungkin sangat gugup dan cemas pada tipuan yang harus dilakukan, tapi tubuhnya tetap perlu istirahat. Menekuk lutut dan membenamkan kepala ke antara dua kakinya, Midoriya pun terlelap.

.
.
.
.
.

Terdengar ketukan lembut di pintu gesernya.

"Nona. "

Kelopak matanya berkedut, tapi dia menghiraukannya. Dia masih ingin tidur sebentar lagi.

"Nona, saya datang membawakan teh."

Pada ketukan ketiga kalinya, Midoriya akhirnya sadar jika dia tidak lagi berada di rumah. Dengan terkejut dia bangun, memeriksa kondisi dirinya sendiri.

Dengan panik dia merapikan pakaian juga rambut sebelum berdiri dan mengenakan penutup wajahnya. "Ah, iya. Silakan masuk. "

Pintu geser terbuka, pria paruh baya tadi membawa sebuah baki berisi cangkir, teko, dan sepiring kudapan manis. "Bisakah kita bicara selagi menikmati secangkir teh? "

Midoriya mengangguk. Baki itu diletakkan di atas sebuah meja rendah karena ruangan itu tidak memiliki kursi, bantal duduk yang tersedia sudah cukup hangat untuk lantai bertatami. Midoriya duduk bersebrangan dengan pria itu.

Setelah menuangkan teh, pria paruh baya itu mulai bicara. Pertama dia mengenalkan diri sebagai Koshi, orang yang menulis surat.

"Apa Nona tidak penasaran kenapa di tempat ini tidak terlihat ada orang selain pelayan? "

Topik dimulai dengan aneh. Namun memang benar jika sejak kedatangannya tadi di bangunan besar itu dia hanya melihat beberapa pelayan. Midoriya mengangguk pelan.

"Itu karena ini bukan kediaman utama. Tempat ini khusus dibuat untuk calon mempelai perempuan sebelum akan menikah. "

Apa? Midoriya terkejut mengetahui jika tempat sebesar ini bukanlah rumah utama. Apa bangsawan memang memiliki banyak kediaman?

"Kita akan sesekali mengunjungi kediaman utama sampai pernikahan dilangsungkan nanti. Kemudian, apa Nona tahu soal kematian Kaisar baru-baru ini? "

Midoriya tidak mengerti kenapa Koshi menanyakan hal itu, tapi dia mengangguk pelan. Berita itu membuat negara masuk ke dalam masa berkabung selama sebulan lebih.

"Sebelum menjelaskan lebih jauh, saya ingin meminta maaf lebih dulu, Nona. " Koshi menatap penutup wajah Midoriya. "Sebenarnya surat itu tak mengatakan hal yang sebenarnya. "

Surat? Surat lamaran? Midoriya tidak tahu apa yang salah karena dia sama sekali tidak ditunjukkan isi suratnya. Kisami hanya memberitahu jika surat itu datang dengan tidak pantas.

"Dalam surat tertulis jika tuan saya adalah seorang bangsawan, tapi saya memalsukannya. "

Midoriya hanya terdiam bingung. Menunggu penjelasan dilanjutkan.

"Karena kematian Kaisar, maka istana akan mengangkat kaisar yang baru. Istana memiliki tradisi di mana kaisar harus menikah setelah diangkat. "

Tunggu. Kenapa Midoriya merasa arah pembicaraan ini...

"Putra Mahkota meminta saya untuk mencarikan calon istrinya. Karena tradisi istana bersifat rahasia untuk umum, maka dari itu saya mulai mencari dengan menyamar dan kemudian mendengar soal Nona. Maaf soal penyamaran yang ada dalam surat, sementara ini keluarga Nona lebih baik tidak tahu. Namun suatu saat kami akan mengabari mereka hal yang sebenarnya. "

Koshi sepertinya telah selesai menjelaskan, diam untuk menunggu reaksi Midoriya.

Namun yang bisa Midoriya katakan hanyalah, "Huh...? "

Koshi tersenyum, memahami kebingungan Midoriya. "Dengan kata lain, sebenarnya Nona bukan akan menikahi bangsawan. Melainkan Putra Mahkota Bakugou Katsuki, calon kaisar baru berikutnya. "

Midoriya masih mencoba memahami rangkaian kalimat itu kata demi kata. Otaknya tengah tidak bisa menangkap berbagai hal dengan cepat.

"Oh... " Kalimat itu hampir selesai dia pahami. Hingga sedetik kemudian–

"Huh?! "

.
.
.
.
.

Midoriya mencoba meyakinkan diri dia tak salah dengar. "Sebentar, Koshi-san." Kepalanya serasa berdenyut sekarang. "Apa barusan saya mendengar soal 'Putra Mahkota'? "

"Ya. "

"Kenapa Anda membahasnya? "

"Karena Nona akan menikahi Putra Mahkota. "

Gagal. Midoriya justru semakin pusing dan tidak mengerti. Dia berpegangan pada sudut meja seolah tanah sedang bergetar.

"Koshi-san. " panggil Midoriya. "Apa saya mendengar sebuah candaan?"

"Tidak, Nona. "

"Jadi maksudmu... aku benar-benar akan menikah dengan Putra Mahkota...? "

"Ya, benar. "

Midoriya membuka mulutnya, tapi kembali menutup karena otaknya sama sekali tak bekerja saat ini. Dia tak punya kata-kata, lidahnya kelu.

Lamaran datang dengan tidak begitu layak karena sebuah penyamaran. Jika sejak awal Kisami tahu lamaran sebenarnya datang dari istana, jika dia tahu dirinya akan menikahi putra mahkota, bukan bangsawan kurang ajar, maka pasti Midoriya tidak akan terlibat dalam rencana pemalsuan itu.

Habisnya, mana ada bangsawan yang tidak mau menikahi keluarga istana? Keluarga mereka akan ditinggikan dan masyur di mata orang lain.

Namun berbeda untuk orang biasa seperti Midoriya. Sejak awal dia datang untuk menipu, meski atas perintah bangsawan. Dia tidak bisa menikahi keluarga kerajaan.

Hukuman jika dia ketahuan berbohong nanti akan lebih berat–sangat berat malahan, dia bisa saja langsung dibunuh di tempat. Berpikir soal hukuman dari keluarga bangsawan saja sudah membuatnya stress saat menerima pelatihan selama seminggu di kediaman Kisami, apalagi istana.

Tidak, Midoriya tidak bisa menerima hal ini. Dia harus mundur dan memberitahu keluarga Kisami. Jika mereka tahu soal istana, maka Kisami pasti setuju untuk membatalkan pekerjaannya.

"Maafkan saya, Koshi-san. " Midoriya mencoba bicara setenang mungkin. "Hal ini sangatlah diluar dugaan. Saya ingin kembali pada keluarga saya dan membicarakannya. "

"Sayangnya tidak bisa, Nona. " jawab Koshi dengan lembut. "Seperti yang tadi saya jelaskan, tradisi istana bersifat rahasia. Saat ini keluarga Nona juga tidak boleh tahu. Nona tidak bisa kembali, biarkan kami yang akan mengurus soal keluarga Nona nantinya soal pernikahan ini. "

Gawat. Ini sangat gawat.

"Namun bukankah hal ini termasuk menipu?" Midoriya masih mencoba mencari alasan.

"Ya, memang. Kami akan mengatasi hal itu juga. Lagipula, bagi bangsawan, menjadi bagian dari istana adalah sebuah kehormatan. Saya sangat yakin keluarga Nona tidak akan keberatan nantinya karena mereka juga akan menjadi bagian dari istana. Namun kami akan tetap membayar kompensasi kebohongan jika keluarga Nona meminta. "

Ya, memang jika Kisami pasti tidak akan keberatan sama sekali. Tapi masalahnya Kisami mengirimkan dirinya sebagai penipu.

"Nona bisa tenang dan nikmati saja kehidupan istana. "

Midoriya sama sekali tidak akan bisa tenang! Andai saja dia bisa berseru jika dirinya dalam bahaya besar.

Namun yang ada dihadapannya adalah pihak istana. Posisi tertinggi dalam negara. Dia bisa melakukan apa? Tak ada cara untuk melawan.

Dalam arti lain, Midoriya hanya bisa menerima takdirnya untuk menjalani kehidupan menipu pihak istana.

"Sementara Nona akan tinggal di sini sampai pernikahan nanti. Saya akan menyiapkan segalanya yang diperlukan, jangan khawatir. Saya permisi. "

Midoriya langsung kehilangan postur duduk sempurnanya begitu Koshi meninggalkan ruangan. Punggungnya lemas lunglai. Dia kini hanya terpikir satu hal.

Konsekuensi besar apa yang menantinya di masa depan nanti?

.
.
.
.
.

"Calon permaisuri telah tiba di kediaman timur. " ujar Koshi melaporkan, berjalan di samping putra mahkota yang baru saja selesai berdiskusi dengan pejabat istana.

Bakugou ingat jika penasehatnya beberapa hari lalu memberitahunya soal telah menemukan seseorang kandidat dan mengirim surat lamaran dengan penyamaran sebagai bangsawan biasa.

"Apa kau sudah katakan hal sebenarnya pada perempuan itu? " tanya Bakugou dengan terus berjalan kembali menuju ke ruang kerjanya.

"Ya, saya telah menjelaskan kebenarannya. "

Bakugou mendengus. "Ya sudah. "

"Apa Yang Mulia berniat mengunjunginya nanti? Dia akan tinggal di sana sampai pernikahan dilangsungkan nanti. "

Pernikahan, pernikahan. Lagi-lagi soal itu. Bakugou sedang sangat sibuk, banyak hal yang harus dia urus dan pelajari. Hari-harinya bahkan dipenuhi dengan urusan politik, namun penasehatnya terus membicarakan soal masalah romansa itu.

Bakugou yang merasa tak punya waktu untuk mengurus masalah romansa sebenarnya jengah, tapi penasehatnya tak akan diam meski dia memintanya sekalipun.

Sekali lagi dia mendengus lelah. "Baiklah, aku akan datang saat jadwalku kosong. "

.
.
.
.
.

Hari ketiga sudah Midoriya tinggal di kediaman timur. Segala kebutuhannya disiapkan dengan sangat lengkap. Para pelayan sigap melayaninya dua puluh empat jam. Makanan lezat tersedia tiga kali sehari, kamar mandi besar dengan bak air panas luas, dan masih banyak lagi.

Semua itu sebenarnya sangat memanjakan. Namun masalahnya, Midoriya tidak berhenti stress sejak hari pertama dia tiba.

Dengan segala kemewahan yang ada, Midoriya hampir tak bisa benar-benar menikmatinya. Yang ada dalam kepalanya hanyalah kecemasan. Dia tak bisa melarikan diri, tak bisa mengelak, tak bisa melawan, dirinya terperangkap dalam takdirnya yang akan menuntun pada kehancuran besar terburuk yang bisa dia pikirkan.

Kepala pelayan di kediaman itu sempat khawatir karena menyadari keresahannya meski wajahnya masih tertutup. Midoriya selalu menjawab jika dia perlu waktu untuk terbiasa dengan tempat baru.

Kali ini, dia baru saja selesai mandi dan berpakaian. Dia sudah cukup terbiasa mengenakan pakaian bangsawan yang cukup rumit dan berlapis, tapi berendam air hangat pun belum bisa membantu pikirannya rileks.

Pelayan memberitahunya dari luar ruangan jika makan malam akan segera siap. Midoriya menjawab singkat seperti biasa, dia tidak mau suara cemasnya terdengar saat banyak bicara.

Tak lama kemudian seseorang terdengar kembali mendekati ruangannya. Midoriya pikir makan malam sudah siap, meski rasanya terlalu cepat.

"Nona. " suara Koshi terdengar.

Penasehat istana itu tidak terlihat sejak meninggalkannya di hari pertama, Midoriya mengizinkannya membuka pintu.

"Koshi-san, ada apa? " tanya Midoriya. Berpikir jika kedatangannya yang tidak setiap hari pasti memiliki maksud tertentu.

"Saya membawakan kabar. Putra Mahkota akan datang. "

Midoriya, dengan pikirannya yang tengah kalut, menoleh terkejut dengan sangat cepat hingga bahkan mungkin urat lehernya bisa saja terjepit karena bergerak tiba-tiba.

"Apa? "

"Yang Mulia datang untuk bergabung makan malam dengan Nona. "

Manik hijau Midoriya membola ketakutan dari balik penutup wajahnya.

Orang yang menjadi nomor satu yang harus dia tipu akan datang.

.
.
.
.
.

Continue lendo

Você também vai gostar

5K 790 31
° Utaite Fanfiction ° [ SEDANG DITUNDA ] Shikioriori ni Tayutaite Project 🍁 Autumn Edition 🍁 Dijajah oleh ras terkutuk, Soraru si mantan Putera Ma...
172K 14.4K 24
{END} yakkk seperti judulnya ini ff yaribu.. (m/n) takashi kakak berbeda 1 tahun dari tono yang ikut pindah bersama tono takashi ke sekolah khusus pr...
945K 45.2K 40
Alzan Anendra. Pemuda SMA imut nan nakal yang harus menikah dengan seorang CEO karena paksaan orang tuanya. Alzan kira yang akan menikah adalah kakek...
458K 8.5K 13
Shut, diem-diem aja ya. Frontal & 18/21+ area. Homophobic, sensitif harshwords DNI.