ASAVELLA [TERBIT] ✓

By jerukminii

8.2M 601K 48K

Aku terlalu bahagia mengisi hari-harinya. Sampai aku lupa, bukan aku pengisi hatinya. ••••• Cover by pinteres... More

Asavella 🍁
Asavella 🍁2
Asavella 🍁3
Asavella 🍁4 +
Asavella 🍁5
Asavella 🍁6
Asavella 🍁7
Asavella 🍁8
Asavella 🍁9
Asavella 🍁10
Asavella 🍁11
Asavella 🍁12
Asavella 🍁13
Asavella 🍁14
Asavella 🍁15
Asavella 🍁16
Asavella 🍁17
Asavella 🍁18
Asavella 🍁19
Asavella 🍁20
Asavella 🍁21
Asavella 🍁22
Asavella 🍁23
Asavella 🍁24
Asavella 🍁25
Asavella 🍁26
Asavella 🍁27
Asavella 🍁28
Asavella 🍁29
Asavella 🍁30
Asavella 🍁31
Asavella 🍁32
Asavella 🍁33
Asavella 🍁34
Asavella 🍁35
Asavella 🍁36
Asavella 🍁37
Asavella 🍁38
Asavella 🍁39
Asavella 🍁40
Asavella 🍁41
Asavella 🍁42
Asavella 🍁43
Asavella 🍁44
Asavella 🍁45
Asavella 🍁46
Asavella 🍁 47
Asavella 🍁49
Asavella 🍁50
Asavella 🍁51
Asavella 🍁52
Asavella 🍁53
Asavella 🍁54
Asavella 🍁55
Asavella 🍁56
Asavella 🍁57
Asavella 🍁58
Asavella 🍁59
Asavella 🍁60
Asavella 🍁61
Asavella 🍁62
Asavella 🍁63
Asavella 🍁64
Asavella 🍁65
Asavella 🍁66
Asavella 🍁67
Asavella 🍁68 pt.1
Asavella 🍁 68 pt.2
Asavella 🍁69 pt.1
Asavella 🍁 69 pt.2
Asavella 🍁70 (A)
Asavella ending?
ENDING ASAVELLA
EPILOG
ARKHAN : AKU JUGA PERNAH BAHAGIA
VOTE COVER ASAVELLA
OPEN PRE ORDER ASAVELLA

Asavella 🍁48

83.7K 6K 260
By jerukminii

Seharian penuh hingga menjelang bergantinya malam, gadis dengan surai pendek itu terlihat asik bermain-main dengan Beebee di halaman rumah Keluarga Brian Claudius. Bahkan, sesekali sosoknya memperhatikan laki-laki—Brian—tenang dengan jemari yang sesekali memetik senar gitar dan menghasilkan alunan suara yang begitu tenang.

Begitu berbeda. Tapi apa? Dia adalah laki-laki yang sama. Di kala ia melihat Brian Claudius. Seperti ada dua jiwa di dalam diri laki-laki itu. Brian yang mengetahui dirinya tengah diawasi gadis kesayangannya langsung tersenyum dan menatap hangat Asavella.

"Dih." Asa mengernyit dan membalik tubuh. Bukan karena jijik atau risih ditatap balik oleh laki-laki yang masih menatap hangat ke arahnya. Ia hanya menyembunyikan senyum serta pipi merah merona bak kepiting rebus.

"Lihat, gadis itu, dia sekuat tenaga tersenyum untuk pertama kali dalam hidupnya. Padahal di belakang senyumannya terdapat mental dan jiwa yang sudah hancur berantakan. Tapi ... kenapa dia masih bertahan?" ucap Brian random yang di iringi beberapa petikan senar gitar untuk menambah suasana dalam dialognya.

Asavella mendengarkan itu. Sangat jelas. Terlihat juga, senyumannya masih terbit di wajah cantik nan berseri. Tidak pudar juga, kok. Karena ia menerima baik, sebab apa yang dikatakan laki-laki itu tidak ada salahnya. Asavella menarik napas dan membuangnya dari mulutnya. Dan kemudian membalas dengan rangkaian kata random.

"Andai kamu tahu."

"Mengiramu ... mencintaiku adalah kesalahpahaman yang selalu aku benarkan."

Seakan tengah saling membalas dialog dalam susunan kata sederhana. Tak disangka saja, mereka saling melontar senyum sendu penuh arti. Ini kali pertama mereka sama-sama tersenyum berdua.

"Dan ... darimu aku belajar, perihnya menunggu dan sakitnya bersabar," lanjut Brian yang masih meneruskannya seraya meletakkan gitar pada ubin lantai perlahan. Kemudian, beranjak berdiri—menghampiri Asavella.

Asavella membalik tubuh dengan kucing yang berada dalam gendongannya. Tepat juga sosok Brian kini berada di titik posisi ia berdiri sejajar dengannya. Netra mereka saling bertemu dengan senyum tipis yang saling bertaut di ukiran wajah mereka. "Dan ... berharap bisa kembali seperti dulu adalah sebuah fiksi yang tak akan pernah bisa menjadi kenyataan."

Brian memegang pundak Asa. Menelusuri tiap wajah Asavella. Bahkan jemari telunjuk kanannya berusaha menyentuh lembut wajah Asavella. Sendu meratapi nasib. "Jika kita tidak ditakdirkan untuk bersatu, setidaknya aku pernah menemani mu dalam tiap lembar kisahmu."

"Dan ... seinginnya aku soal dirimu. Aku tidak akan merebutmu dari Tuhan-Mu." Final Asavella yang kemudian mendapatkan dekapan hangat dari Brian. Ini hal yang dirindukan Asavella akan sosok Brian. Ini Brian Claudius yang ia kenal sebelumnya.

ฅ^•ﻌ•^ฅ

Brian berlari mencari seseorang dari setiap sudut rumahnya. Gadis itu tiba-tiba menghilang entah kemana tanpa meninggalkan jejak. Padahal, laki-laki itu hanya pergi sejenak untuk membeli buah jeruk untuk cadangan di kulkas.

Tapi napasnya kini terhembus lega dengan senyum manisnya seraya mata terpejam ketika melihat gadis itu ternyata tertidur di dapur dengan kucingnya. Gadis tersebut rupanya baru saja membuat dessert dengan hiasan strawberry dan jeruk tangerine.

Tidak bisa marah ketika dapurnya berantakan. Dengan lembut laki-laki pemilik mata sabit itu menghampiri Asavella dan mengecup lama hidung sang gadis. Tangannya juga ikut bergerak mengusap-usap lembut puncak kepala gadis tersebut.

Brian duduk di kursi tinggi di mana bersampingan dengan sang gadis. Meletakkan kantong bening yang berisi jeruk 2 kiloan yang ia beli. Dan kemudian, ia mengambil dessert yang disiram dengan fla vanilla putih. Ia mencicip dua sampai tiga sendok.

"Ini ... selera Brian banget," gumamnya samar sendiri dengan senyuman tipis. "Brian beruntung punya kamu, Asa," lanjutnya dengan menatap hangat gadis yang masih tertidur.

Senyuman itu pudar. Bahkan laki-laki itu tidak melanjutkan untuk menghabiskan dessert buatan Asavella. Bukan karena tidak enak, tapi ia harus ditampar oleh kenyataan. Jika ia tengah dipukul mundur untuk tidak menaruh hati terlalu dalam. Tapi kenyataannya, ia sudah jatuh terlalu dalam akan cintanya.

"Sa, aku cuma bisa menemani mu sebisaku, tentang nanti, siapa yang kamu pilih, dan kamu tinggal pergi itu urusanmu. Walaupun aku dipaksa mundur oleh kenyataan, tapi aku masih bersikukuh ingin bertahan karena hadirnya perasaan ini."

"Maaf dan Makasih, ya. Udah hadir tanpa berniat pergi."

"Aku jatuh cinta sama kamu, Sa. Maaf ya, terlambat hadirnya perasaan ini," lirihnya sembari mengusap-usap puncak kepala gadis tersebut.

Asavella membuka kelopak mata perlahan. Ia melihat sosok laki-laki yang duduk sudah di sampingnya. "Bi? Kapan pulang?"

"5 menit barusan, nyenyak ya?" Brian memberi senyuman dan meraih kembali kening gadis itu untuk memberi kilas kecup.

Asa tersenyum ketika melihat desert buatannya dicicipi oleh orang yang ia nanti-nanti. "Udah makan dessert buatan Aca, Bi? Gimana enak?"

"Enak. Pas." Mata Brian melebar—seakan terkejut. Sampai-sampai ia menepuk jidatnya begitu keras dan membuat gadis yang menjadi lawan bicaranya mengerutkan alis dan bibir yang ia kerucutkan sambil berkata.

"Kenapa, Bi?"

"Aku lupa! Kalo mo bilang sesuatu ke kamu, Asayang. Astaga. Cepet-cepet! Ayo keluar!!" titah Brian yang menarik paksa tangan Asa dengan terburu-buru.

"Mau kemana, hey!" tanya Asa yang hanya ikuti langkah cepat Brian yang mengarah keluar rumah—menuju halaman rumah dan membuka pagar rumah.

"Ih kenapa keluar, rumah!" celetuk kesal Asa yang melihat Brian terburu-buru membuka pagar rumah. Tetapi, laki-laki itu tidak menjawan atau menimpali tiap dialog Asavella.

Dan Asavella melihat motor hitam yang terparkir dengan sosok laki-laki tinggi berjaket kulit hitam serta helm hitam tanpa kaca.

"Harta?" panggil Asavella pelan-pelan memastikan.

"Hai, Ca," sapa Harta sedikit melambai tangan samar ke arah gadis yang masih menggunakan bawahan rok sekolah.

"Makasih ya, Bri," ucap laki-laki yang menunggu lama selama lima menit di tengah cuaca dingin yang menyeruak.

Brian mengangguk. "Gausah Makasih. Gue paham," kata Brian sembari menepuk-nepuk pundak Harta yang justru membuat Asavella semakin bingung. Seakan mereka berduat begitu dekat dan seperti teman lama.

Harta maju beberapa langkah untuk bisa meraih pergelangan Asavella yang di mana tubuh gadis mungil itu sembunyi di belakang Brian Claudius. Tanpa basa-basi, Harta memakaikan helm berwarna kuning untuk Asavella.

"Sepedaan malam, yuk. Muter-muter sini berdua gitu, mau?"

Asa masih diam ketika Harta memberikan ajakan sederhana.

"Nanti ... cerita banyak hal tentang kita yang udah usang. Kalau hujan, kita tetep laju, atau berhenti untuk menari bersama untuk terakhir kali. Kalo kamu kedinginan, nanti aku pastiin yang sakit aku. Pokoknya, kita berdua untuk menyelesaikan masalah diantara kita," jelas Harta begitu sederhana tentang permintaannya.

"T-tapi ...." Asa menoleh ke belakang menatap Brian yang mengangguk—memberi isyarat untuk gadis itu pergi bersama Harta Javier. "O-okey."

Harta menggenggam tangan Asavella untuk mendekat ke motor besar berwarna hitam. Dan kini, laki-laki itu naik terlebih dahulu. Dengan sopan juga ia membenarkan footstep—pijakan motor—untuk Asavella bisa naik ke motornya.

"Gue duluan sama Aca, Bri," pamit Harta yang kemudian menyalakan motornya. Sementara Brian hanya mengangguk dan menatap wajah sang gadis yang masih kebingungan.

Dan lihatlah, motor itu sekarang sudah bergerak—menjauh membawa Asavella pergi dari rumah Brian Claudius Permana dengan perasaan canggung serta bingung.

"Kenapa canggung, Ca? Dulu kita sering satu motor jalan-jalan atau sekadar anterin lo pulang sekolah," monolog Harta yang membuat Asavella bingung menjawab.

"Bukan canggung, Ta. Tapi gue bingung," jawab Asavella dan melihat wajah Harta Javier yang ternyata menatapnya terus menerus. Tatapan itu terlihat dalam. Sangat dalam.

"Ck. Perhatiin tuh jalanannya, bukan guenya," geram Asavella.

Laki-laki itu terkekeh kecil. "Wajah lo lebih buat damai dan enak dipandang daripada jalanan."

"Iya nanti jatoh bego!" geram Asavella yang justru disambut gelak tawa kecil Harta Javier.

"Liatin jalanannya ..., jangan liatin gue. Liatnya juga biasa aja kali. Gitu banget lo liatin gue. Guenya tuh risih. Kek bakalan enggak liat gue aja nanti," Gerutunya sekali lagi sembari menepuk pundak laki-laki yang sedari tadi menatapnya melalui spion motor. Bukan risih sebenarnya, tapi wajah Asa memerah. Ia malu. Ia tidak bisa bertatapan lama dengan seseorang.

"Kan gue udah bilang, liat lo lebih damai, Ca," kata Harta mengingatkan gadis itu.

"Ck. Iya tapi ... perhatiin jalanannya. Kalo kita mati gimana?"

"Emang ... lo mau mati bareng sama gue di kisah yang belom selesai ini?"

Sontak saja. Jawaban itu membuat gadis itu terdiam. Kenapa harus membahas kematian? Jika saja ia sendiri merasa sudah mati tanpa raga yang harus dikubur.

"Tau nggak? Tio pernah bilang ke gue sama Bagus," monolog itu menjadi daya tarik topik yang ingin Asavella dengan dari Harta. "Kenapa kita mencintai satu gadis yang sama sementara kita semua tau, saingan kita adalah orang yang dicintai oleh gadis itu."

"Terus, kita bertiga ketawa palsu buat enggak ngeliatin kita sama-sama terluka. Puncak komedi, bukan?"

Harta menambah kecepatan motornya. Hanya untuk membuat air matanya tertepis oleh angin. Seusainya, ia memelankan kembali. "Tio tadi di sekolah titip pesan terakhir kali ke gue sebelum dia harus meninggalkan kita untuk menembus dosanya di dalam penjara."

"Dia berpesan gini, Aku terlalu terburu-buru mencintainya, sampai aku lupa untuk berkaca seperti apa diriku? Pantaskah aku bersanding dengannya?"

"Dan ... andai waktu bisa diputar kembali, aku ingin bahagia di saat terakhir kita bertemu, kata laki-laki bermata elang si pemilik rasa tanpa imbalan. Tio Mahardika," finalnya yang berhasil menyampaikan pesan kepada gadis itu.

Hati Asavella mencolos ketika Harta menyampaikan pesan terakhir Tio Mahardika untuk Asavella Skyrainy Diana Putri. Asavella jadi teringat sosok Tio Mahardika, senyuman serta mata elang yang melekat pada memorinya. Tapi di sisi lain, kekecewaan atas perlakuan Tio terhadap Asavella juga menjadi pertimbangan.

Harta kembali menatap hangat sekilas Asavella dari spion kanan. Tangan kirinya mencoba meraba ke belakang dan menarik lembur tangan Asavella untuk merangkul pinggangnya.

"Tio masih bisa titip pesan terakhir melalui gue. Sementara gue? Mungkin, ini dialog terakhir terbodoh gue buat jujur." monolognya yang kali ini terdengar aneh.

"Ck, gajelas lo, kek mau pergi jauh aja lo," gerutu Asa membuang muka sekilas ke arah kanan jalan.

Harta terkekeh. "Orang, kalo udah cinta gabakalan jelas idupnya. Gamikirin dia jatuh terluka atau terbang bersama. Dan pergi tidaknya gue, itu enggak akan mempengaruhi lembar cerita selanjutnya di kehidupan lo."

"Aca ..., Maaf kalo gue juga ikut jatuh cinta ke lo," sambung Harta seraya mengusap-usap punggung tangan Asa yang melingkar pada perutnya.

"Maaf dan makasih ya, Ca. maaf, gue udah lancang suka lo. Dan makasih, udah ajari gue arti hidup tanpa memiliki."

"Di sini, gue berusaha menerima gadis lain dalam hidup gue. Mencoba membalas cintanya, bahkan meratukannya. Tapi ... yang diperjuangkan justru mengkhianati. Gue rasa, Tuhan mengutuk gue buat enggak dicintai siapa-siapa," curhat sosok laki-laki yang gagal dua kali soal cinta.

Kali ini. Di malam yang dingin ini, Asavella membiarkan sosok laki-laki yang menjadi penengah dalam masalah pertemanan mereka mulai mengeluarkan keluh kesahnya untuk pertama kalinya.

"Dan bodohnya di sini, jika lo bukan takdir gue, kenapa takdir mempertemukan gue dengan lo?"

Tanpa ragu dan tegas Asavella menjawab. "Hanya dipertemukan bukan untuk disatukan. Dan tidak semua pertemuan harus berakhir dengan kebahagiaan. Kita sama-sama sepasang luka yang tidak bisa melupa dan harus berakhir duka."

"Dan ... pertanyaan gue, kenapa, lo cinta gue? Sempurna? Enggak ada sama sekali. Yang ada kehancuran. Lihat, lo terluka," pekik Asa.

"Ca," panggil laki-laki itu—meraih balik tangan kanan gadis yang duduk dibelakangnya dan mengusap-usap punggung tangan. "Dengerin gue, ya. Lo percaya apa enggak, gue pernah nemu kata-kata ini."

"Temukan perempuan yang hidupnya hancur lembur seperti buih, patah hati berkeping-keping seperti serpihan kaca bening, bahkan dia merasa, dia sudah tidak layak hidup di dunia yang sudah tua ini. Dan di situlah, kamu akan mengerti betapa hebatnya dicintai perempuan seperti ini."

"Dan gue ketemu lo, sayangnya di waktu yang salah. Tapi, gue belajar satu hal dari pengalaman ini. Pengalaman terakhir gue mungkin." Katanya dengan kekehan kecil untuk menetralkan suasana.

"Dan ... ada sebuah rasa nyaman yang tak pernah bisa ada ikatan karena suatu alasan."

"Kalo mencintai itu harus mengikhlaskan dan mencintai tidak perlu bersama," final Harta Javier.

Tak lama, laki-laki itu merogoh sejenak kantong dari hoodienya. Asa melihat bagaimana laki-laki itu mengeluarkan benda berbentuk pipih.

"Boleh ... nitip sesuatu, nggak?" tanya Harta sedikit mengeraskan suara.

"Boleh. Nitip apaan emangnya?"

"Ponselnya, Mutiara. Tadi, gue ketemuan bentar sama dia. Kalau bisa, nanti lo ingetin suruh buka galeri, ya. Itu jawaban dari pertanyaannya tadi." Harta memberikan ponsel itu menggunakan tangan kiri. Tentu, gadis yang dibelakangnya menerima ponsel tersebut.

"Masih berantem?" tanya Asa penasaran. Tapi laki laki itu tidak menjawab. Asa mengangguk paham. "Gue pikir, lo udah baikan dan menerima kenyataan."

Hanya napas berat yang dihembuskan laki-laki itu. Asa bisa melihat dari punggung Harta bagaimana laki laki itu menghirup—kemudian membuang berat.

Asa mengangguk. "Iyah. Nanti gue bilang ke Mutiara."

"Gausah dipikirin soal perasaan gue juga ya, cantik. Gue gapernah minta lo balas perasaan ini, selama gue lihat lo bahagia dengan siapapun. Itu, udah lebih dari cukup."

"Gini, jika nanti ..." Harta menatap Asavella dari spion kanan. "Dibalas atau tidaknya, bersama atau tidaknya, Asing atau tidaknya nanti. Ingat ini, sampai malam ini hari terakhir hembusan napas gue, lo itu, tetap jadi orang yang paling ingin gue ajak untuk melakukan segalanya."

Mendengar—dengan sedikit lamunan—itu membuat Asa membuka sedikit birainya. Dan kemudian ia berkata lirih seraya membuang napas kasar, sebab rasa sesak di dada. "Maaf ya, lo ketemu gue di dalam versi hancur."

Harta mengerti. Ia tersenyum tipis. Pandangannya melamun—tak fokus pada jalanan. Setidaknya dia sudah berkata apa yang ingin ia katakan di mana ia memandam perasaan ini kurang lebih dua tahun lamanya. "Gapapa. Ini salah gue. Dan maaf juga, kalo kehadiran gue, membuat lo kecewa."

"Lo tetap akan menjadi tokoh favorit gue bahkan di akhir bab ini." Bagaimana ucapan itu diiringi suara nyaring yang membuat Harta sadar, bahkan tepukan berulang kali dari Asavella menyadarkan sesuatu jikalau ada sorot cahaya yang silau mengarah pada motor mereka, hingga menghasilkan benturan keras dari dua kendaraan yang hancur berpuing-puing.

Spoiler:

"Kita selamat, Sa. Maafin kecerobohan gue yang terlalu banyak pikiran."

"Kita? Selamat?"

ฅ^•ﻌ•^ฅ

Habis isya magrib update lagi
Komen+votenya (•ө•)♡

Continue Reading

You'll Also Like

1.6K 364 8
Revisi ulang, akan ada yang berbeda. Cerita ini menceritakan tentang Jasmine, seorang perempuan yang selalu gagal dalam hal percintaan. Namun ternya...
3K 312 30
"Sepasang neraka, yang berusaha mencari surga." -nurhmanis in Bad Beloved. Dijodohkan dengan ketua genk motor yang sudah mempunyai pacar? Sialan...
1.3K 1K 22
"Aku mencintainya, tapi aku juga menyayangi orang lain." -All "Don't expect too much, manusia itu gampang berubah." -Sya "Jangan merasa penting dalam...
721K 63.1K 45
Diterbitkan oleh Penerbit LovRinz (Pemesanan di Shopee Penerbit.LovRinzOfficial) *** "Jangan percaya kepada siapa pun. Semua bisa membahayakan nyawam...