Fake Bride - BNHA Fanfict (Co...

By slayernominee

15K 2.3K 151

Berubah status dari rakyat biasa menjadi bangsawan, tidak membuat Midoriya bahagia. Karena dia sebenarnya han... More

Prolog
°1°
°3°
°4°
°5°
°6°
°7°
°8°
°9°
°10°
°11°
°12°
°13°
°14°
°15°
°16°
°17°
°18°
°19°
°20°
°21°
°22°
°23°
°24°
°25°
°26°
°27°
°28°
°29°
°30°
°31°
°32°
°33°
°34°
°35°
°36°
°37°
°38°
°39°
°40°
°The End°

°2°

433 71 0
By slayernominee

.
.
.
.
.

Seorang gadis dengan rambut hijau panjangnya yang terikat tengah duduk di atas batu besar, mencuci pakaiannya di tepi sungai selebar tiga meter yang menjadi salah satu sumber mata air di desanya.

Dia memeras pakaian terakhir dan menempatkan buntalan kain itu ke dalam keranjang bersama pakaian lainnya yang sudah bersih. Berkacak pinggang, dia tersenyum puas dan menghela napas lega. Tugas mencuci selesai, dia mengangkat keranjangnya dan bersiap pulang.

"Oh, Mido-chan. " sapa seorang wanita paruh baya saat mereka berpapasan di jalan. "Kau sudah mau pulang? "

"Selamat siang, Sui-san. Ya, masih ada pekerjaan lain, aku tidak bersantai-santai, haha. "

Sui tersenyum melihat betapa rajin dan pekerja kerasnya gadis itu. "Apa kau akan pergi ke tempat mereka juga hari ini? "

Midoriya mengangguk. "Apa kau ingin menitip salam? "

"Ya, dan juga bawalah ini untukmu dan mereka. " Sui merogoh keranjang belanjanya dan mengeluarkan dua buah roti besar.

Midoriya menerimanya dengan kikuk. "Apa kau tidak memberikannya pada keluargamu? "

"Masih ada beberapa, kau bisa bawa itu. Mereka juga akan menyukainya."

"Ah, terima kasih banyak. Sui-san. Kalau begitu aku permisi. "

Berpisah dengan salah satu tetangganya yang baik, Midoriya membawa tambahan barang bawaan ke rumahnya dengan riang.

Sepuluh menit kemudian Midoriya sampai di rumahnya. Rumah kecil yang cukup jauh dari rumah lain di desa itu, tapi lingkungan di sekitarnya cukup nyaman.

Dekat dengan hutan, dia bisa mendapatkan banyak kayu bakar kapan saja. Lahan kosong yang tak dimiliki warga bisa dia gunakan untuk bertanam seadanya, menghemat pengeluaran makan. Di dalam hutan juga terdapat mata air kecil yang memudahkannya untuk tak perlu pergi jauh ke sungai untuk beberapa urusan kecil.

Yang jelas, dia menyukai rumah kecilnya itu. Damai dan nyaman untuk dia tinggali. Meski dia masih lebih suka ketika dia masih tinggal bersama dengan ibunya, Inko.

Inko membesarkan Midoriya seorang diri setelah suaminya tak kunjung pulang saat dalam perjalanan jauh ke luar kota. Setelah menerima keadaan mengenai suaminya yang tak akan kembali, Inko mengurus Midoriya menjadi gadis mandiri.

Namun karena mengidap penyakit yang semakin lama semakin bertambah parah dan keluarga kecilnya yang tak mampu membeli obat yang begitu mahal, Inko pun meninggal saat Midoriya menginjak usia enam belas tahun.

Dengan segala kemandirian yang ibunya ajarkan, Midoriya bisa bertahan sendirian setelah masa berkabung. Awalnya tak mudah, tapi dia semakin terbiasa hingga sekarang.

Kini Midoriya bertahan dengan bekerja membantu apapun yang warga desa minta. Mencuci baju, mengurus ladang, hewan ternak, menjahit, menjaga anak-anak, dan lain sebagainya. Berbagai keahlian yang ibunya ajarkan dia pakai untuk bekerja. Kadang dia juga menjual hasil tanamnya saat tengah banyak panen.

Dengan kehidupan yang penuh kerja keras dan keramahan para tetangganya, Midoriya senang-senang saja menjalaninya.

Selesai menjemur pakaian, Midoriya beristirahat sejenak sebelum akan pergi lagi ke suatu tempat. Hari ini, sehari setiap seminggu, dia selalu mendapat sebuah pekerjaan yang sama.

Usai beristirahat, Midoriya bersiap dengan membawa beberapa makanan kecil dan dua potong roti besar yang Sui berikan tadi. Dia melangkah pergi dari rumahnya.

.
.
.

Seorang anak kecil yang tengah bermain dengan kumpulan mainan kayu di atas tanah, mendengar langkah seseorang mendekati pagar. Senyum cerah terkembang begitu dia menoleh dan melihat siapa yang datang.

"Ah! " anak kecil itu berdiri melupakan mainannya dalam sekejap. "Midoriya nee-chan!! " sambutnya seraya berlari dengan kedua tangan terbuka lebar.

Midoriya tersenyum dan berlutut, menerima pelukan erat anak kecil itu. "Konnichiwa, Nai-chan, kau semangat sekali hari ini. "

Satu pekerjaan yang sama pada hari yang sama yang Midoriya terima, membantu mengurus sebuah panti asuhan yang tak jauh dari desanya. Selain untuk bekerja, Midoriya juga selalu menikmati menghabiskan waktunya sampai sore nanti bersama anak-anak di sana.

"Kau sudah datang, Mido-chan. "

"Oh, Uraraka-chan. Apa aku terlambat? " tanya Midoriya dengan mengendong Nai.

"Haha, tidak kok. Kau selalu tepat waktu seperti biasanya. Nai akan merengek kalau kau terlambat. "

Kegiatan membantu panti kecil itu dimulai. Hanya ada sekitar sepuluh anak yatim piatu yang diasuh di sana, tapi suasana sangat ramai setiap harinya. Dengan tiga pekerja tetap di sana, Midoriya mengurus mereka.

Mulai dari menemani bermain, mengajari baca tulis, menyuapi makan, meninabobokan beberapa anak, memandikan, dan sebagainya.

Sampai sekitar pukul empat sore, jam kerjanya sudah selesai. Sebagian besar anak sudah terlelap hingga waktu makan malam nanti. Itu adalah watu yang tepat untuk dia pulang tanpa membuat keributan.

"Terima kasih banyak untuk bantuanmu seperti biasa, Midoriya. " ujar seorang gadis bersurai pink, Mina.

"Pekerjaan kami selalu lebih mudah saat ada kau. " pria bersurai kuning, Kaminari, menghela napas lega.

"Roti dan cemilan yang kau bawa, anak-anak akan menyukainya sebagai makan malam nanti. "

Midoriya tersenyum, mengangguk. "Bukan masalah besar, aku juga menikmati waktuku dengan anak-anak. Terima kasih juga untuk pekerjaannya. Aku akan kembali minggu depan. Sampai jumpa. " dia membungkuk dan berjalan pergi meninggalkan panti dengan terus melambaikan tangan pada ketiga temannya itu hingga dia berbelok beberapa meter kemudian.

Baiklah, pekerjaan panti sudah selesai. Nanti dia hanya perlu mengurus cucian kering yang besok akan dia antar. Tak ada pekerjaan tambahan, dia bisa segera memasak makan malam dan beristirahat setelah makan.

Saat hampir tiba di halaman rumahnya, Midoriya melambatkan langkah ketika melihat beberapa orang asing berdiri di depan kediamannya.

Meski merasa was-was, tapi menyadari mereka tidak merusak apapun, Midoriya terus melangkah hingga dia berhadapan dengan ketiga orang asing itu.

"Maaf, apa kalian perlu sesuatu? "

.
.
.

"Apa kau yakin, Kisami? " tanya sang ayah. Anak gadisnya mengangguk tegas.

"Ibu dengar dia memang rakyat biasa yang memiliki paras cantik, tapi apa pria yang dimaksud pelayan dalam surat ini tidak akan menyadarinya?"

"Tenang saja. " Kisami menjawab dengan tenang. "Meski dia tergolong cukup cantik, tapi bangsawan tak banyak yang mengenalinya. Asal kita bisa buat dia berperilaku seperti bangsawan maka kita akan baik-baik saja. Mengajukan orang lain dan kita yang mendapat hadiahnya, apa Ayah Ibu tidak senang? Atau lebih memilih aku hidup bersama pria tak dikenal?"

Ayah dan ibunya saling pandang. Lamaran pria itu memang tidak terlalu meyakinkan. Jika bisa, mereka ingin yang terbaik untuk anak gadis mereka itu.

"Baiklah. " ujar sang ayah. "Kau pergilah atur rencana sesuai keinginanmu. "

.
.
.

Midoriya kini duduk di dalam rumah kecilnya bersama ketiga tamu itu. Dua pria yang dia rasa adalah pengawal pribadi, dan seorang gadis dengan penutup wajah misterius duduk di hadapannya.

Apa yang sebenarnya terjadi? Midoriya sadar jika mereka adalah bangsawan, tapi apa yang mereka lakukan dirumahnya? Dia tidak terlihat masalah, kan? Hanya duduk berhadapan saja sudah membuatnya berkeringat dingin.

"Uhm, apa kalian ingin kubuatkan segelas teh...? " dengan kikuk dia mencoba membuka percakapan.

"Midoriya Izuku. "

"Y-ya." Midoriya sontak duduk tegap. Dia terkejut gadis dengan penutup wajah itu mengetahui namanya. Tapi tidak mengherankan, bangsawan bisa saja mengetahui segala hal hanya dengan uang.

"Aku memiliki sebuah pekerjaan khusus untukmu. "

Midoriya mengerjap. Pekerjaan? Hal apa yang bangsawan inginkan darinya?

"Ada sebuah lamaran yang datang kepadaku. "

Lamaran. Mungkin dia diminta untuk membantu pesta pernikahannya? Meski biasanya bangsawan sudah punya banyak orang untuk mengatasinya.

"Namun lamaran itu datang dengan tak terlalu pantas. Pria itu tak menemuiku langsung dan hanya mendatangkan surat dari pelayannya."

Baiklah, apa dia akan diminta untuk menemui keluarga pria itu dan menyampaikan keinginan gadis itu untuk ditemui langsung? Midoriya tahu tebakannya semakin aneh saja.

"Aku ingin menolaknya, tapi nama keluargaku akan tercemar jika melakukannya. " Kisami mulai mengarang cerita.

Midoriya sudah kehabisan ide untuk menebak apa pekerjaan yang akan diberikan padanya.

"Jadi aku ingin kau menerima lamaran ini sebagai ganti diriku. "

Oh, jadi dia harus menggantikan gadis bangsawan itu untuk–

Sebentar.

"Apa? " Midoriya sangat kebingungan.

"Kau akan pergi menemui pria itu dengan menyamar sebagai diriku. Tenang saja, nama dan wajah gadis bangsawan yang belum menikah tidak akan diketahui bangsawan lain dengan mudah. Jadi kau tetap bisa menggunakan namamu kalau mau.Juga, kau akan menerima pelatihan beberapa perilaku bangsawan. Jadi kau tidak perlu khawatir soal sikapmu di sana nanti. "

"Sebentar, maaf menyela, Nona. " Midoriya hampir kewalahan mendengar semua penjelasan itu. "Saya tahu lamaran yang tidak pantas bagi bangsawan akan sangat merepotkan, tapi saya tidak bisa menerimanya. Pernikahan bukanlah hal yang bisa dibuat main-main. Kalau itu melibatkan nama baik keluarga Nona, maka sebaiknya bicarakan baik-baik dengan pihak lelaki itu. Saya yakin semuanya akan berjalan dengan lebih layak dibanding harus mengirim saya. "

Setelah memberanikan diri memberikan solusi, Midoriya sangat berharap bangsawan itu akan segera setuju.

"Kau tidak tahu apapun soal kehidupan bangsawan, jangan kira itu adalah hal yang mudah. " ujar Kisami, kembali mengatakan karangannya.

Midoriya tahu dia hanya rakyat biasa. "Kenapa Nona memilih saya? "

"Pria itu memilihku karena tahu soal rumor kecantikanku. Kau kupilih karena hanya kau yang bisa sedikit menyamaiku di antara rakyat biasa lainnya. "

"Na-namun bagaimanapun saya tetap tak bisa menandingimu, Nona... "

"Ya, kau memang tidak secantik diriku, tapi hanya kau yang bisa kupilih. Untuk menyelamatkan martabat keluargaku, menggunakan rakyat kecil sepertimu adalah harga yang kecil. "

Kecil? Apa rakyat biasa sepertinya memang hanya dianggap seperti batu kerikil oleh bangsawan?

Setiap hari dia susah payah berusaha untuk bisa tetap hidup. Meski tak akan pernah bisa menjadi segemilang para bangsawan, tapi dia rasa dia tetap sama pekerja kerasnya dengan mereka. Apa itu sama sekali tak berarti?

Mengepalkan pelan kedua tangannya, Midoriya bertekad untuk kembali menolaknya.

"Maaf, Nona. Saya–"

"Panti Asuhan Timur. "

Midoriya seketika terdiam.

"Aku adalah tuan tanah sebagian besar tempat ini. Panti itu juga termasuk daerahku. " Kisami tersenyum kecil dari balik penutup wajahnya. "Apa kau ingin aku menggusur mereka dari sana? "

"Nona, ini bukan masalah mereka. Kenapa mereka harus terlibat–"

"Ini adalah masalahku, dan mereka ada dalam kawasanku. Aku berhak untuk memutuskan hal itu. "

Gawat. Midoriya tahu ancaman dari bangsawan sebagian besar akan selalu terjadi. Kekuasaan mereka seringkali membuat rakyat kecil hancur dengan mudah. Dia tidak mau anak-anak yang tak bersalah itu terkena imbas.

Mengancam kelemahannya. Midoriya tidak pernah menyukai cara bangsawan yang menginjak-injak rakyat kecil. Hampir selalu tidak ada pilihan kedua bagi orang sepertinya.

"Baiklah. " Midoriya melemaskan kepalan tangannya. "Saya menerima perintah Nona... "

.
.
.
.
.

Midoriya diminta untuk pergi ke kediaman Kisami besok pagi-pagi buta sekali. Tidak ada banyak waktu untuk menyiapkan berbagai hal, Kisami memintanya tidak membawa apa-apa selain pakaian yang melekat padanya.

Usai Kisami dan kedua pengawalnya pergi, Midoriya bergegas pergi dari rumahnya. Hari sudah malam, seharusnya dia beristirahat dan makan malam, tapi dia tak memedulikan hal itu.

Kakinya berlari pergi ke arah yang telah dia datangi siang tadi. Panti Asuhan Timur. Entah setelah pergi ke kediaman Kisami dia bisa kembali ke desa itu lagi atau tidak, jadi dia ingin setidaknya berpamitan pada mereka.

Midoriya tiba di panti pukul sembilan malam. Anak-anak sudah tertidur. Lampu-lampu sebagian besar juga sudah padam. Tak ingin mengusik waktu istirahat mereka, Midoriya pergi ke suatu tempat yang tak terlalu jauh dari dari panti itu.

Lima menit berjalan, dia tiba di sebuah rumah kecil yang berjejeran dengan banyak rumah lain. Kondisi jalan di sana sudah sepi, warga sudah tak banyak beraktifitas di luar di jam malam.

Tok..tok..tok... Midoriya mengetuk pelan rumah itu. Tak lama kemudian seseorang datang membukakan pintu. Sosok bersurai kuning yang tengah sibuk mengunyah tak menduga gadis itu akan datang berkunjung.

Kaminari segera menyelesaikan kunyahannya dan menelan. "Midoriya, ada apa malam-malam begini? "

Kaminari selalu pulang ke rumahnya setiap hari saat malam. Mina dan Uraraka tetap tinggal di panti untuk menjaga anak-anak.

"Maaf, apa aku mengganggumu? "

"Tidak kok. Ayo masuk dulu. "

"Sebenarnya ada sesuatu yang ingin kubicarakan dengan kalian bertiga, tapi panti sudah gelap, jadi aku memutuskan datang ke sini. "

"Ah, begitu. Ya sudah, ayo kita ke panti. Kita bisa bicara di dekat sana setelah memanggil Mina dan Uraraka keluar, jadi anak-anak tetap tidak ditinggal terlalu jauh. "

Midoriya mengangguk. Kaminari bersiap sejenak dengan mengenakan pakaian hangat dan mengunci rumahnya sebelum pergi. Sesampainya di panti, Kaminari masuk dengan kunci yang dia miliki dan memanggil dua rekannya keluar. Untunglah mereka berdua belum tidur.

Kedatangan Midoriya malam-malam juga sempat membuat dua temannya itu bingung, tapi mereka tahu ada hal penting yang ingin dibicarakan.

"Sepertinya... minggu ini kesempatan terakhirku untuk bisa bekerja membantu kalian di panti. "

Mina mengerjap bingung. "Ada apa? Apa ada sebuah masalah? "

Midoriya segera menggeleng. "Tidak, aku hanya... mendapat sebuah pekerjaan. Pekerjaan yang jauh, di luar kota. " karangnya.

Dia tidak mengatakan kejadian sebenarnya, karena tidak mungkin dia mengatakan terpaksa menerima pekerjaan itu karena terancam panti digusur.

"Kejadiannya sangat mendadak. Sore tadi tawaran itu datang dan besok aku sudah harus berangkat. "

Uraraka tersenyum. "Jadi begitu. Syukurlah, tidak banyak orang seperti kita yang bisa mendapat kerja di luar kota. Kami mengerti, aku ikut senang meski ini adalah perpisahan. "

"Aku tidak tahu akan selama apa kau bekerja di sana, tapi sekali-kali pulanglah dan bawakan aku sesuatu. " cengir Kaminari.

"Hati-hati di perjalanan. Terima kasih telah membantu kami selama ini. Kami akan merindukanmu. Jujur saja anak-anak kemungkinan akan sedih, tapi kami akan mengurusnya. Jangan khawatir! " Mina mengacungkan jempol.

Midoriya balas tersenyum kepada tiga temannya itu. Meski dia berbohong, tapi dia rasa memang sebaiknya mereka tak mengetahui alasan sebenarnya. Dia menyerahkan sebuah keranjang kecil.

"Sisa cemilan yang ada di rumahku. Tidak seberapa, tapi sebagai perpisahanku dengan mereka. Katakan pada mereka aku akan rindu, rajin belajar dan jadilah anak yang baik. "

Uraraka menerima keranjang itu dan mengangguk. Mereka berempat pun bergantian saling memeluk dan mengucapkan perpisahan sekali lagi sebelum Midoriya akhirnya pergi dari sana dengan diam-diam menangis setelah memunggungi mereka.

.
.
.
.
.

Continue Reading

You'll Also Like

502K 37.4K 59
Kisah si Bad Boy ketua geng ALASKA dan si cantik Jeon. Happy Reading.
248K 36.9K 68
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
26.3K 3.8K 29
Dabi adalah berandalan SMA yang paling tidak bisa ditebak di antara anak berandal lain. Dia bertindak semaunya dan sering membuat masalah. Namun, Dab...
2.8K 510 7
[𝐆𝐨𝐣𝐨 𝐱 𝐅𝐞𝐦! 𝐘𝐮𝐮𝐣𝐢] Disaat ilusi manis tertelan oleh pahitnya kenyataan. Ketika perasaan tulus yang selama ini selalu di pertahankan seg...