"Aku tidak mengerti, bagaimana itu terjadi?" tanya Starley. Damien tidak menjawab pertanyaan Starley, dia hanya meneguk minumannya. Starley bersabar menunggu Damien menjawab pertanyaannya.
"Ceritanya panjang," jawab Damien akhirnya bersuara.
"Kita memiliki waktu sampai pagi," seru Starley langsung.
Damien menoleh menatap Starley. "Aku memiliki kerjaan yang belum selesai," katanya.
Starley memincingkan matanya, apa Damien baru saja memberikan alasan kepadanya? Sepertinya Damien memang belum percaya padanya.
"Bagaimana kau menyelesaikan kerjaanmu dalam keadaan mabuk seperti ini?" tanya Starley sambil menghela napas.
Damien terkekeh rendah. "Aku belum semabuk itu sampai tidak bisa menyelesaikan pekerjaanku."
"Tapi terlalu mabuk untuk menyelesaikan ceritamu?" sindir Starley.
"Kau sepertinya begitu penasaran dengan kisahku, Miss Bell," jawab Damien sambil memperhatikan Starley. Starley hanya menatap Damien sejenak, sebelum berkata.
"Lupakan saja kalau begitu. Kau pun terlihat tidak ingin menceritakannya," seru Starley dengan berat hati. Karena mungkin saja hanya ini lah satu-satunya kesempatan dia untuk mengetahui masa kecil Damien.
Starley menunggu respon dari Damien, tapi Damien tidak menjawab apa-apa. Benar, Damien tidak mungkin menceritakan semua itu, karena Starley bukanlah siapa-siapanya Damien. Apa yang Starley harapkan?
"Kalau begitu aku kembali ke kamarku," seru Starley. Ketika Starley sudah membalikkan tubuhnya dan akan keluar dari perpustakaan itu, Damien tiba-tiba bersuara.
"Kau ingin mendengar kisahku?"
Ucapan yang keluar dari mulut Damien cukup membuat Starley kaget. Starley menoleh ke belakang dan menatap Damien.
"Bukannya kau tidak ingin bercerita?" tanya Starley.
"Sekarang mungkin mau," jawab Damien. Alis Starley terangkat mendengar jawaban Damien.
"Apa kau mencoba menggodaku, Mr. Mavros?" tanya Starley.
"Oh kalau niatku ingin menggodamu, aku sudah menciummu sejak tadi, Miss Bell," jawab Damien dengan nada rendah.
Starley menahan napasnya. Damien yang mabuk memang sedikit berbahaya.
"Kau tahu maksudku bukan itu," seru Starley mengalihkan. Damien hanya menyeringai nakal.
"Kemarilah, kau terlalu jauh," ucap Damien.
Starley biasanya tidak langsung menuruti perintah Damien. Mungkin untuk saat ini adalah pengecualian. Starley langsung berjalan mendekati Damien.
Ketika Starley mau duduk di sofa yang berada di depan Damien. Damien sudah berkata, "di sini." Sambil menunjuk tempat kosong di sebelah lelaki itu.
Starley sedang tidak ingin berdebat, dia akhirnya duduk di sebelah Damien. Tapi masih ada jarak antara duduk mereka.
Damien tidak menoleh ke arah Starley setelah Starley duduk di sebelahnya. Damien menatap perapian, ia meletakkan gelas wine yang kosong ke meja sebelah sofa, lalu ia mulai bercerita.
"Dulu, ketika masih kecil. Dominic selalu menjadi anak teladan dan kebanggaan orang tua. Well, dia harus seperti itu, karena dia putra pertama."
Starley mencoba menebak-nebak ke mana arah cerita ini.
"Sedangkan, aku dan Dante sebagai putra kedua dan ketiga, lebih bebas. Dan karena itu, aku dan Dante begitu liar dan nakal," jelas Damien. Lalu Damien terkekeh pelan, seolah dia teringat betapa nakalnya dia ketika masih kecil.
"Sampai kedua orang tuaku sudah kebingungan bagaimana menangani aku dan Dante. Mereka akhirnya memutuskan mengirim aku dan Dante ke sekolah asrama yang private. Sekolah itu terkenal begitu ketat dan sangat disiplin, bahkan murid yang dikirim ke sekolah itu tidak boleh pulang sampai mereka lulus. Walaupun Dante lebih muda satu tahun dari aku, dia berada di angkatan yang sama denganku. Karena Dante itu sudah genius sejak kecil, dia lompat kelas."
Starley tidak begitu mengenal Dante, tapi Damien sering berkata Dante adalah seorang genius. Walaupun Starley belum melihatnya dengan mata kepalanya sendiri. Yang Starley lihat sekarang adalah Dante seorang lelaki yang kerjaannya hanya bersantai-santai. Mengingat lelaki itu hanya menjelajahi dunia beberapa tahun belakang ini.
"Dia memang genius, tapi sikap Dante, yang tidak pernah serius membuat orang tuaku khawatir. Karena genius tanpa ambisi akan sia-sia pada akhirnya."
"Sedangkan aku, aku hanya sering membuat masalah sejak kecil," seru Damien.
Starley mengangkat alisnya, "Hanya?" Damien melirik Starley dari sudut matanya, lalu tersenyum miring begitu tampan.
"Tidak seburuk yang kau bayangkan. Aku hanya suka mencuri pistol sejak umurku enam tahun, lalu mulai belajar menembak sendiri ketika memasuki sekolah dasar. Aku hampir membakar rumahku tanpa sengaja. Kalau aku marah dengan temanku, aku memilih menyelesaikannya dengan adu tinju. Aku sering dapat peringatan dikeluarkan dari sekolahku," jelas Damien santai.
Starley tercengang. Damien benar-benar liar sejak kecil, bahkan melebihi Starley. Dan menjadi CEO sebuah badan inteligen swasta, kurang cocok untuk kepribadian Damien yang sebenarnya. Karena menjadi mata-mata butuh kehati-hatian. Damien kecil lebih cocok menjadi seorang mafia atau gangster dari pada seorang mata-mata.
Tapi Semua ini membuktikan bahwa kejadian di masa lalu, membawa perubahan pada diri Damien yang sekarang. Orang sering menyebut itu pendewasaan, tapi Starley lebih menyebut itu sebagai efek samping dari hal yang sudah dialami Damien.
Damien pun kembali bercerita.
"Aku dan Dante dikirim ke sekolah itu ketika akan memasuki sekolah menegah pertama. Aku dan Dante diantar oleh sopir keluarga. Dan pada malam hari, saat perjalanan menuju sekolahku. Tiba-tiba sopirku ditembak oleh seorang sniper. Sopirku langsung meninggal saat itu juga sehingga mobil yang kami tumpangi menabrak sebuah pohon sangat besar."
Starley terkesiap mendengar itu.
"Aku sempat mengira aku akan mati saat itu. Tapi ternyata aku tidak separah itu, aku tidak pingsan, hanya Dante yang pingsan karena dia syok. Aku dan Dante hanya terluka ringan. Tidak lama kemudian, aku mendengar ada bunyi mobil lain, awalnya aku mengira itu adalah orang baik yang mencoba menolong kami. Tapi ketika mereka melihat aku dan Dante, aku ingat mereka berkata, 'tidak ada Dominic!' Tepat saat itu, pilihanku satu-satunya adalah untuk pura-pura ikut pingsan. Lalu mereka membawa aku dan Dante ke sebuah kediaman. Dan di sana, aku dan Dante dikurung beberapa hari."
Seketika hati Starley terasa nyeri membayangkannya.
"Dan di sana aku bertemu dengan Yusef Dawoud untuk pertama kalinya. Ternyata dia hanya ingin menculik Dominic. Tapi tidak ada Dominic. Akhirnya aku dan Dante lah yang dibawa olehnya."
"Tapi, aku masih belum mengerti bagaimana orang tuamu tidak tahu kau diculik? Seorang dari sekolahanmu pasti langsung menghubungi orang tuamu kalau kau dan Dante tidak datang," jawab Starley.
"Yusef sudah mepersiapkan rencananya dengan sangat rapi. Dia mengirim dua anak kecil palsu yang berpura-pura menjadi aku dan Dante, diantar dengan seorang sopir. Bahkan mobil dan platnya sama," jelas Damien.
"Apa maksudmu? Pasti langsung ketahuan. Muka anak kecil yang palsu itu tidak mungkin persis seperti kau dan Dante," jawab Starley.
"Iya, makanya Yusef membuat sebuah topeng kulit yang realistik menyerupai wajahku dan Dante untuk digunakan sebagai penyamaran mereka," seru Damien.
"Oh c'mon, bagaimana mungkin itu berhasil?" tanya Starley.
"Tapi berhasil. Buktinya satu tahun berlalu dan belum ada yang tahu kalau mereka palsu," jawab Damien. Starley begitu tercengang tidak percaya dengan hal itu.
Damien mengangkat bahunya dengan gaya tidak peduli. "Penculikan itu memang direncanakan begitu rapi."
Starley menatap Damien, dan memberanikan diri bertanya."Lalu, apa yang Yusef lakukan padamu dan Dante?"
"Kau sudah tahu. Aku dan Dante menjadi budak," jawab Damien. Dia terlihat tidak ingin menceritakan semuanya. Starley menatap Damien dengan tatapan simpati. Atau mungkin memang terlalu berat untuk menceritakannya.
Akhirnya, tanpa pikir panjang, Starley memeluk tubuh Damien. Damien kaget dengan pelukan mendadak itu. Damien menoleh ke arah Starley. Tapi Starley tidak mengatakan apa pun setelah memeluk Damien.
Lalu Damien menyentuh kepala Starley, lalu mengelusnya dengan lembut. "Kau tidak perlu memberiku simpati, cupcake," kata Damien lembut.
Walaupun Damien berkata seperti itu, entah kenapa Damien merasa begitu tenang ketika Starley memeluknya seperti ini. Walaupun tubuh Starley jauh lebih kecil darinya, tapi Damien dapat merasakan kehangatan dari pelukan itu.
Akhirnya tangan Damien turun dan melingkari pinggang Starley, dan membalas pelukan Starley.
"Aku tidak tahu tepat apa yang sudah kau alami, tapi pasti itu berat," seru Starley pelan. Lalu menghela mapas.
Damien terdiam. Lalu beberapa saat kemudian dia kembali bercerita. "Aku dan Dante dijual ke keluarga yang sama. Tapi tuan yang aku dan Dante layani berbeda. Dia mendapatkan tuan seorang perempuan dan tuanku adalah kakak laki-lakinya. Saat itu, hal yang aku syukuri adalah perempuan itu memperlakukan Dante cukup baik, dia memberikan Dante kamar bersih dan makanan yang cukup layak," jelas Damien.
Starley melonggarkan pelukan mereka, lalu menatap Damien.
"Bagaimana dengan kakak laki-lakinya? Apa dia memperlakukan kamu dengan baik?" tanya Starley. Sepertinya itu pertanyaan bodoh ketika jawabannya sudah cukup jelas.
"Cukup buruk. Dia ternyata membeli banyak budak, ada sekitar dua puluh budak. Rata-rata semuanya masih anak-anak dan dipaksa kerja di pabriknya. Kami semua tidur di gudang kotor, yang tidak pernah dibersihkan. Juga sering diberi makanan yang basi atau hampir basi. Tapi itu belum terlalu buruk," seru Damien.
Starley menatap Damien heran. "Apa maksudmu belum buruk? Itu sangat buruk!"
"Belum. Aku hanya tiga bulan di sana, karena aku tidak mudah patuh. Akhirnya dia mengembalikan aku kepada Yusef, karena muak denganku. Sehingga aku dan Dante berpisah, selama satu tahun. Dante tetap di tempat perempuan itu, sedangkan aku menjadi budaknya Yusef."
Damien terdiam sejenak dan berkata, "Yusef lebih buruk."
Starley mengentuh tangan Damien, lalu meremas pelan, seolah memberi dukungan untuk Damien. Damien tersenyum kecil, tapi matanya tidak tersenyum.
"Setiap hari aku dipaksa adu tinju dengan anak buah Yusef dari pagi sampai malam, saat itu ukuran tubuh anak buah Yusef sepuluh kali lipat dari tubuhku yang masih kecil. Aku menjadi budak hiburan untuk mereka. Mereka tidak segan-segan memukuliku sampai aku patah tulang berkali-kali. Dan mereka hanya tertawa melihatnya. Tapi setidaknya Yusef tidak memberikan aku makanan basi."
Setelah mendengar itu Starley merasa begitu marah, ia marah kepada Yusef dan anak buahnya yang sangat tega melakukan hal tersebut kepada anak kecil yang rapuh.
Starley teringat beberapa bekas luka ditubuh Damien yang seperti luka lama, apa itu dari masa-masa ia menjadi budak? Starley tidak pernah menanyakan hal itu, karena tidak enak hati.
"Kau melakukan itu selama satu tahun penuh?" tanya Starley.
"Tidak penuh satu tahun, ketika tulangku patah. Aku masih melakukan kerjaan paksa lainnya. Dia tidak pernah membiarkan aku istirahat." jawab Damien.
"Kenapa Yusef melakukan itu kepadamu? Dia benar-benar psikopat!"
"Dia memiliki dendam dengan keluarga Mavros," jawab Damien.
Ah tentu saja balas dendam. Batin Starley.
"Kenapa dia melampiaskannya kepada anak kecil tidak berdosa?!"
"Aku tidak tahu pasti, karena itu aku harus menangkapnya, agar keluargaku aman," jawab Damien.
Jadi itu alasan utama Damien, melakukan pencarian ini. Mata Starley melembut. Bahkan orang tuanya tidak tahu. Lelaki ini sudah menyimpan burden-nya seorang diri selama bertahun-tahun.
"Lalu bagaimana kau dan Dante bisa bebas setelah satu tahun itu?" tanya Starley.
"Aku membuat penawaran padanya," jawab Damien sambil mengelus-elus tangan Starley. Alis Starley mengerut.
"Dan tawaran apa itu?"
Damien menatap Starley sejenak, sebelum berkata, "Ginjalku. Aku menukar ginjalku untuk kebebasan aku dan Dante."
-To Be Continued-