Dear Mas Ali (Sudah Terbit)

By Queen_Halu03

3M 151K 21.1K

(Romance - Spiritual) Nayanika Adzkia Talita, seorang gadis yang suka sekali dengan dunia malam. Balapan moto... More

Prolog
1. Lelah
2. Tak Mau Dijodohkan
3. Kesusahan
4. Demi Kebaikan Naya
5. Tak Sanggup
6. Hari Pernikahan
7. Menahan Amarah
8. Pindah ke Rumah Baru
9. Tak Pernah Marah
10. Mabuk
11. Menagih Janji
12. Janji yang Diingkari
14. Tak Main-Main
15. Minta Balikan
16. Ternyata Dia Suhu
17. Pengakuan Ali
18. Tantangan Rio
19. Wanita Asing
20. Malah Menyemangati
21. Ada yang Kurang
22. Tak Bisa Dikendalikan
23. Dia-kah Orangnya?
24. Gejolak Rasa

13. Tak Seperti Biasanya

58K 5.4K 612
By Queen_Halu03

Absen dulu, kalian baca chapter ini jam berapa? 👉

Jangan lupa tinggalkan jejak berupa vote dan komen. Komen yang banyak ya, kalau bisa di setiap paragraf. Terima kasih.
_______________________________________

Susah payah Naya menelan salivanya. Entah mengapa suara Naya seakan tercekat di tenggorokan padahal ia ingin membalas ucapan Ali beberapa detik yang lalu. Alhasil ia pun hanya bisa berjalan mundur agar dirinya bisa menjauh dari Ali. Sayangnya, Ali malah berjalan maju dan lagi-lagi mengikis jarak di antara keduanya.

Tepat saat Naya sudah tidak bisa berjalan mundur karena di belakangnya adalah dinding, Ali langsung mengungkung perempuan itu dengan kedua tangannya.

Dari jarak sedekat ini, Naya bisa mengamati wajah Ali yang begitu tampan. Hidung mancung, beralis tebal, dan bibirnya terlihat sangat sensual. Jika ia mendeskripsikan bagaimana rupa Ali, ia menjadi teringat dengan beberapa pemeran utama pria pada novel yang ia baca. Ketampanannya nyaris sempurna.

Gue kenapa? Kok deg-degan si? ucap Naya dalam hati, napasnya naik turun—memburu tak beraturan kala ia mendapati Ali  menatapnya penuh erotis.

Oke tenang, Naya. Tenang! Ah lo mah diliatin gini aja udah deg-degan. Tapi sumpah, Ali ganteng banget kalau lagi begini. Mirip cowok fiksi. Aaaaa!

Naya terus berbicara dalam hati, berteriak, melampiaskan apa yang kini ia rasakan. Sungguh, ia tidak tahu harus berbuat apa sekarang. Siapa pun tolong Naya.

Melihat ekspresi Naya yang menggemaskan membuat Ali terkekeh kecil, tangan kanan lelaki itu terulur untuk mengelus pelan puncak kepala sang istri.

"Aku bakalan keluar dari kamar kamu, cepat pakai bajunya sekarang nanti masuk angin." Kemudian ia membelakangi Naya dan berlalu pergi meninggalkan perempuan itu. Namun sebelum pergi, ia menaruh terlebih dulu paper bag yang berisi 3 abaya yang ia beli di butik tadi ke tepi ranjang.

"Oh ya, aku membelikan ini buat kamu. Suka atau nggak suka terima aja, aku nggak mau ngeliat kamu menolak barang pemberian aku!" tegas Ali.

Tak lama setelahnya, barulah ia benar-benar pergi dari kamar Naya. Melihat Ali yang sudah menghilang dari pandangan, cepat-cepat Naya berlari untuk menutup pintu kamar lantas menguncinya agar Ali tidak bisa masuk begitu saja ke dalam kamarnya sebelum mendapat izin darinya.

"Ali keliatan beda hari ini, ada apa ya?" Naya memang merasakan perubahan dalam diri Ali, karena kemarin-kemarin kan Ali hanya bisa diam dan tidak pernah membantah ucapannya sekalipun, tetapi sekarang dia malah tidak menuruti ucapannya, bahkan sepertinya tak mendengarkan apa yang ia katakan tadi.

"Bodo amat, buat apa juga gue mikirin dia?"

Naya pun segera memakai piyama bermotif bunga kemudian duduk di meja rias untuk menyisir rambut. Ketika rambutnya sudah tertata rapi, ia melirik ke tepi ranjang, di mana ada sebuah paper bag besar yang ditaruh Ali beberapa menit yang lalu di sana.

Untuk menghalau rasa penasarannya, alhasil ia melangkahkan kakinya ke sana dan duduk di tepi ranjang. Kedua matanya membulat sempurna begitu melihat isi paper bag tersebut adalah 3 abaya sekaligus kerudung panjang yang menutup dada.

"I–ini buat gue? Yang bener aja? Masa gue pake ini si? Kek emak-emak dong nanti. Gue kira dia beliin gue gaun atau apalah itu yang bagusan dikit dan yang pantes gue pake, eh ini malah beliin gue abaya, buat apa coba? Pasti nggak kepake!" Sungguh, Naya kesal sekali pada Ali. Oleh karenanya, ia membuang semua abaya baru itu ke lantai, biarkan kotor sekalian. Ia tidak peduli.

Sementara di lain tempat, Hasna tak langsung pulang ke rumah melainkan pergi ke kos-kosan sahabatnya terlebih dulu. Di sana ia terus menangis sejadi-jadinya, menangisi sebuah janji yang diingkari begitu saja oleh si pembuat janji tersebut. Entah sudah berapa banyak tisu yang ia pakai untuk mengusap air matanya, yang jelas rasa sakitnya tak kunjung berkurang.

"Kalau Ali emang udah punya istri, lupain dia, Hasna. Masih banyak laki-laki lain yang sama baiknya atau bahkan lebih baik daripada dia! Laki-laki yang hidup di dunia ini bukan cuma Ali, jadi kamu nggak perlu sedih kayak gini," ucap seorang wanita yang memakai abaya berwarna grey dengan khimar dan niqab yang senada.

Kedatangan Hasna ke kos-kosannya membuat wanita bercadar yang bernama Ria Khaerunnisa itu terkejut setengah mati. Tentu ia terkejut karena tak ada angin tak ada hujan tiba-tiba mendapati Hasna menangis tanpa ia ketahui penyebabnya.

Saat Hasna menceritakan semua kepadanya, barulah Ria mengerti permasalahan yang dirasakan oleh sahabatnya ini. Ria adalah teman dekat Hasna kala Hasna masih mondok di pondok pesantren Miyabul Falah, teman satu kamar di asrama juga, jadi tak heran jika mereka berdua masih dekat sampai sekarang.

Ria tahu bahwa selama ini Hasna telah menyimpan harapan yang begitu besar kepada Ali. Setiap kali Hasna main ke kosannya, pasti yang Hasna ceritakan itu Ali. Meski sudah berkali-kali Ria mengatakan pada Hasna kalau perempuan itu jangan terlalu percaya dengan yang namanya janji, tetap saja Hasna tak mau mendengarkan.

"Tapi aku udah terlanjur cinta sama dia, Ria. Nggak mungkin aku lupain dia. Aku harus gimana sekarang?" tanya Hasna dengan suara yang terdengar amat parau.

"Hasna, Ustadzah Ririn pernah mengatakan bahwa haram hukumnya mencintai seorang lelaki yang bukan mahram kita sekalipun lelaki itu memiliki perasaan yang sama seperti apa yang kita rasakan. Tetap saja rasa itu akan membawa kita pada jurang dosa."

Tangan Ria terulur untuk mengangkat dagu Hasna agar perempuan itu mau menatap matanya. "Alangkah baiknya kamu hapus saja perasaan cintamu pada Ali, Hasna. Ali milik orang lain, dia bukan mahram kamu. Ingat itu."

Hasna terdiam untuk beberapa saat, mencerna baik-baik kata demi kata yang keluar dari mulut sahabatnya.

Memang ada benarnya juga perkataan Ria ini, tidak seharusnya ia terpuruk dalam kesedihan hanya karena mengetahui bahwa Ali--lelaki yang ia cintai selama beberapa tahun terakhir mengingkari janjinya.

"Aku harap kamu mendengarkan ucapan aku kali ini, Na. Sebagai sahabat, aku cuma mau yang terbaik buat kamu. Aku yakin kok kalau suatu hari nanti akan ada lelaki yang datang menemuimu dengan niatan baiknya, bukan hanya sekedar janji, tetapi juga tindakan yang nyata," papar Ria, ia berusaha sebisa mungkin membuat Hasna tidak bersedih lagi.

"Kamu bener, Ria. Oke, mulai sekarang aku bakalan hapus perasaan cintaku pada Ali, walau pastinya sangat sulit, tapi aku nggak akan menyerah. Kalau Ali aja udah bahagia sama istrinya dan juga kehidupannya sekarang, kenapa aku enggak?"

Senyum di wajah Ria yang tertutupi oleh cadar akhirnya mengembang sempurna. Ia mengacungkan kedua jempolnya ke arah Hasna. "Nah, ini baru sahabat aku."

****

Seperti biasa, yang Naya lakukan di rumah hanyalah bersantai, menonton TV sambil menyenderkan tubuhnya di sofa. Ia tak menghiraukan suara adzan maghrib yang menyapu gendang telinganya, bahkan volume TV langsung diperbesar olehnya lantaran ia terganggu dengan suara adzan tersebut.

Tanpa disangka, Ali tiba-tiba datang dan mematikan TV begitu saja tanpa seizin dari Naya. Tentu Naya membelalakkan kedua matanya sempurna, ia merasa kesal melihat Ali melakukan hal itu.

"Kenapa TV-nya lo matiin, sialan? Gue lagi nonton! Lo nggak ngeliat gue di sini apa? Buta ya makanya nggak bisa liat gue?!"

Ali berjalan mendekati Naya dengan tatapan yang tak bisa diartikan. Entah marah atau tidak, Naya tidak tahu.

"Kamu nggak denger suara adzan maghrib, hah? Harusnya kalau kamu denger suara adzan, kamu matiin TV-nya lalu mengambil air wudhu. Setelah itu, barulah kamu melaksanakan sholat, bukan malah bersantai kayak gini, berpura-pura seolah nggak denger suara adzan," ujar Ali. Jika didiamkan saja, maka Naya akan semakin melunjak, ia tidak mau hal buruk tersebut terus berkelanjutan.

"Ck!" Naya berdecak kecil, ia pun bangkit dari duduknya. Mendongakkan kepala, menatap sinis Ali. "Ya terus apa urusannya sama lo?! Kalau lo mau sholat tinggal sholat aja! Nggak perlu ngusik gue! Gitu aja repot. Dasar cowok letoy!"

Ali mengepalkan kedua tangannya hingga kuku-kuku jarinya memutih, amarah yang sejak tadi ia tahan kini mulai meluap sampai ke ubun-ubun. Jujur, ia paling tidak suka dengan orang yang sengaja meninggalkan sholat dan lebih memilih bersantai.

"Jadi kamu nggak mau sholat Maghrib berjamaah sama aku, Nay?" tanya Ali.

Naya melipat kedua tangannya di bawah dada. Ia menganggukkan kepala dengan mantap. "Iya, gue nggak mau!"

"Kalau gitu, aku nggak akan kasih uang bulanan buat kamu! Aku juga bakal blokir kartu kredit kamu! Dan ya satu lagi, kamu nggak bakal pegang uang sepeserpun sebelum kamu mau melaksanakan sholat 5 waktu! Ancamanku ini nggak main-main, Nayanika Adzkia Talita!"

Gimana? Puas nggak baca chapter ini?

Kasih pendapat kalian mengenai cerita ini dong👉

Satu kata untuk Naya?

Satu kata untuk Ali?

Spam next di sini!👉

Jangan lupa follow IG : @zizah1803

See you next chapter

Continue Reading

You'll Also Like

677K 73K 28
Ini hanya kisah sederhana, antara dua sahabat sejak kecil yang menyimpan rasa yang sama di waktu yang berbeda Warning 18++ Start : 13 ag'19
1.1K 248 20
Judul awal : zhiansya Kisah zhianuar dan hasya yang menikah karena perjodohan orangtuanya. Disaat hasya akan mengabarkan kabar bahagia dengan member...
9.1K 3.6K 40
bertemu kembali lalu menikah? Kiara Anatasya Aditama, gadis kecil yang usianya bahkan belum genap 18 tahun. Ia tinggal berdua dengan sang oma, sedang...
30.3K 347 2
[ Follow akun ini ya sayang sayang aku<3] [Sequel Ana Uhibbuka Fillah Imam Pilihan Abi] ⚠️Peringatan Kebaperan Tingkat Tinggi⚠ Gadis bernama Azahra P...