Her Wisdom [✓]

By Zora_Lin

407 46 8

🏅 Winner "Woman Courage" Contest by WattpadChicklitID Terlepas bagaimana kamu hadir, bagaimana orang-orang n... More

Your Presence
I'll Raise My Child

My Courage to Speak

82 13 4
By Zora_Lin

Langit tidak setiap hari cerah, tidak setiap saat mendung, tetapi terkadang hujan datang tiba-tiba tanpa peringatan.

Itu seperti hidup ... yang tidak pasti.

Pukul tiga dini hari tadi, Nara sudah mendendangkan sebuah lagu dan membuat tidurku terusik. Itu terjadi hampir setiap hari. Namun, hanya dengan ditepuk-tepuk dan diberi ASI dia sudah kembali tertidur dengan nyenyak. Aku bersyukur, Nara cukup tenang untuk bayi seusianya.

Dinda, sahabatku yang selalu membantu menjaga Nara ketika aku bekerja pun bilang kalau Nara akan menjadi anak yang hebat. Dia sudah mampu bersikap prihatin sejak usia dini dengan tidak terlalu rewel ketika aku tinggal pergi.

Pagi ini, aku keluar dari kontrakan dan berjalan ke perempatan sembari mendorong troli bayi. Ya, aku akan membawanya ke tempat kerja kali ini karena Dinda ada kuliah pagi dan tidak bisa membantuku menjaga Nara. Beruntungnya, bosku mengijinkan aku untuk membawa Nara. Pula, usia Nara yang sudah memasuki bulan ke-5 membuatku bisa membawanya bepergian.

Di sepanjang jalan, biasanya banyak tetangga yang melemparkan tatapan dan ekspresi berbeda-beda di wajah mereka. Namun, kali ini beberapa ibu-ibu yang sering menegur dan menyapaku datang menghampiri dan bertanya, " Nay, Nara mau dibawa kerja?"

"Iya," jawabku disertai anggukan ringan.

"Apa kamu gak kerepotan ntar? Kalau nangis emangnya gak ganggu kerjaan orang lain, Nay?" timpal salah satu di antara mereka.

Aku mengulas senyum dan menyahut, "Saya sudah siapkan bekal dari popok, susu, regal, sampai mainan. Saya harap Nara bisa diajak kerja sama dan gak rewel nanti."

"Makanya Nay, jadi perempuan tuh yang punya harga diri tinggi. Jangan gampangan yang mau ditidurin sana-sini. Ujung-ujungnya ditinggalin, 'kan? Murahan, sih, sekarang rasain sendiri akibatnya."

Celutukan salah seorang wanita paruh baya yang memiliki raut bengis membuatku sakit hati. Dua ibu-ibu yang sebelumnya berbincang pun seketika memasang raut terkejut mendengar ucapan wanita paruh baya tersebut. Mereka saling menyenggol dan berbisik-bisik seolah tak enak hati.

Sembari menarik napas dalam-dalam, kedua manikku menatap lekat-lekat wanita paruh baya tersebut. Jujur saja, aku muak! Dan aku tidak ingin diam terus-terusan direndahkan seperti ini.

Wanita paruh baya ini, Rena dan dikenal sebagai mantan biduan, penyanyi dangdut antar kota. Entah ada masalah apa dengannya, sejak dua tahun lalu aku mengontrak di wilayah ini, dia bersikap seolah-olah aku adalah musuh bebuyutannya.

Dengan mengulas senyum paling manis, aku menyahuti ucapannya sekaligus meminta penjelasan akan sikapnya selama ini.

"Maaf, Anda tahu apa tentang kehidupan saya? Apakah Anda penggemar saya, atau saya pernah menyakiti Anda, mengacau keluarga Anda atau semacamnya? Mengapa Anda sepertinya sangat membenci saya. Saya memang ibu tunggal, tanpa suami. Tapi saya tidak serendah yang Anda pikir.

"Selama ini saya memang tidak pernah memberitahukan kepada orang-orang ke mana ayah Nara pergi, kenapa dia meninggalkan kami karena ... untuk apa? Apakah dengan saya bercerita dan berkoar-koar sana-sini akan mengubah apa yang sudah terjadi? Tidak, 'kan? Dan saya ingatkan sekali lagi. Tidak ada salahnya menjadi ibu tunggal, apa pun penyebabnya, ibu tunggal bukanlah manusia buruk seperti apa yang Anda pikirkan. Ibu tunggal adalah wanita tangguh yang berjuang demi buah hatinya, demi masa depan anaknya juga demi memberikan tempat ternyaman dan terbaik untuknya."

Sejenak aku diam. Mengambil napas, sementara kedua mataku telah berkaca-kaca. Tidak, aku tidak ingin menangis. Aku akan menahan air mataku untuk ini.

Sekali lagi, aku melemparkan senyum miring pada Rena. "Setidaknya, aku tidak menelantarkan anakku sendiri atau bahkan membunuhnya sebelum lahir. Aku masih bisa berjuang, dan merawatnya dengan baik. Tidak perlu seperti orang-orang yang berlagak suci."

Usai menumpahkan emosi, aku mengembuskan napas lagi. Menunduk sekilas dan berpamitan pada dua ibu-ibu lainnya yang menatapku iba.

"Permisi, saya pergi dulu."

"Hati-hati, Nay," sahut keduanya secara bersamaan.

Rasanya begitu melegakan. Untuk sesaat aku benar-benar merasa lepas, dan melangkahkan kaki begitu ringan. Di trotoar perempatan jalan raya aku berdiri mengotak-atik ponsel menggunakan tangan kanan, sementara tangan kirinya memegang pegangan troli dengan erat.

'Din, nanti gak perlu jemput Nara. Gue mau ajak Nara ke suatu tempat dulu sepulang kerja'.

Aku menekan tombol sent dan mengirimkan pesan tersebut pada Dinda karena pagi tadi dia sempat menelepon dan berkata akan menjemput Nara di tempat kerja setelah kelasnya selesai.

***

Dewi fortuna rupanya menemaniku seharian ini. Nara yang berada di dalam troli bayi tampak begitu tenang sementara aku menyelesaikan pekerjaan yang kebetulan tidak terlalu banyak. Sesekali aku menoleh untuk mengecek keadaannya dan memberikan susu melalui botol dot kecil, dan Nara tertidur cukup lama bahkan sampai jam kerjaku hampir habis.

Tepat pukul tiga sore, bos sudah mengizinkanku keluar dari kantor. Sembari menunggu Grab yang kupesan di depan kantor, beberapa rekan kerja menyapa dan mengajak bercengkrama sejenak. Tidak butuh waktu lama, sebuah mobil jenis SUV berhenti di depan kami. Aku meraih dan menggendong Nara terlebih dulu sebelum memasukkan troli bayi ke dalam bagasi belakang.

"Jalan, Pak."

Sepanjang jalan, aku memperhatikan Nara yang kembali tertidur lelap. Seulas senyum tersemat ketika aku benar-benar menyadari bahwa paras Nara memang 80% cetakan dari ayahnya. Satu-satunya yang aku turunkan pada Nara hanya bulu mata lentik dan panjang, juga garis wajah yang lembut. Aku pun berpikir, jika Nara besar nanti dia pasti akan sangat mirip dengan ayahnya.

"Sudah sampai, Mbak."

Terkesiap. Segera aku membuka pintu mobil dan turun untuk mengambil troli bayi di bagasi. Kaca mobil bagian depan diturunkan, sopir mobil tersebut berkata, "Jangan lupa bintang limanya, ya, Mbak."

Aku terkekeh ringan, menganggukkan kepala setelah meletakkan Nara ke dalam troli kemudian menyahut, "Iya, Pak. Tenang saja."

Jajaran pohon kamboja putih di sepanjang jalan setapak terbuat dari beton menyambut kedatangan kami dengan semerbak wangi. Embusan angin yang menyapa seolah membisikkan kata 'selamat datang' di telinga dengan lirih.

Ini kedua kali aku menginjakkan kaki di sini. Tempat yang sebenarnya hanya membuka luka lama yang perlahan mulai tertutup sedikit demi sedikit.

Sembari mendorong troli aku melangkah, jalanan yang sedikit menanjak membuatku cukup terengah-engah. Sampai kemudian sebuah bangunan 3 lantai yang berdiri di hadapanku menjadi sajian utama. Tidak banyak orang yang berlalu lalang, hanya tampak beberapa wanita dan pria lanjut usia yang duduk di bangku taman sebelah bangunan.

Aku melangkah, masuk ke dalam bangunan dan menyusuri area. Hingga di lantai dasar paling ujung, di mana terdapat rak-rak berjajar bak almari perpustakaan dengan cat kuning emas tertangkap indra. Sejenak aku menghela napas panjang, kemudian berjalan lurus ke arah salah satu loker kata yang di dalamnya terdapat sebuah guci keramik coklat, pigura, dan buket bunga lily putih yang sudah tampak layu.

Tanganku bergerak membuka loker, mengambil buket bunga tersebut dan menggantinya dengan yang baru.

"Nara, ucapkan salam untuk ayah," kataku selagi menggendong Nara. Menunjukkan foto seorang laki-laki dengan identitas nama Johanes Vernanda.

"Ver, kamu tahu? Setiap kali aku datang ke sini, itu, rasanya seperti dicabik-cabik. Kamu pergi di saat aku melahirkan Nara. Tega banget kamu, Ver." Aku menatap lekat-lekat pada foto Vernanda dalam loker tersebut."Tapi, tidak apa-apa. Sekarang aku punya Nara. Dia adalah sekarang adalah duniaku, segalanya untukku."

Sambil menciumi pipi Nara aku berkata, "Apa pun yang terjadi, meskipun kamu tumbuh besar tanpa seorang ayah, Ibu akan berusaha membuatmu hidup bahagia, Nak."

Dan kamu ... tenanglah di alam sana, Ver. Aku pasti akan memberikan seluruh cintaku untuk anak kita.

*****

END

*****

Terima kasih sudah berkunjung dan membaca cerita ini. Sampai jumpa di karya-karya yang lainnya .... 😉

Continue Reading

You'll Also Like

22.5K 3.7K 38
Bae Suzy adalah putri dari Presiden Korea Selatan, Bae Wanyoung. Dia cantik, kaya raya dan pintar. Tidak perlu bekerjapun uang akan tetap mengalir ke...
502K 47.2K 110
Gadis Sekarwangi, tidak pernah menyangka jika rumahtangga yang ia bangun bersama suaminya, Pradipta harus berakhir ditengah jalan karena sang suami k...
701K 70.3K 33
Pernikahan Rhea dan Starky hanya berlangsung selama tiga tahun. Meskipun mereka telah dikaruniai seorang putra, ternyata Starky belum juga bisa usai...
Redeem By taa

Fanfiction

91.4K 11.7K 31
June membuat masalah pada hidup seseorang di masa lalu tapi ia mengetahuinya setelah beberapa tahun kemudian. Ia sangat ingin menebus kesalahannya pa...