Unconditionally

By jaemon1406

24.3K 3.3K 769

"Where words fail, music speaks." Jiwa (Rose) bisa mendengar bahasa jiwa/batin dari orang-orang di sekitarnya... More

The Intro
Friend
Obat Penawar Untuk Jiwa
Diri
Tutur Batin
Si Lemah
I like me better
Lagu Untukmu
Jatuh Hati
Peter Pan Was Right
Jealous
Laksana Surgaku
I finally found someone
Yang terbaik bagimu
Satu-satu
Lagu Untuk Riri
Andaikan kau datang
maybe we need a break
When I was your man
Aku, dirimu, dirinya
the man who can't be moved
(Tanpa judul)
Try Again
Retrospect
I choose to love you
Can't take my eyes off you
Incomplete
Unconditionally
Senyumlah

Pemeran Utama

752 128 51
By jaemon1406

Pemeran utama hati, pemicu detak jantung ini
Baru kini kusadari, setelah berlayar pergi
Itu kamu

-Raisa-

---

Langit sore itu berwarna emas kemerahan disertai dengan angin yang berhembus sejuk. Rambut Jiwa terurai berantakan menari mengukuti arah angin. Liam yang melihat hal itu melepaskan karet gelang yang melingkar di pergelangan tangannya dan memberikannya pada Jiwa.

Kedua insan tersebut menjadi lukisan indah di mata Oma Marie yang memandang dari jendela dapur. Tapi berbeda dengan anak muda di samping Oma yang terlihat sedikit tidak menyukai moment yang ditangkap matanya.

"Biasa aja dong ngeliatnya," Oma mengusap wajah Raga dengan satu tangan membuat pria itu terbangun dari lamunannya.

"Apa sih Oma, Raga biasa aja kok," bantah Raga. Mungkin Raga lupa kalau Oma bisa mendengar isi pikirannya.

"Ga," panggil Oma. Raga langsung memutar badannya agar memandang Oma sepenuhnya. "Belum baikan sama Jiwa?" Lanjut Oma.

Raga menggeleng lemas.

"Jujur aja," saran Oma.

"Udah Raga bilang ke Jiwa kalau itu cuma salah paham, Oma. Tapi Jiwa tetep gak mau denger," Raga sebisa mungkin membela diri.

"Bukan itu," Oma memelankan suaranya.

"Terus?" Tanya Raga penasaran.

"Jujur sama perasaan kamu kalau kamu sayang sama Jiwa," kalimat Oma itu berhasil membuat pikiran Raga tidak karuan. "Santai aja dong," Oma menepuk pundak Raga. Merasa senang membuat cucunya salah tingkah.

"Apaan sih Oma. Raga gak suka sama Jiwa apalagi sayang," balas Raga tak mau kalah.

"Suka kali?"

"Enggak."

"Oh berarti sayang?"

"Apalagi itu."

"Denial terus. Nanti nyesel loh."

"Omaaaa..." Raga menekankan suaranya.

"Yaudah berarti...," Oma menjeda perkataannya.

"Berarti apa?" Tanya Raga.

"Berarti selesaiin pacaran pura-puranya dan biarin Liam deketin Jiwa," pikiran Raga makin tidak karuan membayangkan bagaimana jika permintaan Oma itu terjadi. Apa dia siap melihat Liam bersama dengan Jiwa?

Sejak kembali dari Singapore, Jiwa dan Raga masih melanjutkan perang dingin mereka. Raga sudah menjelaskan kalau Jiwa hanya salah paham tapi menurut Jiwa pria itu tidak perlu menjelaskan apapun. Hubungan mereka ini hanya rekayasa. Jiwa meminta Raga untuk tidak mengatur kehidupannya dan begitu pun sebaliknya. Raga bebas melakukan apapun, dekat dengan siapapun termasuk Naya. Selama di Trez mereka pun tidak perlu berpura-pura berpacaran.

"Oma tau kalau Iam suka sama Jiwa?" tanya Raga memastikan.

"Kamu meragukan kemampuan Oma?" Oma membanggakan diri dengan kemampuan yang sama seperti Jiwa.

"Berarti Jiwa tau dong Iam suka sama dia?"

"Kayanya enggak," jawab Oma.

"Kok bisa? Jiwa gak bisa denger juga suara hatinya Iam? Sama kaya punya Raga? Tapi kan Iam bukan...?" Raga mulai berpikir apa Liam merupakan obat penawar lainnya untuk Jiwa.

Pikiran Raga itu dibantah oleh penjelasan dari Oma, Jiwa bisa mendengar suara batin atau hati dari Liam. Hanya saja untuk bagian yang satu itu tidak terdengar oleh Jiwa. Bagaimana pikiran dan rasa suka Liam pada Jiwa. Tidak terdengar sama sekali oleh Jiwa. Dengan begitu, Jiwa tidak mengetahui perasaan Liam yang sesungguhnya.

"Kok bisa Oma?" rasa penasaran Raga yang tinggi tak hentinya menghujani Oma Marie pertanyaan.

"Karena Liam gak mau Jiwa tau. Oma juga gak tau rumus pastinya itu rahasia Tuhan aja kayanya, tapi selama Liam masih mau memendam perasaan ini dan gak mengungkapkannya Jiwa gak akan tahu. Karena Jiwa adalah pemeran utama dalam kisahnya Liam," penjelasan Oma membuat Raga mulai menyadari bahwa Liam benar-benar menyukai Jiwa.

He thinks it doesn't bother him, but it's tearing him apart.

Raga, wake up dear. Before it's too late for you.

Oma bermolog dalam batinnya melihat bagaimana cucunya masih saja tidak mau jujur dengan perasaannya. Sudah jelas dia tidak akan siap melihat Jiwa bersama Liam. Oma hanya tidak mau Raga lari lagi seperti kejadian bersama Naya dulu.

Raga ingat betul beberapa waktu lalu, saat pertama kali Liam datang ke Trez untuk menjaga Oma, mobil milik saudaranya itu mogok. Berkali-kali Liam coba menghubungi dan mengirimi Raga pesan untuk menanyakan bengkel terdekat tapi tidak diangkat karena Raga sedang bertemu dengan professornya saat itu. Bahkan Liam sempat mengirim selca yang bosan menunggu jawaban Raga.

Setelah beberapa jam berselang, Raga mencoba menghubungi Liam. Semula Raga pikir Liam akan mengamuk karena panggilannya tidak dijawab oleh Raga tapi bukan omelan justru cerita bahagia yang Raga dengar. Bagaimana Liam bertemu dengan gadis berpayung yang sangat mencuri perhatiannya.

Sesaat setelah Raga kembali ke Trez dan melihat cara Liam menatap dan memperlakukan Jiwa, saat itu juga Raga menyadari gadis berpayung yang dimaksud adalah Calliope Jiwanada, si pemilik suara indah yang tanpa Raga sadari juga sudah menjadi pemeran utama di dalam kisah miliknya.

---

Matahari sudah berada di puncak langit saat Raga baru saja terbangun dari tidurnya. Raga begadang semalaman sambil bermain PS sampai jam dua pagi sementara Liam sudah tidur dua jam sebelumnya. Raga mendapati Oma sedang menonton televisi seorang diri. Pelukan dari belakang mendarat di tubuh Oma. Iya, Raga sangat manja dengan Omanya. Setelah mengacak rambut Raga, Oma meminta cucunya itu makan lalu mandi.

"Oma, Liam kemana gak keliatan?" tanya Raga sambil berjalan menuju dapur.

"Pergi ke cafe yang deket pasar itu loh sama Jiwa," jawab Oma sambil tetap fokus pada televisi di depannya.

Raga berjalan mundur memastikan apa yang baru saja didengarnya, "Kemana Oma?"

"Ke cafe yang deket pasar itu loh yang coffee shop waktu itu kamu ceritain pergi sama Jiwa. Udah dari tadi sih, harusnya bentar lagi pulang," Oma mengecilkan volume televisi agar ucapannya terdengar jelas oleh Raga.

Raga melanjutkan langkahnya ke dapur mengambil makanan yang tersedia di meja. Baru saja Raga duduk terdengar suara Oma menyambut Liam yang baru datang. Awalnya Raga ingin mengembalikan lagi makanan yang sudah diambil dan menghampiri Liam. Tapi niatnya diurungkan karena Jiwa sudah diantar pulang oleh Liam dan tidak ikut ke rumah Oma.

"Bro, baru bangun?" Liam yang berjalan menuju kamarnya berbelok ketika melihat Raga. "Nih," Liam meletakan ice americano tanpa ice di meja.

"Loh ice-nya mana?" tanya Raga setelah melihat kopi yang baru diberikan Liam.

"Kata Jiwa lo ga suka kalau ice-nya udah cair, jadi suruh pakai ice di rumah aja," jawab Liam.

"Thank you," ucap Raga singkat lalu menyuapkan makanan ke mulutnya.

"Dari Jiwa, gue cuma dititipin," ucap Liam sambil berlalu pergi.

Tanpa disadari senyum kecil terlukis di wajah Raga.

"Gak suka kok Oma, tapi dikasih kopi senyum-senyum," Oma berjalan menjauhi Raga sambil meledek.

---

Ke esokan harinya Raga bangun lebih pagi dari kemarin. Tapi sepagi-paginya Raga tetap saja lebih dulu fajar bersinar di langit. Sudah dengan percaya diri Raga berjalan turun ke bawah tapi lagi-lagi hanya mendapati Oma di sana.

"Oma, Liam belum bangun? Katanya mau ke pasar?" tanya Raga percaya diri.

"Udah berangkat sama Jiwa," jawab Oma sambil sibuk mencuci buah di dapur.

"Kok?" Raga terlihat kesal.

"Ini udah jam berapa? Kalau nunggu kamu daging yang Oma mau  beli keburu habis," Oma tidak kalah menggerutu. "Lagian kamu terakhir kali Oma suruh ke pasar, tas Oma kamu buat bawa belanjaan sampai rusak."

"Ya lagian Oma beli tas begitu, kan Raga pikir itu tas belanja," Raga membela diri.

"Itu kado dari Mama kamu ya. Kalau Jiwa gak fotoin, kamu juga gak akan ngaku kan. Udah sana kamu beres-beres aja mendingan. Temen-temen kamu udah di jalan kan?"

Hari ini, Naya, Gio dan Gigi akan datang dan menginap di Trez atas permintaan Oma. Entah apa yang Oma rencanakan. Jiwa dan Liam pergi berdua ke pasar, sementara Raga merapikan kamar tamu untuk teman-temannya yang akan datang dalam beberapa jam lagi.

Setelah selesai mengganti seprei dan sarung bantal Raga segera membantu Oma di dapur. Tidak lama berselang terdengar suara mobil terparkir dari luar. Raga bergeser ke arah jendela memastikan apakah itu Liam dan Jiwa. Ternyata benar, sudah dua hari ini Raga tidak bertemu dengan Jiwa.

"Bantuin angkat belanjaan, Ga," perintah Oma yang langsung disambut sigap oleh Raga.

Baru saja berjalan menuju ke pekarangan langkah Raga terhenti karena panggilan telepon dari Gio. Tanpa basa-basi Raga meminta Jiwa dan Liam kembali ke mobil dan menuju ke tempat yang Gio katakan saat di telepon tadi.

Setelah perjalanan kurang lebih 15 menit menuju lokasi ketiganya langsung menuju ke sebuah gedung dengan dominan warna coklat itu. Kantor polisi Trez. Dompet Naya dicuri dan mereka membawa seseorang yang diduga mengambil dompet itu. Seorang pria bertato dengan rambut ikal panjang sebahu mengenakan kaos hitam agak sedikit belel dan ripped jeans yang terlihat belel.

"Beneran bukan saya Pak yang ngambil, saya juga gak tau apa-apa karena saya lagi berdiri di sana untuk antri beli makanan," ucap pria itu.

"Ya tapi dompet saya ada di tas Mas-nya," suara Naya sedikit bergetar karena terkejut dan takut.

Pria itu menarik nafas panjang.

Gimana lagi cara ngejelasinnya kalau bukan gue yang ngambil dompetnya.

Gue juga tau kenapa dompet itu ada di tote bag gue.

"Gimana kejadiannya sih?" tanya Raga mengampiri ketiga temannya yang sedang memberikan penjelasan pada polisi.

Naya menjelaskan seorang pria berkaos hitam menjambretnya saat mengeluarkan dompet untuk membayar kue yang di pesannya saat di pasar tadi. Menurut penjelasan Naya pria yang sekarang duduk di sampingnyalah yang mengambil dompetnya. Gio dan Gigi yang saat itu tidak berada di dekat Naya tidak bisa banyak memberikan informasi, karena mereka tidak sempat melihat kejadian itu.

"Masalahnya ada cincin yang kamu kasih waktu ulang tahun aku di dompet itu, Ga. Sekarang cincinnya hilang," ucap Naya memelas.

"Kakak yakin yang ngambil Mas ini? Gak salah orang?" tanya Jiwa mencoba membantu karena dia bisa mendengar suara hati pria yang saat ini jadi tersangka itu.

"Ya aku gak begitu yakin juga karena gak ngeliat jelas. Tapi barang buktinya ada di dalam tasnya," ucap Naya tak mau kalah.

"Kalau dilihat dari penampilannya sih ya kita patut curiga sama dia juga sih," ucap Gio menambahkan. Gigi yang berdiri di samping Gio menyenggol kakaknya dan memberi kode kepada kakaknya untuk diam.

Liam dan Jiwa menggeleng kompak. Pria yang jadi tersangka itu hanya bisa menggeleng tak percaya dengan perkataan orang-orang di hadapannya.

"Itu ga fair Gio. Lo ga boleh menuduh orang cuma karena penampilan luar aja," ucap Liam.

"Gue setuju sama Liam," tambah Raga.

"Gak selamanya yang terlihat buruk di luar itu jahat," tutup Jiwa.

"Iya maaf. Gue cuma ngomong apa yang gue liat aja," Gio merasa tidak enak.

Percakapan mereka berhenti saat seorang wanita tua datang menghampiri mereka. Pria tersebut memanggil orang yang bisa menjaminnya untuk bebas. Oma Marie datang ke kantor polisi bukan untuk menemui cucunya tapi menemui pria bertato itu. Setelah meyakinkan polisi kalau ini hanya salah paham, pria itu dibebaskan.

---

Kini semua sudah berkumpul untuk makan malam di rumah Oma. Karena kejadian tadi siang situasi menjadi sedikit tidak enak. Tidak ada percakapan yang hangat di meja makan. Melihat hal itu Jiwa yang bisa mendengar semua isi kepala yang ada di meja makan merasa bingung dan meminta bantuan Oma untuk mencairkan suasana.

"Kenapa diam aja? Masakan Oma gak enak ya?" Oma membuka pembicaraan.

"Enak banget kok Oma, Gigi boleh tambah sup kacangnya gak?" Gigi dengan sifat cerianya menyambut ucapan Oma yang memecahkan keheningan malam ini.

"Bukan cuma untuk Naya, tapi ini untuk kalian semua cucu-cucu Oma. Jangan pernah menilai orang dari penampilan luar. Apa tuh bahasa Koreanya, Gi?" Oma menoleh ke Gigi yang sepertinya bisa diajak kerjasama.

"Don't judge the book by its cover, Oma," jawab Gigi menyambut perkataan Oma.

"Nah itu. Tadi polisinya kabarin Oma, katanya pencuri yang sebenarnya sudah ditemukan, isi dompet Naya hanya tersisa kartu saja, cincin dan uang cashnya sudah lenyap. Oma gak salahkan Naya sepenuhnya untuk yang tadi siang, mungkin karena Naya juga panik. Tapi lain kali coba dengar dulu dari kedua sisi. Orang yang tadi siang itu adalah salah satu pemuda yang bekerja secara sukarela untuk mengurus anak-anak di panti asuhan. Memang penampilannya sedikit berantakan, tapi anak-anak sangat menyukai dia. He is a good man," jelas Oma dengan suara yang sangat lembut, memastikan tidak ada yang sakit hati atas ucapannya.

"Maafin Naya ya Oma. Naya kaget dan bingung banget tadi," Naya menyesali perbuatannya.

"Gapapa sayang. Semuanya harus melalukan kesalahan supaya bisa memperbaiki diri. Udah lanjut makan lagi," ucap Oma. "Gak usah tegang gitu ah, kaya diospek aja," Oma mencoba melucu.

Situasi mulai mencair dan kembali hangat. Semuanya makan dengan lahap sampai kenyang kemudian masuk ke kamar masing-masing karena terlalu lelah dengan perjalanan dan kejadian tadi siang. Tersisa Oma dan Jiwa di dapur. Liam kebetulan ada meeting online dengan beberapa temannya, sedangkan Raga tadi izin pergi ke kamarnya.

"Oma istirahat aja, biar Jiwa yang selesaiin. Oma pasti capek," Jiwa memegang pundak Oma dan membawa Oma menjauhi dapur.

Oma yang juga sudah lelah tanpa bantahan segera menuju kamar untuk beristirahat. Jiwa berniat memindahkan piring yang baru saja di cuci ke kitchen cabinet yang ada di atas kepalanya. Tapi tinggi badan Jiwa tidak mendukung untuknya mencapai cabinet itu.

"Minta tolong kalau gak bisa," Raga tiba-tiba muncul dari belakang Jiwa. Terasa hembusan nafas dan parfume Raga. Tangan Raga menyentuh dan mengambil piring dari tangan Jiwa kemudian meletakannya di cabinet. Jiwa menjadi salah tingkah sendiri karena ulah Raga itu. Dari sela-sela tangan Raga yang masih merapikan piring di cabinet Jiwa keluar dari situasi yang membuatnya kesulitan mengatur nafasnya.

"Udah beres semuakan, gue pulang dulu ya," ucap Jiwa sambil berlalu menuju ruang tamu untuk mengambil tasnya.

"Gue anter. Udah malem," Raga mengikuti langkah Jiwa.

"Gak usah, gue bisa sendiri," bantah Jiwa.

"Gue anterin. Kalau gak mau dianterin lo nginep di sini," tegas Raga.

"Gak ada kamar lagi, Ga," Jiwa masih mencoba berbantah.

"Tidur di kamar gue."

"Terus lo tidur dimana?"

"Ya tidur berdualah."

Ucapan terakhir Raga sukses membuat pukulan keras mendarat di lengannya.

"Udah gila kali ya," Jiwa tampak meluapkan semua emosinya dengan satu pukulan.

Anehnya, Raga justru tertawa setelah pukulan itu. Raga dengan cepat meraih tangan Jiwa.

"Gitu Ji. Luapin semuanya, kalau marah bilang sama gue, pukul gue aja gapapa, jangan diem kaya kemarin," Raga masih menggenggam tangan Jiwa. "Dont you think we need to talk, Ji? Mau di perjalanan pulang ke rumah lo atau di kamar gue?" lanjut Raga yang mendapat tatapan sinis dari Jiwa.

"Gue ga ngajak tidur berdua, nanti gue tidur di kamar Liam tapi kita ngobrol di kamar gue. Udah malem kalau ngobrol di luar nanti lo digigit nyamuk," Raga seolah mengerti betul maksud dari tatapan Jiwa.

Jiwa dan Raga kini sudah ada di perjalanan menuju rumah Jiwa. Keduanya terdiam cukup lama sampai Raga mengeluarkan handphonenya yang dililit oleh earphone. Raga tau betul salah satu cara mendekati Jiwa adalah dengan musik.

"Ji, kemarin gue nemu lagu di youtube enak deh. Keputer random, lagu korea. Ternyata udah di remake beberapa kali, mau denger?" Raga menghentikan langkahnyanya dan menyodorkan satu earphonenya ke arah Jiwa.

Benar saja, kali ini rencana Raga berhasil. Begitu Jiwa memasang earphone di telinganya Raga memekan tombol play di layar handphonenya. Alunan musik rnb begitu nyaman terdengar di telinga keduanya ditambah suara lembut sang penyanyi pria membuat lagu tersebut terdengar makin indah.

Raga mengintip dari ujung matanya melihat bagaimana reaksi Jiwa terhadap lagu yang diputarnya. Terlihat senyum terlukis di bibir tipis Jiwa membuat Raga sedikit lega.

"Gimana lagunya?" tanya Raga ketika lagu sudah berakhir. Earphone tersebut masih terpasang di telinga Jiwa dan Raga. Sengaja Raga tidak meminta Jiwa melepaskannya agar jarak di antara mereka tidak terlalu jauh.

"Manis," ucap Jiwa singkat.

"Emang ngerti artinya?" tanya Raga lagi.

"Selama di Trez, selain belajar bikin cookies, gue juga belajar bahasa Korea. Harusnya gue tanya sama lo, emang ngerti arti lagu ini?" balas Jiwa.

"Ngerti, kan ada English Translation-nya," timpal Raga yang dibalas anggukan oleh Jiwa. "Ji," panggil Raga kemudian Jiwa menghentikan langkahnya menoleh ke Raga.

Keduanya sudah berada di depan rumah Jiwa. Raga meraih tangan Jiwa, tidak ada penolakan atas aksi Raga itu.

"Takut gue gebuk ya, makanya langsung ngamanin tangan gue?" ujar Jiwa tapi tidak juga menarik tangannya dari genggaman Raga.

Raga membawa Jiwa duduk di kursi yang ada di teras rumah Jiwa. Cahaya bulan yang terang malam ini menjadi teman keduanya. Masih terdiam sebentar sebelum akhirnya Raga mengikis jarak di antara keduanya.

"Soal yang waktu di cruise malam itu, yang lo liat gue sama nama Naya," Raga membuka pembicaraannya.

"Udah Ga, kan kita udah sepakat gak akan ngurusin kepentingan masing-masing," sahut Jiwa.

"Tapi gue harus jelasin ini, please dengerin dulu," pinta Raga. 

"Yaudah apa?" sahut Jiwa lembut dan memiringkan badannya ke arah Raga untuk menatap mata Raga.

"Malam itu gak kaya yang lo liat Ji. Iya benar, Naya emang nyium gue. Tapi itu cepet banget gue juga kaget dan waktu itu gue nol...." belum sempat Raga melanjutkan perkataannya Jiwa memotong.

"Lo nolak permintaan Ka Naya dan ceritain ke dia kalau kita cuma pacaran pura-pura." balas Jiwa. Raga menatap Jiwa heran, bagaimana dia tahu ceritanya. "Ka Naya tadi udah cerita waktu gue nganterin dia ke kamarnya. Dia bilang kalau lo nolak perasaannya dan udah cerita semua soal kebohongan kita. Jadi udah seharusnya kita berenti gak sih, Ga? Udahan ya, gue juga capek."

Keheningan kembali hadir di antara keduanya.

"Oke, kita udahin kebohongannya," ucap Raga lantang.

Seharusnya Jiwa senang tapi jauh di dalam hatinya, gadis ini tidak mau ini semua berakhir. Jiwa sudah terlanjur nyaman dengan statusnya sebagai pacar bohongan Raga. Perasaan yang terbilang baru baginya. Tetapi Jiwa juga tidak mau kebohongan ini terus berlanjut.

Jiwa mengangguk dan tersenyum ke arah Raga.

"Yaudah, clear," Jiwa berdiri. "Udah sana pulang, nanti dimakan serigala loh kemaleman," canda Jiwa mencoba memecahkan keheningan.

Raga menahan tangan Jiwa yang ingin berjalan masuk ke dalam rumah. Mata Jiwa menatap mata Raga yang kini berada di bawah karena posisi Raga masih duduk.

Ji, lo denger semua ini kan? Gue gak tau kenapa kalimat susah banget buat keluar dari mulut gue.

Kalau menurut Oma, gue suka dan sayang sama lo, tapi gue sendiri gak yakin sama perasaan  gue.

Yang jelas, gue gak suka lo pergi ke cafe yang kita kunjungin berdua sama Liam. Gue gak suka lo pergi ke pasar berdua sama Liam. Gue gak suka peran yang selama ini gue mainkan digantiin sama Liam.

Lucu ya kita pacaran cuma pura-pura tapi hati gue cemburunya beneran ngeliat lo lebih memilih dekat sama Liam akhir-akhir ini.

Dua hari gak ketemu lo, gak ada komunikasi sama sekali gue kangen Ji.

Kalau semua perasaan itu namanya sayang, berarti Oma benar.

Gue mau kita selesain kebohongan ini dan kalau lo mau kita mulai dari awal lagi tapi tanpa pura-pura. Gue sudah selesai sama masa lalu gue dengan Naya dan kalau lo bersedia gue mau mulai lembaran yang baru sama lo.

Jiwa yang jadi pemeran utama di lembaran cerita baru Raga.

Raga mengakhirnya semua dialog dalam hatinya. Mata Jiwa masih menatap dalam ke netra Raga. Hening sangat hening. Tapi Jiwa bisa mendengar dengan jelas setiap kata yang terucap dari hati Raga.

"Bantu gue berdiri kalau lo mau kita mulai semua dari awal, tapi kalau lo mau semua kisah Jiwa dan Raga selesai di sini lepasin tangan gue dan lo boleh istirahat ini udah malam nanti lo sakit," Raga menutup pengakuannya dengan memberi pilihan pada Jiwa.

---

Meski malu untuk akui

Aku mau, kau kembali

-Pemeran Utama, Raisa-

Kira-kira gini first selca Jiwa sama Raga kalau di next chapter Jiwa bantuin Raga berdiri. Hehehe. Kita bayangin aja dulu yegak?

***

Happy Sunday everyone, besok Senin mari kita akhiri Minggu ini sambil menunggu jawaban dari Jiwa ^^

Maaf agak panjang chapter kali ini, soalnya mau dibagi dua part nanggung. Hehehe. Semoga gak bosen ya.

---

Terima kasih banyak yang sudah mampir baca dan nungguin kisahnya Jiwa dan Raga. Ambil yang baiknya, buruknya gak usah diikutin. Semoga kalian senang bacanya :)

Semua picture aku jadikan ilustrasi untuk visualisasi. Sourcenya dari pinterest.

---

Vote dan komen kalian sangat membuat aku semangat. Hehehe.

See you in next chapter :)

***

Luvv <3

-Jaemon-


Continue Reading

You'll Also Like

3.4K 369 8
"Seharusnya kita cukup bertemu saja bukan jatuh cinta. Mencintaimu tidak pernah ada dalam rencanaku sebelumnya."
11.7K 590 31
Pengalaman pertama tidak melulu soal cinta dan kebahagiaan. Terkadang, hal menyeramkan pun menjadi pengalaman pertama bagi mereka-mereka yang tertimp...
161K 25.7K 41
We fell in love in the middle of Jakarta, inside Amusement Park. start: 26 September 2020 end: 26 March 2021 © icegrassjelly
1.9M 148K 103
Status: Completed ***** Thalia Navgra seorang dokter spesialis kandungan dari abad 21. Wanita pintar, tangguh, pandai dalam memasak dan bela diri. Th...