Dear Mas Ali (Sudah Terbit)

By Queen_Halu03

3M 151K 21.1K

(Romance - Spiritual) Nayanika Adzkia Talita, seorang gadis yang suka sekali dengan dunia malam. Balapan moto... More

Prolog
1. Lelah
2. Tak Mau Dijodohkan
3. Kesusahan
4. Demi Kebaikan Naya
5. Tak Sanggup
6. Hari Pernikahan
7. Menahan Amarah
8. Pindah ke Rumah Baru
9. Tak Pernah Marah
10. Mabuk
12. Janji yang Diingkari
13. Tak Seperti Biasanya
14. Tak Main-Main
15. Minta Balikan
16. Ternyata Dia Suhu
17. Pengakuan Ali
18. Tantangan Rio
19. Wanita Asing
20. Malah Menyemangati
21. Ada yang Kurang
22. Tak Bisa Dikendalikan
23. Dia-kah Orangnya?
24. Gejolak Rasa

11. Menagih Janji

61.7K 5.2K 277
By Queen_Halu03

Absen dulu ya, siapa yang nunggu cerita ini up?

Jangan lupa tinggalkan jejak berupa vote dan komen. Komen yang banyak ya! Terima kasih.
_______________________________________

Setelah selesai sarapan pagi dan mandi, kini Naya mendudukkan dirinya di sofa ruang TV. Ia segera menyalakan TV lantas menonton siaran TV sambil bersantai ria.

Sebenarnya menikah dengan Ali sangatlah menyenangkan, selain ia tidak pernah kena marah lagi oleh Dimas, ia diperlakukan layaknya ratu di rumah ini.

Ali benar-benar sabar menghadapi Naya. Meskipun demikian, Naya tetap membenci lelaki itu karena telah berani menikahi dirinya.

Beberapa menit kemudian, suara ketukan pintu terdengar, membuat Naya yang tadinya tengah serius menonton acar TV menjadi berdecak kecil dan menolehkan pandangan ke sumber suara.

"Siapa si? Ganggu aja pagi-pagi!" geram Naya. Ia biarkan saja orang di luar sana mengetuk pintu rumahnya sampai lelah, toh lagian tamu tidak akan tahu jika di rumah yang tamu itu datangi ada orangnya atau tidak.

Suara deringan ponsel membuat Naya segera mengambil ponselnya yang sejak tadi tergeletak di sampingnya. Tatkala nama Melisa tertera di layar ponsel, tanpa menunggu waktu lebih lama lagi, ia pun cepat-cepat menekan tombol hijau tanda menerima panggilan tersebut.

"Kenapa?!" tanya Naya to the point, ia sangat tidak suka berbasa-basi.

"Kalem, ey!" Suara Melisa di seberang sana juga tak kalah keras dari suara Naya barusan.

Naya terkekeh kecil. "Hehehe, sorry. Btw kenapa lo telpon gue? Pasti ada maunya nih."

"Tau aja lo."

"Iyalah, biasanya kan gitu," ucap Naya.

"Kalau sekarang lo masih ada di kamar lebih tepatnya masih di atas kasur, sebaiknya lo cepetan turun deh terus bukain pintu buat gue. Dari tadi gue ketok-ketok pintu rumah lo tapi nggak ada yang bukain."

Sontak kedua mata Naya membulat sempurna begitu mendengar penuturan Melisa beberapa detik lalu. Dengan segera ia bangkit dari duduknya dan berlari menuju pintu utama lantaran ingin membukakan pintu untuk Melisa.

"Maaf, Mel. Gue nggak tau kalau yang dari tadi ketok rumah itu lo," ujar Naya, ia menampilkan wajah bersalahnya.

"Kebo si, jadi ada tamu pun nggak tau." Melisa langsung masuk ke dalam rumah Naya padahal Naya belum mengizinkannya masuk.

Naya tak terkejut melihat Melisa nyelonong masuk. Jika ia bertamu di rumah Melisa, ia juga melakukan hal yang sana seperti yang dilakukan oleh Melisa. Anggap saja rumah sendiri.

"Gue udah bangun cuma gue males aja bukain pintu buat tamu. Seandainya bukan lo tamunya, udah gue biarin tuh tamu tunggu di luar." Setelah menutup pintu, Naya melangkahkan kakinya menuju ruang TV kembali yang diikuti oleh Melisa di belakang.

"Sepi banget nih rumah," ucap Melisa seraya melihat-lihat rumah baru Naya. Semalam ia memang sudah menginjakkan kaki ke sini, akan tetapi ia tak sempat melihat-lihat karena hari sudah larut malam.

"Mau rame? Ke pasar sana!" Naya tak mempedulikan Melisa yang masih senantiasa melihat-lihat rumahnya.

"Ck! Lo mah kebiasaan, sensi mulu sama gue." Jeda sepuluh detik, di detik selanjutnya ia kembali berkata, "Di mana foto pernikahan lo, Nay? Gue nggak ngeliat foto pernikahan lo sama laki-laki itu terpajang di rumah ini.

Mendengar kata-kata Melisa barusan, Naya langsung membeku di tempat dengan kedua mata yang terbelalak sempurna, juga mulut yang menganga lebar. Apa kata Melisa tadi? Foto pernikahan? Melisa menanyakan foto pernikahan padanya? Apakah Melisa sudah tahu jika dirinya sudah menikah?

"Nay, kenapa diem?" tanya Melisa, ia segera berjalan menghampiri Naya.

"Ekhem." Naya berdeham kecil, ia mencoba tampak biasa saja di depan Melisa, seolah ia tak mengerti dengan apa yang ditanyakan oleh sahabatnya itu. "Foto pernikahan gue? Lo waras nggak si, Mel? Gue belum nikah woy."

Raut wajah Melisa berubah datar, tatapan matanya sangat menusuk indra penglihatan Naya. Jelas sekali jika Melisa memang tak percaya dengan perkataan Naya tadi. "Bohong!"

"Lo bohong, Nay!" tegasnya, ia duduk di samping Naya kemudian melipat kedua tangan di bawah dada. "Kalau emang bener lo belum nikah, di mana Om Dimas? Gue nggak ngeliat Om Dimas di rumah ini."

Kedua mata Naya terlihat gusar, Naya tengah mencari jawaban yang masuk akal untuk menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Melisa.

"Bo—bokap gue ada di kantor. Dia berangkat ke kantor sekitar jam 7, makanya lo nggak tau. Lo kan ke sininya jam 10," balas Naya, sedikit terbata lantaran rasa gugup terus menyelimutinya. Jujur, ia takut kebohongan yang ia sembunyikan akan terbongkar.

"Yakin? Kok gue nggak percaya ya."

"Lo harus percaya sama gue, Melisa! Gue nggak bohong! Buat apa juga gue bohong?" Setiap kata yang diucapkan Naya penuh penekanan semata agar Melisa percaya akan ucapan perempuan itu walau hasilnya tetap nihil.

"Gimana gue mau percaya sama lo kalau emang kenyataannya lo udah nikah, hah? Gue yakin lo menyembunyikan status lo sekarang karena suami lo adalah cowok alim yang nggak suka dunia malam, dia bukan tipe lo. Bener, kan?"

Skakmat, Naya tak bisa membalas kata demi kata yang keluar dari mulut Melisa, entah kenapa tiba-tiba saja ia seperti kehabisan kata. Kini yang bisa Naya lakukan hanyalah diam, membungkam mulutnya rapat-rapat tanpa ada niatan berkata jujur pada Melisa.

"Kenapa lo nggak jujur sama gue, Nay? Lo anggep gue apa? Gue sahabat lo, seharusnya lo ngomong yang sejujurnya, gue juga nggak akan ngeledekin lo kok. Mau lo nikah sama cowok alim, mau lo nikah sama tukang kebun, mau lo nikah sama tukang parkir, kalau udah jodoh ya lo harus terima dengan lapang dada," papar Melisa.

"Gue paling nggak suka sama orang yang nyembunyiin sesuatu dari gue!" tekannya. Walaupun demikian, Naya malah serius menonton TV, ia sama sekali tak mengindahkan ucapan sahabatnya.

"Naya, gue lagi ngomong sama lo anjir!!!" Karena kesabaran Melisa sangat tipis setipis tisu dibagi sepuluh, alhasil ia berteriak tepat di telinga Naya.

Biarkan saja, lagi pula suruh siapa ada orang ngomong tidak didengarkan. Biar tau rasa sahabatnya ini.

"Nggak usah teriak, Mel! Gue denger omongan lo. Lo mau bikin gendang telinga gue rusak ya?" ujar Naya sembari melemparkan tatapan tajamnya.

"Didenger doang tapi nggak direspon buat apa? Udahlah gue capek ngadepin lo! Intinya gue udah tau kalau lo sekarang udah nikah, karena semalam waktu gue nganterin lo pulang, suami lo yang gendong lo sampe kamar!" Segera Melisa mengambil tas miliknya lantas berdiri dari duduknya, hendak meninggalkan Naya seorang diri di rumah tersebut dengan perasaan kesal. "Gue pulang, bye!!!"

"Eh, Mel. Tunggu! Kok lo malah marah si sama gue? Melisa!" Berteriak sekencang-kencangnya pun percuma lantaran Melisa benar-benar telah pergi, keluar dari rumah Naya tanpa mengucapkan salam.

Sementara di lain tempat, Ali terus terdiam di mejanya, memikirkan kondisi Naya. Semalam Naya mabuk berat, sudah pasti perempuan itu akan mengalami hangover sekarang. Entah bagaimana kondisi Naya saat ini, Ali ingin sekali mengetahuinya. Namun sayang, satu pun panggilannya tak ada yang diangkat.

"Assalamu'alaikum, Pak," salam seseorang berhasil mengambil alih perhatian Ali.

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh. Ada apa ya, Pak Edi?" ucap Ali pada Pak Edi, selaku satpam di SMA Lentera Bangsa.

"Di luar gerbang sekolah ada seseorang yang mencari Bapak, dia tidak memberitahu siapa namanya."

Ali terdiam sejenak, tak langsung menjawab penuturan Pak Edi barusan. Apakah mungkin jika seseorang yang mencarinya itu adalah Naya?

"Oh begitu, baik terima kasih banyak, Pak Edi. Saya akan segera menemuinya."

Pak Edi mengangguk. "Iya sama-sama, Pak." Kemudian melangkahkan kakinya keluar dari ruang guru.

Tak berselang lama, Ali pun mulai berjalan menuju gerbang sekolah untuk menemui orang tersebut. Ia berharap orang yang mencarinya memanglah Naya.

Kedua alis Ali saling  bertaut begitu melihat sosok orang itu. Bukan, dia bukan Naya karena dia memakai hijab, pun sepertinya Ali mengenali orang ini.

"Maaf lama menunggu, kenapa kamu mencari saya? Ada keperluan apa?"

Mendengar suara Ali, orang itu segera membalikkan badannya dengan senyum yang senantiasa merekah sempurna, senyuman yang sudah 5 tahun lamanya tidak Ali lihat dan baru sekarang ia bisa melihatnya lagi.

"Ali, kamu masih kenal kan sama aku?" tanyanya. "Aku Hasna, seorang santriwati yang menaruh hati padamu, ternyata kamu juga merasakan hal yang sama dulu. Tapi karena berpacaran itu dilarang, akhirnya kita berdua hanya bisa saling mendoakan satu sama lain. Sebelum kamu keluar dari pondok pesantren, kamu sempat menjanjikan sesuatu, Li."

"Nah, tujuan aku menemuimu karena aku ingin menagih janjimu itu padaku 5 tahun yang lalu." Hasna mengambil napas dalam-dalam lalu mengembuskannya perlahan. "Jadi kapan kamu siap menikahiku, Ali?"

Apa harapan kalian untuk chapter selanjutnya?

Oh ya aku mau tanya, kalian mau aku up seminggu sekali, seminggu dua kali, atau seminggu tiga kali? Jawab ya☺️

Komen yang banyak!

Spam next di sini!👉

Jangan lupa follow akun IG @zizah1803

See you next chapter^^

Continue Reading

You'll Also Like

3.3K 296 24
Bagaimana, jika seorang pria tidak pernah berharap untuk menikah? Tapi, sebuah pertemuan dengan seorang gadis lulusan Kairo, Mesir membuat semuanya b...
470K 22.8K 36
[Follow dulu untuk bisa membaca part yang lengkap] Tarima Sarasvati kira akan mudah baginya menjadi istri bayaran Sadha Putra Panca. Hanya perlu mela...
28.2K 3.8K 43
#1 Taufan (Tahun 2021) #1 Blaze (Tahun 2020) #1 Boboiboy (Tahun 2021) #1 Letter (Tahun 2021) #1 Superhero (Tahun 2021) Berusaha bangkit dari keterpur...
603K 56.8K 45
Demi menghindari sebuah aib, Gus Afkar terpaksa dinikahkan dengan ustadzah Fiza, perempuan yang lebih dewasa darinya. Gus Afkar tidak menyukai Fiza...