Paradise (Segera Terbit)

ohhhpiiu tarafından

2.6M 141K 5.2K

[PART MASIH LENGKAP] "Lihat saudaramu yang lain! Mereka berprestasi! Tidak buat onar! Membanggakan orang tua... Daha Fazla

Bab I
Bab II
Bab III
Bab IV
Bab V
Bab VI
Bab VII
Bab VIII
Bab IX
Bab X
Bab XI
Bab XII
Bab XIII
Bab XIV
Bab XV
Bab XVI
Bab XVII
Bab XVIII
Bab XIX
Bab XX
Bab XXI
Bab XXII
Bab XXIII
Bab XXIV
Bab XXV
Bab XXVI
Bab XXVII
Bab XVIII
Bab XXIX
Bab XXX
Bab XXXI
Bab XXXII
Bab XXXIII
Bab XXXIV
Bab XXXV
Bab XXXVI
Bab XXXVII
Bab XXXVIII
Bab XXXIX
Bab XLI
Bab XLII
Bab XLIII
Bab XLIV
Bab XLV
Bab XLVI
Bab XLVII
Bab XLVIII
Bab XLIX
Additional Part 1
Additional Part 2
Additional Part 3
SEGERA TERBIT

Bab XL

43.3K 2.4K 25
ohhhpiiu tarafından

...

lo yang pertama

...

Seperti kata Ayah, hari ini Qila menurut untuk tidak mengikuti upacara senin pagi. Dia duduk di bilik pojok UKS yang sepi. Nampaknya orang-orang sangat semangat hari ini, terlihat belum ada satupun yang tumbang, anggota PMR juga terlihat menganggur.

Qila merapihkan rambutnya yang diikat dua. Dia penasaran hadiah apa yang sudah Angkasa siapkan. Rupanya upacara berlangsung singkat, amanat pembina upacara yang biasanya panjang berubah pendek membuat banyak orang bersyukur akan hal itu.

Barisan dibubarkan beberapa menit kemudian. "Terik banget mataharinya." Untungnya ia memutuskan beristirahat, Qila yakin kalau tetap memaksakan diri mengikuti upacara tubuhnya tidak akan sanggup.

"Qila!" Kening Qila mengernyit ketika salah satu teman Angkasa yang waktu itu di kantin memanggil namanya. "Mau ke kelas?"

Reska ya kalau tidak salah namanya? "Iya," jawab Qila. "Kenapa?"

"Oh engga, gue cuma disuruh nganterin lo ke kelas sama Angkasa."

"Kok disuruh gitu?"

"Nanti tanyain aja ke anaknya langsung. Ayok gue anter."

"Gak perlu kok, aku bisa ke kelas sendiri." Qila sungkan pada Reska yang terlihat tak begitu masalah dengan tatapan orang-orang sekitar. "Emangnya Asa kemana?"

"Tuh," tunjuk Reska pada cowok yang tengah melompat jongkok di tengah lapangan. "Kesiangan bocahnya."

"Pftt." Qila menahan tawa melihat wajah Angkasa memerah karena dimarahi Pak Gono. "Gak kapok apa telat terus."

"Segitu masih mending, waktu SMP Angkasa malah lebih parah dari sekarang."

"Oh iya?" tanya Qila bersemangat. "Lucu."

"Baru kali ini gue ketemu orang yang bilang kalo Angkasa lucu." Reska menggeleng tak percaya, image Angkasa itu tidak sebaik kelihatannya. "Tapi ya berkat lo Angkasa berubah sih, gue sama yang lain seneng liat perubahannya."

"Angkasa yang dulu gak mungkin mau berurusan sama cewek," terang Reska. "Thanks ya udah dateng ke hidupnya dia."

Entah sebab apa tapi Qila merasa kedua pipinya memanas. Kenapa juga Reska harus berterima kasih padanya? Padahal selama ini yang selalu membantu adalah Angkasa, Qila tidak melakukan apapun.

"Kenapa Asa gak mau deket sama cewek?" tanya Qila penasaran.

"Gue gak ada hak buat jawab itu." Reska tersenyum. "Gue yakin cepet atau lambat dia bakalan cerita sama lo. Ya udah yuk gue anter ke kelas lo dulu, kata Angkasa gue harus pastiin lo masuk kelas tanpa lecet sedikitpun."

"Apa deh lebay." Qila terkekeh sambil menyembunyikan wajahnya ke samping. "Ada ada aja."

Sebelum pergi Qila sempat melihat ke lapangan tempat Angkasa dihukum. Sekarang cowok itu sudah berdiri dengan posisi tegap sambil memberi hormat pada bendera.

Tanpa diduga Angkasa juga menatap tepat ke arah Qila berdiri. Tangannya melambai sambil menyengir lebar, mulutnya komat-kamit entah berkata apa. Tetap saja itu lucu di mata Qila. Belum lagi ketika Pak Gono berteriak dari depan ruang guru karena Angkasa menurunkan tangannya.

deg deg deg.

Apa ini? Kenapa jantungnya berdebar seperti ini. Belum lagi seluruh tubuhnya terasa panas tiba-tiba. Haish! Qila menggelengkan kepala dan mempercepat langkah tidak mau pusing memikirkan hal yang baru saja ia rasakan.

Rasanya aneh. Aneh sekali. Perut Qila mulas. Seperti ada benda asing yang menyusup hingga ke dada. Di satu sisi ia merasa geli. Ada apa dengan tubuhnya?

....

"Udah gue duga lo disini."

"Hai, Asa." Qila tersenyum lebar menyambut kedatangan Angkasa. "Ini kan emang spot terbaik aku buat nikmatin makan siang."

"Kenapa gak ke kantin sih?" Asa berdecak.

"Disini lebih enak. Kamu udah makan?" Qila menyodorkan bekal yang ia bawa dari rumah. Selain menghindari keramaian alasan Qila tidak pergi ke kantin adalah karena ia harus menjaga pola makan, Ayah memperingati Qila dengan tegas untuk tidak makan sembarangan.

"Lo keringetan." Bukannya merespon tawaran bekal Qila, lelaki itu malah sibuk membuka bungkus tisu dan mengelap keringat Qila. "Bawa minumnya enggak?"

"Bawa kok." Qila menunjukkan tupperware berwarna pink miliknya. "Sini biar aku aja yang lap keringetnya."

Namun Angkasa menolak, ia malah menjauhkan tangannya dan menatap Qila dalam. "Gue aja, lo habisin makannya bentar lagi bel masuk."

Meskipun canggung tapi Qila memutuskan untuk menurut. Perut Qila lagi-lagi mulas, ia malu berdekatan dengan Angkasa, mencium wangi parfum cowok itu dari jarak sedekat ini membuat degupan jantung Qila berdebar kencang.

Kalau sudah begini jangankan menghabiskan makan untuk menelan pun Qila kesusahan. "Ah Asa kamu belum kasih aku hadiahnya."

Mata Qila terpejam sesaat dirinya merasa konyol karena menagih hadiah yang belum tentu Angkasa bawa. Ini semua karena gugup yang tidak bisa Qila sembunyikan! Makanya ia sampai berkata sembarangan.

"Hmm." Sekilas Qila melihat Angkasa tersenyum. "Penasaran banget?"

"Y-ya? Enggak! Cuma nanya aja kok."

Tawa Angkasa menguar tapi seperti ada yang berbeda dengan nada suaranya. Angkasa terlihat tidak sebebas biasanya. Kenapa ya Qila merasa Angkasa seperti sedang menahan sesuatu? Apa yang membuat Angkasa terlihat begitu sedih hari ini.

"Asa."

"Ya?"

"Kamu lagi sedih ya hari ini?"

Angkasa sedikit tersentak namun dengan cepat menetralkan kembali raut wajahnya. "Lo tau?"

"Keliatan."

"Keliatan gimana?" tanya Angkasa dengan senyum tipis.

Qila menunjuk mata Angkasa. "Kamu senyum, tapi mata kamu gak ikut senyum. Kenapa? Kamu lagi ada masalah?"

Mendengar itu kontan saja ekspresi Angkasa berubah sedih. Ternyata Qila bisa menjadi begitu peka. Hatinya kembali sakit mengingat tulisan yang kemarin ia baca.

"Gak ada apa-apa. Ini karena capek ngurusin expo yang makin deket."

Qila terlihat ragu sesaat. "Oh gitu," Mungkin Angkasa belum mau berbagi cerita dengannya, baiklah Qila tidak akan memaksa Angkasa untuk bercerita. "Kalau ada masalah kamu boleh kok cerita, sesekali aku mau denger cerita kamu juga, selama ini kan kamu selalu nolongin aku. Aku juga mau nolongin kamu walaupun cuma jadi temen cerita."

Angkasa ingin sekali berteriak dan mengatakan bahwa kehadiran Qila saja sudah cukup baginya. Ia tidak pernah merasakan ketakutan seperti ini. Jadi sulit menggambarkan perasaannya yang kacau.

"Sebentar ya." Mata Angkasa terlihat memerah. Ia turun dari undakan tangga dan menghilang untuk mengambil sesuatu.

Qila tidak sempat menghentikan Angkasa untuk sekedar bertanya, langkah kaki cowok itu begitu cepat. Tapi tak sampai lima menit Angkasa sudah kembali dengan dua paper bag berwarna biru muda.

"Nih." Angkasa menyodorkan dua buah paper bag tersebut.

Qila memiringkan kepalanya. "Apa ... ini?"

"Hadiah." Tangan Angkasa masih terangkat. "Kata lo hadiahnya bawa sekarang aja biar gak pamali udah bikin lo penasaran."

Kedua pipi Qila memanas padahal ia mengetik seperti itu hanya untuk menjahili Angkasa. "M-makasih."

Qila duduk berselisih tiga undakan tangga dari Angkasa yang berdiri di bawahnya. "Banyak banget."

"Belum semuanya."

"Loh? Masih ada lagi?"

Angkasa hanya tersenyum menimpali. "Buka coba."

"Nanti aja di rumah."

Tangan Angkasa mencekal Qila yang hendak menyimpan hadiah pemberiannya. "Buka sekarang aja gue pengen liat ekspresi lo."

Mana bisa begitu! Qila kan malu kalau nanti ia malah bereaksi berlebihan. Lagipula ini hadiah pertamanya dari seorang teman. Teman ... apakah benar Angkasa hanya sebatas teman baginya?

Akan tetapi, melihat kesungguhan yang begitu kokoh dari dua bola mata Angkasa membuat Qila mau tak mau menurut dan membuka dua paper bag di tangannya.

"Oh." Mata Qila berbinar melihat hadiah yang pertama Angkasa kasih. "Kotak musik? Cantiknya!"

Kota musik yang begitu cantik, suara yang keluar juga sangat indah di telinganya, Qila tersenyum senang, sungguh hadiah yang sangat cantik!

"Lampu tidur?" Qila mengeluarkan hadiah kedua, sebuah lampu tidur dengan motif kerang tak kalah cantik. "Wahhh cantik."

"Suka sama hadiahnya?"

Tentu saja! "Suka banget! Makasih Asa!"

Qila masih tidak mengerti motivasi apa yang membuat Angkasa memberikan hadiah-hadiah cantik ini kepadanya. Tapi untuk sekarang ia tak mau memikirkan itu dulu, hadiahnya benar-benar diluar ekspektasi Qila.

"Karena lo suka laut jadi gue pikir lampu tidur kerang itu bisa ngobatin sedikit rasa kangen lo sama laut." Angkasa tersenyum puas melihat binar kebahagiaan Qila, senyum Qila sangat cantik dan begitu tulus.

"Makasih banyak, Asa!" Qila berdiri sambil memeluk hadiah pemberian Angkasa. Senyumnya menguar hangat hingga matanya hilang dibalik lengkungan pipi.

"Kalau gitu gue juga boleh minta hadiah?"

"Ya?" Qila kaget mendengar permintaan Angkasa. "Tapi aku gak bawa apapun buat kamu, besok aku pikirin dulu mau hadiahin apa-"

"Tiga menit. Gue cuma mau lo kasih gue waktu tiga menit buat hadiahnya."

Tapi ... Qila sungguh tidak membawa apapun.

"Kasih gue waktu tiga menit buat peluk lo, boleh?"

"Ya!?" Qila tersentak lebih kaget dari sebelumnya. Sebelum otaknya memproses informasi itu, Angkasa lebih dulu maju dan menarik pelan tubuh Qila sampai kepalanya menyentuh dada Angkasa.

"Maaf," ujar Angkasa setengah berbisik. "Gue tau ini gak sopan, tapi maafin gue buat sekarang."

Tubuh Qila kaku ia hanya mampu mengerjap dengan kepala kosong. Seluruh darah seakan dipompa paksa ke atas kepalanya. Bukan hanya pipi Qila yakin seluruh wajahnya sudah berubah merah sekarang.

Berbeda dengan Qila yang mati-matian menahan gugup, Angkasa justru memejamkan mata sambil menarik napas dalam. Memeluk Qila dengan tidak terlalu erat namun juga tak terlalu longgar. Ia suka seperti ini. Tubuh Qila yang kecil terasa pas dikedua lengannya.

Angkasa takut dan ia perlu menetralisir rasa takutnya sekarang. Setidaknya membiarkan Qila sedikit di pelukannya adalah cara untuk menghilangkan rasa cemas itu.

deg deg deg.

Suara jantung yang terdengar kencang. Qila tidak tahu apakah ini suara jantungnya atau justru suara jantung Angkasa yang tengah memeluknya.

"Jangan sakit." Angkasa berbisik. "Jangan bikin gue khawatir."

Qila merasa rambutnya sedikit dielus, sangat pelan. "Jangan tinggalin gue."

"A-aku gak kemana-mana." Qila bergumam karena wajahnya tertutupi dada Angkasa.

"Gue serius."

Otak Qila benar-benar kosong. Ia tidak tahu sedang apa atau mengapa ini bisa terjadi. Kenapa Angkasa jadi seperti ini? Kenapa cowok itu terdengar sangat ketakutan, atau apakah ini hanya asumsinya saja?

"La," panggil Angkasa pelan.

"Y-ya?"

"Lo denger, kan?"

Dengar apa!? Qila hampir saja berteriak frustasi karena sejak tadi sibuk meredam degupan jantungnya sendiri.

"Detak jantung gue, lo denger kan?"

Iya. Qila mendengarnya. Sangat berisik dan bertalu kencang. Sampai Qila sendiri bingung apakah yang ia dengarkan ini memang benar detak jantung Angkasa?

"Lo yang pertama buat gue." Suara Angkasa terdengar begitu rendah, suara yang menyusup ke dalam hati Qila. "Gue mau lo selalu jadi alasan jantung gue berdetak sekenceng ini, La."

....

Canggung sekali.

Langkah kaki Qila kian cepat seiring menuruni lantai dua. Ia sampai tidak berani menoleh ke belakang atau sekedar melirik Angkasa yang juga sedang menahan malu.

Kenapa bisa begini! Qila menggerutu disepanjang langkahnya. Jantungnya pun tak bisa diajak kerja sama dan malah makin menggila sejak tadi.

Qila tidak pernah membayangkan dipeluk Angkasa seperti itu!

"Qila!" Kaki Qila terpaksa tertahan melangkah saat seorang gadis mendekatinya ragu-ragu.

Siapa? Qila tidak ingat pernah berpapasan dan berinteraksi dengan gadis ini sebelumnya.

"Gue Gisel." Gadis tersebut menyodorkan tangan lebih dulu. "Salam kenal."

Kedua mata Qila mengerjap. "Salam kenal ... juga." Belum sempat membalas uluran tangan Gisel tangannya ditarik lebih dulu oleh Angkasa.

"Ada urusan apa?" Angkasa bertanya sambil menatap Gisel dengan tatapan mencurigai.

Qila membuang wajah dan menarik tangannya, aduh kejadian tadi saja belum bisa ia lupakan, sekarang Angkasa malah memegang tangannya lagi! Angkasa ini apakah dia tidak merasa malu sepertinya juga!?

"Anu ... gue mau ngobrol sama Qila." Gisel tersenyum kecut melihat ekspresi tak bersahabat yang Angkasa keluarkan. "Gue gak bermaksud jahat kok, serius!"

"Dia sekertaris osis," terang Angkasa pada Qila yang masih membuang muka. "Lo boleh ngomong sama Qila asalkan gue juga dengerin."

"O-oke," balas Gisel setengah takut.

Qila menunduk dan sedikit melirik Angkasa, walaupun wajah Angkasa terlihat biasa saja seperti tidak terdistorsi rupanya kedua telinga cowok itu memerah.

"Gue perwakilan osis yang disuruh buat hubungin lo." Gisel menjelaskan maksudnya langsung. "Karena persiapan expo makin dekat, kebetulan dari osis sendiri mau nampilin musikal dan butuh pengiring. Kita semua tertarik sama skill piano lo."

Mata Qila membulat terkejut, ia langsung mengangkat kepala dan menatap Gisel bingung. ".... piano?"

"Ah." Seakan sadar sesuatu Gisel langsung mengeluarkan ponsel dari saku. "Gue tahu ini gak sopan, kemarin salah satu anak osis ngeliat video lo lagi main piano ... di instagramnya Angkasa," cicit Gisel pada ujung kalimatnya.

Bukan hanya Qila tapi Angkasa juga ikut terkejut mendengarnya. Qila mendekat pada Gisel yang tengah menunjukkan satu unggahan video di akun instagram Angkasa. Ini kan ... video yang sempat Qila kirim waktu itu?

Angkasa yang terserang panik langsung mendekat pada Qila. "Gue gak tahu kalau bakalan begini, karena suka ... karena musik lo bagus ... gue." Angkasa bingung harus menjelaskan bagaimana, ia takut kalau Qila tersinggung dengan tindakannya.

"Maaf." Angkasa nampak begitu menyesal.

"Gue ... salah ya?" Gisel bertanya karena situasinya mendadak berubah. "Soal tawaran tadi-"

"Ck." Gisel tersentak karena decakan Angkasa.

Tunggu dulu. Qila harus memproses semuanya pelan-pelan. Dia masih kaget karena Angkasa mengupload video Qila tengah bermain musik di akunnya sendiri. Qila tidak marah ia justru lebih merasa ... berdebar?

"Kalau keberatan lo boleh kok tolak." Gisel berujar panik melihat Qila yang sejak tadi diam. "Lo pasti gak bisa karena harus tampil sama anak teater kan?"

Tidak juga. Qila bahkan tidak tahu ekskul yang ia ikuti itu akan menampilkan apa. Selama ini Qila hanya berperan sebagai orang yang membereskan latar dan menyaksikan seluruh anggota teater latihan tanpa ikut andil di dalamnya.

"Gue ngerti kalo lo merasa gak nyaman sama tawaran ini, gue cuma mau kasih lo kesempatan buat tampil dan nunjukin bakat lo." Kedua tangan Gisel memegang Qila sambil tersenyum tulus. "Lo masih bisa pikirin dulu tawaran ini, nanti hubungi gue kalo misal lo siap."

Begitu.

Qila tidak pernah menyangka akan ada seseorang yang mengajaknya bicara seperti ini selain Angkasa dan beberapa temannya yang belum lama ia kenal. Namun alih-alih senang Qila malah takut kalau seandainya maksud kebaikan Gisel hanya untuk memanfaatkannya saja.

"Gue juga mau bilang." Gisel berdeham pelan. "Gue percaya sama lo."

"Ya?"

"Gak semua orang benci lo."

Benarkah?

"Masih ada yang mau temenan sama lo, tapi kita takut buat deketin karena lo menjauh duluan. Kita takut kalau misalkan mendekat malah bikin lo risih. Maaf kalau selama ini gue gak berusaha datengin lo duluan. Sekarang pun gue gak punya tujuan buruk, gue beneran tulus minta lo buat tampil bareng sama osis."

Apakah semua ini ... nyata? Atau Qila sedang bermimpi sekarang.

"Gue harap lo pertimbangin ya tawaran gue tadi." Gisel tersenyum. "Gue tunggu kabar baik dari lo."

Karena merasa tak ada lagi yang ingin disampaikan, Gisel pamit pergi lebih dulu, ia sekali lagi tersenyum tulus. "Masih ada orang yang percaya sama lo."

Begitu melihat Gisel pergi kedua mata Qila berkaca-kaca. Ia ingin menangis tapi malu kalau harus melakukannya di tempat umum seperti ini. Haruskah ia senang? Karena ada orang yang mengajak Qila untuk tampil tanpa tujuan buruk.

Karena akhirnya Qila bisa merasakan yang namanya dihargai. Hari ini ... sungguh hari terbaik yang pernah Qila milikki.

"Asa." Qila mengangkat kepalanya. "Makasih banyak."

Lagi-lagi dibalik kebahagiaan yang menyertainya selalu ada Angkasa yang berperan di dalamnya. "Makasih banyak Asa."



















....

hadiah yang Angkasa kasih kurang lebih kayak gini

Okumaya devam et

Bunları da Beğeneceksin

51.3K 12.9K 68
[ JANGAN LUPA FOLLOW, VOTE DAN COMMENT ] [UDAH SELESAI] Hanya cerita singkat tentang satu insan manusia rapuh, namun berkedok dengan keras dan tidak...
229K 8.2K 47
Rania, seorang gadis yang berharap mendapatkan kebahagiaan kini menemukan kebahagiaannya walau hanya sementara.
46.4K 1.6K 47
Kaira adalah seorang bad girl dengan rupa seorang gadis yang berwajah polos. Tapi, sifatnya tidak sepolos wajahnya. Kaira adalah seorang bucinlovers...
8.2K 2K 43
Alana adalah seorang gadis yang ceria tetapi orang-orang tidak tahu bahwa Alana mempunyai penyakit yang berhubungan dengan jiwanya dan memiliki traum...