TaeKwonDo Love Story

By afifah_dm

26.4K 1.4K 145

Abel. Taekwondo. Cinta. Dipertemukan oleh taekwondo? Mungkin. More

Prolog
1. Abel di Sekolah Barunya
2. Him. Again.
3 Pernyataan Ambigu
4 Masa Lalu
6 Kak Adit's Unagreement
7 Nerves
8 War Invitation
9 Backstep -Dolyo
10 Being a Mascot
11 Clear
12 Berhenti Mengungkit Masa Lalu!
13 XOXO
14 Gibon Il-Jang
15 Rakana's
Mascot [1]
Mascot [2]
16 dan Kau Hadir, Merubah Segalanya...
17 dan Kau Hadir, Merubah Segalanya... [2]
18 Hei, why?
19 Dimulainya Kasus Kembar
20 Kasus Kembar I
21 Terlambatkah?
22 Bahu untuk Kupinjam
23 Ajakan Lainnya
24 Surprised
25. Fakta yang Ganjil
26. Twins' Disaster
Part 27. Konfrontasi Langsung
28. Gadisku

5 Radiv + Tugas Pertama

1K 43 0
By afifah_dm

Abel's

      Aku menghela napas panjang. Tangisanku baru berhenti beberapa menit yang lalu. Kak Adit juga masih memelukku di dalam mobilnya. Untung kaca mobil ini gelap, tidak akan ada orang yang melihat dan mencurigai kami. Aku mendorong dada bidang Kak Adit, menjauhkannya dari diriku. Harum apel dan aprikot parfum milik Kak Adit membuatku tenang, pelukannya juga. Tapi aku ingin menatap matanya.

      "Kak, maaf," kataku sambil menatap ke kedua manik mata milik Kak Adit.

      Aku gak mau jauh dari Kak Adit. Bukan gak mau, aku gak bisa.

      Satu pemikiran itu membuatnya melontarkan permintaan maafnya.

      "Abel bukan gak sayang sama Kak Adit. Abel cuma pengen ngejalanin impian Malikha. Abel janji sama Kakak, Abel gak akan bertindak yang akan menyusahkan Kakak," kataku di sela-sela isak yang tersisa dari tangisku tadi.

      "Jangan pernah ninggalin Kak Adit, Bel. Kalau kamu pergi... kamu bisa ketemu Malikha. Tapi Kak Adit bakal tinggal sendirian di sini," Kak Adit menatapku dengan bola mata yang berkaca-kaca. Seumur-umur aku menjadi adiknya, baru kali ini aku melihatnya dengan mata yang penuh kesedihan. Aku terhenyak melihat ekspresi Kak Adit. Aku sungguh menyesal mengatakan bahwa aku ingin lepas darinya.

      "Abel janji akan terus di sini sama Kak Adit," kataku sambil mengacungkan jari kelingking kananku untuk ditautkan dengan milik Kak Adit. Kak Adit tersenyum mendengar janjiku dan langsung menautkan kelingking kanannya dengan milikku.

***

      "Non Abel. Bangun, Non. Udah ditunggu sama Den Adit," Bi Sum menggoyangkan badanku yang rasanya enggan bangun dari tempat tidur.

      "Abel baru tidur jam 3 pagi..." kataku dengan gumaman tak jelas.

      "Atuh kenapa atuh? Biasanya juga tidur jam 9," Bi Sum masih belum menyerah menggoyang-goyang tubuhku. Bahkan lebih keras.

      "Hari ini ada rapat pertama OSIS, Bi. Bibi kan tau kalo hari ini ada acara, malemnya Abel pasti gak bisa tidur," kataku dengan mata yang masih tertutup.

Satu detik

Dua detik

Tiga detik

      "AAAAAAA..." aku berteriak mengagetkan Bi Sum. Aku baru sadar kalau hari ini ada radiv atau rapat divisi pertamaku sebagai anggota divisi empat OSIS.

      "Kenapa, Non? Aduh duh ada yang sakit?" panik menjalari Bi Sum.

      "Panik.. panik.." kataku sambil mengambil buku catatan yang kupersiapkan untuk rapat kali ini malah menambah kepanikan Bi Sum. Kini Bi Sum ikut-ikutan menundukkan kepala sepertiku, walau ku tahu ia tak tahu apa yang sedang kucari.

      "Kamu ngapain sih? Bi Sum ngapain?" Kak Adit datang ke kamarku dengan seragamnya lengkap dengan tas di bahunya.

      "Buku Abel ilang, hiks.." kini tangisku membahana di ruangan itu.

      "Abel juga telat bangun, hiks.." tangisku semakin kencang.

      "Bukunya kaya apa? Kamu mandi deh mendingan. Biar Bi Sum yang nyariin. Ya kan, Bi?" Kata Kak Adit sambil menarik tanganku menuju kamar mandi.

      "Bukunya ijo, Bi. Ada gambar kelincinya," suaraku terdengar aneh karena habis menangis.

      "Iya, Non. Bibi cariin. Itu seragamnya udah di gantung ya, Non," kata-kata Bi Sum menenangkanku. Tidak ada yang benar-benar hilang saat Bi Sum mencarinya. Aku menyambar handukku dan masuk ke kamar mandi secepat kilat.

      Kak Adit menggedor pintu kamar mandi dan meneriakkan sesuatu yang ku tangkap sebagai 'cepat, atau ku tinggalkan'. Aku bergegas keluar dari kamar mandi dan mendapati Kak Adit sudah tidak ada di kamarku. Aku segera berganti pakaian dan menyandang tas di bahuku. Aku turun dan melewati meja makan untuk mengambil bekal makan siangku.

      "Bawa dua-duanya, Non. Satu buat sarapan," Bi Sum menjelaskan kehadiran dua kotak makan yang membuat hatiku sedih.

      Itu kotak bekelnya Malikha, kan?

      "Ini bukunya, Non. Ada di meja belajar," kata Bi Sum sambil memberikan aku buku bercover hijau dengan gambar kelinci di depannya. Pantas saja tidak ada di lantai. Di meja ternyata.

      "Makasih, Bi," aku mencium pipi Bi Sum dan tergesa-gesa ke halaman depan. Kak Adit sudah menunggu di dalam mobil yang sudah menyala.

      "Maaf, Kak. Sekalian manasin mobil lagian," aku memberikan senyuman paling menggemaskan yang aku punya. Kak Adit hanya menggelengkan kepalanya gemas.

***

      "Finally!" aku ngos-ngosan saat tiba di tempat dudukku. Beberapa anak memandangku lalu kembali mengacuhkanku. Kemudian bel berdering dan aku tersenyum senang.

      Baru sebulan di sini masa telat? Ye gak?

      "Telat lo," bisik Daniel padaku. Aku mencebik ke arahnya.

      "Sorry, gue dateng beberapa detik sebelum bel masuk," kataku sambil berbisik juga. Lalu kami tertawa kecil. Tawa itu langsung berhenti ketika guru datang.

***

      "Oy, Abel. Ikut gak ke toko buku?" tanya Alikha sepulang sekolah ketika kami berpapasan di koridor kelas XI. Kulihat Daniel mendelik ke arahku. Aku mengangkat alis dan menyadari sesuatu. Ini ajakan kencan Daniel pada Alikha.

      "Gue ada radiv, Kha. Lo nikmatin aja saat-saat berdua sama Daniel," kataku berbisik di kalimat terakhir. Pipi Alikha memerah mendengarnya.

      "Niel, nitip Alikha. Oke?" kini aku melemparkan senyum penuh arti ke Daniel. Daniel berdeham dan mengatakan sesuatu yang hanya terdengar seperti gumaman.

      "Abel. Apa deh..." Alikha kini tersipu malu lebih dari sebelumnya. Aku tertawa dan berlari meninggalkan mereka menuju sekretariat OSIS untuk radiv pertamaku.

      Di depan gedung aku berpapasan dengan cowok itu. Rakana. Oke, Kak Rakana karena dia sudah kelas XII. Ingin aku berteriak saking senangnya. Tidak tahu kapan mulainya –mungkin sejak tabrakan hari pertama aku masuk sekolah. Aku menatapnya –mencuri-curi pandang. Aku bersumpah ia menatapku tanpa ekspresi selama beberapa detik, itu membuatku salah tingkah. Aku mulai memainkan jari-jariku. Lalu ia berlalu begitu saja menuju lantai satu.

      Ahh.. bisa mati aku kalau setiap melihatnya jantungku seperti mau copot.

      Aku bergegas menuju ruang rapat divisiku. Sudah ada empat orang dari total sembilan orang anggota divisiku di ruangan itu. Aku membuka buku catatan hijauku. Seseorang memberikan materi rapat hari ini, yang ternyata mengenai evaluasi tahunan kegiatan ekstra. Aku menganggukkan kepala seraya berterimakasih kepada orang yang memberikan meteri itu padaku. Sebetulnya aku mengingat-ngingat namanya, saat seleksi OSIS, aku beberapa kali dikelompokkan dengannya. Tapi, dasar akunya yang sulit menghapalkan wajah orang.

      "Selamat sore," suara cempreng khas Delya, salah satu anggota divisi 4 menyadarkanku.

      "Sore," beberapa anggota divisi lain, termasuk aku, membalas ucapan selamat sore Delya. Bersamaan dengan Delya, ada Andin dan Milli yang juga anggota divisi 4 ikut masuk ke ruangan itu. Ah, aku baru ingan namanya, Mathew, baru kelas sepuluh. Aku akhirnya mengingat nama anggota divisi 4 yang memberikan kopi materi padaku.

      "Sore, semua, maaf terlambat. Mari kita mulai rapat hari ini," suara Dio sang ketua divisi 4 dari kelas XI IIS 2 tiba. Aku bersemangat sekali, senyuman jelas-jelas tersungging di bibirku. Kehidupan SMAku dimulai.

      Likha, aku akan menepati janjiku.

***

      "Jadi, tugas mengevaluasi akan diberikan pada divisi kita," suara Dio terdengar sangat khidmat. Pantas ia dipilih menjadi ketua divisi.

      "Di SMA kita ada banyak kegiatan ekstra, untuk itu, masing-masing anggota divisi akan mengevaluasi beberapa kegiatan ekstra yang ada di lingkungan SMA kita," Dio melanjutkan penjelasannya. Aku mendengarkan dengan seksama karena ini tugas pertamaku. Mengevaluasi kegiatan ekstra di sekolah ini diadakan setahun sekali. Segera setelah anggota OSIS baru dilantik. Kegiatan ekstra yang banyak akan mengeluarkan uang yang banyak. Kegiatan ekstra juga membuka kemungkinan dijadikan alasan untuk tidak segera pulang ke rumah.

      "Evaluasi akan diadakan 2 bulan. Kegiatan ekstra yang dalam masa evaluasinya tidak memenuhi syarat yang ditetapkan sekolah, kita terpaksa harus mencabut izin kegiatan tersebut," Ucapan Dio membuatku kaget. Syarat yang diajukan sekolah cukup ketat, membuatku menaikkan alis. Tapi kalau tidak seperti itu, kegiatan ekstra hanya akan jadi sarana bermain.

      Kayak Malikha yang bikin OSIS jadi alesan untuk bisa pulang sore.

      "Ada pertanyaan?" Dio menyudahi penjelasannya dengan memberikan kesempatan anggota divisinya untuk bertanya. Aku buru-buru mengangkat tanganku untuk menyampaikan pertanyaanku.

      "Teknisnya seperti apa? Apa hanya melihat dari administrasi tiap kegiatan?" tanyaku menekan gejolak antusiasku. Aku takut antusiasme berlebihan akan muncul jika aku tidak menekannya. Tahu sendiri aku tipe anak yang seperti apa. Aku mencoba bertanya se-intelek mungkin.

      "Oiya, Abel anak baru ya? Belum tau sistem evaluasinya. Delya, bisa tolong jelaskan?" Dio meminta Delya untuk menjelaskan padaku. Aku memerhatikan Delya dengan sungguh-sungguh.

      "Gini, jadi masing-masing dari kita akan memantau kegiatan ekstra. Baik sistem administrasinya dan kegiatan lapangannya. Jadi, kita harus ke sekretariat mereka dan harus mengadakan evaluasi lapang juga. Jadi, kita melihat langsung kegiatan mereka selama dua bulan masa evaluasi ini," penjelasan Delya membuatku mengangguk-angguk.

      "Terus pembagian tugasnya gimana?" tanya Mathew singkat. Dio tersenyum ke arah Mathew dan melirik Milli.

      "Nah, salah satu tujuan kita mengadakan rapat adalah pembagian tugasnya. Dilihat dari banyaknya kegiatan ekstra di sekolah ini, namun jumlah anggota divisi 4 yang hanya sembilan orang, kami ingin setiap anggota divisi ini mengevaluasi sedikitnya tiga kegiatan ekstra," Milli selaku sekretaris divisi mulai bicara.

      "Tapi, untuk beberapa orang hanya akan mengevaluasi satu kegiatan ekstra," Dio menyela penjelasan Milli. Beberapa anggota langsung menggumamkan kebingungnan mereka. Dio, Delya, dan Milli adalah anggota OSIS yang tahun kemarin juga menjabat sebagai bagian dari divisi 4. Jadi, mereka senyum-senyum saja mendengar kegaduhan kecil yang ditimbulkan anggota lainnya yang belum terbiasa. Anggota lainnya dan aku juga merasa bingung. Sementara yang lain ditugaskan untuk minimal tiga kegiatan ekstra, beberapa di antara kami justru hanya akan mengevaluasi satu kegiatan ekstra.

      "Jangan kaget. Ada beberapa kegiatan ekstra di sekolah kita ini yang benar-benar ekstra. Jadi kita harus menyediakan tenaga ekstra," Dio menghentikan gumaman kecil kami.

      What was that? Combo extras.

      "Hanya dua orang. Satu untuk basket dan yang satunya untuk taekwondo," jelas Milli.

      "Kedua kegiatan ekstra itu benar-benar membutuhkan tenaga lebih. Jadwal latihan yang padat, administrasi yang memerlukan birokrasi, dan hal lain membuat anggota divisi 4 yang mengevaluasi mereka harus siap sedia," Milli menambahkan penjelasannya. Gumaman kecil mulai terjadi lagi.

      "Tumbal," Mathew mengguman agak keras. Dio tersenyum menggelikan dan diikuti tawa Delya dan Milli.

      "Basket sama gue kok," Milli membuat gumaman kami terhenti. Desahan lega mulai terdengar.

      "Tapi... siapa yang evaluasi taekwondo?" Mathew bertanya, membuat kami kembali meributkan hal itu. Aku, tanpa dikomando siapapun langsung mengangkat tangan.

      Taekwondo mah gampang. Kak Adit juga anak taekwondo.

      "Saya. Saya mau evaluasi taekwondo," senyum menghiasi setiap kata-kataku. Delya langsung batuk-batuk. Aku kebingungan karena tanggapan Delya terhadapku. Dio menepuk-nepuk pundak Delya dan menyuruhnya untuk diam.

      "Kamu yakin?" tanya Dio padaku. Aku mengangguk senang karena bisa mengevaluasi salah satu kegiatan yang aku tahu. Karena Kak Adit seorang taekwondoin dan aku sering menemaninya latihan sewaktu aku masih di sekolah lamaku.

      "Bel.. Ini... " Milli hendak mengatakan sesuatu padaku. Aku menunggunya untuk melanjutkan kata-katanya.

      "It will be hard, Bel," ucap Delya.

      "Porsi latihan mereka banyak. Seminggu hampir lima kali kalau udah mau kejuaraan. Mayoritas cowok pula, cewek-ceweknya juga sama garangnya sama anggota cowoknya," Milli menjelaskan. Aku terpaku mendengarnya. Tapi aku langsung tersenyum kembali.

      I'll face it.

      "Ga kenapa-kenapa kok. Saya terbiasa dengan dunia taekwondo," ujarku berusaha meyakinkan mereka. Aku tidak akan mundur dari tugas pertamaku sebagai anggota OSIS di sini. Aku harus bisa melakukannya.

      "Oke, kalo memang kamu ngerasa sanggup, Bel. Tapi kamu harus inget kita di sini sebagai satu divisi. Walaupun kegiatan ekstra yang kita evaluasi berbeda, kamu dan juga yang lainnya harus bisa berkoordinasi jika ada kesulitan dan butuh bantuan. Mengerti?" Dio menengahi kami. Aku tersenyum lebar mendengarnya dan serta merta aku anggukkan kepala tanda setuju pada ketua divisiku itu.

      Sisa rapat hari itu diisi dengan pembagian kegiatan ekstra yang akan dievaluasi oleh anggota lain divisi kami dan juga pembagian formulir yang harus diisi selama proses evaluasi berlangsung. Sungguh banyak formulir yang harus diisi. Anggota baru kebingungan. Untung saja Delya, Milli, dan Dio tidak enggan menjelaskan kepada kami.

      It's show time. Look at  me from heaven, Likha.

Continue Reading

You'll Also Like

164K 7.7K 43
°di mohon sebelumnya membaca lebih baik untuk follow terlebih dahulu ‼️ memang ada wanita yang beruntung dalam hal apapun? ada . azzura contoh nya...
295K 9.1K 63
Cerita Pendek Tanggal update tidak menentu seperti cerita yang lainnya. Berbagai tema dan juga kategori cerita akan masuk menjadi satu di dalamnya.
36.5K 3.1K 23
Kisah seorang gadis cantik yang hidup penuh kasih sayang dari kedua orang tua nya dan kakak laki-laki nya,berumur 20 th pecinta Cogan harus bertransm...
78.5K 184 4
Rubby gadis sma yang gila akan belaian, saat dirinya menginjak di jenjang smp Rubby sudah mengetahui banyak tentang hal hal dewasa. Bahkan dia sering...