Protect At All Costs (END)

Par an_ssky

15K 2.1K 3.5K

C A M P U S S T O R Y *** "Kamu cowok, kan? Aku nggak pernah kenal kaum kamu. Tepatnya, nggak kenal makna sal... Plus

p r a k a t a
a b o u t
prolog
01_alleged trouble
02_(don't) care about
03_touch
04_unidentified
05_toes and arguing
06_unsee scenery
07_hard-to-get approval
08_anxiety ring
09_wrong way to interact with you
10_silly perspectives and thoughts
11_memory caller
12_space and squeeze
13_like a rain
14_with you, again
15_a rush of blood
16_thank you in silence
17_hated stare
18_with you, always
19_belief
20_closer
21_falling for you
22_words to believe
23_his existence
24_she and her past
25_stay stay stay
26_apology
27_people come and go, so you do
28_night of confession
29_she's the present
30_his world is hers
epilog
extra chapter
1.1_you're not alone
1.3_he want, but he can't
1.4_messed up
1.5_choices
1.6_turning point [END]

1.2_such a hard time

138 27 5
Par an_ssky

Rumah yang biasanya menjadi tempat paling familier dan nyaman, kini menjadi titik yang membuatnya merasakan sesak berkepanjangan. Ke mana pun mata di arahkan, di mana pun napas dihela dan diganti dengan udara yang lebih bersih, jejak yang mengimpitnya hanyalah kesesakan. Isy bahkan sudah lelah menangis. Dia tidak dapat merasakan bobot sendiri saking lemasnya, saking habisnya tenaga melepaskan percik-percik lara yang bukannya semakin samar, justru beranjak menjadi kekal.

Tubuh itu berdiri di samping ranjang dengan pandangan kosong, memandangi seisi kamar tempat beristirahat sang ibunda, yang dia harap akan dihuni pemiliknya lagi saat ini. Meski harapan itu selamanya akan menjadi semu.

Satu napas kembali terhela, residunya bergabung dengan udara yang tak menyisakan segar sama sekali. Di ruang yang lebar, dia hanya mengenal kesesakan.

Isy menyesal, kenapa tidak dari dulu dia mengunjungi ruangan ini dengan lebih sering. Dia menyesal, karena sekarang, berada di dalam sana membuatnya ingin kabur saat itu juga, sekaligus ingin meraung di sana selama yang dia bisa. Perasaannya dipenuhi kontradiksi. 

Netra gadis itu berlari pada meja nakas kayu tak lebih dari setengah meter di depannya, kokoh di samping tempat tidur almarhumah bunda.

Buka laci di samping tempat tidur Bunda, Sy. Bunda nyimpen sesuatu buat kamu.

Kenapa saat itu dia langsung mengiakan alih-alih meminta agar bunda saja yang mengambilkannya untuk Isy? Mengapa dia justru buru-buru memberi titah kepada perempuan itu untuk menutup mata, bukannya meminta beliau berjanji untuk datang ke kamarnya keesokan hari? Kenapa ... Isy melepaskan bunda saat beliau memberi isyarat bahwa bisa jadi, tidak ada hari esok yang mereka miliki bersama?

Lagi, air mata turun dari kedua pelupuk. Isakan terasa menyakitkan, termasuk bagi langit-langit kamar yang tidak bisa bergerak menenangkan. 

Sembari menutup mulut, dibawanya langkah kaki mendekat, mengabulkan titah ibunda di malam sebelum kepergiannya. Suara gesekan antarkayu pun terdengar saat Isy menarik laci teratas. Tidak ada clue yang dia punya, bahkan ketika matanya sudah menangkap tumpukan dokumen di dalam sana. Masih dengan air mata yang sesekali turun, diraihnya seluruh isi nakas itu, membawanya ke pangkuan saat tubuh rapuhnya duduk sempurna di atas ranjang.

Satu map besar menjadi titik utama yang menyita atensi Isy. Dia mengusap sudut mata sekilas, mengusir kekaburan yang melekat di pandangan agar bisa memahami benda di tangannya dengan lebih dalam. Namun, baru beberapa kalimat dari berkas teratas yang dia baca, tangan gadis itu sudah bergetar. 

Tangannya semakin cepat membalik kertas, menemui berkas-berkas lain dengan satu kalimat yang selalu ada di sana. Namanya ... ada di mana-mana, mengindikasikan bahwa semua kekayaan yang dipunya sang ibu sudah berada di bawah namanya, sudah menjadi hak milik Isy. Hingga tiba di bagian paling bawah, buku kecil berukuran sekitar tiga belas kali sembilan sentimeter menyapa penglihatan Isy. Sentuhan dia berikan, meninggalkan hal lain yang berada di atas kedua telapak tangan.

Pelahan, dia membuka benda itu, dan kala ia menyentuh guratan angka yang terukir di sana dengan netra lelahnya, gadis itu tidak bisa lagi membendung air mata. Nominal di buku rekening itu terlampau besar. Namun, seolah belum cukup, sebuah kertas menyembul dari dalam sana, membuat Isy menariknya perlahan.

Hidup dengan baik, ya, Anak Bunda. Bunda akan berusaha menemani kamu selama yang Bunda bisa. Akan tetapi, jika lama yang Bunda harapkan itu tidak terlaksana, tolong tetap menjadi Isy yang berdiri tegak di atas kakinya, ya? Maaf, Bunda tidak bisa memberikan banyak hal buat Isy. Maaf, tidak bisa membuat kamu hidup dengan keluarga yang utuh. Semoga Isy bahagia selalu, bisa bertemu lelaki sebaik Ayah, agar bisa merasakan betapa bersyukurnya Bunda.

Di antara kesulitan yang dilalui perempuan itu, selalu Isy yang menjadi alasan. Beliau menyiapkan kehidupan yang baik untuk anak semata wayangnya, hingga tiba giliran menutup usia.

"Bunda kenapa minta maaf? Bunda, Isy ... Isy nggak butuh ini semua. Cukup Bunda di sini ...." Pilu, teramat menyayat. "Cukup Bunda aja."

Dan di titik itu, Isy menyerah. Tubuhnya meluruh, jatuh di atas karpet yang melapisi lantai keramik kamar sang ibunda. Kedua kakinya ditekuk, dijadikan satu-satunya tempat yang dia percaya untuk menenggelamkan diri, menumpahkan perih.

Takut, dia takut. Untuk kedua kalinya, harus menikmati kesendirian.

***

Tenang, menjadi kata paling asing dalam menit demi menit yang berjalan melewati Jaza. Matanya tidak berhenti melirik layar ponsel. Akan tetapi, yang terus didapatinya hanyalah gelap. Tidak ada panggilan, pun pesan masuk. Benarkah Isy baik-baik saja?

Sudah berhari-hari sejak ibunda Isy dikebumikan. Sudah selang tiga hari juga sejak sanak-saudara gadis itu bertolak menuju kediaman masing-masing, meninggalkan gadis itu seorang diri. Seirama dengan Isy yang masih saja sama, tidak banyak berbicara. Ditambah dengan nihilnya mata kuliah yang harus mereka ambil karena saat ini sama-sama sedang dalam proses penulisan skripsi, membuat Jaza kesulitan menemukan Isy di kampus.

Memang, Jaza juga mendukung agar Isy berhenti dari aktivitasnya terlebih dahulu. Entah menghadiri bimbingan skripsi, mengerjakan revisi, atau bekerja di LovALife. Akan tetapi, lelaki itu tidak dapat memungkiri bahwa dia ingin terus berada di sekitar Isy. Meski kenyataannya, tidak bisa.

Nggak usah, Jaza. I'm ok, just need time.

Begitu jawaban Isy setiap kali Jaza meminta izin untuk mendatangi rumahnya. Begitupun ketika Jaza meminta Cisca, Tiara, Nawang, atau yang lainnya untuk menemani gadis itu. Jawabannya tetap sama.

Jaza menghargai, pun tidak ingin memaksa. Akan tetapi, siapa yang tidak khawatir meninggalkan seseorang yang dia sayang sendirian menikmati kesedihan? Dia merasa tidak berguna, tidak mampu barang sedikit meringankan sedihnya.

Hal terbanyak yang bisa Jaza lakukan, hanya rutin mengirimkan makanan melalui jasa delivery. Dan ...

Yunus Sudah diterima sama Mbaknya, ya, Mas. Mbaknya kelihatan lagi sakit, ya?

... kabar yang datang dari fitur perpesanan aplikasi pesan antar yang dia gunakan. Selalu begitu. Jaza meminta agar pemberi jasa tersebut menginformasikan kondisi Isy saat menerima makanan. Selalu juga dalam beberapa hari, kalimat sejenis dia terima.

Jaza menghela napas. Sebentar lagi, dia pasti akan memperoleh pesan dari Isy, tetapi tidak banyak yang dia peroleh dari sana, terutama tentang kepastian kondisi gadis itu.

Isy Jaza, makasih.

Benar, bukan?

Jaza tersenyum, sebelum menyimpan file skripsi yang sedang dia kerjakan dan mengetikkan balasan untuk gadis itu.

Jaza Sama-sama. Eat well, Sayang.

Isy Iya, kamu juga.

Percakapan itu akan selesai di sana. Lebih tepatnya, ketika Jaza menawarkan untuk datang dan Isy hanya meninggalkannya dalam status delivered, atau kadang sudah dibaca tetapi tidak ditanggapi.

Namun, kali ini Jaza tetap ingin mencoba peruntungan. 

Jaza Kangen.
Jaza May I come?

Terhitung hampir sepekan mereka tidak bertemu, dan kata itu tentu bukan bualan belaka. Meski Jaza baru berani mengatakannya sekarang, takut membebani Isy yang masih ingin sendirian.

Jaza menunggu dengan perasaan berdebar, berharap kali ini akan mendapatkan jawaban yang berbeda. Lalu detik kemudian, genggamannya pada ponsel mengerat, berikut dengan jarak benda pipih terhadap mata yang dia persempit. Tepat ketika status mengetik terlihat di bawah nama Isy.

Isy Besok aja. I've something to do.

Tidak apa. Meski harus besok, Jaza akan menunggu. Respons gadis itu sudah lebih dari cukup membuatnya senang, tersenyum lebar.

Dalam kegembiraan yang menyambanginya, Jaza amat berharap bahwa Isy akan segera baik-baik saja.

Halooo. How's life? Kalau lagi nggak baik, semoga nggak baiknya segera hilang, ya hehe. Anddd it's ok, not to be ok. Aku juga nggak lagi sebaik ituuu (eh, malah curhat haha). Semoga tulisan ini bisa mengurangi sedikit sedihnya kamu, yaaa (kalau ada).

Oh iya, extra chapter ini bakal sedikit panjang. Sekitar 6-7 part. Kamu boleh cukup baca di mana pun, karena aku nggak bisa janjiin buat update cepet. Sorryyy.

See youuu.

July 28, 2022

AN

Continuer la Lecture

Vous Aimerez Aussi

777K 28.8K 33
[KAWASAN BUCIN TINGKAT TINGGI 🚫] "Lo cuma milik gue." Reagan Kanziro Adler seorang ketua dari komplotan geng besar yang menjunjung tinggi kekuasaan...
516K 61.4K 69
A romance novel (but as a love letter) || Completed. It's the truth, they say, that whoever comes to mind every time you look at the luminous skies i...
From Us To Us Par inda

Fiction générale

86.7K 10.8K 60
[Completed] Suasana hati, kadang sebercanda itu. Detik ini kau tersenyum, detik kemudian kau menangis. Sama halnya dengan suatu hubungan yang kau jag...
1K 177 32
NOVEL - "Sungguh lucu, orang tua kita bermain dengan pernikahan dan menghancurkan anak-anaknya hanya karena tidak ingin kekuasaan mereka hilang". Kis...