Calysta Finn

By dedesusilowati

3.6K 515 255

Kata orang cinta pertama itu tidak akan dapat terwujud dan Callie merasakan hal itu. Bertahun-tahun ia mengej... More

Prolog
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13

Chapter 9

273 43 18
By dedesusilowati

Emosi yang sebelumnya meledak kini berangsur-angsur pulih setelah beberapa waktu lalu Cars menyerang batang pohon secara liar dengan kapak hingga membentuk potongan-potongan kayu bakar.

Dirasanya belum cukup untuk menstabilkan amarah, Cars memutuskan untuk berburu. Dia menenteng tumpukan kayu bakar yang terikat rapi dan satu tangannya lagi membawa senapan.

Setelah mencari tempat yang cukup cocok, Cars mengokang senapan lantas membidik targetnya. Dengan sekali tarikan pelatuk, suara tembakan itu terdengar dengan cicitan seekor burung yang terjatuh ke tanah. Dan hal itu dia lakukan berkali-kali. Cars mengumpulkan hasil buruannya di satu tas jaring yang di buat oleh tangannya sendiri.

Cars duduk bersender pada sebuah batang pohon besar, menatap lurus rerimbunan pohon yang tak ada ujungnya. Dadanya naik turun mengatur nafas sementara pikirannya berkelana. Keringat lengket di tubuhnya membuat kaos hitam polos yang dia kenakan menjadi seperti perasan cucian.

"Sialan!" Cars mengumpat. Meninju tanah tak bersalah yang dia pijak.

Cars merasa sudah keterlaluan pada Calysta. Harusnya dia dapat mengontrol semua tindakannya. Tetapi dari sejak lama, berurusan dengan Calysta memang selalu berhasil menyulut emosinya. Dan gadis itu sekarang lebih keras kepala daripada dulu.

Sekali lagi Cars mengerang dengan perasaan yang bercampur. Ekspresi Calysta yang sekarang selalu menentangnya membuat dia tersulut kekesalan. Akan lebih mudah jika gadis itu bersikap seperti dulu. Gadis yang semestinya membutuhkan perlindungan bukan gadis yang selalu menjadi lawan argumen sialannya seperti sekarang.

Cars tertawa sumbang. "Dia sudah banyak berubah. Entah bagian mana yang membuatku bertambah kesal."

Waktu sudah hampir sore karena teriknya matahari pelan-pelan menurun. Cars berniat untuk kembali. Dia menyelempangkan senapan di bahu lantas menjinjing semua barang-barang bawaan dan mulai berjalan menyusuri area hutan. Cukup jauh dari rumah karena biasanya dia berburu di sisi Selatan hutan yang masih banyak sekali binatang-binatang liar.

Cars melewati sebuah aliran sungai untuk menyeberang ke sisi hutan lain. Dia menyempatkan diri untuk berjongkok lalu membasuh wajahnya. Di permukaan air sungai yang terkoyak, wajah Calysta muncul menatapnya dengan penuh permusuhan.

Pyaaar.. dia menepuk keras permukaan air tersebut sambil berkata, "bisakah kau tidak menggangguku seperti ini, tuan putri?" ucapnya jengkel.

Ketika dia sudah sampai di tujuan, langit benar-benar sudah menggelap. Pintu rumah itu tertutup rapat, sama persis seperti terakhir kali dia meninggalkannya. Namun yang membikin jantung Cars serasa loncat, kondisi rumah yang sepi dan dibiarkan gelap gulita tanpa penerangan. Dia menggertakan rahangnya. "Apa gadis itu benar-benar pergi dari sini sendiri?"

Daripada masuk ke dalam rumah, Cars memilih menduduki salah satu bangku yang berada di teras. Bangku yang malam sebelumnya pernah Calysta duduki. Dia menyugar rambut dengan kasar, duduk dengan paha terbuka sementara kedua tangannya memegang kepala yang terasa berdenyut. Dia tidak menyangka, Calysta memberikan efek yang luar biasa kembali.

Tiba-tiba sebuah kepanikan lain menyergap dirinya. Bagaimana Calysta pergi dari sini? Apa gadis manja itu menelepon managernya untuk menjemput? Atau dengan bodoh berjalan kaki seperti sebelumnya.

Cars langsung melarikan kakinya ke dalam rumah. Tidak terpengaruh akan gelap ruangan-ruangan yang dia lewati untuk menuju kamar. Di bukanya kuncian ponsel tersebut, mengabaikan banyak pesan dan pemberitahuan karena tangannya langsung mencari kontak seseorang.

Cars mondar mandir selama panggilan itu berdering. Sial. Kenapa orang itu tidak mengangkatnya dengan cepat. Kekesalan Cars kini berkumpul pada kepalan tangan yang memegang ponsel. Jika sampai akhir panggilan itu tidak terjawab, Cars berjanji akan membanting benda tak berguna tersebut. Namun tiba-tiba,

"Halo..."

"Ini aku Carston Green, Ms. Dexter."

"Ah, ada apa Mr. Green?"

"Apa Calysta menghubungimu hari ini?"

"Tidak. Dia tidak menghubungiku jadi kupikir dia baik-baik saja disana. Apa terjadi sesuatu?"

"Tidak. Semuanya baik-baik saja. Aku pikir gadis manja itu bilang bahwa dia tidak betah berada di sini."

"Callie memang begitu. Dia sedikit manja, bukankah aku sudah bilang. Sejauh ini dia tidak menghubungiku untuk mengeluh, maaf jika kau merasa di repotkan."

"Aku akan menghubungimu nanti jika ada hal yang perlu dibicarakan lagi. Terimakasih Ms. Dexter, selamat malam."

Cars menutup sambungan.

Pikirannya mulai bercabang. Semua tentang Calysta tiba-tiba saja menumpuk jadi satu dalam kepala. Namun ada hal yang harus dia lakukan sekarang daripada terus menerka-nerka, Cars harus mencari tahu di mana gadis itu.

Pintu kamar terbuka keras dan Cars mematung saat matanya menangkap satu pintu berukiran persis tepat di depannya. Dia mengambil langkah mendekat lalu dengan cepat memutar kenop pintu. Terkunci. Debaran semakin kencang dia rasakan ketika instingnya mengatakan jika Calysta berada di dalam. Diketuknya pelan pintu itu namun tidak ada jawaban. Beberapa kali Cars memanggil nama Calysta, pun tetap sama. Hening

Berbalik kembali ke kamarnya untuk mengambil kunci cadangan yang seharusnya tak pernah dia keluarkan sama sekali, mengingat siapa yang menempati kamar tersebut. Namun kali ini Cars menyingkirkan kesopanan untuk tidak sembarangan masuk kamar itu, dia tidak peduli lagi asal menemukan Calysta masih masih berada di dalam rumah.

Setelah memasukan kunci, dibukanya pelan pintu itu. Cars mendorong kayu tersebut dengan lengan hanya untuk mengintip sedikit tanpa harus melewati garis pintu. Di tengah kegelapan walaupun tanpa lampu kamar yang menyala, Cars dapat melihat Calysta. Tubuh kurus meringkuk tidur menghadap arahnya, Cars tidak dapat melihat wajah gadis itu. Namun erangan lirih saat Calysta memutar balik badannya untuk menemukan kenyamanan, dia tersenyum tipis.

Ada niat terbersit untuk menyalakan lampu daripada tidur gelap-gelapan, atau menarik selimut untuk menutupi tubuh Calysta agar tidak kedinginan, namun Cars menahan semua itu.

Bagaimana jika saat dia melakukan hal tersebut membuat kenyamanan Calysta kembali terusik. Mengingat gadis itu pasti tidak terbiasa tidur di tempat seperti ini. Belum lagi jika Calysta tahu bahwa dia diam-diam membuka pintu kamarnya. Calysta pasti akan mengamuk.

Sejujurnya Cars lebih memilih dipukul secara habis-habisan, dia tidak masalah jika seperti itu. Tapi jika harus berdebat dengan Calysta sembari saling mengeluarkan kata-kata pedas dan menyakitkan satu sama lain, dia tidak punya tenaga lagi.

Kelegaan sudah mengguyur kepala Cars, kemudian memilih kembali menutup pintu kamar Calysta dan tidak lupa menguncinya lagi. Dia bergegas menyalakan semua lampu ruangan dan mandi dengan perasaan lega.

Setelah mengambil acak kaos dalam lemari, Cars memakainya. Dia bukan merupakan tipe pria yang gila penampilan, maksudnya---Cars akan memakai apa saja yang ada. Namun dia dapat menempatkan diri. Lemari pakaiannya hanya berisi baju dengan warna hitam putih, jika pun ada warna lain tidak jauh-jauh dari tema earth tone. Mungkin jika seseorang tidak mengenalnya akan menyangka jika dia seorang gelandangan karena memakai baju yang itu-itu saja.

Pernah Calysta membelikannya baju selusin dengan corak bunga yang berwarna-warni setelah gadis itu berlibur dari Hawai. Hasilnya, Cars membagi-bagikan baju tersebut pada teman sekelasnya. Setelah tahu hal itu Calysta mengamuk, merajuk hingga hampir setengah tahun tidak mengunjungi Cars.

Cars menapaki lantai kayu rumahnya, keluar dari kamar dan berniat menuju dapur. Lalu tiba-tiba...

"Aku tidak bisa tidur..."

Badan Cars menegang, kaku tak bisa dia gerakan. Suara serak seseorang terdengar dari balik punggungnya. Suara yang berhasil membuat jantungnya berdegup mengerikan karena dia belum menyusun banyak kalimat untuk diutarakan. Dengan sikap pengecut, Cars memilih berjalan tanpa menanggapi Calysta. Berharap dia mampu menyusun dahulu kata-kata yang pantas sebelum akhirnya mereka berbicara.

***

Calysta perlahan membuka mata lantas mengernyit karena hanya kegelapan yang melingkupi. Tangannya meraba nakas di samping ranjang untuk menyalakan lampu tidur. Dan seketika ruangan itu terlihat masih cukup asing.

Satu tarikan nafas terasa sulit dia lakukan. Menyibak selimut lantas beringsut ke tepi ranjang, Calysta membiarkan kakinya menggantung. Dia mengamati lekat perban di kaki, seolah itu adalah kenangan paling buruk yang menyakitkan, tiba-tiba saja matanya memanas. Buru-buru dia menengadah, menatap langit-langit rumah. Tidak membiarkan air mata mengalahkannya. Cukup gadis manja dan merepotkan yang di sematkan pada dirinya, tidak ingin menambah list lagi dengan gadis cengeng.

Siang tadi Calysta membersihkan diri dengan memaksa mandi walapun berjalan terseret-seret. Dia tidak ingin di tubuhnya bersarang banyak kuman akibat bergumul di hutan.

Calysta menepuk-nepuk lengannya dan mengusap-usap naik turun secara bergantian. Nyamuk berhasil mencuri darahnya. Dengungan suara nyamuk terdengar memutar di kedua telinga, beberapa kali dia menepuk daun telinganya sendiri untuk menangkap pencuri darah tersebut.

"Stop it nyamuk sialan! Bukankah kalian sudah cukup menghisap darah premiumku, ewh."

Di malam kedua Calysta baru menyadari betapa buruk tempat yang dia tinggali sekarang. Dengan sekali hentak, kedua kaki Calysta sudah berada di atas dinginnya lantai. Tubuhnya sedikit limbung namun dia berhasil mengendalikan diri agar tidak terjatuh. Dipakainya sandal lantas keluar dari kamar yang sudah seperti tempat penampungan nyamuk itu.

"Aku tidak bisa tidur." kata Calysta begitu menemukan Cars di dalam rumah tersebut. Karena kondisi rumah yang begitu kecil dan sempit, tidak heran mereka akan selalu berpapasan.

Tubuh Cars yang membelakanginya terlihat menegang. Mungkinkah Cars mengira suaranya baru saja adalah hantu dan pria itu takut. Hahaha Calysta ingin tertawa jika itu benar. Membayangkan jika Cars takut pada hantu membuat suasana hatinya membaik.

Cars berjalan ke arah dapur dan Calysta mengikuti dengan bergumam, "banyak sekali nyamuk menyebalkan."

"Nanti aku akan menyemprotkan pembasmi nyamuk."

Calysta mengambil tempat duduk di depan counter mini dapur tersebut. Dengan kedua tangan yang berada di atas paha, memainkan jemarinya dengan canggung, sesekali melirik Cars yang tengah berdiri dan saat itu juga dia menelan ludah. Matanya bergerak liar dari atas ke bawah memindai tubuh tegap, tinggi dengan punggung yang lebar, sangat nyaman sekali sepertinya jika bersandar di sana. Tangan Cars yang semula berada di dalam saku kini berpindah mengelus lembut tengkuk lehernya, dengan sengaja memamerkan otot lengan yang membuat gadis manapun akan berteriak.

Tiba-tiba Cars berbalik menatapnya, "tidak ada sayuran. Hanya sereal dan pisang saja. Kau tidak masalah hanya memakan itu? Besok aku akan belanja semua kebutuhan."

Calysta menelan ludah gugup. Seperti tertangkap basah melakukan sebuah kejahatan pada seorang pria polos yang tak pernah tau isi pikiran kotornya selama ini.

"Kau akan membuat makan malamku?"

"Iya." singkat Cars. Kedua tangannya berada dipinggang dan membalas tatapan Calysta dengan awas.

"Aku bisa membuat makananku sendiri, Cars. Meski aku manja dan merepotkan seperti ini kalau hanya membuat salad dan sereal, aku bisa melakukannya sendiri."

Cars terdiam.

"Aku tidak mau merepotkanmu lagi, jadi mari buat dua minggu ini berjalan dengan lancar."

"Kau bilang ingin pergi."

Calysta menelan salivanya dengan susah payah, "aku tahu tadi pagi aku sudah bertindak seperti anak kecil. Aku hanya----"

"Tidak nyaman berada di dekatku?" potong Cars.

"Iya." jawab Calysta mantap, "tapi aku akan berusaha menghilangkan ketidaknyamanan itu untuk kerjasama kita. Aku tidak mau membayar ganti rugi sebesar itu padamu." Calysta menunduk, dia memilin-milin ujung bajunya. "Oleh karena itu, jangan terus menerus menyuapiku. Aku juga ingin mengurus diriku sendiri."

"Baiklah."

Calysta mendongak, mengernyitkan kening kebingungan ketika mendapati tatapan bangga yang dapat dia artikan dari sorot mata Cars. Dan pria itu berjalan mendekat dengan semangkuk sereal yang entah kapan dibuatnya lalu menaruh tepat di depan Calysta.

"Selamat makan, tuan putri."

***

"Go.. go.. go.. Baby boy. Keep spirit.." teriakan Calysta dengan megaphone di tangannya sukses membuat semua penonton pertandingan basket di gelanggang kampus tersebut menoleh padanya. Tidak terkecuali Cars yang baru saja memasukan bola basket pada ring.

Calysta tidak peduli akan tatapan dari semua orang kepadanya. Gadis itu masih menyuarakan kata-kata semangat pada Cars yang tengah bertanding.

Setelah pertandingan usai dengan skor tipis yang dimenangkan oleh team Cars, Calysta menunggu laki-laki itu di pintu ruang ganti.

"Apa yang kau lakukan disini?" tanya Cars terdengar tidak suka.

Calysta tersenyum hangat. "Congratulation, teammu sudah berhasil menjadi juara."

"Apa yang kau lakukan disini, Calysta?" Cars menyampirkan tas olahraganya di bahu lalu berjalan keluar.

"Aku sedang melihat-lihat calon kampus masa depanku."

"What?" Cars menghentikan langkahnya, menelengkan kepala pada Calysta yang sedang menyengir gembira.

"Aku akan mendaftar di sekolah ini dan kau jangan pernah berpikir untuk lari dariku." ancamannya terdengar bersungguh-sungguh.

"Kau gila." Cars berjalan kembali melewati Calysta dan seperti biasa gadis itu mengekorinya.

"Aku memang gila. Lebih tepatnya tergila-gila pada seorang Cars." Dia sengaja berteriak agar beberapa orang menoleh padanya dan benar saja banyak dari mereka yang berkasak-kusuk membicarakannya dan Cars.

Cars menarik nafas panjang lalu mengembuskan secara perlahan. Rasa pening kembali menyergap kepala ketika Calysta mulai berceloteh.

"Jangan mengikutiku." peringat Cars.

"Aku tidak mengikutimu. Lagi pula di sana sudah ada supir yang menunggu. Bye, Cars. Sampai jumpai besok." Calysta mengedipkan satu matanya pada Cars lalu berlarian seperti angsa menuju mobilnya yang terparkir.

Cars memejamkan mata berusaha menetralisir rasa pening yang tiba-tiba datang. Sebuah teriakan menyebut namanya membuat Cars berpaling.

"Cars. Aku tidak akan menyerah. Jadi kau saja yang menyerahkan hatimu padaku. Meski harus mati, setidaknya aku akan berkencan denganmu sekali saja." teriak Calysta dari dalam mobilnya yang melaju dengan kaca jendela terbuka.

Sontak hal itu membuat beberapa mahasiswa disekitar menoleh ke arah Cars.

Dua orang laki-laki muncul di sisi kanan kiri Cars. Mereka adalah teman satu team basket yang baru saja mendapatkan kemenangan.

"Benar-benar gadis gila." ujar laki-laki yang berada disisi kanan Cars merangkul bahunya. "Dia seperti tidak waras mengoceh pada pertandingan kita, dan aku mendapatkan laporan gadis itu memarahi setiap mahasiswa perempun yang meneriakkan namamu. Benar-benar sinting."

Cars menyorot tajam temannya tersebut tanpa mengeluarkan sepatah katapun.

"Kenapa kau tidak memanfaatkannya saja?"

Kini Cars menoleh pada sisi kirinya, seorang laki-laki tengah menyembulkan asap rokok sebelum melanjutkan kata-kata.

"Dia mempunyai badan yang cukup bagus hanya saja selera berpakaiannya yang terlalu warna-warni. Terlihat sangat norak sekali."

Cars menyingkirkan tangan temannya yang berada di atas bahu untuk menyerongkan tubuh menatap teman satunya yang baru saja berbicara.

"Apa maksudmu?" kata Cars dingin.

Teman laki-lakinya itu membuang putung rokok lantas menginjaknya, "maksudku, dia cantik, tinggi dan mempunyai badan yang bagus. Kenapa tidak kau pakai saja? Kalau kau tidak mau aku siap menerima. Barang bekas jika masih terlihat bagus pun banyak peminatnya."

Mata Cars berkilat penuhi api kekesalan, seketika dia mencengkram kerah baju temannya tersebut lantas mendorong badannya mundur hingga terhimpit pada kap mobil.

"What are you doing, man?" seru satu temannya melerai.

"Hei bung, aku hanya bercanda." Tangan laki-laki itu berusaha melepaskan tangan Cars yang memiting lehernya.

"Aku juga hanya bercanda." ujar Cars sedetik sebelum akhirnya memukul rahang temannya itu lantas membalikan tubuh dan berjalan mengabaikan umpatan di belakangnya.

***

( Calysta Finn Arcene )

( Casrton Green Hale )

Tekan bintang dan jangan komen manis setelah membaca cerita ini :)

Ig: @dede_susilowati 

Continue Reading

You'll Also Like

286K 1.2K 15
⚠️LAPAK CERITA 1821+ ⚠️ANAK KECIL JAUH-JAUH SANA! ⚠️NO COPY!
2.9M 302K 50
Bertunangan karena hutang nyawa. Athena terjerat perjanjian dengan keluarga pesohor sebab kesalahan sang Ibu. Han Jean Atmaja, lelaki minim ekspresi...
834K 79.4K 51
Ini adalah Kisah dari Kila. Kila Prastika yang ternyata memiliki seorang bapak kos yang kebelet kawin ... "Nikah sama saya, kosmu gratis seumur hidu...
1M 1.9K 17
WARNING!!! Cerita ini akan berisi penuh dengan adegan panas berupa oneshoot, twoshoot atau bahkan lebih. Untuk yang merasa belum cukup umur, dimohon...