Calysta Finn

بواسطة dedesusilowati

3.6K 515 255

Kata orang cinta pertama itu tidak akan dapat terwujud dan Callie merasakan hal itu. Bertahun-tahun ia mengej... المزيد

Prolog
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13

Chapter 8

223 42 19
بواسطة dedesusilowati


Selesai mandi dengan sabun antiseptik yang selalu dia bawa kemana-mana, Calysta berdandan dengan membubuhkan beberapa skincare rutin ke wajahnya. Bagaimanapun dia harus menjaga penampilan agar selalu on point meski berada di tengah hutan. Juga dengan kamera-kamera yang menyorot, meski percaya diri dengan wajah alaminya yang menawan, Calysta tetap ingin tampil cantik.

Calysta mengacak-acak kopernya dan mengambil sandal yang sudah dia persiapkan lalu keluar pintu kamar. Setelah selesai menutup pintu, dia berbalik hendak berjalan namun langkahnya terhenti ketika di depan sana Cars sedang berjalan ke arahnya dengan bertelanjang dada.

Rambut basah dengan handuk yang melingkar di lehernya serta celana training panjang tanpa atasan, memamerkan dada bidang yang dilengkapi otot-otot menawan. Calysta berani bertaruh jika pria itu sering berolahraga.

Cars berjalan dengan menunduk sembari beberapa kali menyugar rambutnya yang basah. Langkah Cars terhenti ketika sepasang kaki jenjang berdiri tepat berada di depan. Pria itu menaikan tatapan dan bertemu dengan mata indah milik Calysta.

Tenggorkan Calysta rasanya kering, dia menelan salivanya dengan kasar menatap Cars di depan sana yang tanpa berkedip memperhatikannya. Tatapan Cars sangat mengganggu hingga gadis itu tanpa sadar sudah menggenggam erat ujung bajunya. Walaupun saat ini dia benar-benar sudah berada di tepian jurang yang dengan sedikit dorongan saja dapat terjatuh kapanpun, Calysta masih nekat mempertahankan adu pandang mereka. Dia bahkan lebih berani untuk mengakses seluruh wajah Cars, memperhatikan warna rambut kecokelatan itu. Jemari Calysta mendadak gatal ingin menyusuri setiap inci wajah iblis tampan sialan di depannya. Tapi lagi-lagi dia tersentil oleh kenangan buruk, jangankan untuk memegang wajah Cars, selangkah lagi dia mendekat mungkin saja suara ketus pria itu akan terdengar.

Calysta lebih memilih menunduk lalu berjalan ke arah kanan tapi saat itu juga Cars berjalan tepat ke arahnya, kembali dia bergeser ke arah kiri dan Cars mengikutinya. Gadis itu menaikan pandangannya menatap geram pada Cars yang sedang berdiri acuh tanpa terganggu sama sekali.

"Kau terlebih dahulu!" tutur Calysta memberi jalan.

"Kau saja!" Cars bergeser ke samping merapat pada tembok hingga memberi ruang lebar untuk Calysta berjalan.

Calysta menghentakan kakinya, kesal. Lalu berjalan menuju dapur. Dia berkacak pinggang menatap tumpukan piring yang berada di wastafel. Sisa-sisa makanan terlihat jelas di sana, dan dia sudah memikirkan berapa banyak kuman yang akan tersentuh saat dia mencuci piring. Dengan menggelengkan kepala, Calysta memantapkan hati untuk hidup tidak bergantung pada Cars selama di sini. Lagi pula dia mengikuti variety show ini juga untuk sedikit mengobati myshophobia-nya.

Calysta mendongak ke sebuah kabinet di atas kepala, terdapat sebuah kamera menyorot. Pasti sekarang semua orang tahu jika dia mempunyai penyakit aneh. Dengan menarik nafasnya secara perlahan, Calysta meraih botol antiseptik lalu menyemprotkannya ke sekitar tubuh. Memasang sarung tangan karet lalu mulai mencuci piring.

"Apa yang kau lakukan?"

Suara Cars berhasil memecah fokus Calysta hingga gadis itu meloloskan gelas yang sedang dia cuci lalu jatuh ke lantai.

"Jangan bergerak. Dasar! Kau ceroboh sekali! Diam saja di sana dan jangan melakukan apapun!" Cars berlari ke arahnya.

Perintah itu tidak di indahkan oleh Calysta yang kesal mendengar nada ketus syarat perintah itu. Dia berjongkok berniat membersihkan kekacauan yang telah di buat. Lalu mulai memungut serpihan kaca gelas ketika sebuah tangan menahannya, dan itu milik Cars. Dia menyentak tangan Cars hingga pria itu sedikit terkejut. Lihat? Cars pikir Calysta takut?

"Sudah kubilang biar aku saja. Kau duduk dan tunggu sarapanmu!" perintah Cars dengan tegas.

"Tidak. Aku bisa membersihkan ini." Calysta kembali memungut serpihan kaca gelas itu dan tanpa sengaja tangannya tergores. Dia mendesis lirih akibat perih.

"CALYSTA!" Cars membentak tiba-tiba, dia meraih tangan Calysta namun gadis itu menarik diri.

Calysta melebarkan matanya saat rahang Cars menegang. Pria itu marah besar. "Kenapa kau berteriak kepadaku seperti itu, hah? Aku tidak suka. Kau pikir siapa?"

Cars meraup wajahnya dengan gusar, "berikan tanganmu. Itu berdarah dan harus diobati." Ucapnya penuh penekanan.

"Itu bukan urusanmu. Jadi berhenti berpura-pura bersikap baik padaku." Calysta tersentak akan kata-katanya sendiri, namun dia tidak dapat menelan kembali kata-katanya dan mencoba mengeraskan hati. "Aku tahu, kau pasti muak bukan ketika harus di sini berdua denganku?" Dia ingin sekali bertepuk tangan atas keberaniannya yang satu itu. "Apa karena di sini banyak kamera jadi kau bersikap manis. HENTIKAN SEMUA ITU CARS! Berhenti berpura-pura mengkhawatirkanku. Biarkan aku berbuat sesuka hati sendiri." Nafas Calysta memburu, dadanya naik turun karena emosi.

"Calysta..." Cars memanggil dengan nada yang berusaha dia tekan dengan pelan. "Sebenarnya ada apa denganmu?"

Calysta tertawa getir, "ada apa denganku? Entahlah, kupikir aku tidak bisa berada di satu tempat denganmu."

"Jangan seperti anak kecil yang suka merajuk, Calysta! Aku harus mengobati lukamu."

Calysta lagi-lagi menyentak tangan Cars, "jangan sentuh aku! Jujur saja kau juga tidak nyaman berada di sekitarku bukan? Begitu pun aku. Jadi hentikan variety sialan ini. Aku mau pulang!"

Prang.. Cars tiba-tiba saja membanting sisa pecahan gelas dengan wajah mengeras tepat di depan Calysta, membuat gadis itu terkesiap dengan bibir terkunci rapat. "Kau mau pulang? Pulang saja dan bersihkan kekacauan ini, sialan!"

"Kau tenang saja aku akan pergi sekarang juga. Dasar sialan!" Calysta membalas ucapan yang sama, dia mendorong tubuh Cars yang tak bergeming sama sekali untuk pergi melewatinya keluar dari pintu rumah.

***

Sudah beberapa menit Calysta berjalan melewati jalan setapak berharap menemukan jalan utama hingga dia dapat memanggil taksi atau mencari tumpangan. Tapi yang terjadi malah sebaliknya, langkah kaki Calysta sudah menjauh dari jalan setapak. Hanya pepohonan yang menjulang tinggi mengitarinya. Dia mulai merasa gelisah dan menengadah, minimnya cahaya matahari yang menembus rimbunan pepohonan membuat tempat Calysta berdiri sedikit gelap. Suasananya seperti hampir petang.

Sebuah suara dari semak belukar yang ada di belakangnya berderik, Calysta menoleh. Berharap itu adalah seseorang yang dapat dia tanyai. Sedetik, dua detik, dia menunggu siapa yang akan muncul. Matanya membulat penuh ketika seekor anjing berjalan ke arahnya. Anjing itu bukan seperti jenis peliharaan. Terlihat tubuhnya yang kumuh dengan bekas lumpur, sepertinya itu adalah anjing liar hutan. Jantung Calysta berpacu lebih cepat, kakinya mendadak lemas seperti tanpa tulang. Dia tidak dapat bergerak dan hanya bisa mematung sambil membelalak.

Dengan mengerahkan sisa-sisa tenanganya, perlahan Calysta memundurkan diri dengan mata yang masih mengawasi anjing itu namun tanpa sengaja kakinya menginjak sebuah botol plastik yang tertimbun dedaunan kering menimbulkan bunyi keras hingga anjing tersebut menggonggong dengan menatap nyalang ke arahnya.

Tanpa berpikir dua kali, Calysta berlari. Dia berteriak hingga suaranya menggema di tengah hutan bersama lolongan anjing yang mengejarnya. Namun nahas kaki Calysta terkantuk akar pohon besar dan membuatnya terjatuh hingga kulit kakinya terseset sebuah ranting tajam. Gadis itu memekik kesakitan.

Anjing itu masih berdiri mengawasinya seolah mencari waktu yang tepat untuk memangsa. Ketika hewan itu mulai berlari ke arahnya, Calysta memejamkan mata, memasrahkan hidupnya.

Saat itulah Cars datang berdiri di depan Calysta, menodongkan sebuah pistol ke arah anjing tersebut. Dan dengan sekali tarikan pelatuk,

Dorr ..

Calysta terjatuh ke tanah dengan penuh keterkejutam menyaksikan rintihan terakhir anjing itu yang sekarat menemui ajalnya.

Tubuh kaku Cars berbalik menatapnya. Rahang pria itu mengeras seperti batu menatap penuh emosi ke arahnya yang masih terduduk lemas di atas tanah.

Cars menggeram. "CALYSTA! Kalau kau memang tidak ingin berada di sini denganku, kau tinggal bilang dan aku akan membatalkan semuanya. Sebuah mobil akan menjemputmu pulang tanpa kau harus bersusah payah berlarian di tengah hutan seperti ini. Kau tahu, gadis manja sepertimu tidak bisa apa-apa dan bagaimana jika tadi aku tidak berada di sini? Kau ingin mati begitu saja, hah?"

Cars menendang asal batang pohon di dekatnya untuk sekadar menyalurkan kekesalan. Nafas pria itu masih memburu terlihat bagaimana dadanya yang bergerak naik turun. "ASTAGA!" Cars menyugar kasar rambutnya. "Kupikir kau sudah menjadi lebih dewasa dari terakhir kali kita bertemu. Tetapi sama saja, kau selalu merepotkan!"

Air mata Calysta berbondong-bondong ingin keluar. Tapi tentu saja dia tidak sudi menangis di depan Cars Jika beberapa waktu lalu dia ketakutan karena berhadapan dengan seekor anjing. Kali ini Calysta merasa tubuhnya menciut akan kata-kata yang keluar dari mulut Cars. Terdengar begitu jahat dan menyakitkan.

"Kenapa? Kenapa kau menatapku seperti itu, hah? Di mana keberanianmu yang tadi? Bukankah sikapku seperti ini yang kau inginkan?" Cars meraup wajahnya lalu mengusap dengan kasar. "Sialan!" dia menendang kembali apapun yang ada di depan kakinya. "Bagaiamana jika hal buruk terjadi padamu, Ya Tuhan...."

Cars berjalan ke arahnya dalam diam. Meskipun tidak mengeluarkan kata-kata pedas seperti tadi, Calysta tahu jika raut wajah yang perlahan melunak itu masih menyimpan kekesalan.

Tanpa kata yang keluar dari mulut keduanya, Cars menaruh tangan di bawah lutut Calysta lalu mengangkat tubuh gadis itu dan menggendongnya ala bridal.

Calysta diam, menyerukan wajahnya di dada bidang milik Cars sedangkan tangannya dia biarkan terkulai begitu saja walaupun ada dorongan dalam diri ingin memeluk pria itu. Harum aroma Cars masih seperti yang dia ingat, begitu maskulin dan selalu membuatnya berdebar. Dia tidak akan pernah lupa untuk satu hal itu, kelembutan, serta sentuhan dari pria tersebut berbanding terbalik dengan sikap dan kata-kata jahatnya.

Sepanjang perjalanan menuju rumah dalam gendongan Cars, Calysta tidak berani menatap wajah pria itu. Hanya untuk memastikan apa amarah masih menyelimutinya pun dia enggan. Calysta hanya dapat menunduk dengan puncak kepala yang berada persis di bawah dagu Cars. Degup jantung Cars terdengar bertalu dengan cepat, membuat ketegangan semakin terasa nyata di antara mereka.

Cars mendorong pintu rumah yang rupanya sedikit terbuka dengan kakinya. Pintu yang dibiarkan terbuka begitu saja membuat dia menerka jika pria itu menyusul kepergiannya tanpa memikirkan kondisi rumah. Untuk alasan yang satu itu, biarkan Calysta meyakini begitu adanya sehingga rasa sesak yang bergaung dalam dadanya sedikit berkurang.

Cars mendudukan Calysta di ruang tengah, di atas sebuah kursi kayu panjang yang satu-satunya terpasang di sana. Ada sebuah televisi tabung yang mungkin hanya menjadi sebuah hiasan karena sudah tidak menyala. Kemudian Cars berderap menuju kamar. Calysta memperhatikan langkah pria itu yang teramat cekatan. Tidak lama kembali dengan sekotak obat-obatan di tangan.

Dia mengamati Cars yang tiba-tiba saja menyalakan kompor, memasak air dengan api cukup besar. Saat pria itu kembali dengan sebuah handuk kecil, kompor itu dimatikan. Cars membawa sebuah ember ke arahnya. Kemudian berjongkok dengan satu lutut yang menumpu bobot tubuh. Calysta mengernyit ketika dengan sangat hati-hati Cars merendamkan kedua kakinya di sebuah ember berisi air hangat. Dia sedikit merasa tidak nyaman, namun saat dia menggeser sedikit kakinya, Cars dengan sigap memegang erat.

"Jangan memperkeruh keadaan dengan saling mendebat, Calysta!" pinta Cars memasang ekspresi memohon kali ini.

Hal itu membuat Calysta tertegun mengingat saat dulu. Ketika Cars berusia sepuluh tahun dan kedua keluarga mereka tengah berlibur ke universal studio, anak laki-laki kecil itu merengek untuk dibelikan mainan. Dan ekspresi memohonnya sekarang sama persis dengan saat itu. Cars mengusap lembut punggung dan telapak kakinya.

"Calystaaa.." lirih Cars mengeringkan kaki Calysta dengan handuk secara pelan-pelan. "Nanti jika kau ingin kabur-kaburan, jangan lupa pakai sepatumu! Dengan kondisi apapun, seberapa menyakitkannya, aku tidak mau lagi-lagi kau berlari dengan kaki telanjang. Pakai alas kakimu dan kau dapat berlari sejauh mungkin. Mengerti?!"

Tepat pada saat itu Cars mendongak ke arahnya membuat mereka saling berpandangan. Dan Calysta tidak sanggup merasa terus terbuai akan sikap Cars. Dia menolehkan kepalanya ke kiri, menemukan tumpukan piring kotor yang sebelumnya ingin dicuci. Pelan-pelan Cars mengangkat satu kakinya yang tergores lantas menaruh di atas paha pria itu. Mengambil kapas dan mengusap lembut bagian kaki yang luka.

Calysta mengerang kesakitan, dan hal itu membuat fokus Cars yang sedang mengobatinya menjadi buyar. Pria itu mendongak dengan tatapan yang jarang sekali diperlihatkan. Jika tidak salah tangkap, ada kelembutan di dalam sana.

"Tahan sebentar Calysta, kau bukan anak kecil lagi." perintah Cars dengan suara seraknya yang sukses membuat sekujur tubuh merinding.

Ada apa sebenarnya dengan Calysta?

Saat salep dioleskan, kaki Calysta menegang hebat akibat perih yang dia tahan. Luka itu di perban dengan cekatan oleh Cars. Setelah selesai, tanpa mengucap sepatah katapun, Cars memungut barang-barang yang sebelumnya dia bawa. Dan tepat suara pintu tertutup, dia tahu jika pria itu pergi keluar rumah.

Sambil menunduk dan memperhatikan hasil karya Cars di kakinya, Calysta menepuk-nepuk kursi kayu yang dia duduki dan memaju mundurkan tubuhnya. Kemudian menghitung suara detak jarum jam dari satu hingga entah ke berapa sampai akhirnya menyerah lalu mengulangnya dari awal. Setelah bosan menghitung, Calysta mulai menyanyikan lagu-lagu yang terpikir di kepalanya begitu saja. Ada yang dia nyanyikan secara asal-asalan. Ada pula yang dia nyanyikan hingga lagu selesai.

Terhitung sudah empat puluh lima menit waktu berlalu dan tidak ada tanda-tanda dari Cars kembali. Matahari sudah terik tapi anehnya kelopak matanya menjadi berat. Calysta berdiri dengan berpegangan pada lengan kursi lantas menyeret kaki yang masih perih dengan terpaksa berjalan menuju kamarnya.

***

(Calysta Finn Arcene)

(Carston Green Hale)

Ig: dede_susilowati

واصل القراءة

ستعجبك أيضاً

1.5M 135K 48
Kehidupan Dinar Tjakra Wirawan berubah, setelah Ayah dan kakak laki-lakinya meninggal. Impiannya yang ingin menjadi seorang News anchor harus kandas...
7.2M 351K 75
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...
1.9M 9K 17
LAPAK DEWASA 21++ JANGAN BACA KALAU MASIH BELUM CUKUP UMUR!! Bagian 21++ Di Karyakarsa beserta gambar giftnya. 🔞🔞 Alden Maheswara. Seorang siswa...
841K 79.8K 51
Ini adalah Kisah dari Kila. Kila Prastika yang ternyata memiliki seorang bapak kos yang kebelet kawin ... "Nikah sama saya, kosmu gratis seumur hidu...