Calysta Finn

By dedesusilowati

6.8K 733 280

Kata orang cinta pertama itu tidak akan dapat terwujud dan Callie merasakan hal itu. Bertahun-tahun ia mengej... More

Prolog
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19

Chapter 7

341 47 28
By dedesusilowati

Mulai dari part ini aku rombak abis-abisan. Btw selamat menjalankan ibadah puasa ya bagi readers yang berumat muslim :)

Calysta ragu untuk bertanya di mana kamarnya berada. Dia sempat mengintip Cars yang sedang duduk di ruang depan. Pria itu sedang asyik dengan lamunannya sendiri di temani secangkir kopi yang isinya masih utuh. Lalu untuk apa dia membuat kopi jika tak meminumnya? Begitu kira-kira Calysta membatin. Di dorong oleh rasa lelah dan ingin sekali merebahkan badan, dia memberanikan mendekati Cars.

"Cars..?"

Sosok Cars yang duduk membelakanginya tidak menoleh secuilpun. Lalu Calysta coba panggil sekali lagi, "Cars?"

Tidak kunjung mendapatkan jawaban, sesuatu mendorong tangannya untuk menepuk pundak pria itu dan Cars menoleh. Tersentak mendapati Calysta di belakangnya, lalu mengerjap. Jenis ekspresi yang jarang sekali tertangkap oleh Calysta.

"Iya?"

"Aku bertanya di mana kamarku?"

"Dari sini kau berjalan ke arah lorong dan akan menemukan dua pintu kamar. Pintu yang terdapat dream catcher berwarna putih tulang itu adalah kamarmu. Kau tidak perlu untuk kuantar bukan?"

"Tentu saja aku bisa sendiri."

"Good." Tanpa mengindahkan kehadiran Calysta, Cars menyeruput kopi miliknya.

Calysta bedecih, tubuhnya berbalik dengan mulut komat-kamit merapalkan makian. Dia bersusah payah membawa dua koper serta tas gucci yang menggelantung di bahu. Seharusnya Taylor tidak serta merta meninggalkannya begitu saja. Lihat apa yang terjadi? Dia kesusahan membawa barangnya ke dalam kamar. Di depan pintu yang Cars maksud, Calysta menarik handle lantas memasuki ruangan tersebut. Dibalik pintu terdapat kunci dengan gantungan boneka panda mungil. Lalu dia memutar kunci tersebut hingga berbunyi klik. Bagaimana pun Calysta harus waspada terhadap Cars.

Calysta hempaskan tubuh lelahnya di atas ranjang kayu setelah beberapa kali menyemprotkan disinfektan. Matanya terpejam ke arah langit-langit, sementara mulutnya berulang kali mengeluarkan nafas kelelahan. Dia berpikir untuk mengurangi interaksinya bersama Cars di dalam rumah ini. Meyakinkan diri bahwa dia mampu untuk menjalani semuan ini selama dua Minggu.

"Tidak apa, kau pasti bisa!" Calysta bergumam sendiri, tangannya mengepal semangat. Lalu tiba-tiba saja sedetik kemudian dia terkejut oleh sebuah ketukan. Suara itu lirih dengan tiga kali ketikan lembut yang berjeda.

Tubuh Calysta bangun dengan kaku, berjalan memgendap-endap ke arah pintu lalu, "tok.. tok.. tok.. dia memegang dada takut jantungnya memerosot.

"S-siapa?" Calysta tempelkan telinga ke daun pintu.

"Ini aku!"

Calysta mengernyit mengenali suara Cars. Ada perlu apa pria itu mengetuk pintu kamarnya?

Berusaha mengeapkan tubuh, Calysta membuka sedikit pintu setelah memutar slot kunci. "Ada apa?" dia bertanya dengan tangan menyilang, meninggikan dagunya tampak acuh. Tetapi pria di depannya benar-benar tidak tertandingi.

"Kau pikir siapa lagi yang mengetuk pintu kamarmu selagi di sini hanya ada kita berdua?"

Calysta menjadi salah tingkah, dia biarkan jemarinya memilin rambut berulang kali sementara mata mereka tidak ada yang gentar menyudahi perang tatap.

"Jadi ada urusan apa?" Calysta masih mempertahankan sikap menyebalkannya dari nada suara acuh yang dia buat.

"Aku hanya ingin memberitahumu bahwa kamar mandi di sini hanya ada di luar."

"Apa?" wajah keterkejutan Calysta tidak bisa disembunyikan.

"Hanya ada satu kamar mandi di rumah ini dan letaknya ada di luar. Aku harap kita bisa bijak dalam menggunakannya."

"T-tunggu sebentat!" Calysta memgacungkan telunjuknya tepat di depan wajah Cars. "Kau bilang apa tadi?"

"Aku tahu kau sudah mendengarnya tapi kau tidak mau menerima kenyataan dari apa yang kau dengar."

"Shut up, Walton!"

"Jangan pernah memanggilku dengan nama itu!"

"Memangnya kenapa? Bukankah itu nama keluargamu?" Calysta memainkan ekspresi ejekan untuk Cars.

Cars hanya diam. Jakunnya terlihat naik turun namun tidak ada suara yang keluar. Satu lamgkah dia ambil maju mendekat pada Calysta dalam diam.

"Apa yang kau lakukan?!" Calysta meninggikan suaranya.

Satu langkah kembali Cars kikis jarak keduanya. Namun Calysta berhasil mundur.

"Jangan macam-macam!"

Tepat di batas pintu Cars berhenti sementara Calysta sudah mengambil ancang-ancang. Entah dia akan berlari atau mengambil sebuah sapu yang tergelantung di sudut ruangan tidak jauh dari pintu. Calysta berpikir mana yang lebih membuahkan hasil untuk peluangnya melarikan diri.

"Jangan memprovokasiku, gadis nakal! Seharusnya kau sekarang sibuk membersihkan diri di kamar mandi sebelum malam datang, atau kau akan mandi di luar sana dengan suara-suara hewan malam yang saling bersahutan. Aku harap kau tidak di culik salah satunya ketika sedang menggosok badan."

Setelah meninggalkan ucapan ajaib seperti itu, Cars meninggalkan Calysta begitu saja dengan tubuh yang gemetar. Bukan karena dia takut akan pria itu, tapi sugesti dari kata-kata Cars benar-benar mempengaruhi isi pikirannya. Bagaimana jika di luaran sana benar ada penculik? Tubuhnya adalah sesuatu yang tak ternilai, tidak boleh lecet sedikitpun. Semua yang melekat pada dirinya adalah uang. Calysta tahu betul akan hal itu sehingga dia juga yakim di luaran sana banyak sekali seseorang yang menargetkan dirinya.

Selain itu ada satu lagi kekhwatirannya. Bagaimana bisa Taylor setega ini. Membayangkan kamar mandi dengan lantai dan dinding yang berlumut sudah cukup membuat sekujur tubuhnya merinding. Akan ada banyak kuman yang tinggal disana dan itu masalah utamanya. Tidak, semenjak dia menerima cetusan ide liburan gila sambil bekerja ini dari Taylor, pun sudah menjadi pokok permasalahannya.

***

Berhasil mandi dengan waktu setengah jam, waktu yang paling cepat dari biasanya dia membutuhkan dua jam untuk berendam serta menyelesaikan satu episode tayangan Amerika yang harus di tonton. Meski jengkel, Calysta bangga akan dirinya yang dapat melewati tantangan ini.

Sebenarnya kamar mandi di luar sana tidak buruk. Bahkan ada bathub terbuat dari kayu yang dapat dia gunakan. Lantainya juga tidak berlumut. Sangat amat bersih. Mungkin tempatini rutin di bersihkan. Di atasnya juga pemandangan genting dengan kaca trasnparan dapat terlihat indah langit-langit yang kecokelatan. Tapi sayang dia tidak bisa menikmati suasana tedih tersebut, takut lupa waktu karena hari sudah hampir malam.

Calysta berdiam diri duduk dengan kaki tergantung di pinggir ranjang. Dia sudah merasa sedikit segar sekarang. Tadi dia tidak sengaja bertemu dengan Cars yang sedang berada di dapur. Pria itu menjelaskan secara singkat tentang tata letak bangunan rumah ini yang hanya memiliki dua kamar tidur dengan letak saling berhadapan, membuat dia berpikir beberapa kali untuk keluar. Walaupun sudah dipastikan akan selalu bertemu Cars di rumah yang sempit ini tapi sebisa mungkin dia menghindari hal tersebut.
Tentu saja selain ingin melatih dirinya sendiri agar sembuh dari penyakit sialan yang ia derita, Callie juga ingin memulihkan psikisnya. Namun ternyata sebab dari semua masalah yang ia alami malah berada di satu atap dengannya.

Calysta mengedarkan pandangannya ke setiap sudut ruangan. Dia sedikit khawatir jika ada kamera yang tersembunyi. Tiba-tiba saja pintu kamarnya terketuk kembali dan kali ini sukses membuat jantungnya meloncat jatuh lagi. Ada apa lagi?  Susah-susah Calysta bersikap biasa dan belum ada satu jam berlalu mereka harus bertatapan kembali.

Calysta mengambil nafas panjangnya lalu dia hembuskan secara perlahan. Alih-alih menjalankan syuting variety show, ini lebih mirip seperti menaiki sebuah roller coaster. Ketika sudah sampai di titik teratas dan hendak turun ke bawah, begitulah kira-kira perasaan yang dia rasakan saat pintu kamarnya terketuk untuk kedua kali. Beberapa kali dia harus memungut jantungnya yang jatuh berserakan.

Berjalan dengan kaki telanjang menyentuh lantai kayu yang dingin dan sedikit lembab, Calysta mendekat ke arah pintu. Dengan satu kali putaran pada kenop, pintu itu terbuka. Tidak ada lagi kemeja kotak-kotak yang dikenakan namun terganti oleh kaos santai dengan celana training kebesaran membungkus tubuh Cars.

"Ayo makan jika kau tidak ingin kelaparan!" kata Cars begitu sosok Calysta terlihat.

"Aku akan kesana nanti jika sudah lapar."

Diam. Keheningan kembali menyelimuti keduanya. Cars menatapnya sementara Calysta mengedarkan arah pandangnya kemana saja asal tidak wajah Cars.

"Lebih baik kau makan sekarang, jika sudah malam udara di sini sangat dingin. Jangankan untuk ke luar kamar, turun dari ranjangmu saja aku yakin kau tidak akan sanggup. Jadi jangan buat aku untuk mengantarkan makananmu ke dalam kamar, tuan puteri. Aku bukan budakmu!"

Hidung Calysta sudah kembang kempis, tanganya tekepal ingin melayangkan tinju. Tetapi dia berusaha menahan semua itu Dengan gigi bergemetuk, Calysta berkata, "Iya aku akan kesana."

Cars tidak berkata apa-apa lagi. Pria itu berjalan kembali namun hanya beberapa langkah tubuh tegap itu terhenti tanpa menoleh, membuat Calysta tercekat menahan nafas dan buru-buru tangannya meraih apapun untuk menopang tubuhnya yang terkejut. Dia memengang daun pintu dengan erat. Semoga yang keluar dari bibir Cars kali ini bukan racun.

"Sebaiknya kau ganti baju tipismu itu, gunakan sesuatu yang lebih hangat. Apa baju yang kau miliki hanya itu-itu saja?"

Mata Calysta melebar, mengerjap saat sosok Cars menghilang lalu menoleh pada penampilannya sendiri. "Dia bilang apa tadi? Bajuku itu-itu saja? Dia pikir aku tidak bisa membeli baju yang lain? Yang benar saja?"

***

Calysta memakan semangkuk cereal tawar yang dicampur dengan yogurt dan sebuah pisang iris. Ketika suapan pertamanya masuk ke dalam mulut, dia bertanya-tanya apa ini semua Cars yang menyiapkan?

Rasa lapar membuatnya tidak ingin menerka hal apapun yang saat ini berada dalam pikiran. Memangnya mengapa jika Cars yang membuat semua ini?

Mereka di sini hanya berdua dan tentu saja Cars yang menyiapkannya. Suapan kedua berhasil terkunyah dengan cepat, disertai oleh sebuah tekad untuk membuat makanan sendiri mulai besok selama dua minggu ke depan. Walaupun dia tidak dapat memasak, kalau hanya membuat menu makanan diet, Calysta pasti dapat melakukannya.

Sayup-sayup terdengar suara petikan gitar dan membuat Calysta mengedarkan pandangan serta memasang telinga untuk mencari darimana suara itu berasal. Dia meneguk tandas air putih dalam gelas. Menaruh mangkuk kosong yang baru saja isinya dia makan ke dalam wastafel cuci piring. Calysta berniat akan bangun esok hari dan mencuci piring tersebut. Lalu dia berjalan ke sumber suara yang dari tadi terdengar. Pintu depan terlihat terbuka sedikit dengan semburat cahaya keemasan lampu teras yang masuk ke dalam ruang tamu.

Calysta bersender pada bingkai pintu, memperhatikan Cars yang sedang bergumam dengan memetik senar gitar yang menghasilkan musik sendu. Musik akustik di iringi gemerisik daun yang tertiup angin menjadi perpaduan tidak baik untuk orang yang sedang sekarat hatinya seperti dia saat ini. Entah untuk alasan apa rasanya Calysta ingin menangis.

"Calysta..?"

Panggilan itu membuatnya tersentak dari lamunan. Menatap wajah Cars yang memperhatikannya dalam diam. Dia tidak dapat menerka apa arti tatapan itu. Dia berdehem, kakinya melangkah keluar rumah secara naluri tanpa bisa di kendalikan kemudian memilih duduk di kursi sebelah Cars. Ada satu meja yang menjaga jarak keduanya hingga cukup aman bagi Calysta mengendalikan rasa canggungnya.

"Apa aku mengganggumu?"

Suara lembut dari Cars menyentaknya. Tapi mati-matian Calysta tidak ingin menoleh dan lebih memilih menatap lurus ke arah hutan gelap yang tak berujung. Sudah selama tujuh tahun dia berjuang untuk melupakan pria ini dan berhasil ketika bertemu dengan Edward. Tapi sekarang dia bertemu kembali dengan Cars saat hubungannya dan Edward telah selesai, bahkan Cars melihat momen menyedihkan itu. Lelucon macam apa yang sebenarnya telah Tuhan buat?

"Apa kau tidak mendengar pertanyaanku atau pura-pura tuli?"

Calysta menoleh cepat dengan bola mata melebar. Dia tidak terima dibilang tuli tapi tentu saja protesnya hanya diserukan dalam hati saja. "Kau tidak menggangguku. Aku juga belum bisa tidur." Dia menjawab dengan ketus.

"Benar juga gadis manja sepertimu mana bisa terbiasa tidur di tempat seperti ini?"

"Apa kau bilang? Ejekanmu itu sudah tidak berarti apa-apa. Aku juga tidak akan tersinggung karena aku bukan seperti apa yang kau bilang."

"Baguslah. Kupikir kau akan merengek tidak terima seperti dulu ketika orang-orang berkata bahwa kau gadis manja."

"Orang-orang sekarang tidak punya mulut sejahat kau!"

Cars menarik sudut ibirnya singkat terlihat mengejek di mata Calysta. Pria itu selalu dapat membuat kesal hanya dengan ucapan. Dia coba abaikan perasaannya yang ingin meledak. Kemudian petikan gitar terdengar kembali. Calysta menoleh, menemukan Cars yang menatap kosong ke depan. Alunan musik terdengar lebih menyedihkan dari sebelumnya. Petikan pada senar gitar itu seolah taburan garam pada luka yang menganga, begitu menyayat. Dan dia tidak sadar bahwa dirinya sudah terbawa ke ruang gelap tanpa gravitasi hanya karena suara. Angan-angannya melayang. Kilasan kenangan buruk bermunculan kembali.

Saat jemari itu sudah tidak bergerak memainkan senar gitar, Calysta tersentak dan secara mendadak menaikan tatapannya. Bola mata kecokelatan yang menatap tanpa ekspresi membuat tenggorokannya tercekat.

"Apa kau begitu terpukau? Cobalah bernyanyi, aku bisa mengiringimu." kata Cars menepuk badan gitarnya sebanyak dua kali, membuat Calysta semakin terdorong kembali pada kenyatan.

"Jangan bercanda. Aku tidak bisa bernyanyi." Nada ketus tak bisa dia sembunyikan.

"Sayang sekali. Padahal dulu kau sangat percaya diri memamerkan bahasa Koreamu untuk menyanyikan lagu selamat ulang tahunku."

Cars tidak tahu akibat dari kata-katanya berhasil membuat tubuh Calysta mematung di tempat. Meski kata-kata itu di ucapkan dengan nada sarkas juga wajah yang datar, Calysta tidak menyangka pria itu mengingat hal tersebut. Padahal dulu Cars bilang jika dia malu di ulang tahun ke tujuh belasnya harus menjadi bahan ledekan teman-temannya karena setelah menyanyikan lagu itu, Calysta mengungkapkan perasaannya. Dan secara langsung, meminta Cars untuk menjadi kekasihnya. Tent

Seperti yang sudah bisa di tebak, Cars menolak dan Calystabkecewa. Tapi itu hanya berlangsung satu hari. Selanjutnya, dia dengan gigih mengejar-ngejar Cars seperti orang gila. Jika di ingat sekarang, mungkin Calysta tidak akan berani mengangkat wajahnya depan kamera karena malu telah mengejar-ngejar seorang pria.

Kendali akan dirinya berhasil Calysta kuasai kembali. Dia memundurkan kursi hingga berderik. "Aku tidur terlebih dahulu."

Belum sampai Calysta masuk ke dalam rumah rasanya pertahanan diri selama ini runtuh seketika saat Cars tiba-tiba saja berkata; "Selamat malam Calysta." dengan nada acuhnya.

***

(Calysta Finn Arcene)

(Carston Green Hale)

Tekan bintang dan jangan lupa komen manis setelah membaca cerita ini :)

Ig: @dede_susilowati 

Continue Reading

You'll Also Like

1.4M 111K 35
"Aku benar-benar akan membunuhmu jika kau berani mengajukan perceraian lagi. Kita akan mati bersama dan akan kekal di neraka bersama," bisik Lucifer...
1.4M 6.5K 14
Area panas di larang mendekat 🔞🔞 "Mphhh ahhh..." Walaupun hatinya begitu saling membenci tetapi ketika ber cinta mereka tetap saling menikmati. "...
3.4M 248K 30
Rajen dan Abel bersepakat untuk merahasiakan status pernikahan dari semua orang. *** Selama dua bulan menikah, Rajen dan Abel berhasil mengelabui sem...