Jevian

By Nonatypo

46.4K 5.6K 7.5K

[Sicklit, Angst] [SEBELUM BACA, JANGAN LUPA FOLLOW!] ••• "Kira-kira, bagian mana ya, yang Tuhan tunjukkan ke... More

00. Awal Dari Segalanya
1: Jevian dan Lukanya
2• Shaqueen Agatha Pricilla
3• Rumah Yang Tak Ramah
4• Sudahkah Bersyukur?
5• Dunia Terasa Sempit
6• Rindu Tak Berujung Temu
7• Meet Again
8. New Friendship
10. Insecure
11. Dia Yang Cantik Dari Segala Hal.
12. Seamin Tak Seiman
13. Luka Yang Mendekap Raga
14. Karena, Bunga Yang Gugur Pun Akan Tumbuh Kelopak Baru
15. Maaf, Jika Belum Seturut Yang DiPinta
16. Terima kasih, Jevian.
17. Dia yang Kembali
18. Hati Yang Kembali Rapuh
19. Hanya Butuh Sudut Pandang Baru
20. Pasalnya, Kita Juga Sama-sama Hancur
21• Hujan dan Hal Yang di Simpan
22• Pada Luka, Yang Berujung Duka
23. Harusnya, aku aja yang mati 'kan, Pa?
24. Aku Anak Papa, Kan?
25. Sisi Rapuh Yang Tidak Pernah Ditampakkan
26 Dia yang Menghilang Tanpa Meninggalkan Jejak
27. Masing-masing Dari Kita, Memiliki Luka Yang Berbeda

9. Khawatir

1.4K 190 148
By Nonatypo


˙❥ Happy reading ❥˙

S

haqueen memutuskan untuk pergi ke toilet diantar oleh Nara sahabatnya. Mereka berdua berjalan melewati lorong-lorong sekolah. Ada beberapa orang yang menatap mereka dengan lirikan yang tajam. Samar-samar juga Shaqueen mendengar bahwa dia sedang menjadi bahan pembicaraan mereka.

Wanita itu tak terlalu perduli dengan apa yang orang lain katakan. Toh, ini adalah hari pertamanya masuk sekolah. Berbeda dengan Nara, yang merasa geram. Hampir saja emosinya memuncak. Rasanya ingin merobek mulut manusia-manusia yang katanya berpendidikan namun hobinya malah membicarakan orang.

Nara Aghnia Gayanti, adalah sosok wanita yang susah berbaur. Dia adalah kekasihnya Mahen. Sebelumnya Shaqueen dan Nara adalah dua orang yang asing. Namun, waktu itu Mahen memperkenalkan Nara kepada Shaqueen begitu pun sebaliknya. Hingga akhirnya kedua gadis itu mulai bersahabat dekat. Meski Nara memiliki sifat dingin, dan tak perduli akan hal sekitar. Ternyata, hanya dengan Shaqueen dia berani dan mulai terbuka akan segala hal. Selain hanya kepada Shaqueen, Nara juga hanya akrab dengan beberapa orang. Seperti Jevian, Haikal, Rayhan, dan beberapa teman Mahen yang lain. Dia sudah terbiasa bergabung dengan lelaki. Karena, menurut Nara, tidak akan ada kebohongan dan keegoisan di dalamnya.

Shaqueen segara menahan lengan Nara yang hendak ingin melabrak beberapa orang yang mencibir dirinya. "Gapapa, Ra. Gak usah di ladenin. Gak bermanfaat juga," cegah Shaqueen.

Raut kesal masih terpampang jelas di wajah gadis ini. "Mereka dibiarin malah makin gila, Sha!" gerutu Nara.

Shaqueen hanya melempar kekehan sebagai jawabannya. Pasalnya dia juga bukan tipe orang yang terlalu mempedulikan omongan orang lain. Baginya melayani anjing yang sedang lapar sama hal nya seperti kita menyerahkan diri. Ingat peribahasa 'anjing menggonggong kafilah berlalu.'

"Ya, karena mereka gila dan kita waras. Jadi, kita aja yang ngalah. Gue juga gak peduli sama apa yang orang lain katakan tentang gue. Karena mereka gak selalu menggunakan otaknya buat berpikir jernih. Gue lebih tahu diri gue sendiri, dan gak harus ngebuktiin apa pun sama siapa pun, kan?" kata Shaqueen yang berhasil di setujui oleh Nara.

"Kita tunggu aja waktunya. Mereka kira gue bakal terus diam? Ya, enggak lah. Terlihat cupu lebih baik. Dengan wajah yang lugu ini kita bisa main cantik," lanjutnya lagi di sertai dengan senyum yang menyeringai.

Nara ikut tersenyum sembari mengangguk. Otak sahabatnya satu ini ternyata diam-diam licik juga. Tetapi, inilah yang Nara suka. Dia tidak suka ketika di tindas oleh orang lain hanya diam saja. Karena ketika kita diam, itu hanya akan membuat mental pembully semakin besar kepala.

"Manipulatif banget lo, Sha. Tapi, gue suka gaya lo!" sahut Nara, sebelum akhirnya mereka berdua masuk ke area toilet.

Tetapi, ketika mereka baru saja menginjak lantai toilet, tiba-tiba handphone Nara berbunyi. Gadis itu segera mengangkat telepon itu sebelum akhirnya dia memutuskan untuk pergi. Shaqueen hanya menoleh sekilas, ada yang aneh saat sahabatnya itu buru-buru pergi keluar dengan raut muka yang sedikit murung.

Ketika Nara kembali, Shaqueen benar-benar melihat ada keresahan di sana. Di mata yang berwarna kecoklatan itu, terdapat embun yang mungkin sengaja di tahan agar tidak terjatuh.

"Sha, gue pergi duluan, ya?"

"Lo kenapa?"

Nara menggeleng dan segera merubah raut mukanya dengan begitu cepat. Gadis itu segera tersenyum sembari menepuk pundak Shaqueen. "Gue gapapa, lo tenang aja. Gue duluan, Sha!" ucap terakhir Nara sebelum akhirnya gadis itu benar-benar pergi dari toilet.

Shaqueen hanya menghela napas sejenak sembari menatap punggung Nara yang semakin jauh dari pandangannya. "Gue bukan anak kecil, yang bisa lo bohongin, Nar," lirih Shaqueen sembari menatap pantulan dirinya di cermin.

Menit berlalu setelah Nara pergi, Shaqueen masih berdiam diri di toilet. Gadis itu masih menatap pantulan dirinya di cermin. Shaqueen terkekeh samar. Ia berusaha mencari kurangnya di mana, sampai-sampai ia tidak bisa menggantikan posisi masa lalunya Aksa.

Kejadian tadi sewaktu jamkos masih menghantuinya, senyum Aksa dan Karina masih ia ingat dengan begitu jelas. Ada beberapa bagian hatinya yang merasa retak, entah karena melihat tawa yang tercipta di lengkung kekasihnya atau, karena kenyataannya bukan dia yang menjadi sebab utama tawa itu tercipta.

Namun, ketika Shaqueen berusaha menarik napasnya—menghalau setiap rasa sakit yang secara bertubi-tubi menghampiri. Sebuah dobrakan pintu dari luar membuatnya menoleh.

BRAK!

Shaqueen sedikit terkejut karena ada yang membuka pintu begitu kencang. Kini atensinya mulai menatap kearah dua orang wanita yang baru saja masuk ke area toilet.

Mereka menatap Shaqueen dengan tatapan yang tajam, entah kenapa dan apa sebabnya, Shaqueen tidak tahu. Mereka berjalan menghampiri, namun akhirnya Shaqueen memilih untuk tidak peduli. Shaqueen memilih untuk kembali menatap dirinya di cermin. Hingga suara wanita itu meninggi, membuatnya meremat tangan diam-diam. Sial.

"Heh jalang!" teriak salah satu wanita yang tiba-tiba datang menghampiri Shaqueen.

Shaqueen hanya menaikkan satu alisnya tak paham. "Lo bicara sama gue?" tanyanya.

Anya tersenyum kecut. "Ya, iyalah. Lo pikir gue bicara sama siapa lagi?"

"Diri sendiri, maybe?" sahut Shaqueen sembari mengelap tanganya yang basah.

Hal itu berhasil membuat amarah Anya kian memuncak. Ia kembali menatap Shaqueen jauh lebih dekat. Lalu, tangannya bergerak dan meraih rambut Shaqueen dengan kuat.

"Bangsat!" pekiknya, sembari menjabak rambut Shaqueen. Tetapi Shaqueen tampak diam saja, entah kenapa, ia malah membiarkan Anya  menjambak rambutnya dengan kuat.

"Jadi murid baru aja udah belagu!" timpal Bianca, salah satu teman Anya.

Akhirnya, Shaqueen muak juga. Ia berusaha untuk menangkis lengan Anya dari kepalanya. Gadis bernama Anya itu brengsek juga, tidak tahu kah Shaqueen itu siapa? Tetapi, sudah di bilang, ini bukan saatnya Shaqueen menunjukkan jati dirinya.

"Lepasin, sakit!" seru Shaqueen dengan nada datar.

Anya semakin tersenyum puas, ia merasa senang ketika Shaqueen berhasil bersuara dan sedikit meringgis karena ulahnya. Tetapi bagi Anya, ini belum seberapa, dengan begitu ia semakin mengencangkan jambakanya.

"Lo mau gue lepas?" tanya Anya, yang berhasil di angguki oleh Shaqueen.

Anya tertawa, melihat raut wajah Shaqueen yang kesakitan seperti ini membuat moodnya lama-lama semakin baik juga.

"Tapi, gue belum puas. Gimana dong? Lagian ya, belum juga ada satu hari lo disini, lo udah berani buat maslah sama gue!"

Shaqueen mengerutkan keningnya, ia tidak paham maksud dari orang gila ini. Perasaan, dari pagi sampai sekarang ia hanya berdiam di kelas, tidak kemana-mana. Ada pun keluar, hanya kali ini—ke toilet. Lantas, dari mana salah yang sudah ia perbuat?

"Kita aja gak kenal. Terus darimana letak kesalahan gue?" sahut Shaqueen terbilang begitu santai.

Anya mengepalkan tangannya, gadis ini benar-benar membuat amarahnya lama-lama meluap. Sangat tidak tahu diri, ia bilang tidak tahu letaknya di mana? Sedangkan sedari awal ia masuk, ia sudah membuat suatu kesalahan fatal, yaitu karena ia sudah bersama Jevian. Laki-laki yang sudah ia sukai sejak Jevian pertama kali masuk ke sekolah.

"LO SALAH KARENA UDAH BERANGKAT BARENG SAMA, JEVIAN!" sentak Anya dengan wajah yang memerah.

Mendengarkan pernyataannya dari gadis dihadapannya, rasanya Shaqueen ingin tertawa begitu keras. Apa gadis ini kekasihnya Jevian? Kenapa lelaki itu memiliki kekasih segila ini? Gila yang terlampau bodoh.

"Ohh, hanya karena cowok gila itu? gue terpaksa karena mobil gue mogok dan nggak sengaja Ketemu dia di jalan. Jadi gue ikut berangkat bareng sama dia."

Sahutan yang terlampau santai itu rupanya kembali membangun amarah Anya. Gadis yang ternyata satu tahun lebih tua dari dirinya sama sekali tidak terima. Dan Shaqueen bisa melihat, bagaimana ia meremat tangannya dengan kuat.

"Lo punya handphone, kan? Zaman udah canggih. Lo tinggal persen Grab apa susahnya!"

"Fyi, ya, mbak. Aplikasi grab tadi pagi itu eror. Kalo nggak tahu awalnya gimana, nggak usah asal judge kayak gini dong."

Ya, memang benar, sebelum Anya berbicara seperti itu, justru Shaqueen juga sudah terlebih dahulu mencari driver online. Namun, sialnya, sistem sedang eror. Entah kenapa, mungkin ini adalah hari tersial nya, benar-benar sial.

"Halah, banyak alesan lo!" timpal Bianca yang semakin membuat suasana semakin mencekam.

Sialan, wanita ular itu kenapa berbicara dan menumpahkan bisanya. Lihat saja, Shaqueen akan membalasnya nanti!

Akibat ucapan Bianca tadi, tampaknya berhasil membuat emosi Anya tersulut. Gadis itu kini mulai memegang rahang Shaqueen dengan kencang. "Lo pikir lo siapa? Nggak usah kecentilan, ngerti?" ucapnya, sembari mendorong Shaqueen begitu kencang sehingga terbentur mengenai dinding.

Shaqueen hanya meringgis sedikit. Ia meremat ujung bajunya sembari susah payah menahan emosi yang hampir saja ingin membludak. Dia harus bisa menahan emosinya untuk saat ini. Dalam diamnya, Shaqueen sedang merencanakan beberapa rencana untuk membalas apa yang kedua gadis ini lakukan kepadanya. Apa mereka mengira bahwa Shaqueen adalah gadis yang lemah? Tentu saja tidak. Shaqueen bisa di bilang licik. Gadis ini bisa melakukan hal yang lebih, bahkan tanpa harus repot-repot menggunakan tangannya. Sungguh, Shaqueen tidak pernah takut dengan siapa pun, jika itu bukan dari lingkup keluarganya.

Setelah apa yang ia lakukan kepada Shaqueen, Anya dan Bianca segera pergi dari toliet, dengan gema tawa yang membuat Shaqueen benar-benar merasa muak. Shaqueen kira, setelah mereka melakukan hal yang tidak senonoh itu kepadanya, mereka akan benar-benar pergi dan membiarkan ia bernapas sedikit lega. Ternyata tidak. Shaqueen bisa melihat, bagaimana Anya mengambil kunci dan membawaya pergi ke luar. Sialan, gadis tidak waras itu benar-benar akan menguncinya di dalam. Namun, sebelum mereka berdua sepenuhnya keluar, Anya menampilkan senyuman menyeringai sembari menatap Shaqueen yang sudah terkapar di lantai.

"Itu akibatnya kalo lo berani berurusan sama gue!"

Dan, pada detik selanjutnya, Anya benar-benar mulai menutup pintu dengan rapat, lalu ia mengunci pintu toilet itu dengan cepat. Tanpa peduli pada Shaqueen yang masih berada di dalamnya.

Shaqueen yang tersadar bahwa dirinya di kunci. Segera berdiri dan berlari kearah pintu. Benar saja, Anya danBianca benar-benar telah menguncinya di dalam. Dasar sialan!

"Bangsat!" umpatnya sembari menendang pintu.

"TOLONG, SIAPAPUN YANG ADA DI LUAR, TOLONG BUKAIN PINTU. GUE DI KUNCIIN SAMA ORANG NGGAK WARAS!" teriak Shaqueen berusaha agar ada yang membukakan pintu untuknya.

Namun, tak ada satu pun orang yang mendengar bahkan membantunya. Karena, dia berada ditoilet paling ujung yang jarang sekali digunakan oleh para siswa.

Benar, hari ini adalah hari kesialan baginya. Pertama, mobil yang dia Kendari mogok. Kedua, dia harus terpaksa berangkat bersama laki-laki yang beberapa lalu menabraknya. Ketiga, dia tidak sengaja melihat kekasihnya berbicara begitu akrab dengan mantannya. Dan yang terakhir, dia harus mendapatkan perundungan dan berakhir terkunci sendirian di toilet.

Shaqueen juga lupa membawa handphonenya. Padahal, biasanya dia tidak akan pernah lupa akan benda satu itu.

Namun, tiba-tiba kepalanya terasa nyeri bukan main. Mungkin akibat dentuman keras pada dinding tadi. Shaqueen hanya bisa meremat kepalanya yang terasa nyeri, belum juga ruangan di kamar mandi lama-lama terasa begitu dingin. Imunnya kian melemah, yang bisa Shaqueen lakukan sekarang adalah menompangkan satu lengannya pada dinding, lalu satu tangannya yang lain ia gunakan untuk meremat dadanya yang terasa sesak.

Sial, Shaqueen juga lupa membawa inhaler nya. Satu hal yang ia benci; ketika ia hidup, ia harus berpengaruh pada alat itu. Sebenernya, Shaqueen jengah juga. Namun, Shaqueen juga cukup sadar diri, jika tanpa alat itu, bisa saja dia mati lebih cepat.

"Sial, gue lupa bawa obat," ucapnya sembari meremat dadanya yang semakin terasa begitu sesak.

• • • •

Jevian berdiri di ambang pintu kelas Shaqueen. Lelaki itu bersidekap dada sembari menyederkan badan. Satu persatu siswa Ipa 3 keluar dari kelas. Namun, Nara dan Shaqueen tak kunjung keluar.

Jevian segera melirik kearah kelas. Namun, hanya tersisa Kanaya dan Kayla yang sedang membereskan alat belajarnya.

Jevian, masuk dan segera bertanya kepada dua kembar itu. "Sorry, lo liat Nara sama murid baru itu gak?" tanya Jevian.

Kanaya hanya menggeleng. "Tadi mereka berdua pergi ke toilet. Tapi, sampe sekarang gak balik kelas," sahutnya.

"Iya, tadi waktu istirahat kita masih ngobrol-ngobrol ber-empat. Tapi, Shaqueen ngedadak kebelet mau ke toilet. Tadinya aku mau ikut, tapi kata mereka jangan karena cuma pergi sebentar. Tapi, sampai sekarang belum balik ke kelas lagi." timpal Kayla dengan sorot mata yang sedikit khawatir. "Perasaan aku gak enak, tolong cari mereka berdua ya, Jev?" pinta Kayla sembari menundukkan wajahnya dalam.

Jevian terdiam. "Apa Nara ngajak Shaqueen kabur?" batinnya.

"Yaudah Jev, kita duluan. Maaf, kita berdua gak bisa bantu lo buat cari mereka, karena kita berdua harus les." ucap Kanaya yang berhasil di angguki oleh Jevian.

Jevian mulai mengeluarkan handphone.

Nara

Dmn?|
13.21

|Rumah.
13.22

Ck, kbr mulu lo!|
13.24

|Ada keperluan.
Gue jga udh izin, sma piket.
13.25

Shaqueen?
13.26|

|Knp nnya gue?
13.27


Ktnya sma lo.
Tp, dia blm blik dritdi|
13.28

|Serius? Gue tdi ninggalin
dia di toilet.

|Lo coba cari, Jev.

|Gue takut dia knp²

|Gue gk bisa blik

|Nyokap gue skit.
13.28

Gsh panik. Lo urus nyokap lo|

Shaqueen biar gue cari.|
13.29

|Gue minta tlg bgt.

|Gue ngerasa brslah.
13.30

/Read

Jevian kembali menyimpan handphonenya kedalam saku. Sesekali dia menghela napasnya sejenak lalu berjalan perlahan menyelusuri satu persatu toilet yang ada di lantai atas. Namun, keberadaan gadis itu tak kunjung ia temui.

Perasaannya kini tidak meng-enakkan takut ada sesuatu yang terjadi pada gadis itu. Dia mulai berjalan cepat menuruni satu persatu anak tangga. Atensinya menatap seluruh ruangan. Namun tak kunjung juga ia dapatkan keberadaan Shaqueen.

"Sha?" teriaknya. Namun tak ada sahutan apapun di dalam sana.

Lelaki itu kembali membuka satu persatu ruangan namun tak ada satu orang pun disana. Dia kembali berlari menuju toilet lain yang belum sempat ia kunjungi namun tetap saja tidak ia temui sosok itu.

Dengan langkah tergopoh-gopoh sembari berteriak menyebutkan nama Shaqueen berulangkali. Meski hasilnya nihil lelaki itu, tak menyerah begitu saja. Dia terus menyelusuri satu persatu ruangan barangkali ada Shaqueen disana. Namun, tetap tidak ada.

"Sha? Lo dimana?" dengan suara yang sudah serak lelaki itu hanya bisa mengacak-acak rambutnya frustasi. Bagaimana jika gadis itu dalam bahaya? Apa yang harus dia katakan kepada Rama kakaknya Shaqueen. Jevian merasa dirinya begitu ceroboh karena, tidak mampu menepati janjinya untuk menjaga Shaqueen.

"Tolong, gue udah gak kuat lagi."

Samar-samar terdengar suara wanita yang entah dimana keberadaannya. Jevian mulai menempelkan telinganya kearah satu persatu pintu toilet. Hingga pada bagian ujung dia dapat mendengar suara wanita yang tampak sudah lamah di dalam sana.

Perasaan Jevian semakin tidak enak. Apakah didalam adalah Shaqueen? Tanpa ingin terus menerka-nerka siapa di dalam sana. Akhirnya dia mulai mengetuk beberapakali sembari mencoba membuka knop pintu. Namun, nyatanya pintu tersebut tak bisa terbuka. Lelaki itu terus menerus mengetuk. Namun, tak ada sahutan apapun di sana.

"Sha, lo didalam, kan?"

"Ini gue, Jevian. Gue minta tolong bukain pintunya, gue khawatir."

Namun, masih tak ada respon apapun di dalam sana. Akhirnya tanpa berpikir panjang lagi karena pikirannya sudah sangat gelisah Jevian memutuskan untuk mendobrak pintu itu.

Benar saja, disana ada Shaqueen yang sedang bersandar lemas di dinding toilet. Keadaannya benar-benar kacau dan keadaannya terlihat begitu lemas.

"Sha? Lo kenapa?" tanyanya. Namun hal itu tampaknya hanya akan sia-sia. Kini Shaqueen, sudah menutup rapat matanya.

Melihat wajah yang pucat dan mata yang kian merapat semakin membuat Jevian khawatir. Ada apa dengan gadis ini? Namun, dia tidak mengenyahkan semua pikiran yang menjadi tanda tanya di otak nya. Dengan cepat lelaki ini mulai menggendong Shaqueen ala Bridal style. Jevian, mulai berlari menuju ruang Uks mengabaikan tatapan orang-orang yang menatap ke arahnya. Bahkan Mahen, yang tak sengaja menatap Jevian yang sedang membopong Shaqueen tampak ikut terkejut.

"Why?" tanya Mahen.

Namun, Jevian tak menjawab pernyataan yang Mahen lontarkan. Dia seolah-olah menuli dan terus berjalan begitu cepat bahkan dia seringkali menabrak beberapa orang di sana. Dia tidak peduli yang di pikiran hanya gadis yang tengah berada di gendongan-nya. Dia takut, dia khawatir jika gadis ini akan kenapa-kenapa.

"Gue harap lo gapapa. Kalo semisal lo kenapa-kenapa, gue adalah orang yang merasa paling bersalah."

Sepertinya ucapan Jevian masih terdengar oleh gadis ini, karena pada saat Jevian berbicara ternyata Shaqueen belum sepenuhnya menutup mata. Gadis ini masih tersadar meski tidak memiliki kekuatan apa-apa untuk sekedar menjawab apa yang laki-laki ini katakan.

"Lo gak salah. Dan, gue mau bilang maksih karena udah datang di waktu yang tepat." 

Meski ucapannya hanya terdengar oleh dirinya sendiri. Karena, tak ada kekuatan apapun untuk Shaqueen berbicara. Sebab napasnya benar-benar seperti tercekik. Dia, harap ketika dia sadar nanti dia bisa mengatakan ini.





Bersambung....

Typo bersebaran. Mohon di maklum dan tolong di tandai. Terimakasih!❤️

Continue Reading

You'll Also Like

3.4K 1.7K 48
❝𝐋𝐚𝐲𝐚𝐤𝐧𝐲𝐚 𝐡𝐢𝐝𝐮𝐩 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐦𝐞𝐫𝐚𝐧𝐠𝐤𝐮𝐥 𝐛𝐞𝐤𝐚𝐬 𝐥𝐮𝐤𝐚❞ Pertemuan masa kecil di bawah pohon Flamboyan yang dihiasi burung kerta...
1.2K 169 5
"Bahkan orang itu ada disekitar kita!" Kepergiannya yang tiba-tiba membawa tanda tanya besar di setiap orang. Keberadaannya yang terabaikan, menjadi...
15.6K 2.4K 23
"Semestaku tak mati, dia hanya pergi." ©luvxpiceya, 2021.
3.3K 2.8K 22
[ with - ahn yujin ] "selamat tidur ya, buminya mentari"