Zargan ; ANNOYING HUSBAND βœ”

By dianaapsr

177K 9.4K 2.4K

"Pengkhianat harus mati!" Karena kejadian pada malam hari itu, tepatnya saat Alara tak sadarkan diri. Berbaga... More

PROLOG
1 | Melepas atau Bertahan
2 | Perjanjian tanpa Pilihan
3 | Dari Zargan untuk Alara
4 | Pertengkaran Kecil
5 | Rooftop dan Kisahnya
6 | Milik Zargan, Selamanya
7 | Malam Spesial
8 | Gara-gara Kesiangan
9 | Nothing Special
10 | Hukuman dan Peraturan dari Zargan
12 | Pertemuan di Sisi Jembatan
13 | Penyelidikan
14 | Perdebatan di Sore Hari
15 | Tinggal Berdua
16 | Perubahan Alara
17 | Kecurigaan Zergan
18 | Serangan Gravator Black
19 | Perasaan Zergan
20 | Interaksi Sederhana
21 | Taman dan Perselisihan
22 | Hampir Usai
23 | Perhatian Kecil
24 | Merasa Kehilangan
25 | Sedikit Kisah tentang Anyelir
26 | Bukti Kejadian
27 | Zargan untuk Alara
28 | Timbul Rasa
29 | Kejahilan Zargan
30 | Tak Lagi Sama
31 | Terungkap
32 | Di Toko Kue
33 | Pelaku Sebenarnya
34 | Trauma Masa Lalu
35 | Damai
36 | Pulihnya Hubungan
37 | Balap Liar
38 | Sidang Keputusan
39 | Flashback
40 | Di Proyek Tua
41 | Pangeran Kecil
42 | Not a Good Papa
43 | She Look Pretty
44 | Sengaja Bertemu
45 | Hidup Baru
46 | Gagal Balapan
Epilog

11 | Selalu tentang Masa Lalu

3K 212 53
By dianaapsr

Senandung pelan sengaja Alara keluarkan. Tangannya terlihat menelusuri meja yang terletak di dekat jendela. Sesekali ia melirik pada Zargan yang sepertinya akan bersiap menuju kamar mandi. Alara penasaran dengan file penting yang dimaksud. Namun, Zargan tak memberikan celah sedikit pun baginya untuk mengetahui apa isi di dalamnya.

Saat Zargan masuk ke dalam kamar mandi. Alara memberi jeda sekitar 10 detik, memastikan kembali bahwa laki-laki itu tak akan keluar. Setelah dirasa cukup, Alara membukanya secara perlahan. Namun, sial, Zargan mengambil alih benda itu tanpa aba-aba.

"Gue tahu dari gerak-gerik lo, Ra."

Alara berbalik. Posisinya kini seolah tersudutkan di tepian meja. Hingga akhirnya helaan napas diikuti kerucutan bibir menyambut Zargan. Sementara laki-laki itu memilih untuk meletakkan file di dalam laci yang jelas kuncinya tak akan pernah diberikan kepada Alara.

"Itu isinya apa, sih?"

"Sesuatu yang berharga."

"Lebih berharga dari gue?"

"Lebih berharga lo, sih, tapi tetep file ini juga berharga."

Zargan kembali pada Alara yang sedang duduk pada meja belajar dengan kedua kaki saling mengayun. Laki-laki itu meletakkan masing-masing tangannya di sisi tubuh Alara, hingga membuat perempuan itu mematung. Ya, jarak mereka nampak cukup dekat hingga perempuan itu berusaha untuk memundurkan posisi duduknya meski rasanya tidak nyaman.

Zargan mengulas senyuman, tipis, tetapi entah bagaimana caranya jantung Alara seakan berdesir. Hangat sekaligus dingin bercampur menjadi satu. Tidak, Alara tidak bisa berada pada posisi seperti ini untuk jangka waktu yang lama. Perempuan itu lantas menggeleng pelan dan mengalihkan pandangan ke arah lain. Namun, dengan sigap Zargan menarik dagu Alara-memaksanya untuk tetap berada pada posisi yang sama.

"Gue mau mandi, nanti kita tepati hukuman yang gue bilang waktu di sekolah."

Alara menelan salivanya dengan susah payah, matanya terlihat membelalak. Jadi, Zargan tidak main-main dengan perkataannya itu?

Melihat wajah panik sekaligus pucat milik Alara. Zargan lantas terkekeh lucu, kemudian memilih untuk menjauhkan tubuhnya. Memberi ruang bagi Alara untuk bisa bernapas bebas, tanpa berusaha menahan segala macam perasaan aneh yang mungkin saja sedang dirasakannya saat ini.

"Siap-siap, ya, Sayang. 5 kali ngomong nggak sopan berarti 50 kali ciuman."

"Gue nggak main-main, dan lo nggak bisa menolak."

Alara mengendurkan tubuhnya saat Zargan sudah sepenuhnya masuk ke dalam kamar mandi. Perempuan itu berteriak tertahan karena takut terdengar oleh Zargan. Wajahnya nampak panik dengan tubuh yang sibuk bergerak ke segala arah.

"Nggak! Gue nggak boleh biarin ini terjadi!"

Alara menyentuh bibirnya sembari memandang pada cermin rias. "Bisa jontor bibir gue!"

Detik berikutnya, Alara kembali mencari cara untuk bisa lepas dari Zargan. Kalau perlu, sampai Zargan tidak memiliki sedikit pun kesempatan untuk bisa menyentuh bibirnya.

"Mama!"

Alara mengangguk kegirangan. Namun, ia jadi sedikit membayangkan bagaimana jadinya jika mereka sudah tidak lagi tinggal bersama dengan orang tuanya? Alara bergidik ngeri lantas berlari kecil menuju lantai dasar.

'Zargan'

Ketukan di meja makan seketika langsung berhenti saat Zargan menarik kursi di sebelahnya. Jantung Alara kembali menari dengan hebat hingga tanpa disadari pipinya sudah bersemu. Perempuan itu sedikit menggeser kursinya agar berjarak lebih jauh. Tetapi rupanya hal yang dilakukan Alara barusan mampu mengundang tatapan heran dari sang papa.

"Kalian lagi berantem?"

"Enggak, Pa."

"Terus kenapa kamu menggeser kursi kamu?"

Alara menunjukkan sederet giginya sementara Zargan hanya tersenyum, seolah meledek Alara yang jelas sedang salah tingkah.

"Biar Zargan nggak sempit, Pa."

"Inget, ya, Ra. Lo nggak perlu mengindar," kata Zargan, tepat di telinga Alara. Suara beratnya mampu membuat Alara tak berkutik hingga sendok di tangannya kembali terjatuh pada piring. Rasanya benar-benar gila! Alara ingin sekali menjauh dari Zargan untuk saat ini. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk mengatur detak jantungnya menjadi lebih stabil. Namun, gagal, aroma parfum dari tubuh Zargan yang terus menyeruak seolah menambah kesan merinding pada tubuh Alara.

"Mama ... Ara kangen sama Mama, mau tidur di kamar Mama buat hari ini nggak apa-apa, 'kan?"

"Loh? Terus Papa kamu gimana?"

"Papa di kamar tamu dulu, ya, Pa?"

"Masa suami kamu disuruh tidur sama guling, Ra."

Rengekan pelan akhirnya keluar. Alara sudah tidak bisa lagi membohongi diri dan semua orang bahwa saat ini ia merasa takut dengan Zargan.

"Zargan mau ngehukum Ara katanya, Mama. Ara takut ..."

"Bener, Zar?" Suara bariton Xander terasa mengintimidasi. Ditatapnya Zargan dengan sedikit tajam, karena pria itu memang tak pernah mengizinkan siapa pun melukai putri semata wayangnya.

"Ara sering banget ngelawan saya, Pa. Masa istri ngebentak-bentak suami terus? Saya juga dikatain gila, nggak waras sama Ara."

Dalam hati Alara mengumpat karena Zargan berusaha mencuri perhatian orang tuanya. Hingga tatapan tajam yang semula tertuju pada Zargan, kini beralih sepenuhnya pada dirinya.

"Ara, nggak boleh gitu, dong! Zargan sekarang 'kan udah jadi suami kamu. Kalian bukan temen biasa kayak dulu lagi, yang kamu bebas mau bicara gimana aja sama Zargan."

"Iya, Mama, Ara tahu. Tapi, tetep aja Ara nggak mau dihukum! Tadi di sekolah Ara ngomong nggak sopannya sebanyak lima kali, dan Zargan bilang satu omongan nggak sopan hukumannya adalah 10 ciuman di bibir! Jadi, 50 kali, Mama! Bibir Ara bisa jontor nanti!"

Zargan menyenggol lengan Alara dan membuat perempuan itu menghentikan aksi bercelotehnya. Suasana di ruang makan nampak semakin canggung. Alara sengaja menatap wajah Xander dan Kiara secara bergantian. Ada rasa malu yang mendadak menyelimuti dirinya. Hingga tawa dari Kiara terdengar jelas di telinga Alara, dan perempuan itu memilih untuk menunduk seraya merutuki mulutnya sendiri.

"Oh ... suami istri zaman sekarang gitu, ya? Dulu waktu Mama masih muda, ya, Ra, kalo Mama ngelakuin kesalahan Papa kamu pasti ngebentak Mama. Kalo ini hukumannya seru juga, ya, Ra? Nggak nyakitin."

"Mama kalo jadi kamu sengajain aja, Ra, ngomong nggak sopan sampe seribu kali. Biar lebih puas."

"Mama ..."

Alara bangkit dari kursi. Selera makannya hilang begitu saja akibat kesalahannya sendiri. "Ara mau ke kamar. Udah nggak laper."

"Saya juga udah nggak laper. Saya permisi ke kamar, ya, Pa, Ma."

"Kalian serius nggak mau makan yang banyak? Menjalani hukuman kayak gitu perlu energi, loh!"

Alara sengaja menutupi telinganya, tak ingin mendengar suara Kiara yang terus saja mengejeknya. Memalukan ... rasanya benar-benar memalukan hingga Alara ingin sekali menghilang dari muka bumi ini. Menghilang dari hadapan orang tuanya, ataupun pelayan yang juga diam-diam ikut menguping pembicaraan mereka di ruang makan.

'Zargan'

Bunyi notifikasi dari ponsel Alara sukses mencuri perhatiannya. Perempuan itu akhirnya meletakkan majalah di atas ranjang kemudian meraih ponsel di atas nakas. Spontan, matanya melebar saat mengetahui siapa yang telah mengiriminya pesan. Sekilas ia menatap Zargan yang nampak sibuk dengan laptop di hapadannya. Lantas, Alara bangkit, menuju ke arah lemari besar dan mengambil cardigan dari sana. Pergerakannya itu jelas saja berhasil memancing tatapan Zargan hingga laptop tidak lagi menjadi pusat perhatian.

"Mau ke mana udah pake cardigan dan make up?"

"Shellena minta ketemu."

"Harus banget sekarang? Besok 'kan bisa ketemu di sekolah."

"Ada yang mau diceritain katanya penting banget," balas Alara sembari sibuk memoles bibirnya dengan liptint. Perempuan itu nampak tersenyum manis di hadapan cermin rias, ia melepas cepolan asal pada rambutnya hingga membuatnya sedikit bergelombang. Tak hanya sampai di situ, Alara kemudian menyisir rambutnya tadi agar terlihat lebih rapi, ia mengambil parfum dan menyemprotnya hingga beberapa kali.

"Kenapa nggak di rumah aja ceritanya?"

"Dia malu."

"Gue tinggal bentar, ya, Zar."

"Bentar, Ra."

Langkah Alara terhenti ketika tangannya baru saja menyentuh knop pintu. Ia membalikkan tubuhnya dengan dahi sedikit berkerut.

"Shellena atau Zergan?"

Zargan bisa melihat perubahan raut wajah yang Alara tunjukkan. Senyuman manisnya sirna begitu saja saat mendengar pertanyaan Zargan, dan berganti dengan raut masam. Kedua tangannya nampak mengepal dengan erat.

"Kenapa, sih, lo selalu bawa-bawa nama Zergan dalam hal apa pun? Lo takut kalah saing sama dia?"

"Gue cuma nanya, Ra, kenapa juga harus dijawab pake emosi? Atau emang bener? Makanya emosi lo langsung terpancing."

"Kita udah nikah, Ra, tapi gue lihat lo masih aja nggak bisa melepas Zergan. Lo juga nggak pernah menghargai gue sebagai suami lo."

Alara tertawa pelan. "Gini, ya, Zargan Algerio. Pernikahan kita itu cuma karena perjodohan yang dilakukan sama Papa! Kalo aja waktu itu lo nggak pernah nolongin gue di saat gue mau bunuh diri, kalo aja waktu itu nggak ada office boy yang ngeliat lo nolongin gue, dan ngelapor ke Papa-kita nggak akan pernah menikah! Lo dan gue nggak akan pernah menjadi suami istri!"

"Gue tahu wajah lo emang mirip banget sama Zergan, sampe semua orang sering nggak bisa membedakan mana Zergan, dan mana Zargan. Tapi, tetep aja, lo bukan Zergan, sampe kapan pun juga lo nggak akan pernah bisa kayak Zergan."

"Dan jangan lupain satu hal bahwa sebelum lo menyandang status sebagai suami gue, dan bersikap sok mengatur kehidupan gue-ada Zergan yang lebih dulu menempati posisi spesial di dalam hati gue."

"Yang gue mau cuma Zergan, bukan Zargan, dan sosok yang gue cinta juga Zergan, bukan Zargan. Jangan pernah berpikir dengan status lo sebagai suami gue, lo bisa menghapus semua kenangan gue sama Zergan. Enggak, Zar, bagi gue Zergan tetep yang istimewa. Bagi gue, Zergan tetep pemenangnya."

Zargan menatap kepergian Alara, tubuhnya masih diam di posisi yang sama. Selang beberapa menit, laki-laki itu tertawa pelan. Tangannya mengepal dengan erat hingga akhirnya dinding kamar menjadi pelampiasan. Zargan memukuli beberapa kali hingga ujung jemarinya terluka dan mengeluarkan darah. Namun, Zargan sungguh tidak peduli, ia benci dengan kalimat Alara barusan.

Zargan mengacak rambutnya kemudian duduk di tepian ranjang. "Alara bener, Zergan pemenangnya."

Laki-laki itu menunduk, masing-masing tangannya mencengkeram erat seprai-berusaha menyalurkan sakit yang ia rasa sekarang.

"Gue udah selalu berusaha jadi yang terbaik, biar seenggaknya semua orang bisa menghargai gue selayaknya mereka menghargai Zergan. Tapi ternyata semua itu nggak cukup, gue cuma Zargan-cowok nggak berguna yang kehadirannya nggak pernah diharapkan oleh siapa pun-termasuk Alara, cewek yang bener-bener gue cinta, dan gue sayang."

'Zargan'

spam next-nya ayo! sebanyaknya, biar aku ada semangat dikit buat ngelanjut ini cerita. tapi kalo bisa sih, kasih komen yang berhubungan sama ceritanya, bukan cuma next doang :(

Na

Continue Reading

You'll Also Like

565K 11.6K 56
Allea kembali ke Indonesia setelah 8 tahun untuk menemui calon tunangannya, Leonando. Namun Allea tidak tahu telah banyak hal yang berubah, termasuk...
51.3K 3.6K 38
π™Žπ™€π˜½π˜Όπ™‚π™„π˜Όπ™‰ π™‹π˜Όπ™π™ π˜Ώπ™„ π™‹π™π™„π™‘π˜Όπ™ --------------------------------------------------- kisah seorang anak yang disalahkan atas kematian ibun...
38.4K 619 3
Sederhana kata, aku mencintainya. Terimakasih telah memberiku cinta yang belum pernah aku temui sebelumnya. (TERINSPIRASI DARI KISAH NYATA, TIDAK MEN...
733K 20.7K 55
Zanna tidak pernah percaya dengan namanya cinta. Dia hanya menganggap bahwa cinta adalah perasaan yang merepotkan dan tidak nyata. Trust issue nya so...