Paradise (Segera Terbit)

By ohhhpiiu

2.6M 141K 5.2K

[PART MASIH LENGKAP] "Lihat saudaramu yang lain! Mereka berprestasi! Tidak buat onar! Membanggakan orang tua... More

Bab I
Bab II
Bab III
Bab IV
Bab V
Bab VI
Bab VII
Bab VIII
Bab IX
Bab X
Bab XI
Bab XII
Bab XIII
Bab XIV
Bab XV
Bab XVI
Bab XVII
Bab XVIII
Bab XIX
Bab XX
Bab XXI
Bab XXIII
Bab XXIV
Bab XXV
Bab XXVI
Bab XXVII
Bab XVIII
Bab XXIX
Bab XXX
Bab XXXI
Bab XXXII
Bab XXXIII
Bab XXXIV
Bab XXXV
Bab XXXVI
Bab XXXVII
Bab XXXVIII
Bab XXXIX
Bab XL
Bab XLI
Bab XLII
Bab XLIII
Bab XLIV
Bab XLV
Bab XLVI
Bab XLVII
Bab XLVIII
Bab XLIX
Additional Part 1
Additional Part 2
Additional Part 3
SEGERA TERBIT

Bab XXII

44.9K 2.5K 36
By ohhhpiiu

everything i wanted - Billie Eilish

I tried to scream
But my head was underwater
They called me weak
Like I'm not just somebody's daughter
It could've been a nightmare
But it felt like they were right there

***

Qila menatap sedih nilai ulangan harian di tangannya. Sungguh, ia sudah berusaha keras belajar tapi kenapa hasil yang ia dapat selalu tak memuaskan.

Wajar saja ayah kecewa dan menganggap bahwa dirinya bodoh.

"Ulangan harian dapet segitu udah gede kali," ujar Angkasa melirik dari samping.

Helaan napas panjang Qila terdengar berat. "Kalau ayah tau, aku bakalan kena omel lagi."

"Ya elah La, nilai 88 tuh gede anjir."

"Kecil. Ini kecil kalo bagi ayah."

"Ck." Angkasa merebut kertas ulangan Qila. "Woi siapa yang dapet paling kecil disini?"

"Gua." Genta, cowok dengan rambut panjang dan baju berantakan mengangkat tangannya polos. "Ngapa emang?"

"Berapa nilai lu?"

"35."

Sontak satu kelas tertawa mendengarnya. "Kaya ukuran sepatu anying."

Genta melotot. "Yeu sirik lu semua?"

Semua anak kelas kembali tertawa, Qila yang mendengar itu mengerutkan kening. Kenapa Genta turut tertawa saat yang lain menertawakan nilainya?

"See?" Angkasa menatap wajah Qila. "Hargain usaha lo sekali-kali."

"Tetep aja bagi ayah nilai segini itu kecil. Dibanding sama saudaraku yang lain, aku yang paling bodoh."

Wajah Qila kembali murung. "Kamu dapet berapa?"

"Gue?" tunjuk Angkasa pada dirinya sendiri. "Nih."

Bibir Qila semakin mengerucut saat melihat nilai 96 milik Angkasa. Tak disangka-sangka, cowok yang hampir setiap hari kena hukum oleh guru disiplin ini cukup cerdas dalam hal akademik.

"Gak usah insecure gue emang pinter dari dulu," ucap Angkasa sombong.

Qila memutar bola matanya malas, tetap saja sifat tengil itu tak hilang. "Dasar sombong."

"Bukan sombong tapi fakta."

"Nyenyenye."

Angkasa terkekeh kecil melihat Qila mengejeknya. "Coba sini liat punya lo salahnya dimana aja."

Meskipun masih jengkel Qila tetap menurut dan mendekatkan diri pada Angkasa yang dengan serius memberitahu letak kesalahan pada kertas ujiannya.

"Lo cuma kurang rajin aja, bukan bodoh," Angkasa menyentil kening Qila. "Jangan kebiasaan nyebut diri sendiri bodoh, gak banyak orang yang bakal apresiasi kerja keras lo, setidaknya jangan biarin lo jahat sama diri sendiri."

Qila mengelus kening bekas jitakan Angkasa. "Ngomong sih gampang tapi prakteknya yang susah."

"Gini deh gue tanya," Angkasa memutar tubuhnya ke samping, menarik kursi milik Qila agar lebih dekat dengannya. "Lo belajar buat dapet nilai doang atau dapet ilmu?"

"Dua-duanya," jawab Qila gugup, jarak ini terlalu dekat menurut Qila. Dia bahkan bisa merasakan napas Angkasa menyapu wajahnya.

"Hidup lo bukan arena balap yang garis finish nya ditentuin nilai ujian."

Qila balas menatap Angkasa hingga kedua pasang mata hitam itu seolah menenggelamkannya.

"Mungkin," gumam Qila kecil. "Mungkin bagi kamu nilai gak lebih berarti dari apapun."

Qila lebih dulu memutus kontak mata, memundurkan kembali bangku sampai membuat jarak yang cukup jauh.

"Tapi sebagian orang gak punya garis finish karena mereka gak pernah lewatin start. Kamu tau kenapa?"

Qila menjeda ucapannya karena merasa risih dengan tatapan anak-anak lain yang tertarik dengan interaksinya dengan Angkasa.

"Hidup mereka diatur untuk terus bergerak sampai lewat dari batas, sampai gak ada yang bersisa. Jadi bagi aku, nilai ini penting karena gak ada hal yang bisa aku kasih selain nilai."

Angkasa bergeming. "Usaha lebih penting dari apapun, lo gak bisa paksa seekor ikan buat naik ke atas pohon. Dia gak bisa bukan berarti dia bodoh, kan? Ada kalanya lo harus tahu kapasitas diri sendiri."

Jelas Qila sudah terlalu menekan dirinya selama ini. Entah kehidupan macam apa yang sudah gadis itu jalani, sampai pada konsep sederhana saja gadis itu tak mau menerimanya.

"Lo bisa buat ayah lo bangga, La."

"Ayah lo harusnya bangga sama usaha yang lo buat, bukan hasil akhir yang lo dapat."

Qila meremat kertas ulangan ditangannya. Ucapan Angkasa ada benarnya juga.

Baiklah, sore nanti Qila akan coba berbicara dengan ayah. Mungkin saja kali ini akan ada kalimat bangga yang ayah ucapkan untuknya.

Seperti yang Angkasa bilang bahwa yang terpenting dari segala hal adalah usaha.

***

"Den Saka enggak sekolah?" Bi Iyem datang dari depan sambil membawa koran baru. "Sakit?"

"Kurang enak badan."

Bi Iyem mengangguk paham. "Mau bibi masakin bubur buat sarapannya?"

Saka menggeleng. "Gak perlu, bi."

"Oh ya udah atuh, bibi di dapur ya takut butuh apa-apa."

Saka mengangguk sekali lalu kembali fokus mencari channel televisi yang akan ia tonton hari ini.

"Bi," panggil Saka, Bi Iyem yang masih membereskan beberapa barang dekat meja televisi menengok.

"Kemarin Qila berobat sama bibi, kan?"

"Iya, kenapa den?"

Saka berdeham sekali mengusir canggung. "Qila... sakit apa?"

"Naon ya? bibi juga kurang paham. Tapi kemarin teh Neng Qila dirujuk ke dokter On-naon kitu hilap bibi."

"Dirujuk?" Saka mengerutkan keningnya. "Bukan ke dokter umum biasa?"

"Tadinya mah emang ke dokter umum biasa. Tapi dokter umum malah rujuk neng Qila ke dokter spesialis naon ya aduh, lupa."

Jantung Saka berdebar kencang tiba tiba. Perasaan mengganjal menyusup ke dalam hatinya.

"... den?"

"Den Saka?"

Saka terperanjat dari lamunannya begitu Bi Iyem datang menghampiri dan memegang pundaknya.

"Ya?" tanya Saka linglung.

"Pucet pisan mukanya, beneran gak mau berobat aja?"

Saka menggeleng, ia memijit pangkal hidung pelan sambil berusaha menenangkan debaran jantungnya.

"Gak perlu bi."

Bi Iyem terlihat sangsi sejenak, mengingat betapa pucat wajah Saka saat itu mengingatkannya pada Qila beberapa hari yang lalu.

Akan tetapi, daripada membuat suasana hati tuan mudanya itu memburuk, bi iyem memilih untuk tak bertanya lebih.

Sedangkan dilain sisi, Saka yakin hal ini pasti berkaitan dengan ucapan tak masuk akal Qila kemarin.

***

Qila pulang lebih awal dari biasanya, piket ruang teater hari ini diliburkan karena ruangan dipinjam untuk rapat internal beberapa ketua ekskul dan club.

Qila berdebar saat melihat mobil ayah sudah terparkir di halaman rumah, nampak seperti akan segera pergi lagi.

"Ayah?" panggil Qila ragu. "Mau pergi lagi?"

Akbar yang sedang memakai jam tangan di ruang tengah hanya melirik sekilas tanpa menjawab.

Qila menipiskan bibirnya dan tersenyum canggung. "Nanti malam ayah pulang jam berapa?"

"Ada apa?"

"Ya?" tanya Qila tak percaya mendapat respon. "Oh, enggak nanya aja hehe."

Akbar tak berekspresi lebih dan memilih merapihkan dasi serta jas, dia memanggil supir dan sedikit berbicara beberapa hal dengannya.

Qila memanfaatkan kesempatan itu untuk mengeluarkan kertas ulangan dan memperlihatkan nilainya.

"Ayah," panggil Qila. "Ini nilai ulangan Qila hari ini."

"Simpan saja, nilainya pasti tidak besar seperti biasanya."

Akbar menolak untuk melihat kertas yang Qila angsurkan. Dia malah memilih untuk mengeluarkan ponsel dan berjalan keluar.

"Sebentar ayah, liat sebentar aja. Kali ini Qila belajar sungguh-sungguh dan kata teman Qila hasilnya lumayan."

Akbar tak menghentikan langkah, supir kepercayaan Akbar sudah membukakan pintu dan mempersilahkan tuannya masuk.

Tanpa menoleh atau sekedar melirik kertas Qila, Akbar masuk begitu saja kedalam mobil dan menutup pintunya kencang.

Qila mengetuk beberapa kali kaca mobil sambil memanggil nama Akbar berharap sang ayah dapat membukakan pintu sebentar.

"Hari ini Qila dapet nilai 88, Qila tertinggi ketiga di kelas ayah. Qila janji dapat nilai lebih tinggi dari ini. Jadi ayah bakalan bangga."

"Ayah!" panggil Qila sedikit lebih keras saat mobil mulai berjalan meninggalkan rumah. "Kalau Qila dapat nilai lebih besar ayah harus bangga, ya!"

"Janji ya ayah!" Qila harap teriakannya barusan dapat terdengar oleh Akbar meski mobil hitam kesayangannya sudah hilang dari pekarangan rumah.

***

Saat hendak masuk kamar Qila dikejutkan dengan kehadiran Saka yang mencegatnya di depan pintu kamar.

"Kenapa disini?" tanya Qila.

Saka mengamati Qila dengan intens sebelum pada akhirnya menyingkir dari pintu kamar Qila.

"Lo sakit apa?" tanya Saka to the point.

"Hah?" kaget Qila, tak menyangka Saka akan bertanya langsung. "Sakit apa? Aku sehat gak sakit apa apa."

"Ucapan lo kemarin, ada hubungannya sama sakit lo sekarang?"

Saking kagetnya dengan pertanyaan Saka Qila sampai kehabisan kata-kata.

"A-apa? Ucapan yang mana?"

"Lo takut mati." ujar Saka cepat tanpa merubah ekspresinya yang tajam. "Kenapa lo bilang gitu."

"Emangnya kamu gak takut mati," kilah Qila memutar otaknya dengan keras untuk mencari alasan. "Semua orang 'kan takut mati."

"Oh tumben kamu jam segini di rumah, gak sekolah? Kamu sakit?" tanya Qila berusaha mengubah topik.

Sayangnya Saka tak mudah ditipu begitu saja.

Tak puas dengan jawaban yang terlihat sekali dibuat-buat itu Saka mendecakkan lidah.

"Jangan mainin kuku, keliatan banget lo bohongin gue." Saka membalikkan badan, memasukan satu tangannya ke dalam kantong celana. "Fine kalau lo gak mau bilang."

"Gue bisa cari tau sendiri."

Continue Reading

You'll Also Like

143K 4.2K 50
-SCHOOL SERIES (1)- -COMPLETED- Please ya guise... Vote adalah bentuk apresiasi untuk penulis. . "Satu-satu aku sayang Alano..." "Dua-dua juga sayan...
Kost-Mate By Fytana

Teen Fiction

164K 20.6K 43
Bagaimana perasaanmu jika tinggal bersama lima orang cowok dalam satu rumah, dan kamu adalah cewek satu-satunya? Takut? Sedih? Atau malah bahagia kar...
6.8M 286K 59
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
8.7K 1.5K 41
Azanna Salsabila telah memendam perasaannya pada Evan Aditama selama satu tahun. Cowok dingin yang irit ngomong dan nggak suka tertawa. Tapi di balik...