Paradise (Segera Terbit)

By ohhhpiiu

2.6M 141K 5.2K

[PART MASIH LENGKAP] "Lihat saudaramu yang lain! Mereka berprestasi! Tidak buat onar! Membanggakan orang tua... More

Bab I
Bab II
Bab III
Bab IV
Bab V
Bab VI
Bab VII
Bab VIII
Bab IX
Bab X
Bab XI
Bab XII
Bab XIII
Bab XIV
Bab XV
Bab XVI
Bab XVII
Bab XVIII
Bab XX
Bab XXI
Bab XXII
Bab XXIII
Bab XXIV
Bab XXV
Bab XXVI
Bab XXVII
Bab XVIII
Bab XXIX
Bab XXX
Bab XXXI
Bab XXXII
Bab XXXIII
Bab XXXIV
Bab XXXV
Bab XXXVI
Bab XXXVII
Bab XXXVIII
Bab XXXIX
Bab XL
Bab XLI
Bab XLII
Bab XLIII
Bab XLIV
Bab XLV
Bab XLVI
Bab XLVII
Bab XLVIII
Bab XLIX
Additional Part 1
Additional Part 2
Additional Part 3
SEGERA TERBIT

Bab XIX

42.9K 2.5K 30
By ohhhpiiu

aku jauh lebih takut dilupakan daripada kematian itu sendiri.

•••

Wajah Saka terlihat gusar sepanjang hari, permainan basketnya pun sering kedapatan tak fokus hingga mendapat teguran dari pelatih berkali-kali.

"Fokus! Fokus!" teriak pelatih dari pinggir lapangan. Wajahnya kelihatan tak senang dengan keteledoran Saka hari ini. "Saka! Oper bolanya jangan egois! Ini permainan tim."

"Lo lagi ada masalah?" tanya Dion di sela-sela permainan basket. "Mending izin balik lah daripada latihan gak fokus gini."

Saka tak mengacuhkan Dion, dia tetap bermain basket meskipun semua upaya untuk fokusnya selalu buyar.

tap!

Lemparan Saka mengenai bibir ring yang membuat semua orang berdecak.

pritttttt

"Lo pasti kena amuk abis-abisan." peringat Dion pada sahabatnya.

"Terserah."

Coach Gerard menatap Saka dengan pandangan menelisik. Tidak biasanya permainan Saka buruk seperti ini.

Tak ada yang berani memulai percakapan, bahkan Dion ataupun Haris yang biasanya selalu melempar guyonan pun ikut terdiam.

"Hah kenapa dengan kamu hari ini. Mau mengacaukan tim? Gak ingat beberapa minggu lagi seleksi kejuaraan? Lebih baik kamu keluar dari tim saja, jangan buat hasil kerja keras teman-temanmu yang lain jadi sia-sia."

"Sorry coach."

Dion mengangkat alisnya, sikap Saka aneh seharian ini. Ya meskipun bocah itu memang pendiam tapi aura yang ia keluarkan lebih suram dari hari-hari biasanya. Dion yakin pasti terjadi sesuatu pada sahabatnya itu.

Menit demi menit dihabiskan dengan evaluasi juga ceramah panjang yang membosankan.

Saka melirik arloji di atas tas tak jauh dari tempat duduknya. Ia hanya ingin cepat pulang hari ini.

"Coach!" Saka memotong Gerard yang sedang berbicara panjang lebar. "Saya kurang enak badan."

Gerard menatap Saka sangsi, dilihat dari sisi manapun anak didiknya itu nampak bugar. Tak ada raut kesakitan sama sekali.

"Saya izin pulang."

Awalnya Gerard tidak ingin menyetujui permintaan Saka, ia yakin itu hanyalah akal-akalan agar bisa bolos dari ceramah panjangnya saja.

Namun, melihat dia berkali-kali menelisik jam dan kelihatan gusar selama latihan berlangsung Gerard berpikir dua kali, hingga akhirnya menyetujui.

"Thanks coach."

Tanpa mengucapkan kalimat lebih atau berpamitan dengan yang lain Saka langsung menyambar tasnya dan pergi.

Kondisi Qila memenuhi seluruh pikirannya. Saka merasa akhir-akhir ini tubuhnya terlalu cepat lelah. Namun ia yakin tak ada yang salah dengan kesehatannya.

Orang bilang anak kembar terlahir dengan memiliki ikatan batin yang kuat. Benarkah? Apakah ini berarti bukan sakit miliknya melainkan Qila?

Sesampainya di parkiran hambatan lain datang, seorang cewek yang akhir-akhir ini selalu mengganggu ketenangannya di sekolah berdiri di dekat motornya dengan senyum lebar.

Serena.

"Saka baru mau balik ya?" tanyanya malu-malu.

Saka melengos tak memperdulikan.

"Eh kok gue nya dicuekin terus sih?" Serena mengerucutkan bibir. "Lo orang pertama loh yang gue sapa. Biasanya sih orang-orang pada ngantri buat gue sapa."

Tangan Saka menggantung di udara saat hendak memakai helm. Alisnya naik bersamaan dengan senyum sinis andalannya.

"Terus?"

"Ya, berarti lo spesial sampe gue perlakuin beda dari yang lain."

Tidak tahu malu. Saka muak melihat sikap sok malu-malu yang Serena perlihatkan. Bukannya terlihat imut malah seperti orang cacingan di matanya.

"Eh eh jangan pergi dulu," cegat Serena saat Saka menarik gas motornya. "Mobil gue mogok boleh nebeng kan?"

"Gak."

"Sampe pertigaan depan aja kok, ayolah kapan lagi lo bisa boncengan sama cewek kayak gue," ujarnya percaya diri.

"Najis."

Mata Serena membulat terkejut. "Kok ngomongnya kasar sih? Gue cuma kasih penawaran yang menguntungkan."

"Bacot! Minggir lo."

"Tunggu!" Tahannya dengan kedua tangan merentang menghalangi jalan. "Lo lebih keren bareng gue daripada sama cewek jelek kemarin!"

Mata Saka menajam tak suka dengan ucapan kakak kelasnya itu. Mulutnya sudah gatal ingin menyumpah serapahi namun ia ingat bahwa yang sedang dihadapi adalah cewek gila.

"Ya, kan? Jelas lebih cantik, modis, kerenan gue kemana-mana dari pada cewek kemarin."

Tampilan Serena memang begitu feminim, tubuhnya berhiaskan barang mewah dari ujung kepala hingga ujung kaki.

Namun itu semua tak bisa menarik perhatian Saka.

"Bangga lo?" tanya Saka sinis. "Gak usah sok kecakepan, najis gue sama cewek modelan lo."

"Apa sih! Lo gak bisa jaga omongan ya!?"

"Buat apa gue jaga omongan sama lo? Ngaca." Saka menarik gas motornya hingga memekakkan telinga. "Lo gak secantik itu buat sepercaya diri kayak sekarang."

***

"Ngapain lo mejeng disana?" tanya Daniel.

"Merenungi kehidupan," ceplos Qila asal.

"Idih idih."

Qila tertawa lepas, matanya masih terpaku pada bintang di langit. "Kamu pernah ngerasin takut sama sesuatu gak Niel?"

"Takut apaan?"

"Apa gitu, masa gak ada yang kamu takutin sih."

"Ya gue takut sama Allah lah," jawab Daniel percaya diri.

"Idih idih."

"Tengil juga ni bocah!" jitak Daniel membuat tawa Qila kembali terurai bebas.

"Tumben bocah aktif kaya lo takut, takut apaan? Ada yang jahilin lo di sekolah?"

"Kok kepo?"

"Yeuhhh gue kepret juga lu dasar kutu kupret," cibir Daniel memasukan kedua tangan ke kantong celana. "Apaan? Sini cerita sama gue lo ada masalah apa."

"Tumben hehe baik."

"Gue pites lagi ya pala lo?"

Qila menutup mulutnya menahan tawa, dia menghela napas kasar tak ingin melanjutkan pembicaraan tentang ketakutannya.

"Gak ada apa apa."

"Kebiasaan."

"Hm?"

"Kenapa sih lo jarang banget cerita sama gue? Beda kalau lagi sama Bang Dirga pasti ada aja bahan yang lo ceritain ke dia."

"Karena kamu gak pernah nanya kabar aku."

Daniel terpekur mendengarnya.

"Lagian ngomong sama kamu sama aja bohong. Gak ada untungnya sama sekali."

ctak! Daniel menyentil kening Qila.

"Lo kan bisa cerita tanpa harus gue suruh, tanpa harus gue tanya. Gue juga abang lo kali bukan Dirga doang."

"Ngaku nih sekarang?" Qila terkekeh sambil menutup mulutnya. "Soalnya muka kamu selalu keliatan kesel kalau liat aku."

Daniel melirik wajah Qila yang hari ini tampak sedikit pucat.

"Kita emang kurang deket kan dari kecil. Aku aja gak terbiasa panggil kamu abang padahal kita beda dua tahun."

"Tuh lo tau." Meskipun Daniel tak mempermasalahkan hal itu.

"Aku sama kamu lebih cocok disebut orang asing daripada saudara kandung." Perkataan Qila mengusik perasaan Daniel. "Maksudku, baik kamu ataupun aku kita sama-sama gak berusaha dekat satu sama lain."

"Kamu selalu sibuk dengan urusan kamu sendiri. Ini aja kali pertama kita bisa ngobrol tanpa harus berantem kan?" Qila tekekeh sekali lagi.

Langit sangat cerah malam ini. Bintang bermekaran disepanjang gelap tanpa tertutupi awan. Licik, padahal Qila sedang terkurung khawatir tetapi mereka telihat bersinar diatas sana.

"Kenapa lo ngomong gitu?"

"Gak ada alasan khusus, aku cuma pengen berkeluh-kesah aja tadi kan kamu yang minta aku cerita."

"Ck." Daniel berdecak, kalah telak.

"Aku..." Qila menjeda kalimatnya sembari tersenyum pahit. Bola mata jernihnya menatap jumlah bintang. "Ngerasa gak akan bisa cerita lagi kalau bukan hari ini."

"Maksudnya?" tanya Daniel tak paham. "Lo tau gak sih hal yang paling bikin gue males kalau ngobrol sama lo? Ini nih berbelit-belit berasa ngomong sama pejabat negara."

"Hahahaha emang iya?"

"Malah ketawa bukannya mikir." Daniel memutar matanya malas.

Wajah Daniel terlihat lucu jika dilihat menggerutu dari samping. Mungkin wajah itu adalah copy paste bunda dalam bentuk laki laki.

Qila tertawa membayangkan Daniel yang sangar memakai baju perempuan dan wig panjang. Pasti sangat cocok dan mirip seperti bunda.

"Makin makin nih bocah."

"Hehe."

"Hehe," ejek Daniel menirukan cengiran Qila. "Jangan sampe gue ceburin lo ya."

"Kamu liat deh bintang disana," tunjuk Qila pada sebuah bintang yang bersinar paling terang diantara yang lain.

"Napa?"

"Kadang aku juga pengen kaya bintang itu. Terlihat mencolok. Pasti bintang kecil disekitarnya ada yang pernah ngerasa iri karena selalu kalah terang. Kamu pernah mikir yang sama?"

Daniel mengikuti arah tunjuk Qila. "Ngapain harus mencolok? Seenggaknya lo kan bersinar dengan cara lo sendiri."

"Gak semua hal yang bersinar dapet perhatian soalnya."

Daniel menggaruk pelipisnya. "Asli gue gak paham lo mau ngomong apaan."

"Ah sulit ngomong sama orang elit." Qila mencibir.

"Ck. Lagian lo gak harus jadi pusat perhatian, hidup kan udah ada jalannya masing-masing. Semua bersinar pake caranya sendiri."

"Ucap seseorang yang gak pernah tersisihkan," kekeh Qila.

Malam itu Aquila terlihat aneh di mata Daniel. Walaupun ketertarikan dia yang ingin berbicara dengan cewek itu tak kalah aneh, rasanya ada yang akan hilang dari hidup Daniel.

Mungkin, mungkin itu hanya perasaan tak berguna yang Daniel rasakan. Karena Aquila masih tersenyum sambil mengamati langit malam di dekat kolam renang. Dia masih berceloteh menyebalkan seperti biasa padanya.

"Beliin aku kalung dong."

Daniel mengerjap beberapa kali mendengar permintaan dari adiknya.

"Hah?" Daniel mengorek kupingnya takut salah dengar. "Tiba tiba?"

"Gak tiba-tiba juga, aku dari dulu emang pengen dibeliin kalung. Aku kan gak pernah minta beliin barang sama kamu."

"Kalung apa tumben amat lo minta beliin ke gue biasanya apa-apa bang Dirga atau Saka," dumel Daniel.

"Makanya aku minta beliin kalung. Oh request liontin burung merpati kalau bisa warna perak." Qila menyengir hingga gingsul sebelah kirinya terlihat. "Boleh ga?"

Dengkusan geli Daniel keluar sebagai jawaban. Tangannya mengacak puncak kepala Qila. "Ya."

"Hehe makasih."

Qila senang sekali malam ini ia menghabiskan waktu dengan Daniel. Dapat dikatakan bahwa malam ini Qila sangat beruntung karena kakak yang biasa berbicara kasar mengusap kepalanya.

"Daniel," panggil Qila pelan.

"Hm."

"Jangan berubah galak ya besok. Kaya gini aja terus."

"Tergantung lo bikin gue kesel apa kagak."

"Cih. Yang biasa mulai perang kan kamu."

"Nih sini gue ajarin yang namanya perang." Daniel mencipratkan air kolam hingga mengenai wajah Qila.

Qila tertawa dan berlarian menghindari Daniel. Malam itu untuk pertama kali di rumah setelah kepergian bunda Daniel bisa berinteraksi akur dengan salah satu adiknya.

Semua yang terjadi di kolam terekam jelas oleh seseorang yang sedari tadi mengamati dalam diam. Dia berbalik memasuki kamar setelah puas mengamati semuanya dari atas balkon.

Hari ini Qila membiarkan tawanya mengudara dengan bebas. Untuk pertama kali setelah sekian lama ia bisa bercanda dengan Daniel seperti saat mereka masih kecil.

Saat semua duka belum menyelimuti kehidupannya. Saat bunda dan kehidupannya masih baik-baik saja.

Qila sudah punya firasat buruk akan hasil tes-nya. Namun, tak banyak hal yang bisa ia lakukan sebab semua itu ada diluar kendalinya.

Tuhan, aku takut.

Getirnya di sela sela tawa yang lepas malam itu.

Continue Reading

You'll Also Like

46.4K 1.6K 47
Kaira adalah seorang bad girl dengan rupa seorang gadis yang berwajah polos. Tapi, sifatnya tidak sepolos wajahnya. Kaira adalah seorang bucinlovers...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.5M 29K 12
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
87.7K 8.1K 39
Highest Rank #250 of 13,6k in random [05/05/20] #336 of 39,7k in Indonesia [12/10/2021] #156 of 28k in roman [12/10/2021] #432 of 26,3k in badgirl [1...
8.2K 2K 43
Alana adalah seorang gadis yang ceria tetapi orang-orang tidak tahu bahwa Alana mempunyai penyakit yang berhubungan dengan jiwanya dan memiliki traum...