Paradise (Terbit)

By ohhhpiiu

2.7M 147K 5.3K

Terbit. Pesan di shopee lovely media. "Lihat saudaramu yang lain! Mereka berprestasi! Tidak buat onar! Memban... More

Bab I
Bab II
Bab III
Bab IV
Bab V
Bab VII
Bab VIII
Bab IX
Bab X
Bab XI
Bab XII
Bab XIII
Bab XIV
Bab XV
Bab XVI
Bab XVII
Bab XVIII
Bab XIX
Bab XX
Bab XXI
Bab XXII
Bab XXIII
Bab XXIV
Bab XXV
Bab XXVI
Bab XXVII
Bab XVIII
Bab XXIX
Bab XXX
Bab XXXI
Bab XXXII
Bab XXXIII
Bab XXXIV
Bab XXXV
Bab XXXVI
Bab XXXVII
Bab XXXVIII
Bab XXXIX
Bab XL
Bab XLI
Bab XLII
Bab XLIII
Bab XLIV
Bab XLV
Bab XLVI
Bab XLVII
Bab XLVIII
Bab XLIX
Additional Part 1
Additional Part 2
Additional Part 3
OPEN PO 10 JULI 2024

Bab VI

49.4K 2.5K 21
By ohhhpiiu

Qila sudah siap dengan pakaian sekolah dan rambut dikuncir atas. Dia memutuskan untuk melupakan perkara kemarin seperti hal yang tidak pernah terjadi.

Masa bodoh dengan protes dari orang tua Inez, Qila tak perlu merasa takut karena dia tidak sepenuhnya salah. Qila tahu jika tindakannya kemarin sangatlah bodoh dan ceroboh.

Tetapi ia tak akan bisa tinggal diam pada siapapun yang mengusik benda berharga miliknya. Apalagi menyangkut bunda.

"Ayo Qila semangat!" Qila menepuk pipi berkali-kali. "Tonjok semua yang jahatin kamu!"

Setelahnya dia terkikik sendiri di depan cermin. Qila bersenandung ringan menapaki satu persatu anak tangga. Suasana hatinya sangat cerah hari ini.

Sudah lama sekali Qila tidak menghabiskan waktu bersama kakak pertama. Semenjak Bang Dirga sibuk dengan dunianya sendiri, Qila sungguh merindukan masa itu. Masa dimana Qila tak perlu khawatir akan apapun.

"Pagi Bi iyem!" Qila memeluk pengasuh yang sudah seperti ibu keduanya itu dengan sayang. "Gimana penampilan Qila?"

Bi iyem mesem dan mengangguk beberapa kali. "Neng Qila mah selalu paling cantik, paling top!" ujarnya memberikan dua jempol.

Qila tertawa dan mengibaskan rambut lebatnya dengan ekspresi bangga. "Qila gitu loh."

"Perih mata gue pagi-pagi," sewot Daniel yang turun dengan rambut basah yang masih acak-acakan.

"Sok asih deh," cibir Qila memutar bola matanya. "Udah yok bi ada penghancur suasana."

"Ngomong apa lo barusan!????"

"Aku bilang ada penghancur suasana, apa? Gak terima?"

"Sini lo gue jitak biar otak lo geser!"

"Gak mau wleeee!" Qila bersembunyi dibalik badan Bi iyem yang sibuk menata makanan di meja makan. "Dasar iblis!"

"Udah ayok sarapan keburu dingin," ajak Bi iyem agar Qila duduk di mejanya.

"Ayah udah berangkat ke kantor bi?" tanya Qila mengamati bangku paling ujung.

"Ya neng pagi-pagi buta bapak dapet telpon ada urusan mendadak." Bi iyem tersenyum singkat sebelum pergi kembali ke dapur.

"Jelek muka lo cemberut gitu."

Qila melotot pada Daniel yang sejak tadi mengajaknya untuk beradu mulut. "Apa sih ikut campur mulu!"

"Cih. Dasar otak udang."

Qila mengabaikan ejekan Daniel begitu melihat Saka turun dengan pakaian rapihnya. "Saka! Ayo sarapan bareng."

Qila melambaikan tangannya mengajak Saka bergabung yang tidak digubris sama sekali oleh kembarannya itu.

"Males," katanya singkat.

"Pffftttt." Daniel menutup mulutnya menahan tawa.

"Kalau gak sarapan bisa sakit perut. Kegiatan kamu juga banyak kan hari ini atau mau dibawain bekal aja?" Qila masih ngotot tak ingin menyerah begitu saja.

"Berisik! Urus urusan lo sendiri." Saka melengos begitu saja dengan tatapan dingin.

"Pffftttt HAHAHAHAHAHA kasian dikacangin." Daniel memeluk perutnya karena tertawa. "Mampus."

"Diem deh!" protes Qila. "Dasar gak peka."

"Huh gue heran apa bener lo berdua anak kembar? Gak ada miripnya sama sekali lagi hahahaha." Meskipun sepanjang menghabiskan nasi goreng miliknya Daniel tak berhenti mengolok-olok Qila, gadis itu tetap diam tak lagi menyahut seperti sebelumnya.

"Alya aku bisa jelasin semuanya, denger penjelasan aku dulu oke?"

"Kamu dimana sekarang biar aku yang samperin kamu. Jangan ngilang lagi ya? Aku bisa jelasin."

"Kita gak bisa kan diem-dieman kaya gini terus? Kalau kamu mau masalah ini cepat selesai kita harus ketemu dan bicarain dengan kepala dingin."

Binar mata Qila kembali terang kala Dirga datang menghampirinya dengan ponsel melekat di telinga kanan.

"Abang!" Qila semangat menyapa Dirga beserta senyum pepsodent. "Hari ini jadi antar-"

"-Maafin abang ya Qi? Ada urusan penting yang harus abang selesein hari ini. Abang antar kamu lain waktu ya?" pinta Dirga.

Dirga mencium puncak kepala Qila dengan kilat lalu pergi begitu saja tanpa mendengar bantahan dan tatapan kecewa adiknya.

urusan yang lebih penting dari janji abang ke aku?

Qila menunduk sedih menatap nasi gorengnya tak berselera. Tangannya mengaduk malas sambil cemberut.

"Awas bibir lo jatoh."

Qila hanya melirik tak minat pada Daniel yang duduk bersebrangan dengannya.

"Elah lo juga punya kaki sendiri kali ngapain harus minta dianter sama dia? Tuan putri lo?" tanya Daniel dengan sengak.

Mata Qila berkilat kesal. "Bukan masalah nganterinya! Kalau gak tau apa-apa mending diem deh, berisik!"

Tidak dapat dipercaya! Baru saja semalam Dirga meminta maaf dan mengucapkan janji dengan sungguh-sungguh secepat itu juga Dirga mengingkarinya.

"Cih dasar manja."

"Terus masalah kalau aku manja?"

Daniel mendengus dan membanting gelas bekas minumnya kasar. "Harusnya lo mikir bukannya malah bangga kalau jadi manja. Di sekolahin biar nambah pinter malah nambah bego."

"Kamu kenapa sih sewot mulu kalau ngomong. Gak bisa apa baik baik?"

"Ngapain gue baik-baik ngomong sama orang yang gak punya otak kayak lo. Inget! Gak semua orang suka ditempelin serangga. Lo udah gede harus mandiri dan ngurus diri lo sendiri, jangan apa-apa ngandelin orang lain yang belum tentu bisa nolongin lo."

Daniel beranjak dari duduknya mengambil tasnya dan menendang kecil meja makan hingga Qila terperanjat kaget.

"Sia-sia lo percaya sama orang di rumah ini."

Qila meremas dua sisi roknya dan menunduk sedalam mungkin. Ekspresi marah Daniel lebih menyeramkan daripada milik Dirga, wajah cowok itu sangat persis seperti ayah.

"Hah capek gue ngomong sama lo, paling omongan gue masuk telinga kanan keluar telinga kiri alias percuma ngajarin bocah kayak lo."

Qila menahan embun di pelupuk matanya hingga suara langkah kaki Daniel pergi. Namun, saat sebuah tangan hangat namun kasar membelai kepalanya detik itu juga pertahanan Qila runtuh.

Qila menangis tanpa suara dalam dekapan milik Bi Iyem yang tak mengeluarkan sepatah katapun. Mereka hanya berbagi lewat sentuhan seolah itu semua sudah cukup untuk menggambarkan situasinya.

"Qila ngerasa sendiri."

"Rasanya hati Qila kosong, bi."

"Mereka kenapa ya giniin Qila. Padahal Qila cuma pengen keluarga kita kaya dulu lagi."

"Sesusah itu ya bi emangnya?"

Bi iyem tak mampu menjawab tapi Qila tahu bahwa keterdiaman wanita itu sudah menjadi jawaban untuk setiap pertanyaannya.

"Sing sabar ya neng..."

Qila bosan mendengar kata sabar. Sabar yang selama ini selalu Qila yakini akan berbuah manis tak kunjung memberikan harap yang pasti.

Sehebat itu rupanya rasa sakit karena ditinggalkan seorang ibu. Suasana hangat yang Qila yakini tak akan pernah hilang turut pergi bersama jiwa bunda ke pangkuan ilahi.

Istana megah bernama keluarga itu hancur menyisakan tempat kosong tak terjamah. "Qila tahu mereka semua sedih karena kepergian bunda tapi mau sampai kapan?"

Ayah berubah menjadi gila kerja, Bang Dirga tak lagi menganggap rumah menjadi tempat ternyaman, Daniel yang berontak karena merasa kesepian, dan Saka mengeras karena kurang kasih sayang.

***

Dion bertepuk tangan heboh ketika Saka dengan tampang datarnya masuk ke dalam kantin. "Apa gue bilang gak bakal nyesel masuk basket!"

Saka mendengkus dan mendudukkan pantatnya pada kursi panjang agak jauh dari posisi Dion. "Berisik."

"Kepilih kan lo turnamen bulan depan? Coba bayangin mana ada murid baru bisa langsung masuk inti secepet ini?"

"Gak sekalian lo umumin pake toa?"

"Hehe." Dion nyengir. "Makanya pasang kek wajah bahagia biar gue gak gregetan. Lo gak sadar atau gimana sih udah jadi bahan omongan tiap angkatan?"

"Ck. Gak peduli."

Dion menekuk tangannya diatas meja kantin mengamati penampilan Saka dari ujung kepala hingga ujung kaki. "Muka lo gak pegel sepanjang hari datar kaya triplek begitu?"

"Heran modelan kaku kaya gini aja fansnya dimana-mana. Kenapa gue yang sehangat mentari ini susah banget ya nyantolin satu anak gadis?"

"Gak usah banyak omong," ujarnya malas karena fokus pada makanan di depannya.

"Art lo di rumah gak pernah masak atau gimana sih Ka? Dari jaman SMP gak pernah gue liat lo gak sarapan di sekolah."

"Kepo."

"Iya gue kepo gue Dion the Explorer puas lo!?"

Dion mendengkus lagi-lagi Saka mengabaikannya. Yah, walaupun sudah terbiasa dengan sikap apatis tingkat dewa yang sahabatnya itu miliki. Anehnya Dion selalu terkejut karena sifat Saka yang sedingin itu.

Banyak orang ingin berteman dengan Saka, tetapi cowok itu selalu memberikan tembok pembatas yang tak mudah dilalui siapapun.

"Sore gue maen ke rumah lu yak." Dion menarik turunkan alisnya.

"Buat?"

"Ternak lele." Dion menjawab asal-asalan. "Lu kaya anak perawan susah bet diajak maen njir."

"Serah," putus Saka tak pikir panjang.

"Nah gitu dong sekali kali jawab iya."

"Ekhem jadi lo yang namanya Saka?" seorang gadis dengan rambut sebahu dan tubuh semampai datang menghampiri meja Saka.

Alis Saka naik seolah bertanya 'apa?' pada lawan bicaranya. Dion yang peka dengan tingkah cuek sahabatnya malah menyahut. "Iya betul Kakak ini Saka, ada yang bisa kami bantu?"

Wajah Serena mengernyit tak suka saat Dion menyela begitu saja padahal tidak dibutuhkan. "Apaan sih lo so asik."

Dion sontak memegang dada kirinya yang berdenyut nyeri. "Aduh atit."

Bola mata Serena memutar sinis lalu kembali tersenyum saat melihat Saka yang tampak tak terganggu oleh sekitar.

"Gue denger katanya lo masuk inti basket? Padahal masih siswa baru tapi skill lo oke juga. Btw gue Serena Ketua cheerleaders disini kita bakal sering ketemu nanti salam kenal ya," Serena mengulurkan tangannya.

Saka melirik tanpa niat mengambil uluran tangan itu. "Oh."

Meskipun merasa sedikit kesal karena diabaikan Serena tetap menebalkan muka. Cowok seperti Saka ini memang sok jual mahal padahal sebenarnya dia tertarik.

Yah apa boleh buat kalau begini caranya maka Serena yang harus mengambil langkah duluan.

"Gue minta Id line lo dong," ucapnya sambil menyodorkan hape keluaran terbaru.

Wajahnya yang bulat dengan mata hitam legam itu tampak percaya diri. Serena yakin bahwa cowok yang ramai menjadi perbincangan di group angkatan ini dapat mudah ditaklukkan.

Terlihat sekali kepolosan cowok itu dari balik wajah datarnya. "Emm... sebenernya gue jarang sih minta Id kaya gini. Biasanya gue selalu dikejar tapi kalau buat lo gue bisa kok nurunin gengsi gue."

Dion menutup mulutnya menahan tawa, sepertinya kakak kelas yang populer ini belum tahu siapa sebenarnya cowok yang sedang ia hadapi.

"Hei lo dengerin gue kan?" tanya Serena masih mempertahankan senyumnya.

"Ck." Saka berdecak selera makannya sudah hilang. "Bayarin." Saka memberi selembar uang kepada Dion yang diterima dengan sepenuh hati.

"Dasar sinting," umpat Saka pedas kemudian berlalu begitu saja.

Wajah Serena cengo tak terkondisikan. Dia tak menyangka ada seseorang yang bisa menyela kecantikannya dengan umpatan 'sinting'

Beberapa pasang mata melirik dan berbisik karena untuk pertama kali ada seseorang yang berani menolak pesona seorang Serena dengan begitu pedas dihadapan umum.

"Hehe misi kak," pamit Dion yang tak bisa menghilangkan cengiran di wajahnya.







.....

Continue Reading

You'll Also Like

1.7M 69.1K 73
Annona adalah cewek pemalu, nerd, dan merupakan urutan terbelakang daftar cewek idaman bagi cowok-cowok, bahkan cowok nerd sekalipun. Namun, dibalik...
32.4K 2K 50
[Follow sebelum membaca] Cover by: @siomayyyyy ___________ Ini adalah kisah cinta si gadis polos. Gadis yang katanya tak tahu apa itu cinta, nyatanya...
433K 35.6K 30
SERIES #1 Highest rank #77 of 53,1k in Teen [25/1/2021] #31 of 37k in Random [25/1/2021] #43 of 36,6k in Indonesia [25/01/2021] #239 of 17k in acak [...
6.1M 325K 14
Ketika lelaki yang ia cintai menolak pernyataan cintanya, Caca bertekad untuk menaklukkan hati lelaki itu. Lagipula, sebelum janur kuning melengkung...