LDR

By teahmanis

1.3K 157 134

⚠18+⚠ Tidak mudah menjalani hubungan jarak jauh. Rindu dan prasangka senantiasa menjadi bumbu di setiap harin... More

Prolog
Putus
Kalung gembok cinta
Rindu🌼
Sweetie
LDR 2.
LDR 3.
LDR 4.
LDR 5.
LDR 6.
LDR 7.
LDR 8.
LDR 9.
LDR 10.
LDR 11.
LDR 12.
LDR 13.
LDR 14.
Fighting.
LDR 15.
LDR 16.
LDR 17.
LDR 18.
LDR 19.
LDR 20.

Baby finger

61 6 6
By teahmanis


Flasback 4.

Baby finger.

Jeong Jimin sudah membuka mata terlebih dulu. Pagi harinya ia awali dengan perasaan berbunga-bunga. Memandangi Ariana di sampingnya yang masih memejamkan mata.

Mengecup keningnya. Ia merasa sedikit bersalah karena telah menyakiti kekasihnya tadi malam. Meskipun tidak sampai melakukan seks dengan sempurna, nyatanya mereka lebih memilih melakukan oral seks secara bergantian.

Sebagai seorang pria sejati, ia ingin sekali bercinta dengan kekasihnya. Namun, hanya dengan bermain menggunakan baby finger-nya saja. Ariana sudah menangis karena tak kuasa menahan perih. Demikian Jeong Jimin tidak mungkin bisa memaksanya. Ia sangat bahagia ketika Ariana melakukan hisapan pertamanya, begitu lembut dan hangat dalam bersamaan. Hal yang tidak akan bisa ia lupakan ketika gigi-gigi itu menyentuh miliknya yang perkasa. Ia tersipu malu ketika mengingat momen panasnya tadi malam.

"Jim" Ariana bergumam dan membuka matanya secara perlahan. Pria itu mendekapnya dari samping. "Apa kau baik-baik saja?" bisiknya mengandung arti.

Ariana mengangguk lalu berbalik badan untuk memeluknya. Jimin merengkuh tubuhnya yang masih polos tanpa mengenakan sehelai benang pun di balik selimut tebal yang menutup tubuhnya berdua.

"Apakah masih sakit?" Jimin kembali berbisik karena ingin memastikan.

Ariana menyadari ke mana arah pertanyaan itu. Jimin sedang menyinggung perbuatannya semalam, ketika baby finger-nya mengorek di pusat Ariana.

"Wae?" Jimin menatapnya karena Ariana belum jua menjawab.

"Apakah sebelumnya kau pernah melakukan hal itu pada wanita lain?" Pertanyaan itu sontak membuat Jimin tercengang.

"Aku merasa kau begitu lihai memainkannya, jarimu keluar masuk di sana. Saat itu juga aku berpikir mungkin saja kau sering melakukan hal itu pada wanita lain," ujar Ariana.

"Ari." Jimin bersemu merah. Bola matanya membulat, merasa kesal sendiri sekaligus ada perasaan menjijikkan ketika Ariana dengan transparan mempertanyakan hal itu. "Mengapa kau berpikir seperti itu? aku hanya berusaha agar membuatmu nyaman. Jika tidak kau pasti akan merasa sangat kesakitan," ujarnya lalu berpaling karena merasa canggung mengatakannya.

Ariana tersipu malu. Itu semua memang benar, rasanya ia akan sangat kesakitan apabila kekasihnya memainkan jarinya tanpa hati-hati.

"Dari mana kau belajar semua itu?" Pertanyaan Ariana semakin ambigu.

"Apakah harus kuberitahu?" sahut Jimin dengan raut datar.

Ariana mengangguk dengan raut yang sama datarnya.

"Kau tidak sedang membodohiku, bukan?" Jimin mengernyit oleh pertanyaan Ariana. "Apa maksudmu, Ari?"

"Apakah kau mempraktikkan hal itu pada wanita lain?"

"Ari!"

Jimin mendekat ke hadapannya dan mengatakan yang sebenarnya. "Baiklah, akan kukatakan. Aku belajar dari mana. Film porno, aku sering menontonnya," ungkapnya. Kemudian berpaling dengan menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal.

Ariana tercengang. Jika begitu sudah dapat dipastikan bahwa Jimin tidak sepolos seperti yang Ariana pikirkan selama ini.

Jimin menciumnya. Menarik bibir atas dan bawah Ariana secara bergantian.

"Kau ini sangat menggemaskan, persis seperti milikmu di bawah sana."

Ungkapan itu seketika membuat Ariana terpaku. Kedua matanya membulat sampai wajahnya bersemu merah.

Kini giliran Jimin yang akan mengucapkan beberapa kata ambigu padanya.

"Ari, sebenarnya jika kau ingin, kita bisa melakukannya di sini. Secara perlahan agar kau tidak merasa kesakitan?"

"Jeong, aku belum siap." Ariana terlihat gelisah.

"Aku tahu itu." Jimin meremas tengkuknya. "Lain kali kau jangan sampai tegang karena itu bisa membuatmu berdarah," saranya.

Ariana terpaku olehnya. Kemudian mengangguk secara perlahan.

Jeong Jimin tersipu malu melihat raut wajah polosnya.

"Hm, apakah kau ingin sarapan pagi? Bagaimana jika kita menyantap susu dan cream?" tawarnya.

"Ide yang bagus," jawab Ariana.

"Hm, hahahah." Jeong Jimin tertawa lepas sampai berguling ke atas kasur.

"Ada apa?" Ariana merasa heran olehnya.

"Haha, kau ini lucu sekali." Jimin masih tertawa.

"Hentikan, Jim! Kau membuatku kesal." Ariana mulai mengumpat darinya.

Jeong Jimin mengulum senyuman, lalu merangkak menindih tubuh Ariana. Menyingkap sedikit selimutnya sampai menampakkan kedua dada yang membusung indah.

"Sekarang kau sudah melihat kalungku, Jim?" Ariana menatapnya sayu.

Jeong Jimin bergeming sedang memandangi aset berharga milik kekasihnya. Memperhatikan beberapa tanda merah bekasnya semalam yang warnanya hampir sama dengan pucuknya, merah merona.

Tatapannya mulai sayu hendak mendekat untuk mengecup salah satunya, tetapi ia berhenti sedang menggoda Ariana membiarkan bibirnya yang penuh berdekatan dengan dadanya yang memesona. Ia ber-smirk, merasa puas karena Ariana bisa merasakan sensasinya saat itu. Tidak ingin mempermainkannya lagi. Ia mengecupnya dengan penuh dan silih berganti, membuat Ariana dimabuk kepayang sampai napasnya tesengal-sengal. Sementara kedua tangannya meremas bebas rambut Jeong Jimin tanpa memedulikan si empu yang kini tersenyum puas.

"Jeong." Ariana menahan wajahnya agar tidak lagi mempermainkan pucuknya dengan menggigit seperti barusan. Membuat pucuknya menjadi merah tua.

"Ada apa?" sahut Jimin dengan seduktif. Rautnya tampak begitu sayu.

"Setelah hari ini, aku mungkin akan mulai sibuk. Aku akan bergabung dengan perusahaan Ayah. Beberapa hari lagi aku harus mempersiapkan diri untuk interview, bukankah kau juga sama?" tanya Ariana.

"Itu benar. Bahkan besok aku akan mulai bekerja," ungkap Jimin dengan tatapan yang lebih dalam.

Ariana tertegun mendengarnya.

"Kau tenang saja, kita akan mengatur waktu untuk bertemu. Aku akan selalu meluangkan waktu untukmu, percayalah." Jimin mengecup keningnya.

"Semoga pekerjaanmu menyenangkan." Ariana menyapu rambut kekasihnya, memberinya sedikit rematan seraya memberinya motivasi.

Jeong Jimin tersenyum simpul dan memeluknya dengan penuh kasih sayang.

***

Satu bulan setelah keduanya bertemu dan melewatkan malam bersama. Mereka menjalankan kesibukan masing-masing. Bekerja dengan penuh semangat dan menjunjung sebuah tanggung jawab.

Kesibukan tidak menghalangi seorang Jimin untuk meluangkan waktu bertemu dengan kekasihnya dan sebisa mungkin ia akan menghubungi Ariana setiap hari di waktu makan siang dan ketika pulang bekerja. Meskipun terkadang hanya lewat pesan singkat. Hari ini saja ia sudah membuat janji untuk menjemputnya ke kantor dan mengajaknya makan malam bersama.

Jimin sedang menunggu Ariana di lobi kantornya. Senyumannya merekah bersama satu buket bunga di genggaman. Ariana melangkah ke arahnya dan memeluknya tanpa ragu.

"Bogoshipda." Jimin memberikan bunganya pada Ariana.

Ariana tersenyum bahagia. Aroma bunga itu mampu mengembalikan mood-nya yang seharian ini begitu penat oleh pekerjaan.

"Kajja." Jimin menggandeng salah satu tangan Ariana.

Keduanya pergi ke restoran yang sudah dipesan oleh Jeong Jimin.

Setelah duduk santai dan menikmati makan malam, Ariana mengeluarkan sebuah kado berukuran sedang ke hadapan Jimin.

"Bukalah!" pintanya.

Jimin memandangnya sesaat, lalu membuka kado itu secara perlahan. Ia tampak bahagia. Kotak hadiah itu berisikan dua botol parfum berukuran sedang.

"Aku membelinya dengan gaji pertamaku. Aku berpikir keras untuk memberikan sesuatu apa kepadamu. Kadang suasana di kantor begitu membuatku tertekan. Aku menyukai baunya, segar dan menenangkan. Aku harap kau juga menyukainya, Jim."

"Sayang, tentu saja aku sangat senang dengan apa yang kau berikan ini, gomawo," balasnya seraya memberi senyuman indah yang begitu memesona.

Ariana tersenyum bahagia karena pemberiannya tidaklah sia-sia. Jimin menyodorkan makanan ke arahnya.

"Buka mulutmu!"

Ariana membuka mulutnya menerima suapan itu. Sementara Jimin menyiapkan makanan lain untuk ia berikan lagi pada Ariana.

"Kau tampak kurus. Apakah kau baik-baik saja?" Jimin kembali menyuapinya.

Ariana terdiam sambil mengunyah makanan. Ia pun memandangi kekasihnya. Pria itu memang begitu perhatian, penuh kasih sayang juga bersikap lembut dan mampu menyadari bahwa berat badan Ariana kini berkurang.

Memang benar, beberapa hari ini Ariana makan tidak teratur karena pekerjaannya mulai menyita waktunya.

"Aku baik-baik saja, Jeong. Mereka hanya sedang menguji kemampuanku. Pekerjaanku bertambah setiap harinya, tapi kau tenang saja. Aku pasti akan mampu menyelesaikannya," ungkap Ariana dengan penuh percaya diri.

Jimin mengukir senyuman lalu kembali menyuapinya.

"Apakah mereka meragukan kemampuanmu?"

Ariana menggeleng secara perlahan. Ia tidak ingin membuat Jimin mencemaskannya. Kini adalah gilirannya untuk menyuapi makanan pada Jimin.

Setelah selesai makan malam, Jimin membawanya ke taman untuk berjalan-jalan. Ariana menggandeng tangannya sambil bersandar di pundaknya. Keduanya lalu duduk di salah satu kursi di taman itu.

""Besok aku libur, bagaimana denganmu? apa yang akan kau lakukan?" tanya Jimin.

"Entahlah. Aku juga libur, tetapi jika sewaktu-waktu Ayah menyuruhku untuk ke kantor, maka aku harus siap," ujar Ariana.

"Ayah mertua pasti sudah bisa mengandalkanmu?"

Ariana menatap Jimin hingga menegakkan duduknya.

"Ada apa? apakah kau tidak senang jika aku menyebut 'ayah mertua'?" Jimin tersenyum simpul. "Jadi, kapan kita akan kita akan menikah?" sambungnya.

"Jeon, aku baru saja menerima gaji pertamaku. Karierku masih sangat jauh. Aku harap kau mengerti itu." Ariana mulai mengeluh lalu berpaling darinya.

Jeong Jimin tersenyum lebar memandangi Ariana yang sekarang memunggunginya.

"Baiklah, Nona Egois." Ariana sontak menoleh kemudian berkacak pinggang menampakkan raut cemberut.

"Apa yang kau katakan barusan?"

"Nona Egois."

Ariana mendelik.

Jimin tersenyum simpul. "Maukah kau ikut denganku besok? Kita akan bermain golf," tawarnya.

"Hm, aku tidak akan ikut denganmu. Aku hanya ingin pulang ke rumahku karena aku merasa sangat lelah." Ariana masih cemberut, kemudian beranjak dari duduknya dan merapikan tasnya.

Pria itu berusaha menahan tawa.

"Kau ini sangat menyebalkan." Ariana bersikap ketus dan berpaling muka.

Jimin sontak tertawa. "Haha!"

"Hm, terserah kau saja." Ariana pun melangkah meninggalkannya.

Jimin membiarkannya berlalu. Baginya, apa pun keputusan Ariana tidak akan pernah menyurutkan rasa cintanya. Perasaannya akan tetap sama dengan tujuan utama untuk menikahinya.

Jimin tertegun ketika melihat Ariana tampak sedang memijat pundaknya. Ia tahu bahwa pekerjaan kekasihnya itu tidaklah mudah. Ia selalu berharap agar Ariana dapat mengandalkannya dan percaya sepenuhnya. Bahwa ia akan bisa membangun masa depan yang cerah dan membahagiakannya dengan sepenuh hati.

Ariana berbalik ke arahnya. "Jimin-ssi!" serunya.

Jimin terkesiap dari harapan.

"Apa yang kau lakukan di sana? Ayo kita pulang." Ariana berdiri menunggunya.

"Hm, aku tidak akan pulang sebelum mendengar sesuatu darimu," ujar Jimin sembari merapikan jasnya.

"Apa?"

"Panggil aku oppa," serunya.

Ariana pun mengernyit.

"Aku tidak mendengar apa pun!" Jimin berseru.

"Aku belum mengatakan apa pun, Babo." Ariana membalasnya. Ia ber-smirk lalu bergegas meninggalkannya.

"Yaak! Ari!"

"Terserah saja." Ariana mengumpat dengan mempercepat langkahnya.

Ia tidak tahu kalau sebenarnya Jimin mulai mengejarnya hingga berhasil mendekapnya dari belakang.

"Ah, kena kau!"

"Aw!" Ariana berteriak ketika Jimin menggendongnya ala bridal style dan membawanya ke tempat parkir.

"Jim, lepaskan aku! Apa yang kau lakukan?"" Ariana meronta-ronta.

"Mengapa kau mengabaikanku?" Jimin menurunkannya secara perlahan dan merapatkan tubuh mungil Ariana agar bersandar ke mobilnya.

Ariana tampak pasrah.

"Apakah kau sudah lelah?" Jimin menatapnya.

Ariana menggeleng. "Tidak."

"Hm, kau berbohong. Aku melihatmu memijat pundak barusan. Mengapa kau tidak berterus terang saja padaku? Kau pasti sangat lelah."

"Tidak, Jim. Aku tidak lelah." Ariana berusaha menutupinya.

"Kalau begitu ikutlah denganku! Aku akan memijatmu." Jimin menatapnya dengan intens.

"Tidak. Aku tidak ingin ikut denganmu. Kau pasti berbohong. Kau tidak akan memijatku." Ariana menolak dan memberinya seringai.

"Apa kau tidak merindukanku?"

"Aku merindukanmu," pungkas Ariana.

"Lalu mengapa kau menghindar?"

"Jeong, biarkan aku berkonsentrasi. Aku tahu apa maksudmu." Ariana berpaling untuk menyembunyikan raut wajahnya yang sedang merona. Sementara Jimin masih berusaha menggodanya. "Aku merindukanmu," bisiknya.

Ariana terpejam mendengarnya. Jimin menatapnya dengan dalam. "Apa kau sudah melupakannya?" Ia ingin mengingatkan Ariana pada malam baby finger sebelumnya. "Aku tidak akan melupakannya," pungkas Jimin hingga Ariana meremang menatapnya.

"Jim." Ariana hendak keluar dari himpitan tubuhnya, tetapi Jimin tetap setia menahannya. Tatapannya begitu sayu. Jimin tersenyum simpul dan memeluknya dengan erat. Ariana merasa lega karena Jimin tidak lagi mengucapkan kata-kata yang membuat hatinya gelisah. Saat ini Jimin ingin menyatakannya lewat tindakan. Menciumnya dengan penuh kehangatan sampai Ariana kembali terpejam merasakan sentuhannya yang lembut.





Continue Reading

You'll Also Like

6.1M 604K 96
Yang Haechan tahu dia dijodohkan dengan laki-laki lugu yang bernama Mark Jung, tapi siapa sangka ternyata dibalik cover seorang Mark lugu Jung terdap...
318K 34.3K 35
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ° hanya karangan semata, jangan melibatkan...
214K 20.1K 73
Freen G!P/Futa • peringatan, banyak mengandung unsur dewasa (21+) harap bijak dalam memilih bacaan. Becky Armstrong, wanita berusia 23 tahun bekerja...
1.1M 11.7K 20
Sebelum membaca, alangkah baiknya kalian untuk follow akun wp gw ya. WARNING!!!🔞 YANG GAK SUKA CERITA BOYPUSSY SILAHKAN TINGGALKAN LAPAK INI! CAST N...