LDR

By teahmanis

1.3K 157 134

⚠18+⚠ Tidak mudah menjalani hubungan jarak jauh. Rindu dan prasangka senantiasa menjadi bumbu di setiap harin... More

Prolog
Putus
Rindu🌼
Sweetie
Baby finger
LDR 2.
LDR 3.
LDR 4.
LDR 5.
LDR 6.
LDR 7.
LDR 8.
LDR 9.
LDR 10.
LDR 11.
LDR 12.
LDR 13.
LDR 14.
Fighting.
LDR 15.
LDR 16.
LDR 17.
LDR 18.
LDR 19.
LDR 20.

Kalung gembok cinta

101 8 10
By teahmanis


Flashback 1

Kalung gembok cinta.

Semua murid saling bergembira, tertawa riang penuh suka cita. Suasana haru menyelimuti acara kelulusan Sekolah Menengah Atas.

Setelah melaksanakan graduation, mereka saling berpelukan dan mengucapkan kata perpisahan masing-masing. Jeong Jimin segera merangkul tangan Ariana dan membawanya berlari sampai ke belakang taman sekolah.

"Jimin, berhenti! Mengapa kau mengajakku berlari seperti ini?" Ariana terengah mengatur napasnya.

"Hah ... Ari, aku tidak menyangka bahwa waktu akan cepat berlalu. Akhirnya kita telah tumbuh menjadi dewasa." Jimin terengah mengatur napasnya.

"Mengapa kau mengatakan bahwa kita sudah dewasa? Kita ini masih remaja," ucap Ariana.

"Hm, tetapi aku ingin cepat menjadi dewasa." Jimin merangkul pundak Ariana.

"Memangnya apa enaknya menjadi orang dewasa? Bukankah itu sangat melelahkan?" Ariana menatapnya.

"Karena dengan menjadi orang dewasa, kita bisa melakukan banyak hal," ucap Jimin.

"Memangnya apa yang ingin kau lakukan? Walaupun belum dewasa, kita juga bisa melakukan banyak hal." Ariana masih bertanya-tanya.

Jeong Jimin mendekatkan wajahnya sampai hidungnya menyentuh hidung Ariana.

"Aku ingin melakukannya denganmu. Untuk itulah, aku ingin menjadi orang dewasa," ungkapnya.

Ariana terpaku mendengar penuturannya, jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya. Ia cukup mengerti oleh apa yang Jeong Jimin ucapkan saat itu. Kedua maniknya saling bertautan. Ariana hampir tenggelam dalam tatapan lembut Jeong Jimin yang begitu memabukkan.

"Hm, ayo kita pergi!" Ariana melepaskan rangkulannya lalu melangkah lebih dulu.

"Ari." Jimin menahan salah satu lengannya.

Ariana pun menoleh dan terdiam di hadapannya.

Jimin kembali mendekat ke hadapannya. "Apakah remaja seperti kita bisa melakukannya? Bukankah kita sudah cukup dewasa untuk hal semacam itu? Apakah kita bisa melakukannya?"

Ariana tercengang sedang memikirkan ke mana arah pembicaraan Jeong Jimin saat ini.

"Kau bilang bahwa kita juga bisa melakukan banyak hal, kalau begitu ayo kita lakukan itu malam ini!" Ajak Jimin semakin mendekatkan wajahnya.

Ariana mendorong wajahnya dan menjauh darinya. "Bermimpilah dengan indah!" ketusnya lalu pergi meninggalkan Jeong Jimin.

"Ariana, mengapa kau pergi begitu saja? Kau bilang kita juga bisa melakukan banyak hal," seru Jimin yang masih berdiam diri di tempatnya.

"Diamlah, Jimin! Aku tidak ingin mendengarkanmu." Ariana berlalu sambil menutup kedua telinganya.

"Hahaha ... kita bisa mencobanya!" seru Jimin dengan dibarengi tawanya yang khas.

Ariana tidak ingin menjawabnya dan tetap melangkah meninggalkan Jimin seorang diri. Jeong Jimin segera mengejarnya lalu merangkul pundaknya.

"Ahhh ... katakan apakah kau mau melakukannya denganku?" bisiknya hingga mencengkeram pinggang Ariana.

"Awww, lepaskanku Jim! Kau jangan bersikap kurang ajar seperti ini padaku!" Ariana mencoba menjauh, tetapi Jimin tetap menahannya.

"Kurang ajar apanya? Bukankah ini hal yang wajar? Aku ini kekasihmu, hm." Jimin memajukan wajah dan hendak menciumnya, tetapi Ariana terus menghindarinya.

"Jim, lepaskan aku! Apa kau sudah gila? Ini adalah sekolah. Lepaskan!" Ariana berontak.

"Tidak, aku tidak akan melepaskanmu sampai kau memberiku satu ciuman." Jimin tetap merangkulnya walaupun ia tahu bahwa Ariana tidak nyaman dibuatnya.

"Kau sudah gila!"

"Aku memang sudah gila karena mencintaimu, gadis egois. Sekarang berikan aku satu ciuman!" Jimin lalu berhenti dan memajukan bibirnya dengan mata yang terpejam.

Ariana bergidik, melepaskan diri dan pergi dari hadapannya. "Tidak akan, weeeee." Ia pun menjulurkan lidahnya dan berlari secepat mungkin.

"Ahh ... awas kau ya. Aku tidak akan melepaskanmu, Ariana!" Jimin mengerjapkan mata, mengepal tangan dan bergegas mengejar gadisnya.

"Ahahaha ... ayo kejar aku!" Ariana tertawa.

Mereka berlari dengan perasaan bahagia. Di taman hijau yang penuh bunga.

***

Malam itu, Jeong Jimin mengajak Ariana ke Hongdae street untuk menikmati berbagai kuliner jajanan kaki lima dan dilanjutkan dengan berjalan santai saling bergandengan tangan selayaknya orang pacaran. Keduanya sering makan di restoran yang biasa mereka singgahi, hang out, sekadar bersantai minum jus atau soft drink. Dua sejoli itu juga tidak canggung ketika saling menyuapi satu sama lain, mengabaikan beberapa orang yang mungkin sedang memperhatikan sikap manisnya.

"Ari, kau ingin jalan-jalan ke mana? Bilang padaku. Aku akan mengantarmu ke mana pun, karena setelah ini kita akan sibuk untuk kuliah. O ya, aku sudah membuat dua formulir untuk kita."

"Aku tidak ikut."

Jeong Jimin sontak terdiam memandanginya.

"Aku tidak akan ikut denganmu. Kau tidak perlu membuat formulir itu untukku, Jim," pungkas Ariana.

"Apa maksudmu?"

"Aku tidak akan kuliah di tempat yang sama denganmu, aku akan pergi ke luar negeri," ungkap Ariana.

"Aku tahu, bukankah kita juga akan pergi ke luar negeri? Kita akan kuliah di negara yang sama bukan?" tanya Jimin.

"Tidak, Jeong. Aku tidak akan kuliah di kampus yang sama denganmu."

"Ari, apa yang kau katakan?" Jimin mengernyit.

"Maafkan aku, Jeong. Ini sudah menjadi keputusanku. Jika aku kuliah di tempat yang sama denganmu, konsentrasiku tidak akan stabil. Kita harus berpisah untuk sementara waktu," ujar Ariana dengan raut yang terlihat tenang.

Berbeda dengan Jeong Jimin yang langsung terlihat gelisah, lalu meneguk air mineral karena mendengar kata 'berpisah'.

"Aku tidak ingin kita berpisah, aku ingin tetap bersamamu," ungkapnya dengan menyentuh tangan Ariana.

Ariana lalu menggenggam tangan kekasihnya itu.

"Kita tidak akan berpisah, kita hanya akan berpisah sementara waktu. Kita bisa saling menghubungi, tetapi aku mungkin tidak akan pulang ke Korea sampai menyelesaikan pendidikanku di sana. Empat sampai lima tahun lamanya. Apakah kau sanggup menungguku?" Ariana semakin mengeratkan genggamannya.

"Ari, apakah kau serius?" Wajah Jimin tampak gelisah.

"Inilah keputusanku, Jim," ucap Ariana yang selalu terlihat tenang, tetapi perlahan melepaskan genggaman tangannya. Beranjak meninggalkan Jeong Jimin di dalam restoran.

"Ariana!" Jimin bergegas mengejarnya setelah membayar tagihan di kasir.

"Ariana, kita harus bicara." Jeong Jimin meraih salah satu tangannya.

"Mengapa kau mengabaikanku seperti ini?" Jimin menatapnya dengan nanar.

Ariana menoleh ke sana dan ke mari. Suasana di jalan Hongdae masih sangat ramai walaupun di malam hari.

"Aku tidak sedang mengabaikanmu, Jim. Aku hanya tidak ingin mengulur waktu. Aku merasa bahwa aku sudah mengatakan semuanya padamu." Ariana kembali melangkahkan kakinya.

"Lalu kau mau ke mana? Bukankah masih banyak waktu untuk kita berdua? Setidaknya untuk malam ini?"

"Aku ingin segera pulang." Ariana masih melanjutkan langkahnya diikuti oleh Jeong Jimin.

"Kita masih punya waktu satu atau dua jam lagi, mengapa kau ingin segera pulang?"Jeong Jimin sedikit tidak nyaman oleh sikapnya.

"Karena aku harus segera berkemas," pungkas Ariana.

"Apa?" Rahang Jimin melebar tak percaya.

Keduanya saling berhadapan.

"Aku akan berangkat besok sore. Bibi sudah merapikan semua kebutuhanku dan sisanya aku hanya akan membawa tas mana yang akan kukenakan besok," ungkap Ariana yang sukses membuat Jimin sedikit frustrasi.

"Ari, mengapa kau tidak memberitahuku sebelumnya? Bukankah ini sangat mendadak?"

"Tidak, Jimin. Ini tidak mendadak. Aku bahkan sudah menyiapkan segalanya sebelum kelulusan kita."

"Apa? jadi kau menutupi segalanya dariku?"

"Tidak juga. Aku hanya tidak ingin membuatmu gelisah, dan sekarang aku sudah memberitahumu." Ariana pun memandangnya dengan tenang.

Jeong Jimin terdiam memandanginya. Entah apa yang harus ia lakukan malam itu. Perasaannya sungguh tidak karuan. Ingin marah dan menuntut Ariana atas sikapnya, tetapi tak kuasa oleh rasa sayang yang begitu dalam. Hanya bisa berpasrah diri, ingin bertahan menunggu waktu yang sudah ditentukan yaitu lima tahun lamanya. Ia harus rela menunggu.

"Jimin." Ariana menatapnya dengan sendu.

"I love you," ucap Jimin dengan begitu lembut. Ariana merasa terharu dan segera memeluknya. Jeong Jimin mengeratkan pelukannya. "Apakah kau mencintaiku?" Ariana mengangguk dalam pelukan.

"Apakah aku boleh menemuimu?" tanyanya lagi.

"Tidak. Kau hanya boleh menghubungiku lewat sosial media. Aku akan meluangkan waktu untuk membalasnya." Ariana melepaskan pelukan.

"Baiklah, kalau begitu aku tidak akan menghubungimu lewat apa pun. Agar kau bisa merasa puas, agar aku bisa mati perlahan-lahan karena merindukanmu. Apakah kau puas? Nona egois?" Jeong Jimin merasa gemas sendiri pada sikap kekasihnya itu.

Ariana menundukkan wajah, mengulum senyuman di sana. Larangan adalah perintah, begitu pun sebaliknya.

"Ari." Jimin sedang menatapnya. "Apakah mungkin selama ini kau tidak bahagia bersamaku?"

"Aku bahagia bersamamu, Jim. Percayalah padaku!" jawab Ariana dengan sepenuh hati.

Jeong Jimin tersenyum simpul. "Mengapa kau mengambil keputusan seperti ini? Apa tujuanmu?"

Ariana terdiam sesaat, lalu menengadah memandangi langit malam yang penuh bintang.

"Aku ingin meraih mimpiku."

Jeong Jimin tidak berpaling dan hanya memandangi wajah kekasihnya itu.

"Memangnya apa mimpimu?"

Ariana pun menoleh padanya. "Aku ingin bekerja di kantor ayahku. Aku ingin menduduki posisi penting di sana," ungkapnya.

"Itu adalah kantor ayahmu. Aku yakin suatu hari nanti kau akan bisa menjadi apapun yang kau inginkan," ucap Jimin.

Ariana mengangguk secara perlahan, "Untuk itu, aku harus berusaha keras agar bisa mewujudkanya."

Jimin tersenyum begitu lembut. "Jika kau ingin menggapai bintang, maka kau harus tahu satu hal, bahwa bintang itu bukan hanya satu," ucapnya.

Ariana menyahut. "Keinginanku tidak terbatas, Jim."

Jimin sontak menatapnya. "Lalu, apa mimpimu?" tanya Ariana. "Entahlah," jawab Jimin.

"Kau ingin jadi apa?" Ariana bertanya lagi.

Jimin tersenyum simpul. "Aku hanya ingin menjadi langitmu," pungkasnya.


***

Malam pun telah berganti pagi, Ariana sedang merasa gelisah menunggu kehadiran Jeong Jimin di bandara. Akhirnya, kekasihnya itu tiba dengan membawa satu buket bunga lengkap dengan senyuman indah yang akan mampu memberinya kekuatan.

Jimin menatapnya penuh dengan harapan, berharap bahwa waktu akan segera berlalu dan mereka akan bertemu lagi.

"Ari, aku telah berpikir semalaman. Kita hanya akan berkomunikasi, tetapi kita tidak akan melakukan video call atau pun kontak fisik selama lima tahun lamanya. Apakah kau sanggup? Setelah itu waktu akan berlalu sangat lambat dan kita akan kembali bertemu di acara reuni." Jeong Jimin sedang membodohi dirinya sendiri dengan membuat lelucon seperti itu.

"Hmm ... baiklah. Aku akan mengenakan pakaian hitam, lengkap dengan topengnya. Kita lihat saja nanti. Apakah kau akan mengenaliku atau tidak." Ariana menyanggupinya.

Jeong Jimin tersenyum simpul, mengangguk menerima tantangan itu.

"Tapi, tidakkah kau merasa bahwa ini sedikit konyol?" ungkap Ariana.

"Tidak. Apakah kau pikir hanya dirimu yang bisa bertindak seenaknya? Aku juga bisa dan ini adalah keputusanku," tegas Jimin.

Ariana tersenyum bahagia, ia memang mengharapkan sosok yang tegas. Ia juga berharap kalau Jeong Jimin akan mampu mengendalikan diri dan menepati ucapannya. Ia mengeluarkan sepasang kalung berliontinkan gembok dan kuncinya berukuran kecil yang lalu diberikan pada Jimin.

"Aku ingin kau memakainya. Dengan ini cinta kita akan selalu terhubung." Ia pun memakaikan kalung itu.

Jeong Jimin semakin tidak menentu. Ariana menatapnya dengan tatapan nanar.

"Hubungi aku ketika bunganya sudah layu." Jimin memberikan Bunganya pada Ariana.

Ariana menerimanya disertai senyuman, tanpa terasa air matanya lolos tak tertahankan. Jimin memintanya untuk tidak langsung menghubunginya ketika sampai di luar negeri dan itu sebenarnya terasa begitu menyesakkan dada. Namun Ariana harus berpura-pura kuat dan tegar di hadapannya.

"Aku pergi," ucapnya.

"Saranghae." Jeong Jimin memeluknya dengan erat.

"Nado saranghae." Ariana berlinang air mata.

Jeong Jimin melepaskan pelukannya, menyeka air mata Ariana begitu pun sebaliknya. Jimin meremas kedua pipi gadisnya, dan menempelkan kedua keningnya.

"Josimhae."

Ariana mengangguk secara pelan.

"Aku akan setia menunggumu," ucap Jimin.

"Aku akan setia selalu padamu," balas Ariana.

Jeong Jimin mengukir senyuman. "Aku akan merindukanmu."

Ariana mengangguk mulai menjauh dan melambaikan tangannya. Jeong Jimin membalasnya. Perasaan sedih dan pilu kini menyelimuti hatinya, ia tidak tahu harus bagaimana ketika rindu— akan setia menemaninya setiap hari.

***


Continue Reading

You'll Also Like

92.4K 8.1K 82
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...
183K 28.7K 52
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
Tentang Takdir By

Fanfiction

42.6K 3.4K 56
Ayoooo siapa yang dari kemaren nungguin season 2 nya MARIALINO. ini adalah kelanjutan dari MARIALINO, jangan lupa baca dulu yaa bagian cerita MARIALI...
1.2M 62.7K 66
"Jangan cium gue, anjing!!" "Gue nggak nyium lo. Bibir gue yang nyosor sendiri," ujar Langit. "Aarrghh!! Gara-gara kucing sialan gue harus nikah sam...